Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

THOHAROH

A. Pengertian Thoharoh
Thoharoh secara istilah adalah bersuci. Sedangkan secara bahasa,
Thoharoh adalah menghilangkan hadast dan najis yang menempel di
badan atau pakaian yang menghalangi untuk mendapatkan keabsahan
dalam beribadah1.

Perbedaan hadats dan najis

Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki
tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Sedangkan
hadats menunjukkan keadaan diri.

Apabila pakaian terkena najis seperti kotoran manusia dan kencing


maka harus dibersihkan. Sedangkan kalau berhadats, mesti dengan
berwudhu, mandi atau tayammum jika tidak ada air.

Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan
hadats terkhusus kita temukan pada badan.

Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan


menunjukkan keadaan seseorang. Ketika seseorang selesai
berhubungan badan dengan istri, ia dalam keadaan hadats besar. Ketika
ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya
terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis.

Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan


mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah
membuat benda tersebut suci.2

B. Alat yang bisa digunakan untuk thoharoh


1. Air

Air di bagi menjadi dua yaitu:


Yang pertama air muthlaq ini biasa disebut pula air thohur (suci dan
mensucikan). Maksudnya, air muthlaq adalah air yang tetap seperti
1
Buku paket PAI kelas 1, penerbit yudistira
2
Sumber https://rumaysho.com/12250-perbedaan-terkena-najis-dan-hadats.html

1
kondisi asalnya. Air ini adalah setiap air yang keluar dari dalam bumi
maupun turun dari langit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman

‫َو َأْنَز ْلَنا ِم َن الَّس َم اِء َم اًء َطُهوًرا‬

“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al Furqon: 48)

Yang juga termasuk air muthlaq adalah air sungai, air salju, embun,
dan air sumur kecuali jika air-air tersebut berubah karena begitu lama
dibiarkan atau karena bercampur dengan benda yang tidak suci
sehingga air tersebut tidak disebut lagi air muthlaq.

Begitu pula yang termasuk air muthlaq adalah air laut. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanyakan mengenai air laut, beliau pun
menjawab,

‫ُهَو الَّطُهوُر َم اُؤ ُه اْلِح ُّل َم ْيَتُتُه‬

“Air laut tersebut thohur (suci lagi mensucikan), bahkan bangkainya


pun halal. 3

Air-air inilah yang boleh digunakan untuk berwudhu dan mandi tanpa
ada perselisihan pendapat antara para ulama.

Yang kedua air najis. Air najis adalah air yang tercampur najis dan
berubah salah satu dari tiga sifat yaitu bau, rasa atau warnanya. Air bisa
berubah dari hukum asal (yaitu suci) apabila berubah salah satu dari
tiga sifat yaitu berubah warna, rasa atau baunya.

Dari Abu Umamah Al Bahiliy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫ِإَّن اْلَم اَء َال ُيَنِّج ُسُه َش ْى ٌء ِإَّال َم ا َغ َلَب َع َلى ِر يِح ِه َو َطْع ِمِه َو َلْو ِنِه‬

“Sesungguhnya air tidaklah dinajiskan oleh sesuatu pun selain yang


mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya.”

Tambahan “selain yang mempengaruhi bau, rasa, dan warnanya”


adalah tambahan yang dho’if. Namun, An Nawawi mengatakan, “Para
ulama telah sepakat untuk berhukum dengan tambahan ini.
3
HR. Tirmidzi, Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih dalam Irwa’ul Gholil no. 9.

2
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa air yang
sedikit maupun banyak jika terkena najis dan berubah rasa, warna dan
baunya, maka itu adalah air yang najis.
Ibnul Mulaqqin mengatakan, “Tiga pengecualian dalam hadits Abu
Umamah di atas tambahan yang dho’if (lemah). Yang menjadi hujah
(argumen) pada saat ini adalah ijma’ (kesepakatan kaum muslimin)
sebagaimana dikatakan oleh Asy Syafi’i, Al Baihaqi, dll.” Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesuatu yang telah disepakati oleh
kaum muslimin, maka itu pasti terdapat nashnya (dalil tegasnya). Kami
tidak mengetahui terdapat satu masalah yang telah mereka sepakati,
namun tidak ada nashnya. 4

Intinya, air jenis kedua ini (air najis) tidak boleh digunakan untuk
berwudhu.5

Dari segi hukumnya air dapat di bagi menjadi beberapa hal


diantaranya:
a. Air suci dan dapat mensucikan. Misalnya air sumur, air hujan,
air embun, air laut, air sungai, air salju, mata air.
b. Air suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci. Misalnya, air
teh, air kelapa, air kopi dll.
c. Air suci yang kurang dari dua kulah (Air dua qullah adalah air
seukuran 500 rothl ‘Iraqi yang seukuran 90 mitsqol. Jika
disetarakan dengan ukuran sho’, dua qullah sama dengan 93,75
sho’. Sedangkan 1 sho’ seukuran 2,5 atau 3 kg. Jika massa jenis
air adalah 1 kg/liter dan 1 sho’ kira-kira seukuran 2,5 kg; berarti
ukuran dua qullah adalah 93,75 x 2,5 = 234,375 liter. Jadi,
ukuran air dua qullah adalah ukuran sekitar 200 liter. Gambaran
riilnya adalah air yang terisi penuh pada bak yang berukuran 1 m
x 1 m x 0,2 m )
d. Air yang sifanya berubah.misalnya coca cola, teh, sprite dll
e. Air yang haram digunakan, yaitu air yang didapat dari mencuri

Apakah boleh bersuci ( berwudhu ) dengan air musta’mal.?

4
Dinukil dari Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Abdullah
bin Abdirrahman Ali Basam, 1/114, Darul Atsar
5
Sumberhttps://rumaysho.com/30817-matan-taqrib-penjelasan-macam-
macam-air-suci-hingga-air-najis.html
3
Yang dimaksud air musta’mal adalah air yang jatuh dari anggota
wudhu orang yang berwudhu. Atau gampangnya kita sebut air
musta’mal dengan air bekas wudhu.

Para ulama berselisih pendapat apakah air ini masih disebut air yang
bisa mensucikan (muthohhir) ataukah tidak.

Namun pendapat yang lebih kuat, air musta’mal termasuk


air muthohhir (mensucikan), berarti bisa digunakan untuk berwudhu
dan mandi) selama ia tidak keluar dari nama air muthlaq atau tidak
menjadi najis disebabkan tercampur dengan sesuatu yang najis
sehingga merubah bau, rasa atau warnanya. Inilah pendapat yang
dianut oleh ‘Ali bin Abi Tholib, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah,
sekelompok ulama salaf, pendapat yang masyhur dari Malikiyah,
merupakan salah satu pendapat dari Imam Asy Syafi’i dan Imam
Ahmad, pendapat Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah.6

Dalil yang menguatkan pendapat bahwa air musta’mal masih termasuk


air yang suci:
Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,

‫ َفَجَعَل الَّناُس َيْأُخ ُذ وَن‬، ‫ َفُأِتَى ِبَو ُضوٍء َفَتَو َّض َأ‬، ‫َخ َر َج َع َلْيَنا َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – ِباْلَهاِج َر ِة‬
‫ِم ْن َفْض ِل َو ُضوِئِه َفَيَتَم َّس ُحوَن ِبِه‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami


di al Hajiroh, lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu.
Kemudian para sahabat mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka
pun menggunakannya untuk mengusap. 7

Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengatakan, “Hadits ini bisa dipahami bahwa


air bekas wudhu tadi adalah air yang mengalir dari anggota wudhu
Sehingga ini adalah dalil yang sangat-sangat jelas bahwa air musta’mal
adalah air yang suci.8 9

2. Batu

6
Shahih Fiqh Sunnah, 1/104 ).
7
HR. Bukhari no. 187
8
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/295 )
9
Sumber https://rumaysho.com/920-bolehkah-air-mustamal-digunakan-
untuk-bersuci.html
4
Batu bisa digunakan untuk bersuci, baik ketika buang air besar
maupun ketika buang air kecil. Dan hal ini di bolehkan.

Berdasarkan hadis Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

،‫ فأخذ الحجرين‬،‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم أتى الغائط وأمره أن يأتيه بثالثة أحجار‬
‫ هذا ركس‬:‫وألقى الروثة وقال‬

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah buang air dan


beliau meminta untuk dibawakan tiga batu. (namun beliau diberi 2
batu dan satu kotoran kering keledai). Kemudian beliau mengambil
dua batu dan membuang kotoran kering keledai, dan bersabda: “Ini
benda najis. 10

Dalil yang lain adalah hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,


bahwa beliau membawakan beberapa batu untuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau letakkan dalam sebuah kain dan beliau
taruh di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah itu Abu
Hurairah pergi.11
Bersuci dengan batu atau benda selain air, disebut istijmar.

3. Debu
Mengunakan debu biasanya ketika tidak ada air untuk berwudhu,
maka boleh bersuci dengan menggunakan debu. Dan hal ini disebut
dengan tayamum. Tayamum adalah bersuci untuk menghilangkan
hadas kecil maupun hadas besar, bukan untuk menghilangkan najis.

4. Tisu

Alat bersuci selain air, tidak harus berupa batu. Tapi bisa dengan
benda apapun yang bisa menyerap, seperti tisu atau kain.

Orang yang bersuci dengan selain air, baik batu atau tisu, minimal
harus melakukan dengan 3 kali.
Berdasarkan hadis dari Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk menghdap


kibat ketika buang air besar atau kecil, atau bersuci denga dan

10
(HR. Bukhari)
11
(HR. Bukhari)
5
tangan kanan, atau bersuci dengan kurang dari 3 batu, atau bersuci
dengan kotoran kering atau tulang. 12

Jika lebih dari tiga maka jumlahnya dibuat ganjil, seperti 5 kali atau
7 kali, dst.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang melakukan istijmar13, hendaknya dia buat ganjil.” 14

Tidak boleh menggunakan tulang atau kotoran yang kering.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menggunakan kotoran
kering dan tulang untuk bersuci, karena dua benda ini adalah
makanan jin. Dan kita dilarang mengganggu mereka dengan
mengotori makanannya. Sebagaimana dinyatakan dalam riwayat
lain, bahwa Nabi saw ditanya mengapa dua benda itu tidak boleh
digunakan untuk bersuci. Beliau menjawab,

‫ُهَم ا ِم ْن َطَع اِم الِج ِّن‬

“Dua benda itu adalah makanan jin.” 15

C. Macam – macam thoharoh


Ada beberapa hal yang bisa di kategorikan bersuci :

1. Wudhu
Adalah rangkain kegiatan secara beurutan dalam membasuh
anggota badan dengan menggunakan air untuk menghilangkan
hadas kecil.
a. Syarat sah wudhu
Jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka wudhunya tidak sah
1. Islam. Orang yang kafir ketika dia berwudhu maka tidak di
anggap. Dan itu artinya tida sah.
2. Tamyiz
Tamyiz artinya:

12
(HR. Muslim)
13
Bersuci dengan selain air,
14
(HR. Bukhari dan Muslim).
15
(HR. Bukhari)

6
- sudah paham khithab (pembicaraan) dan memberikan
jawaban,
- sudah bisa makan atau minum sendiri, sudah bisa
beristinja’ sendiri,
- sudah bisa membedakan antara kanan dan kiri (ada yang
artikan: bisa membedakan yang baik dan buruk),
- sudah bisa membedakan antara tamroh (kurma) dan
jamroh (batu kerikil).

Tamyiz menjadi syarat orang yang berwudhu.


Catatan: Anak yang belum tamyiz tetap sah bersuci untuk
thawaf.
3. Bersih dari haid dan nifas
4. Bersih dari sesuatu yang menghalangi air meresap ke kulit.
Seperti kotoran yang ada di bawah kuku jika bukan dari
keringat, seperti minyak padat (bukan minyak cair). Jika sulit
dan menjadi bagian dari badan, maka bersuci tidaklah jadi
masalah.
5. Tidak ada pada anggota wudhu sesuatu yang megubah air.
Maksudnya adalah, tidak ada anggota tubuh yang mengubah
air dari kemutlakannya seperti ada minyak dan tinta. Jika
sedikit di mana tidak mengubah air dari kemutlakannya,
maka bersuci tidaklah jadi masalah
6. Mengetahui wudhu itu wajib. Jika ia ragu akan wajibnya
wudhu maka wudhunya tidak sah
7. Tidak meyakini wajib wudhu sebagai sunnah wudhu. Artinya
apa yang di anggap wajib dalam berwudhu ia tidak
menganggap sunnah. Dia harus membedakan mana wajib
wudhu dan sunnah wudhu
8. Airnya suci dan mensucikan. Airnya adalah air mutlak. Air
laut dan air sumur adalah contoh air suci. Contoh air yang
sudah keluar dari istilah air mutlak adalah air semangka (jus
semangka), sehingga tidak bisa digunakan berwudhu.16

b. Wajib wudhu

Rukun (fardhu) wudhu ada enam:


16
Sumber https://rumaysho.com/31052-safinatun-naja-syarat-dan-pembatal-wudhu.html
7
1. Niat

Syaikh‘Abdurrahman bin Nashir As-


Sa’di rahimahullah berkata:

“Ketika memulai berwudhu hendaklah berniat untuk


menghilangkan hadats atau berniat berwudhu untuk shalat
atau semisal itu.
Niat adalah syarat diterimanya amalan, termasuk syarat
diterimanya thaharah dan selainnya. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫إَّنَم ا األعَم ال بالِّنَّياِت وِإَّنما ِلُك ِّل امريٍء ما َنَو ى‬

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.


Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” 17

Lalu mengucapkan bismillah.”

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Niat itu letaknya


di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat
di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya
sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.” 18

Niat ada dua macam: (1) niat pada siapakah ditujukan amalan
tersebut (al-ma’mul lahu), (2) niat amalan.
Niat jenis pertama adalah niat yang ditujukan untuk
mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat. Inilah yang
dimaksud dengan niat yang ikhlas.

Sedangkan niat amalan itu ada dua fungsi: (1) untuk


membedakan manakah adat (kebiasaan), manakah ibadah, (2)
untuk membedakan satu ibadah dan ibadah lainnya.19

Niat adalah tempatnya di hati bukan di lisan, maka perlu juga


dalam hal ini di tambahkan bahwa apakah dalam berniat
harus di ucapkan. ?

17
[HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
18
(Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)
19
Sumber https://rumaysho.com/16602-manhajus-salikin-niat-dan-membaca-bismillah-
saat-wudhu.html
8
Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat
(maksudnya mengucapkan niat sambil bersuara keras atau
lirih) untuk ibadah-ibadah tertentu. Karena demikianlah yang
banyak diajarkan oleh ustadz-ustadz kita bahkan telah
diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi. Contohnya adalah tatkala hendak shalat
berniat ’Usholli fardhol Maghribi …’ atau pun tatkala hendak
berwudhu berniat ’Nawaitu wudhu’a liraf’il hadatsi.

Kalau kita melihat dari hadits di atas 20, memang sangat tepat
kalau setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu.
Namun apakah niat itu harus dilafalkan dengan suara keras
atau lirih?

Secara logika mungkin dapat kita jawab. Bayangkan berapa


banyak niat yang harus kita hafal untuk mengerjakan shalat
mulai dari shalat sunat sebelum shubuh, shalat fardhu shubuh,
shalat sunnah dhuha, shalat sunnah sebelum dzuhur, dst.
Sangat banyak sekali niat yang harus kita hafal karena harus
dilafalkan. Karena ini pula banyak orang yang meninggalkan
amalan karena tidak mengetahui niatnya atau karena lupa. Ini
sungguh sangat menyusahkan kita. Padahal Nabi kita
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

”Sesungguhnya agama itu mudah.” 21

Ingatlah setiap ibadah itu bersifat tauqifiyyah22, sudah


paketan dan baku. Artinya setiap ibadah yang dilakukan harus
20

‫إَّنَم ا األعَم ال بالِّنَّياِت وِإَّنما ِلُك ِّل امريٍء ما َنَو ى‬

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan
apa yang ia niatkan.”
21
HR . Bukhari
22
Apa yang dimaksud dengan perkataan ”Ibadah Itu Tauqifiyah“
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab:
Maksud dari ”Ibadah Itu Tauqifiyah“ adalah bahwa ibadah itu tidak valid dan tidak perlu
dihiraukan kecuali ditetapkan oleh syari’at. Baik ibadah yang berupa perkataan maupun
perbuatan, harus dilandasi oleh nash dari Allah ataupun dari Rasulullah yang termaktub
dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Adapun sekedar perkataan seseorang “ini adalah
ibadah”, ini bukan landasan. Tauqifiyah maknanya harus dilandasi oleh nash dari Allah,
karena Allah lah Pembuat Syariat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
‫من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu yang baru dalam urusan kami ini (urusan
agama), yang tidak asal darinya (agama), maka tertolak“
9
ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits termasuk juga dalam
masalah niat. Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat
yang tersebar di masyarakat atau pun di sekolahan yang
mencantumkan lafadz-lafadz niat shalat, wudhu, dan berbagai
ibadah lainnya, akan tetapi kita tidak dapati mereka
mencantumkan ayat atau riwayat hadits tentang niat tersebut.
Tidak terdapat dalam buku-buku tersebut yang menyatakan
bahwa lafadz niat ini adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan
sebagainya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
dalam kitab beliau Zadul Ma’ad, I/201,23

”Jika seseorang menunjukkan pada kami satu hadits saja dari


Rasul dan para sahabat tentang perkara ini (mengucapkan
niat), tentu kami akan menerimanya. Kami akan
menerimanya dengan lapang dada. Karena tidak ada petunjuk
yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi dan sahabatnya. Dan
tidak ada petunjuk yang patut diikuti kecuali petunjuk yang
disampaikan oleh pemilik syari’at yaitu Nabi shalallahu
’alaihi wa sallam.”

Dan sebelumnya beliau mengatakan mengenai petunjuk Nabi


dalam shalat,
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak
mendirikan shalat maka beliau mengucapkan : ‘Allahu
Akbar’. Dan beliau tidak mengatakan satu lafadz pun
sebelum takbir dan tidak pula melafadzkan niat sama
sekali.”
Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat
wudhu, shalat, puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan
dalilnya. Jika memang ada dalil tentang niat tersebut, maka
kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat suatu perkara baru
dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi. Karena
Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

”Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasar


dari kami, maka amalan tersebut tertolak. 24

23
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/10756-apa-maksud-ibadah-itu-tauqifiyah.html
24
HR. Muslim
10
Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat
kami kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu
’anhuma mengatakan,

”Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak


mendapatkannya25 .”26

2. Membasuh muka

Dan yang dimaksud dengan muka yaitu yang kita berhadapan


dengan orang lain. Dan yang masuk dalam hal ini yaitu
dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala yang
kebanyakan orang seperti itu (bukan orang yang botak bagian
depannya) sampai ujung janggut dan bagian bawah dari dagu,
itu panjangnya. Adapun lebarnya mulai dari telinga sampai
telinga. Dimulai membasuh muka karena muka adalah
anggota badan yang mulia. Adapun mencuci kedua tangan
diawal wudhu, maka tujuannya sekedar untuk membersihkan
kedua tangan. Karena wajibnya mencuci kedua tangan adalah
setelah membasuh muka.
Dan termasuk bagian dari muka yaitu berkumur-kumur dan
beristinsyaq. Karena yang dimaksud berkumur-kumur di sini
yaitu bagian dari wajah. Dan berkumur-kumur adalah untuk
mulut. Adapun istinsyaq, itu untuk hidung. Mulut dan hidung
termasuk bagian dari wajah. Maka masuk dalam firman Allah
Ta’ala:

‫َفاْغ ِس ُلوا ُوُجوَهُك ْم‬


“Basuhlah wajah-wajah kalian.” ( QS. Al Maidah : 6 )

Juga, dalil wajibnya bermadhmadhah dan beristinsyaq


yaitu perbuatan Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
hadits Utsman Radhiyallahu ‘Anhu beliau mengatakan:

‫َفَم ْض َم َض َو اْسَتْنَثَر‬
25
(HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92
26
Sumber https://rumaysho.com/53-apakah-niat-perlu-dilafazhkan-haruskah-dengan-
usholli.html
11
“Kemudian beliau berkumur-kumur dan mencuci bagian
dalam hidungnya.” 27
Dan yang dimaksud dengan al-madhmadhah atau berkumur-
kumur yaitu masukkan air ke dalam mulut serta menggerak-
gerakannya dengan tujuan untuk membersihkan mulut
tersebut. Dan yang dimaksud dengan istinsyaq yaitu menarik
air dengan nafas yang kuat sampai ujung hidung. dan istintsar
yaitu mengeluarkan air yang dihirup tersebut agar hidung
seseorang bersih dari kotoran yang ada di dalamnya.28

3. Membasuh kedua tangan sampai siku.

Yang dimaksud di sini yaitu mencuci kedua tangan mulai dari


ujung jari-jari sampai kedua siku. Dan yang dimaksud dengan
“sampai kedua siku” yaitu bersama kedua siku. Karena siku
termasuk bagian yang harus dicuci sebagaimana yang
dijelaskan oleh sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

4. Mengusap sebagian kepala dan kedua telinga

Sunnah telah menjelaskan tata cara mengusap kepala


sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Zaid Radhiyallahu
‘Anhu, dalam hadits tersebut disebutkan bahwasanya:

“Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengusap


kepalanya dengan kedua tangannya dimulai dari depan
sampai ke belakang kemudian kembali lagi ke depan. Beliau
memulai dari dahinya sampai ke leher bagian belakang
kemudian kembali lagi ke depan). 29

Kemudian perkataan Syaikh bin Baz Rahimahullah, “Dan


termasuk darinya kedua telinga” dalilnya adalah sabda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Kedua telinga itu bagian dari kepala”. 30

Begitu juga perbuatan Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam


ketika beliau berwudhu, beliau mengusap kedua telinganya
27
(HR. Bukhari dan Muslim)
28
https://www.radiorodja.com/47191-rukun-wudhu-atau-wajib-wajib-wudhu
29
(HR. Bukhari no. 185, Muslim no. 235, dan Tirmidzi no. 28)
30
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)

12
dengan air yang digunakan untuk mengusap kepalanya,
beliau tidak mengambil air khusus untuk mengusap telinga.
Dan caranya yaitu memasukkan dua telunjuknya ke dalam
telinganya. Adapun ibu jarinya digunakan untuk
membersihkan bagian luar dari telinganya. Dan telinga ini
tidak dicuci atau tidak dibasuh, akan tetapi diusap. Karena
kewajiban mengusap telinga sama dengan kewajiban
mengusap kepala. Sedangkan kepala hanya wajib untuk
diusap, tidak dicuci atau tidak dibasuh.

5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.

Allah Ta’ala berfirman:

‫َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى اْلَكْع َبْيِن‬

“dan kaki-kaki kalian sampai dua mata kaki.” (QS. Al


Maidah : 6 )

Dan kata “sampai” di sini memiliki makna “bersama”.


Karena hadits-hadits yang menjelaskan sifat wudhu Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menunjukkan bahwasanya dua
mata kaki termasuk bagian yang harus dicuci.

6. Tertib (berurutan) dan terus menerus.


berurutan dilakukan sesuai dengan urutan yang disebutkan
tadi. Mulai dari wajah, kemudian dua tangan, kemudian
kepala, kemudian dua kaki. Sebagaimana tertera dalam ayat
wudhu. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkannya
secara berurutan. Bahkan beliau memasukkan anggota badan
yang diusap diantara dua anggota badan yang harus dicuci.
Juga perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, semua
yang menyebutkan tata cara wudhu Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, mereka menyebutkan bahwasanya Nabi
melakukannya secara berurutan.

Adapun terus-menerus, tidak memisahkan antara mencuci


satu anggota badan dengan anggota badan yang lain. Yaitu
dengan cara tidak mengakhirkan mencuci anggota badan
sampai kering anggota sebelumnya, akan tetapi dilakukan
terus-menerus. Begitu selesai mencuci satu, mencuci anggota
badan berikutnya dan begitu seterusnya. Karena Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu seperti ini dan

13
beliau tidak memisahkan antara satu anggota wudhu dengan
anggota wudhu yang lainnya.

Syaikh bin Baz Rahimahullah mengatakan, “Dan


disunnahkan untuk mengulangi mencuci wajah, kedua tangan
dan kedua kaki tiga kali. Begitu juga dengan al-
madhmadhah dan istinsyaq. Dan yang wajib darinya hanya
satu kali.”
Dari Sahabat Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma
berkata:

‫َتَو َّض َأ الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم َّر ًة َم َّر ًة‬

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu membasuh


sekali-sekali”. 31

Juga dari Sahabat Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘Anhu:

‫َتَو َّض َأ َم َّرَتْيِن َم َّرَتْيِن‬

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa berwudhu dengan


membasuh dua kali dua kali.32

Juga dari Sahabat Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu,


beliau pernah meminta bejana yang berisi air kemudian
beliau tuangkan ke kedua telapak tangannya, beliau cuci 3
kali, kemudian beliau memasukkan tangan kanannya ke
bejana, kemudian beliau berkumur-kumur, kemudian
mencuci hidungnya, kemudian membasuh wajahnya tiga kali,
kemudian kedua tangannya sampai kedua sikunya sebanyak 3
kali, kemudian beliau mengusap kepalanya, kemudian
mencuci kedua kakinya tiga kali sampai dua mata kaki,
kemudian beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:

31
HR. Bukhari
32
(HR. Bukhari dan Muslim)

14
‫َم ْن َتَو َّض َأ َنْح َو ُوُضْو ِئ َهَذ ا ُثَّم َقاَم َفَر َك َع َر ْك َع َتْيِن َال ُيَح ِّد ُث ِفْيِهَم ا َنْفَس ُه ُغ ِف َر َل ُه َم ا‬
‫َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬.

“Barangsiapa yang berwudhu seperti cara wudhuku ini


kemudian dia shalat dua rakaat, tidak berbicara sendiri,
tidak membayangkan sesuatu di luar shalat dalam dirinya,
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Dan ini
tentu lebih sempurna33.

Dan tidak boleh membasuh atau mencuci lebih dari tiga kali.
Karena barangsiapa yang mencuci anggota wudhu lebih dari
tiga kali, berarti dia telah berbuat buruk dan berbuat
kedzaliman. Dari Sahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu
‘Anhuma berkata bahwa datang seorang Arab badui kepada
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bertanya kepada
beliau tentang cara wudhu. Kemudian beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memperlihatkan cara wudhu tiga kali, tiga
kali. Kemudian beliau mengatakan:

‫ َفَم ْن َز اَد َع َلى َهَذ ا َفَقْد َأَس اَء َو َتَع َّد ى َو َظَلَم‬، ‫َهَك َذ ا اْلُو ُضوُء‬

“Beginilah cara berwudhu, barangsiapa yang lebih dari tiga


kali membasuh anggota wudhunya, berarti dia telah berbuat
buruk, melampaui batas dan berbuat dzalim. 34

Berkata Syaikh bin Baz Rahimahullah, “Adapun mengusap


kepala, maka tidak disunnahkan untuk mengulanginya
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits yang
shahih.” Hal ini karena semua yang menerangkan atau
meriwayatkan sifat wudhu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, mereka semua tidak menyebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengusap kepalanya kecuali
hanya sekali.35
33
HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
34
(HR. Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah)
35
Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata tentang tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “… dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan
sekali usap.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, dengan sanad yang sahih. Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang paling sahih dalam masalah ini). [HR.
15
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah bahwa yang benar yaitu
tidak boleh mengulangi untuk mengusap kepala ketika
berwudhu. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
apabila mengulangi lebih dari sekali ketika beliau mencuci
anggota-anggota wudhunya, beliau mengusap kepalanya
hanya sekali. Begini keterangan yang datang dari beliau
secara jelas dan tidak Shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam selain cara ini.

c. Sunnah sunnah wudhu

1. Bersiwak36.

Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku


perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap hendak
berwudhu.37
2. Mencuci tangan sebanyak tiga kali sebelum berwudhu

Mencuci kedua tangan tiga kali ketika hendak berwudhu


sunnah ini lebih ditekankan ketika bangun dari tidur atau
dengan kata lain hukumnya wajib. Dalil yang menunjukkan
bahwa mencuci tangan ketika hendak berwudhu sunnah
adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam:

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia


menjadi budaknya Utsman.) suatu ketika beliau memintanya
untuk membawakan air wudhu (dengan wadahpent.),

Abu Daud, no. 111; An-Nasai secara ringkas, 1:68. Hadits ini sahih. Lihat Minhah
Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:153].
36
Al Amir Ash Shon’ani rohimahullah mengatakan, “Siwak yang dimaksud dalam istilah
para ulama adalah penggunaan potongan kayu atau selainnya pada gigi untuk
menghilangkan kotoran kuning pada mulut”. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa
Bulughil Maroom hal. 175/I].
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1810-cara-wudhu.html#Sunnah_Wudhu
37
HR. Tirmidzi no. 22, Abu Dawud no. 37, dinilai shohih oleh Al Albani dalam takhrij
beliau untuk Sunan At Tirmidzi.
16
kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua
tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga
kali……kemudian beliau berkata, “Aku dahulu melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu
seperti yang aku peragakan ini.38

Hal ini ditetapkan sebagai sunnah dan bukan wajib sebab


Utsman rodhiyallahu ‘anhu melakukannya karena melihat
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam melakukannya. Semata-
maka perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang
dicontoh para sahabat menunjukkan hukum anjuran atau
sunnah39. Kemudian dalil yang menunjukkan wajibnya
mencuci tangan ketika bangun dari tidur adalah sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam:

“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka


hendaklah ia mencuci tangannya sebelum ia memasukkan
tangannya ke air wudhu, karena ia tidak tahu di mana
tangannya bermalam”.

Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada
tidur di malam hari saja atau umum? Maka jawabannya
adalah sebagaimana yang disampaikan Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam di atas yaitu semua tidur yang
menyebabkan orang tidak tahu di mana tangannya berada
ketika ia tidur. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al
Imam Asy Syafi’i rohimahullah, demikian juga mayoritas
‘ulama40.
3. Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq41 dan berkumur-
kumur ketika tidak sedang berpuasa42

Dalilnya sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam:


38
HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
39
Lihat Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 124.
40
Lihat Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abullah Alu
Bassaam rohimahullah hal. 215/I cetakan Maktabah Sawaadiy, Mekkah, KSA.
41
Adalah menghirup air kedalam hidung
42
Lihat penjelasan mengapa perintah di sini tidak dimaknai wajib di Taudhihul Ahkaam
min Bulughil Maroom hal. 218/I.
17
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika
kalian sedang berpuasa”43

4. Mendahulukan membasuhkan bagian kanan dari yang kiri

Dalilnya sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :

“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam


sangat menyukai mendahulukan kanan dalam thoharoh
(berwudhu)”44

5. Membasuh anggota wudhu sebanyak 2 kali atau 3 kali

Dalilnya sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam


berwudhu (membasuh anggota wudhunya ) sebanyak.dua
kali-dua kali”.45

Dalil bahwa beliau membasuh anggota wudhu sebanyak tiga


kali adalah hadits yang diriwayatkan Humroon dari tentang
wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika melihat
cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia


menjadi budaknya Utsmanpent.) suatu ketika beliau
memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan
wadahpent.), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut
ke tangan beliau. Maka ia membasuh
tangannya sebanyak 3 kali…kemudian dia membasuh
wajahnya sebanyak 3 kal”46

43
HR. Abu Dawud no. 2368, Al Hakim no. 525 dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam
takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud demikian juga Adz Dzahabi.
44
HR. Bukhori 168, Muslim no. 268.
45
HR. Bukhori 158.
46
HR. Bukhori 164, Muslim no. 226.
18
Akan tetapi hal ini di kecualikan ketika membasuh sebagian
kepala dan telinga. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu alaihi
wasallam:

satu riwayat hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu


“Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah
air lalu menyapu kepalanya ke arah depan dan belakang
sebanyak 1 kali”47
6. Tertib.48
7. Berdoa ketika telah selesai bewudhu

d. Tata cara berwudhu

Adapun tata cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits


Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari Humroon budak
sahabat Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu49

Dari Humroon -bekas budak Utsman bin Affan–, suatu


ketika ‘Utsman memintanya untuk membawakan air wudhu
(dengan wadah), kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut
ke kedua tangannya. Maka ia membasuh kedua tangannya
sebanyak tiga kali, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke
dalam air wudhu kemudian berkumur-kumur, lalu beristinsyaq
dan beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga
kali, (kemudian) membasuh kedua tangannya sampai siku
sebanyak tiga kali kemudian menyapu kepalanya (sekali saja)
kemudian membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu
‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu yang semisal ini
dan beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan,
“Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal ini
kemudian sholat 2 roka’at (dengan khusyuk)dan ia tidak
berbicara di antara wudhu dan sholatnya maka Allah akan
ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”50
47
HR. Bukhori 186
48
Membasuh anggota wudhu secara berurutan dan tidak ada jeda yang panjang.
49
Hadits ini merupakan salah satu hadits pokok dalam masalah tata cara wudhu
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
50
HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
19
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat
kita simpulkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam secara ringkas sebagai berikut:

1. Berniat wudhu (dalam hati51) untuk menghilangkan hadats.


2. Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
3. Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan kemudian
memasukkannya ke dalam mulut dan hidung untuk
berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air dalam
hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari
hidung) dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
5. Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot
sebanyak 3 kali.
6. Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan
menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan
dengan yang kiri.
7. Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan
ditarik ke belakang, lalu ditarik lagi ke depan, dilakukan
sebanyak 1 kali, dilanjutkan menyapu bagian luar dan dalam
telinga sebanyak 1 kali52 dan juga dilanjutkan mengusap
telinga satu kali.

Dan juga dijelaskan dalam hadist berikut:


Dari ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu, ia
bercerita tentang tata cara wudhu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari depan ke
belakang lalu kembali lagi ke depan.53

Dalam lafaz lain disebutkan, “Beliau mulai mengusap


dengan kedua tangan dari bagian depan kepala hingga ke
tengkuk, lalu menariknya hingga kembali ke tempat
memulai.”.
51
Telah datang penjelasannya diatas ketika membahas wajib wudhu
52
Sesuai hadist di footnote no 49
53
. HR. Bukhari, no. 186 dan Muslim, no. 235
20
Dan cara mengusap telinga telah dijelaskan melaului hadist
berikut ini:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita
tentang tata cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Kemudian beliau mengusap kepalanya dan
memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinga lalu
mengusap bagian luar dua telinga tersebut dengan ibu
jari.”54

8. Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan


menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan
dengan kaki kiri.55

e. Pembatal-pembatal wudhu
1. Buang air kecil, buang air besar, dan buang angin.
Para ulama sepakat bahwa wudhu menjadi batal jika keluar
kencing dan buang air besar dari jalan depan atau pun
belakang.56

Sedangkan dalil bahwa kentut (baik dengan bersuara atau pun


tidak) membatalkan wudhu adalah hadits dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َسِمَع َأَبا ُهَر ْيَر َة َيُقوُل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – « َال ُتْقَبُل َص َالُة َم ْن‬
‫ َقاَل َر ُجٌل ِم ْن َح ْض َر َم ْو َت َم ا اْلَح َد ُث َيا َأَبا ُهَر ْيَر َة َقاَل ُفَس اٌء‬. » ‫َأْح َد َث َح َّتى َيَتَو َّض َأ‬
‫َأْو ُض َر اٌط‬

“Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima


sampai ia berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadhromaut
mengatakan, “Apa yang dimaksud hadats, wahai Abu
Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab.

54
(HR. Abu Daud, An-Nasai, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
55
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1810-cara-wudhu.html#Tata_Cara_Wudhu_secara_Global
56
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 1/127, Al Maktabah
At Taufiqiyah.
21
‫ُفَس اٌء َأْو ُض َر اٌط‬

“Di antaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan


suara.57
Para ulama pun sepakat bahwa kentut termasuk pembatal
wudhu.58
2. Keluarnya wadi, madzi dan mani

Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada


umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda
kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang
khas.

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket,


keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan
jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’.
Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa
terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki
dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.59

Madzi dan wadi najis. Sedangkan mani -menurut pendapat


yang lebih kuat- termasuk zat yang suci. Cara mensucikan
pakaian yang terkena madzi dan wadi adalah dengan cara
diperciki air. Sedangkan mani cukup dengan dikerik.

Ibnu ‘Abbas mengatakan:


“Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka
diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu
‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas
berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.60

57
HR. Bukhari no. 135.
58
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/128.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/2580-pembatal-pembatal-wudhu.html
59
Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 5/383
60
HR. Al Baihaqi no. 771. Syaikh Abu Malik -penulis Shahih Fiqh Sunnah– mengatakan
bahwa sanad riwayat ini shahih.

22
3. Tidur lelap

Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak


lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak lagi
mendengar suara, atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari
tangannya, atau tidak merasakan air liur yang menetes. Tidur
seperti inilah yang membatalkan wudhu, baik tidurnya dalam
keadaan berdiri, berbaring, ruku’ atau sujud. Karena tidur
semacam ini yang dianggap mazhonnatu lil hadats, yaitu
kemungkinan muncul hadats.

Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan


kantuk, masih sadar dan masih merasakan merasakan apa-
apa, maka tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu.
Inilah pendapat yang bisa menggabungkan dalil-dalil yang
ada.

Di antara dalil hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik:
“Ketika shalat hendak ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus
berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan shalat
bersama mereka.61

Qotadah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas


berkata:
“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ketiduran kemudian mereka pun melakukan shalat,
tanpa berwudhu lagi.” Ada yang mengatakan, “Benarkah
engkau mendengar hal ini dari Anas?” Qotadah, “Iya betul.
Demi Allah.62

4. Hilangnya akal baik karna gila, pingsan atau mabuk

61
HR. Muslim no. 376.
62
HR. Muslim no. 376.
23
Ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Hilang
kesadaran pada kondisi semacam ini tentu lebih parah dari
tidur.63

5. Memakan daging unta

Dalilnya adalah hadist dari Jabir bin Samuroh:


“Ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Apakah aku mesti berwudhu setelah
memakan daging kambing?” Beliau bersabda, “Jika engkau
mau, berwudhulah. Namun jika enggan, maka tidak mengapa
engkau tidak berwudhu.” Orang tadi bertanya lagi, “ Apakah
seseorang mesti berwudhu setelah memakan daging unta?”
Beliau bersabda, “Iya, engkau harus berwudhu setelah
memakan daging unta.64

6. Menyentuh kemaluan tanpa penghalang dengan syahwat

Berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa salalm :


“Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaklah
berwudhu.65

f. Anjuran untuk hemat dalam menggunakan air

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk hemat


dan tidak berlebih-lebihan dalam menggunakan air.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud
(air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air)” 66
Satu sha’ sama dengan empat mud. Satu mud kurang lebih
setengah liter atau kurang lebih (seukuran) memenuhi dua
telapak tangan orang dewasa. 67
63
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/133.
64
HR. Muslim no. 360.
65
Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 388)
66
HR. Bukhari no. 198 dan Muslim no. 325).
67
Lihat Shahih Fiqh Sunnah 1/126 dan Shifat Wudhu Nabi, hal. 37.

24
Lihatlah contoh teladan dari panutan kita, yaitu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika beliau berwudhu, beliau hanya
menghabiskan satu mud air. Padahal wudhu adalah salah satu
ibadah yang penting, di mana shalat tidaklah diterima tanpa
berwudhu dalam kondisi berhadats (tidak suci dari najis). Jika
dalam ibadah saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencontohkan untuk menghemat air, lalu bagaimana lagi jika
menggunakan air di luar keperluan ibadah kepada Allah Ta’ala?
Tentu lebih layak lagi untuk berhemat dan disesuaikan dengan
kebutuhan kita, serta jangan berlebih-lebihan.

Penulis kitab Shifat Wudhu Nabi, Fahd bin Abdurrahman Ad-


Dausri, mengatakan, ”Jika Engkau –saudaraku muslim-
merenungkan hadits ini dengan baik, maka Engkau akan
tercengang dengan apa yang dilakukan oleh sebagian orang di
jaman kita ini ketika mereka membuka keran air untuk berwudhu
sambil terkadang bercakap-cakap dengan teman di dekatnya
sedangkan air terus mengalir (keran tidak ditutup). Betapa
borosnya tindakan ini! Bertakwalah kepada Allah. Renungkanlah
hadits ini dan jadikanlah hadits ini di depan penglihatanmu.
Ikutilah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan (menggunakan air),
sehingga tampaklah ittiba’ (mengikuti petunjuk Nabi) dan
keimanan seorang muslim yang sebenarnya. Termasuk sunnah
(Nabi) adalah jika seorang muslim hendak berwudhu, dia
mengambil wadah yang kira-kira bisa menampung satu mud air
dalam rangka mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.68

2. Mandi
Mandi adalah bagian dari thoharoh. Tujuan mandi adalah untuk
menghilangkan kotoran yang menempel di badan. Dan yang kedua

© 2023 muslim.or.id
68

Sumber: https://muslim.or.id/24100-anjuran-untuk-hemat-menggunakan-air.html
25
tujuan mandi adalah untuk bersuci menghilangkan hadats besar.
Maka ini yang disebut mandi wajib.

Perkara yang mewajibkan mandi ada enam, tiga di antaranya


berlaku pada laki-laki dan perempuan, tiga lainnya khusus untuk
perempuan.

Untuk laki-laki dan perempuan:


1. Bertemunya dua khitan.
2. Keluarnya mani.
3. Kematian.

Khusus untuk perempuan:


1. Haidh.
2. Nifas.
3. Melahirkan.

a. Niat syarat sah nya mandi


Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk
membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah
ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan
mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar
bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” 69

b. Rukun mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air,
yaitu mengenai rambut dan kulit.

Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi wajib
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” 70

69
HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907
70
HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
26
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam
hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur
air ke seluruh tubuh.71

Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling


memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda:
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya
siramkan pada kep.72

Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan


dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan
selainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah.
Ia mengatakan,

“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang


mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka
kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan
(kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu
tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka
kamu telah suci.73

Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya


dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al
ghuslu ). Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower
dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah
dianggap sah.

Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air


dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk)
adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama.

71
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/361, Darul Ma’rifah, 1379
72
HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa alaku, kemudian saya
tuangkan setelahnya pada semua tubuhku sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari
Muslim
73
HR. Muslim no. 330

27
c. Tatara mandi wajib yang sempurna

Berikut kita akan melihat tata cara mandi wajib yang


disunnahkan. Apabila hal ini dilakukan, maka akan membuat
mandi tadi lebih sempurna. Yang menjadi dalil dari bahasan ini
adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan hadits dari
Maimunah.

Hadits pertama:

Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa


jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau
memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya.
Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.
Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu
menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan
air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya
sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh
kulitnya.” 74

Hadits kedua:

Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku


pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua
tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga
kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada
telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya.
Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian
beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian
beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh
badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu
mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” 75

74
HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316
75
HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317
28
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi wajib
yang disunnahkan sebagai berikut.

Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali


sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum
mandi.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi


tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk
membersihkan tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya
adalah karena mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”76

Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan


tangan kiri.

Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan


menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi


orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air,
ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu
atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan
tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran
yang ada.77

Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti


ketika hendak shalat.

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun


mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah
wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh
badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut
mandi (al ghuslu).78

76
Fathul Bari, 1/360
77
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At
Turots Al ‘Arobi, 1392
78
Ad Daroril Mudhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani,
hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun 1425 H
29
Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?

Jika kita melihat dari hadits Maimunah di atas, dicontohkan oleh


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh
anggota wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu
mengguyur air ke seluruh tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir.
Namun hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna (sampai mencuci
kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.

Dari dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat


kapankah kaki itu dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua
cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa
sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa saja mandi dengan
berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita
mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam
riwayat ‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi
dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan air dalam hidup,
mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu
mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.

Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata cara mandi


wajib (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah
dan Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah
ini ada kelapangan. 79

Kelima: Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga


sampai ke pangkal rambut.

Keenam: Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala


bagian kiri.

Ketujuh: Menyela-nyela rambut.

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan:

79
Shahih Fiqh Sunnah, 1/175-176
30
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub,
beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu
untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-
gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah
yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau
mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh
badan lainnya.” 80

Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan:


“Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia
mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas
kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke
bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan
tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh
sebelah kiri.81

Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi


yang kanan setelah itu yang kiri.

Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang
kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan
dalam setiap perkara (yang baik-baik).” 82

Mengguyur air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja


sebagaimana zhohir (tekstual) hadits yang membicarakan
tentang mandi. Inilah salah satu pendapat dari madzhab Imam
Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 83

3. tayamum

pengertian tayamum
80
HR. Bukhari no. 272
81
HR. Bukhari no. 277
82
HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268
83
Al Ikhtiyaarot Al Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan ‘Ali
bin Muhammad Al Ba’li Ad Dimasyqi Al Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul Islamiyah
31
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian
tayamum. Tayamum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (
‫ )الَقْص ُد‬yang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at
adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah
dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih84.
Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk
bertayamum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak85

Dalil disyariatkannya tayamum

Tayamum disyari’atkan dalam islam berdasarkan dalil Al Qur’an,


As Sunnah dan Ijma’ (konsensus) kaum muslimin86. Adapun dalil
dari Al Qur’an adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu”.
(QS. Al Maidah: 6).

Adapun dalil dari As Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu
‘anhu,

“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi


wa sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang
digunakan untuk besuci87 (tayamum) jika kami tidak menjumpai
air”.88

Media yang dapat digunakan untuk tayamum

84
Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I
85
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1918-cara-tayamum.html
86
Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj
Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah,
Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
87
Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu
Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
88
HR. Muslim no. 522.
32
Media yang dapat digunakan untuk bertayamum adalah seluruh
permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah
yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul
Yaman radhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,

“Dijadikan (permukaan.) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam) dan umatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu
yang digunakan untuk bersuci”.89

Keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan cara


tayamum

Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan


beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan
tayamum,

a. Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan


ataupun tidak.
b. Terdapat air (dalam jumlah terbatas ) bersamaan dengan adanya
kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum
dan memasak.
c. Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan
badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
d. Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan
sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan
tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu
bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu shalat.
e. Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang
dapat menghangatkan air tersebut.

Tata Cara Tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam

Tata cara tayamum Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan


hadits ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu


keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan
89
HR. Ahmad no. 22190, dinyatakan shohih lighoirihi oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth
dalam Ta’liq beliau untuk Musnad Imam Ahmad, terbitan Muasa’sah Qurthubah, Kairo,
Mesir.

33
air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan
yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan,
“Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya
beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali
pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung
telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap
punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu
beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.90

Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori.

“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan


sekali usapan”.

Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara


tayamum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.

a. Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan


sekali pukulan kemudian meniupnya.
b. Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan
kiri dan sebaliknya.
c. Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
d. Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah
dilakukan sekali usapan saja.
e. Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai
pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku
seperti pada saat wudhu.91
f. Tayamum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah,
demikian juga untuk hadats kecil.
g. Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayamum.

90
HR. Ahmad no. 22190

91
Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum ( ‫َو َأْيِد يُك ْم‬
,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat
wudhu (‫َو َأْيِدَيُك ْم ِإَلى اْلَم َر اِفِق‬, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah :
6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya
wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal.
123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh
Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
34
Pembatal tayamum

Pembatal tayamum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga


tayamum tidak dibolehkan lagi apa bila telah ditemukan air bagi orang
yang bertayamum karena ketidakadaan air dan telah adanya
kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi bagi orang yang
bertayamum karena ketidakmampuan menggunakan air92. Akan tetapi
shalat atau ibadah lainnya93 yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan
tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu
‘anhu:

Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat
dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayamum
dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu
keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang
dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang
dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya
tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau
shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak
mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan
sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau
mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua
pahala94”95.

Juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu
Huroiroh radhiyallahu ‘anhu,

“Seluruh permukaan bumi (tayammum) merupakan wudhu bagi


seluruh muslim jika ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun
(kiasan bukan pembatasan angka)96, apabila ia telah menemukannya

92
Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
93
Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang
dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam
Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].

94
Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua.
[Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul
Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
95
HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433
96
Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.

35
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai
alat untuk besuci”97

4. Istinja.

Istinja adalah membersihkan kotoran dan najis stelah buang hajat baik
mengunakan air dan batu. Dan membersihkan kotoran dengan batu,
atau beristinja dengan batu disebut istijmar. Makna istinja lebih umum
dari istijmar.

Boleh memilih antara istijmar dengan batu atau istinja’ dengan air.
Namun beristinja’ dengan air lebih utama karena lebih membersihkan

Kotoran.

Tidak boleh beristinja’ dengan menggunakan kotoran dan tulang karena


dilarang oleh Nabi Shalallahu alaihi a sallam. Sebagaimana hal ini sudah di
singgung di pembahasan awal. Dan apabila beristijmar dengan batu maka
diperintahkan dengan jumlah yang ganjil. Dan di larang beristinja dengan
tulang. Karna hal itu adalah makanan jin. Telah ada penjelsannya tentang hal
ini di pembahsan awal.

97
HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420

36
BAB II

PUASA

A. PENGERTIAN PUASA DAN HUKUMNYA

Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (‫ )الصيام‬atau Ash
Shaum (‫)الصوم‬. Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak (‫)اإلمساك‬
yaitu menahan diri. Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah
kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan pembatal
puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala:

berdasarkan firman Allah Ta’ala,

‫يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الّص َيام كما ُك تب على الذين من قبلكم لعّلكم تّتقون‬

“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian
bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183).

Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

37
، ‫ وإيتاِء الزكاِة‬، ‫ وإقاِم الصالِة‬، ‫ َش هادِة أن ال إلَه إال ُهللا وأَّن محمًدا رسوُل ِهللا‬: ‫ُبِني اإلسالُم على خمٍس‬
‫ وصوِم رمضاَن‬، ‫والحِّج‬

“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah


muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan
puasa Ramadhan” 98

B. KEUTAMAAN PUASA

1. Puasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya.


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Abu
Umamah Al-Bahili radhiallahu’anhu,

‫ فإَّنك ال تسُج ُد‬، ‫ عليك بالُّسجوِد‬، ‫ عليك بالَّصوِم فإَّنه ال مثَل له‬، ‫عليك بالهجرِة فإَّنه ال مثَل لها‬
‫ وحَّط عنك بها خطيئًة‬، ‫ِهلل سجدًة إال رفعك ُهللا بها درجًة‬

“Hendaknya engkau hijrah, karena ia ibadah yang tidak ada


tandingannya, hendaknya engkau berpuasa karena puasa itu ibadah
yang tidak ada tandingannya, hendaknya engkau bersujud karena
tidaklah engkau sujud sekali melainkan Allah tinggikan derajatmu satu
derajat dan menghapus satu dosamu” 99

2. Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada diri-Nya.

‫ ُك ُّل َع َمِل‬: ‫ َقاَل ُهَّللا‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫عن َأبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه قال‬
‫اْبِن آَد َم َلُه ِإال الِّص َياَم َفِإَّنُه ِلي َو َأَنا َأْج ِز ي ِبه‬

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah


Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal
anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya.”100

3. Puasa menggabungkan 3 jenis kesabaran: sabar dalam melakukan


ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah
98
HR. Bukhari no. 4515 – Muslim no. 16).

99
An Nasa-i no. 2220. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
100
Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946
38
dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia
rasakan selama puasa.

4. Puasa akan memberikan syafaat di hari kiamat.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

، ‫ َﻣ َﻨْﻌ ُﺘُﻪ ﺍﻟَّﻄَﻌ ﺎَﻡ َﻭ ﺍﻟَّﺸ َﻬَﻮ ﺍِﺕ ِﺑﺎﻟَّﻨَﻬﺎِﺭ‬، ‫ َﺃْﻱ َﺭ ِّﺏ‬: ‫ َﻳُﻘﻮُﻝ ﺍﻟِّﺼ َﻴﺎُﻡ‬،‫ﺍﻟِّﺼ َﻴﺎُﻡ َﻭ ﺍْﻟُﻘْﺮ ﺁُﻥ َﻳْﺸ َﻔَﻌ ﺎِﻥ ِﻟْﻠَﻌ ْﺒِﺪ َﻳْﻮ َﻡ ﺍْﻟِﻘَﻴﺎَﻣ ِﺔ‬
‫ َﻓُﻴَﺸ َّﻔَﻌ ﺎِﻥ‬: ‫ َﻗﺎَﻝ‬،‫ َﻓَﺸ ِّﻔْﻌ ِﻨﻲ ِﻓﻴِﻪ‬، ‫ َﻣ َﻨْﻌ ُﺘُﻪ ﺍﻟَّﻨْﻮ َﻡ ِﺑﺎﻟَّﻠْﻴِﻞ‬: ‫ َﻭ َﻳُﻘﻮُﻝ ﺍْﻟُﻘْﺮ ﺁُﻥ‬،‫َﻓَﺸ ِّﻔْﻌ ِﻨﻲ ِﻓﻴِﻪ‬

“Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi


seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah
menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah
aku memberi syafa’at kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku
menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi
syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.”
101

5. Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang
besar.
Allah Ta’ala berfirman:

‫ِإَّن ٱْلُم ْس ِلِم يَن َو ٱْلُم ْس ِلَٰم ِت َو ٱْلُم ْؤ ِمِنيَن َو ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ِت َو ٱْلَٰق ِنِتيَن َو ٱْلَٰق ِنَٰت ِت َو ٱلَّٰص ِدِقيَن َو ٱلَّٰص ِد َٰق ِت‬
‫َّٰٓص‬ ‫َّٰٓص‬
‫َو ٱلَّٰص ِبِر يَن َو ٱلَّٰص ِبَٰر ِت َو ٱْلَٰخ ِش ِع يَن َو ٱْلَٰخ ِش َٰع ِت َو ٱْلُم َتَص ِّد ِقيَن َو ٱْلُم َتَص ِّد َٰق ِت َو ٱل ِئِم يَن َو ٱل ِئَٰم ِت‬
‫َّٰذ‬ ‫َّٰذ‬
‫َو ٱْلَٰح ِفِظ يَن ُفُروَج ُهْم َو ٱْلَٰح ِفَٰظ ِت َو ٱل ِكِريَن ٱَهَّلل َك ِثيًرا َو ٱل ِكَٰر ِت َأَع َّد ٱُهَّلل َلُهم َّم ْغ ِفَر ًة َو َأْج ًرا َع ِظ يًم ا‬

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan


perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-
laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
101
HR. Ahmad, Shahih At-Targhib: 1429

39
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”
(QS. Al Ahzab: 35)

6. Puasa adalah perisai dari api neraka.


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫الِّص َياُم ُج َّنٌة‬

“puasa adalah perisai” 102

7. Puasa adalah sebab masuk ke dalam surga


Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,

‫ َال َيْد ُخ ُل ِم ْنُه َأَح ٌد َغ ْيُر ُهْم ُيَقاُل َأْيَن‬، ‫ َيْد ُخ ُل ِم ْنُه الَّصاِئُم وَن َيْو َم اْلِقَياَم ِة‬، ‫ِإَّن ِفى اْلَج َّنِة َباًبا ُيَقاُل َلُه الَّرَّياُن‬
‫ َفَلْم َيْد ُخ ْل ِم ْنُه َأَح ٌد‬، ‫ َفِإَذ ا َد َخ ُلوا ُأْغ ِلَق‬، ‫ َال َيْد ُخ ُل ِم ْنُه َأَح ٌد َغ ْيُر ُهْم‬، ‫الَّصاِئُم وَن َفَيُقوُم وَن‬

“Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“.


Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada
hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya.
Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang
berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan
memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,
maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya”
103

8. Dibuka pinti pintu surga


dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Ramadan telah datang, pintu-
pintu surga pun dibuka.”

9. Diampuni dosa dosa yang telah lalu


dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang salat
pada malam lailatul qadr karena iman kepada Allah dan mengharap
pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni. Dan siapa saja

102
HR. Bukhari – Muslim
103
HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152
40
yang berpuasa Ramadan karena iman kepada Allah dan mengharap
pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

C. HIKMAH PUASA

1. Menjadi orang yang bertaqwa.


Takwa adalah meninggalkan larangan-larangan. Secara khusus
takwa adalah mengerjakan apa yang diperintahkan dan
meninggalkan apa yang dilarang.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫َم ْن َلْم َيَد ْع َقْو َل الُّز وِر َو اْلَع َم َل ِبِه َفَلْيَس ِهَّلِل َح اَج ٌة ِفى َأْن َيَدَع َطَع اَم ُه َو َش َر اَبُه‬

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah


mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus
yang dia tahan.” 104

Dari sini jelaslah bahwa orang yang berpuasa dan melaksanakan


segala kewajiban, maka dia akan menjauhi perbuatan haram baik
yang berupa perkataan maupun perbuatan, sehingga dia tidak
mencaci manusia, tidak berbohong, tidak mengadu domba di antara
mereka, tidak menjual barang haram dan menjauhi segala macam
perbuatan haram. Jika manusia bisa melakukan semua itu dalam
sebulan penuh, maka dirinya akan berjalan lurus pada bulan-bulan
berikutnya105
2. Puasa adalah bagian dari keimanan.
Oleh karna itu dalam surat al baqoroh ayat 183, Allah memanggil
orang yang beriman untuk melaksanakan puasa. Allah tidak
memanggil manusia secara keseluruhan, atau tidak memanggil
orang islam secara keseluruhan,106 akan tetapi Allah memanggil
orang orang islam yang benar benar memiliki keimanan.
104
HR. Bukhari no. 1903
105
Referensi: https://konsultasisyariah.com/5687-hikmah-puasa-ramadhan.html
106
Karna ada sebagian orang beragama islam hanya sebagai identitas bukan sebagai
prinsip pembeda antara kafir dan muslim. Islam mereka hanya sebatas pada identitas KTP
akan tetapi amal dan prinsip mereka jauh dari islam, bahkan sebagian dari mereka
meninggalkan sesuatu yang di wajibkan dalam islam.
41
Oleh karna itu sekarang tidaklah heran jika kita menadapati di bulan
ramadhan kemudian ada sebagian banyak manusia ( yang mengaku
islam ) tapi tidak malu untuk meninggalkan puasa, mereka makan
dan minum di siang hari. Karna mereka tidak mewakili dari orang
yang memilik iman. Jadi pantaslah jika hati mereka tidak terpanggil
untuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan.
3. Puasa Ramadan itu diwajibkan bagi kita sebagaimana puasa juga
diwajibkan bagi umat-umat sebelum umat Islam karena puasa
termasuk syariat dan perintah yang bermanfaat bagi makhluk di
setiap zaman. Jadi, janganlah seseorang merasa berat berpuasa,
karena itu bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia dengan bertakwa
dan di akhirat dengan masuk surga, terhindar dari siksa.
4. puasa yang sesungguhnya itu bukan sekadar meninggalkan makan
dan minum, namun puasa yang hakiki adalah puasa yang berbuah
takwa, yaitu menghindari ucapan dan perbuatan haram dan larangan
Allah lainnya, serta menunaikan kewajiban dan perintah Allah
lainnya. Setiap dosa dan maksiat itu berdampak buruk pada puasa
seseorang. Semakin banyak seseorang menghindari maksiat, maka
semakin bagus kualitas puasanya. Begitu pula sebaliknya, semakin
seseorang banyak melakukan maksiat, semakin menurun pahala
puasa seseorang.
5. Puasa itu menyempitkan jalan-jalan syetan dam tubuh manusia
Karena sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫إن الشيطان يجري من ابن آدم مجرى الدم‬

“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri keturunan Nabi Adam


-‘alaihis salam- di tempat aliran darah”107.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa (25:


246), “Tidak ada keraguan bahwa darah terbentuk dari makanan dan
minuman. Dan jika seseorang makan atau minum, maka darah
tempat mengalirnya setan-setan akan meluas. Sedangkan jika ia
puasa, maka tempat mengalirnya setan-setan akan menjadi sempit,

107
Bukhari dan Muslim
42
sehingga tergeraklah hati melakukan ketaatan dan meninggalkan
kemungkaran.108
6. Mengendalikan syahwat dan menundukan hawa nafsu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َيا َم ْعَش َر الَّش َباِب َم ْن اْسَتَطاَع ِم ْنُك ْم اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج َو َم ْن‬
‫َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم َفِإَّنُه َلُه ِو َج اٌء‬

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah


memperoleh kemampuan (menafkahi rumah tangga), maka
menikahlah. Karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu
menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa belum mampu melaksanakannya, hendaklah ia
berpuasa karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat
seksual.”109
7. Puasa dapat menahan pelakunya dari akhlak yang buruk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa puasa
itu perisai bagi pelakunya dari hal-hal yang merusak puasa dan
mengurangi kesempurnaannya. Termasuk juga perisai dari akhlak
buruk. Dan hendaknya orang yang berpuasa berhiaskan diri dengan
akhlak yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫الِّص َياُم ُج َّنٌة َفال َيْر ُفْث َو ال َيْج َهْل َو ِإْن اْم ُر ٌؤ َقاَتَلُه َأْو َشاَتَم ُه َفْلَيُقْل ِإِّني َص اِئٌم ـ َم َّرَتْيِن‬

“Puasa itu adalah perisai, maka janganlah (seseorang yang sedang


berpuasa) mengucapkan ucapan yang kotor, dan janganlah
bertindak bodoh, dan jika ada orang yang sewenang-wenang
merebut haknya atau mencelanya, maka katakan, ‘Saya sedang
puasa.’ (dua kali).” 110
8. Melatih kejujuran.
Ketika ia berpuasa membutuhkan kejujuran, karna ibadah puasa
adalah ibadah yang tidak di ketahui, ia bisa saja di dalam kamar dan
makan, setelah kenyang baru ia keluar dan menampakkan seolah ia
berpusa. Tapi bagiia yang jujur cukup bagi Allah saja yang tahu
kalau dia sedang berpuasa
108
Sumber: https://muslim.or.id/74275-hikmah-puasa-bag-1.html
109
HR. Muslim
110
HR. Bukhari
43
9. Menimbulkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin.
Ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang
miskin ketika mereka tidak makan, menahan lapar dan haus karna
mereka tidak memiliki harta atau makanan.

D. SUNAH-SUNAH PUASA
1. Mengakhirkan sahur
Sangat dianjurkan bagi yang ingin berpuasa hendaknya ia makan
sahur, dan ini adalah salah satu bukti bahwa agama islam adalah
agama yang mudah dan kasih sayang, artinya dengan makan sahur
ia sudah ada kesiapan untuk berpuasa dan menambah kekuatan
badan. Dan yang lebih penting dari itu makan sahur adalah sunnah
Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Beliau bersabda:

‫َم ْن َأَر اَد َأْن َيُصوَم َفْلَيَتَس َّحْر ِبَش ْى ٍء‬

“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”111

Dan jika hal ini ( sahur ) adalah sunnah Nabi shalallahu alaihi
wasallam, tentulah ia pasti ada keberkahan. Dan beliau memang
menganjurkan kita agar makan sahur karna didalamnya ada
keberkahan. Walaupun hanya dengan segelas air putih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫الَّسُحوُر َأْكُلُه َبَر َك ٌة َفَال َتَدُعوُه َو َلْو َأْن َيْج َر َع َأَح ُد ُك ْم َج ْر َع ًة ِم ْن َم اٍء َفِإَّن َهَّللا َع َّز َو َج َّل‬
‫َو َم َالِئَكَتُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الُم َتَس ِّح ِريَن‬

“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu,


janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum
seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat
bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur”112

HR. Ahmad 3/367. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini derajatnya
111

hasan dilihat dari jalur lainnya, yaitu hasan lighoirihi.

112
HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.

44
disamping makan sahur adalah anjuran dari Nabi shalallahu alaihi
wa sallam, makan sahur adalah menjadi pembeda antara puasanya
orang ahlul kitab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َفْص ُل َم ا َبْيَن ِص َياِم َنا َو ِص َياِم َأْهِل اْلِكَتاِب َأْكَلُة الَّس َح ِر‬

“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab
terletak pada makan sahur.”113

At Turbasyti mengatakan, “Perbedaan makan sahur kaum muslimin


dengan ahlul kitab adalah Allah Ta’ala membolehkan pada umat
Islam untuk makan sahur hingga shubuh, yang sebelumnya hal ini
dilarang pula di awal-awal Islam. Bagi ahli kitab dan di masa awal
Islam, jika telah tertidur, (ketika bangun) tidak diperkenankan lagi
untuk makan sahur. Perbedaan puasa umat Islam (saat ini) yang
menyelisihi ahli kitab patut disyukuri karena sungguh ini adalah
suatu nikmat.”114

Banyak hal dalam agama islam kita di perintahkan untuk meyelisihi


orang-orang di luar islam, seperti agar umat islam memanjangkan
jenggot dan memotong kumis agar menyelisihi orang – orang
musyrik, majusi dan persia romawi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ َو َأْح ُفوا الَّش َو اِر َب‬، ‫ َو ِّفُروا الِّلَح ى‬، ‫َخاِلُفوا اْلُم ْش ِر ِكيَن‬

“Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan


pendekkanlah kumis.”115

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

113
HR. Muslim no. 1096.
114
‘Aunul Ma’bud, 6/336.

115
HR. Bukhari no. 5892
45
‫ُج ُّز وا الَّش َو اِر َب َو َأْر ُخ وا الِّلَح ى َخ اِلُفوا اْلَم ُجوَس‬

“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan


selisilah Majusi.”116

Ketika Kisro (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam
keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau
bertanya,”Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti
ini?” Keduanya berkata, ”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan
kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk
memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.”117

Ini hanya dua bentuk contoh perkara – perkara yang harus diselisihi
oleh orang islam dari orang – orang di luar islam, sebenarnya
banyak hal dalam perkara ini akan tetapi bukan pada tempatnya jika
kita membahas hal tersebut didalam tulisan ini.

Hal yang sunnah ketika makan sahur adalah dengan


mengakhirkannya, artinya mendekati waktu adzan subuh, itu yang
lebih baik dan utama dan yang lebih mencocoki sunnah Nabi
shalallahu alaihi wa sallam.

Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,

‫ ُقْلُت َك ْم َك اَن َقْد ُر َم ا‬.‫ ُثَّم ُقْم َنا ِإَلى الَّص َالِة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َتَس َّحْر َنا َم َع َر ُسوِل ِهَّللا‬
‫َبْيَنُهَم ا َقاَل َخ ْمِس يَن آَيًة‬.

“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat.
Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara
adzan Shubuh118 dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar
116
HR. Muslim no. 626
117
HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha

118
Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.
46
membaca 50 ayat”.119 Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar
membaca 50 atau 60 ayat.”

Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya


waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu
cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa
batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”

Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan


oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang
berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur
diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu
masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan
meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam
hari.”120

Di indonesia kita mengenal imsak biasanya waktunya sepuluh menit


sebelum adzan subuh. Imsak artinya menahan. Artinya ketika sudah
masuk imsak seorang muslim tidak boleh lagi makan dan minum.
Da inilah yang dipahami oleh sebagian masyarakat kita.

Dalam hal ini apakah boleh kita masih makan dan minum walau
telah masuk imsak.121
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat
sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)-
pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan membagi-
bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah
ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam
jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari

HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
119

HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in.
120

Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits
dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya
hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)

Sumber https://rumaysho.com/417-menghidupkan-bulan-ramadhan-dengan-sunnah-
121

puasa196.html
47
makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh.
Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “

Syaikh rahimahullah menjawab:

Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak


15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil
Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan
dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu
shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,

‫َو ُك ُلوا َو اْش َر ُبوا َح َّتى َيَتَبَّيَن َلُك ُم اْلَخْيُط اَأْلْبَيُض ِم َن اْلَخْيِط اَأْلْس َو ِد ِم َن اْلَفْج ِر‬

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari


benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)

Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ َو َفْج ٌر ُتْح َر ُم ِفْيِه الَّص َالُة (َأْي َص َالُة‬، ‫ َفْج ٌر ُيْح َر ُم الَّطَع اُم َو َتِح ُّل ِفْيِه الَّص َالُة‬، ‫الَفْج ُر َفْج َر اِن‬
‫الُّص ْبِح) َو َيِح ُّل ِفْيِه الَّطَع اُم‬

“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan


dan dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya
waktu shubuh) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat
shubuh dan dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang
muncul sebelum fajar shodiq).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi
dalam Sunan Al Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang
diharamkan untuk makan bagi orang yang berpuasa” dan Ad
Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu makan sahur” no. 2154.
Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits ini dan
keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul
Marom)

Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ِإَّن ِبَالًال ُيَؤ ِّذ ُن ِبَلْيٍل َفُك ُلوا َو اْش َر ُبوا َح َّتى ُيَؤ ِّذ َن اْبُن ُأِّم َم ْك ُتوٍم‬

48
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan
minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
(HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh”
dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa
mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang
periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah
seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan
sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah
tiba, waktu shubuh telah tiba.122

2. Menyegerakan berbuka.
Islam adalah agama yang benar-benar kasih sayang terhadap
pemeluknya, tidaklah agama ini di turunkan melainkan pasti dari
Tuhan Rabbul Alamin, yaitu Allah subhanah wa ta’ala.

122
Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/281-282.

49

Anda mungkin juga menyukai