THOHAROH
A. Pengertian Thoharoh
Thoharoh secara istilah adalah bersuci. Sedangkan secara bahasa,
Thoharoh adalah menghilangkan hadast dan najis yang menempel di
badan atau pakaian yang menghalangi untuk mendapatkan keabsahan
dalam beribadah1.
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki
tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Sedangkan
hadats menunjukkan keadaan diri.
Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan
hadats terkhusus kita temukan pada badan.
1
kondisi asalnya. Air ini adalah setiap air yang keluar dari dalam bumi
maupun turun dari langit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman
“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al Furqon: 48)
Yang juga termasuk air muthlaq adalah air sungai, air salju, embun,
dan air sumur kecuali jika air-air tersebut berubah karena begitu lama
dibiarkan atau karena bercampur dengan benda yang tidak suci
sehingga air tersebut tidak disebut lagi air muthlaq.
Begitu pula yang termasuk air muthlaq adalah air laut. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah ditanyakan mengenai air laut, beliau pun
menjawab,
Air-air inilah yang boleh digunakan untuk berwudhu dan mandi tanpa
ada perselisihan pendapat antara para ulama.
Yang kedua air najis. Air najis adalah air yang tercampur najis dan
berubah salah satu dari tiga sifat yaitu bau, rasa atau warnanya. Air bisa
berubah dari hukum asal (yaitu suci) apabila berubah salah satu dari
tiga sifat yaitu berubah warna, rasa atau baunya.
ِإَّن اْلَم اَء َال ُيَنِّج ُسُه َش ْى ٌء ِإَّال َم ا َغ َلَب َع َلى ِر يِح ِه َو َطْع ِمِه َو َلْو ِنِه
2
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa air yang
sedikit maupun banyak jika terkena najis dan berubah rasa, warna dan
baunya, maka itu adalah air yang najis.
Ibnul Mulaqqin mengatakan, “Tiga pengecualian dalam hadits Abu
Umamah di atas tambahan yang dho’if (lemah). Yang menjadi hujah
(argumen) pada saat ini adalah ijma’ (kesepakatan kaum muslimin)
sebagaimana dikatakan oleh Asy Syafi’i, Al Baihaqi, dll.” Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sesuatu yang telah disepakati oleh
kaum muslimin, maka itu pasti terdapat nashnya (dalil tegasnya). Kami
tidak mengetahui terdapat satu masalah yang telah mereka sepakati,
namun tidak ada nashnya. 4
Intinya, air jenis kedua ini (air najis) tidak boleh digunakan untuk
berwudhu.5
4
Dinukil dari Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom, Syaikh Abdullah
bin Abdirrahman Ali Basam, 1/114, Darul Atsar
5
Sumberhttps://rumaysho.com/30817-matan-taqrib-penjelasan-macam-
macam-air-suci-hingga-air-najis.html
3
Yang dimaksud air musta’mal adalah air yang jatuh dari anggota
wudhu orang yang berwudhu. Atau gampangnya kita sebut air
musta’mal dengan air bekas wudhu.
Para ulama berselisih pendapat apakah air ini masih disebut air yang
bisa mensucikan (muthohhir) ataukah tidak.
َفَجَعَل الَّناُس َيْأُخ ُذ وَن، َفُأِتَى ِبَو ُضوٍء َفَتَو َّض َأ، َخ َر َج َع َلْيَنا َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – ِباْلَهاِج َر ِة
ِم ْن َفْض ِل َو ُضوِئِه َفَيَتَم َّس ُحوَن ِبِه
2. Batu
6
Shahih Fiqh Sunnah, 1/104 ).
7
HR. Bukhari no. 187
8
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/295 )
9
Sumber https://rumaysho.com/920-bolehkah-air-mustamal-digunakan-
untuk-bersuci.html
4
Batu bisa digunakan untuk bersuci, baik ketika buang air besar
maupun ketika buang air kecil. Dan hal ini di bolehkan.
، فأخذ الحجرين،أن النبي صلى هللا عليه وسلم أتى الغائط وأمره أن يأتيه بثالثة أحجار
هذا ركس:وألقى الروثة وقال
3. Debu
Mengunakan debu biasanya ketika tidak ada air untuk berwudhu,
maka boleh bersuci dengan menggunakan debu. Dan hal ini disebut
dengan tayamum. Tayamum adalah bersuci untuk menghilangkan
hadas kecil maupun hadas besar, bukan untuk menghilangkan najis.
4. Tisu
Alat bersuci selain air, tidak harus berupa batu. Tapi bisa dengan
benda apapun yang bisa menyerap, seperti tisu atau kain.
Orang yang bersuci dengan selain air, baik batu atau tisu, minimal
harus melakukan dengan 3 kali.
Berdasarkan hadis dari Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu,
10
(HR. Bukhari)
11
(HR. Bukhari)
5
tangan kanan, atau bersuci dengan kurang dari 3 batu, atau bersuci
dengan kotoran kering atau tulang. 12
Jika lebih dari tiga maka jumlahnya dibuat ganjil, seperti 5 kali atau
7 kali, dst.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
1. Wudhu
Adalah rangkain kegiatan secara beurutan dalam membasuh
anggota badan dengan menggunakan air untuk menghilangkan
hadas kecil.
a. Syarat sah wudhu
Jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka wudhunya tidak sah
1. Islam. Orang yang kafir ketika dia berwudhu maka tidak di
anggap. Dan itu artinya tida sah.
2. Tamyiz
Tamyiz artinya:
12
(HR. Muslim)
13
Bersuci dengan selain air,
14
(HR. Bukhari dan Muslim).
15
(HR. Bukhari)
6
- sudah paham khithab (pembicaraan) dan memberikan
jawaban,
- sudah bisa makan atau minum sendiri, sudah bisa
beristinja’ sendiri,
- sudah bisa membedakan antara kanan dan kiri (ada yang
artikan: bisa membedakan yang baik dan buruk),
- sudah bisa membedakan antara tamroh (kurma) dan
jamroh (batu kerikil).
b. Wajib wudhu
Niat ada dua macam: (1) niat pada siapakah ditujukan amalan
tersebut (al-ma’mul lahu), (2) niat amalan.
Niat jenis pertama adalah niat yang ditujukan untuk
mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat. Inilah yang
dimaksud dengan niat yang ikhlas.
17
[HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
18
(Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)
19
Sumber https://rumaysho.com/16602-manhajus-salikin-niat-dan-membaca-bismillah-
saat-wudhu.html
8
Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat
(maksudnya mengucapkan niat sambil bersuara keras atau
lirih) untuk ibadah-ibadah tertentu. Karena demikianlah yang
banyak diajarkan oleh ustadz-ustadz kita bahkan telah
diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar hingga
perguruan tinggi. Contohnya adalah tatkala hendak shalat
berniat ’Usholli fardhol Maghribi …’ atau pun tatkala hendak
berwudhu berniat ’Nawaitu wudhu’a liraf’il hadatsi.
Kalau kita melihat dari hadits di atas 20, memang sangat tepat
kalau setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu.
Namun apakah niat itu harus dilafalkan dengan suara keras
atau lirih?
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan
apa yang ia niatkan.”
21
HR . Bukhari
22
Apa yang dimaksud dengan perkataan ”Ibadah Itu Tauqifiyah“
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab:
Maksud dari ”Ibadah Itu Tauqifiyah“ adalah bahwa ibadah itu tidak valid dan tidak perlu
dihiraukan kecuali ditetapkan oleh syari’at. Baik ibadah yang berupa perkataan maupun
perbuatan, harus dilandasi oleh nash dari Allah ataupun dari Rasulullah yang termaktub
dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Adapun sekedar perkataan seseorang “ini adalah
ibadah”, ini bukan landasan. Tauqifiyah maknanya harus dilandasi oleh nash dari Allah,
karena Allah lah Pembuat Syariat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu yang baru dalam urusan kami ini (urusan
agama), yang tidak asal darinya (agama), maka tertolak“
9
ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits termasuk juga dalam
masalah niat. Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat
yang tersebar di masyarakat atau pun di sekolahan yang
mencantumkan lafadz-lafadz niat shalat, wudhu, dan berbagai
ibadah lainnya, akan tetapi kita tidak dapati mereka
mencantumkan ayat atau riwayat hadits tentang niat tersebut.
Tidak terdapat dalam buku-buku tersebut yang menyatakan
bahwa lafadz niat ini adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan
sebagainya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan
dalam kitab beliau Zadul Ma’ad, I/201,23
23
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/10756-apa-maksud-ibadah-itu-tauqifiyah.html
24
HR. Muslim
10
Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat
kami kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu
’anhuma mengatakan,
2. Membasuh muka
َفَم ْض َم َض َو اْسَتْنَثَر
25
(HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92
26
Sumber https://rumaysho.com/53-apakah-niat-perlu-dilafazhkan-haruskah-dengan-
usholli.html
11
“Kemudian beliau berkumur-kumur dan mencuci bagian
dalam hidungnya.” 27
Dan yang dimaksud dengan al-madhmadhah atau berkumur-
kumur yaitu masukkan air ke dalam mulut serta menggerak-
gerakannya dengan tujuan untuk membersihkan mulut
tersebut. Dan yang dimaksud dengan istinsyaq yaitu menarik
air dengan nafas yang kuat sampai ujung hidung. dan istintsar
yaitu mengeluarkan air yang dihirup tersebut agar hidung
seseorang bersih dari kotoran yang ada di dalamnya.28
12
dengan air yang digunakan untuk mengusap kepalanya,
beliau tidak mengambil air khusus untuk mengusap telinga.
Dan caranya yaitu memasukkan dua telunjuknya ke dalam
telinganya. Adapun ibu jarinya digunakan untuk
membersihkan bagian luar dari telinganya. Dan telinga ini
tidak dicuci atau tidak dibasuh, akan tetapi diusap. Karena
kewajiban mengusap telinga sama dengan kewajiban
mengusap kepala. Sedangkan kepala hanya wajib untuk
diusap, tidak dicuci atau tidak dibasuh.
13
beliau tidak memisahkan antara satu anggota wudhu dengan
anggota wudhu yang lainnya.
َتَو َّض َأ الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َم َّر ًة َم َّر ًة
31
HR. Bukhari
32
(HR. Bukhari dan Muslim)
14
َم ْن َتَو َّض َأ َنْح َو ُوُضْو ِئ َهَذ ا ُثَّم َقاَم َفَر َك َع َر ْك َع َتْيِن َال ُيَح ِّد ُث ِفْيِهَم ا َنْفَس ُه ُغ ِف َر َل ُه َم ا
َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه.
Dan tidak boleh membasuh atau mencuci lebih dari tiga kali.
Karena barangsiapa yang mencuci anggota wudhu lebih dari
tiga kali, berarti dia telah berbuat buruk dan berbuat
kedzaliman. Dari Sahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu
‘Anhuma berkata bahwa datang seorang Arab badui kepada
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang bertanya kepada
beliau tentang cara wudhu. Kemudian beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memperlihatkan cara wudhu tiga kali, tiga
kali. Kemudian beliau mengatakan:
َفَم ْن َز اَد َع َلى َهَذ ا َفَقْد َأَس اَء َو َتَع َّد ى َو َظَلَم، َهَك َذ ا اْلُو ُضوُء
1. Bersiwak36.
Abu Daud, no. 111; An-Nasai secara ringkas, 1:68. Hadits ini sahih. Lihat Minhah
Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:153].
36
Al Amir Ash Shon’ani rohimahullah mengatakan, “Siwak yang dimaksud dalam istilah
para ulama adalah penggunaan potongan kayu atau selainnya pada gigi untuk
menghilangkan kotoran kuning pada mulut”. [Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa
Bulughil Maroom hal. 175/I].
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1810-cara-wudhu.html#Sunnah_Wudhu
37
HR. Tirmidzi no. 22, Abu Dawud no. 37, dinilai shohih oleh Al Albani dalam takhrij
beliau untuk Sunan At Tirmidzi.
16
kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua
tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga
kali……kemudian beliau berkata, “Aku dahulu melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu
seperti yang aku peragakan ini.38
Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada
tidur di malam hari saja atau umum? Maka jawabannya
adalah sebagaimana yang disampaikan Nabi shollallahu
‘alaihi was sallam di atas yaitu semua tidur yang
menyebabkan orang tidak tahu di mana tangannya berada
ketika ia tidur. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al
Imam Asy Syafi’i rohimahullah, demikian juga mayoritas
‘ulama40.
3. Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq41 dan berkumur-
kumur ketika tidak sedang berpuasa42
43
HR. Abu Dawud no. 2368, Al Hakim no. 525 dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam
takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud demikian juga Adz Dzahabi.
44
HR. Bukhori 168, Muslim no. 268.
45
HR. Bukhori 158.
46
HR. Bukhori 164, Muslim no. 226.
18
Akan tetapi hal ini di kecualikan ketika membasuh sebagian
kepala dan telinga. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu alaihi
wasallam:
e. Pembatal-pembatal wudhu
1. Buang air kecil, buang air besar, dan buang angin.
Para ulama sepakat bahwa wudhu menjadi batal jika keluar
kencing dan buang air besar dari jalan depan atau pun
belakang.56
َسِمَع َأَبا ُهَر ْيَر َة َيُقوُل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – « َال ُتْقَبُل َص َالُة َم ْن
َقاَل َر ُجٌل ِم ْن َح ْض َر َم ْو َت َم ا اْلَح َد ُث َيا َأَبا ُهَر ْيَر َة َقاَل ُفَس اٌء. » َأْح َد َث َح َّتى َيَتَو َّض َأ
َأْو ُض َر اٌط
54
(HR. Abu Daud, An-Nasai, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
55
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1810-cara-wudhu.html#Tata_Cara_Wudhu_secara_Global
56
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 1/127, Al Maktabah
At Taufiqiyah.
21
ُفَس اٌء َأْو ُض َر اٌط
57
HR. Bukhari no. 135.
58
Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/128.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/2580-pembatal-pembatal-wudhu.html
59
Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 5/383
60
HR. Al Baihaqi no. 771. Syaikh Abu Malik -penulis Shahih Fiqh Sunnah– mengatakan
bahwa sanad riwayat ini shahih.
22
3. Tidur lelap
Di antara dalil hal ini adalah hadits dari Anas bin Malik:
“Ketika shalat hendak ditegakkan, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berbisik-bisik dengan seseorang. Beliau terus
berbisik-bisik dengannya hingga para sahabat tertidur. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang dan shalat
bersama mereka.61
61
HR. Muslim no. 376.
62
HR. Muslim no. 376.
23
Ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Hilang
kesadaran pada kondisi semacam ini tentu lebih parah dari
tidur.63
24
Lihatlah contoh teladan dari panutan kita, yaitu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika beliau berwudhu, beliau hanya
menghabiskan satu mud air. Padahal wudhu adalah salah satu
ibadah yang penting, di mana shalat tidaklah diterima tanpa
berwudhu dalam kondisi berhadats (tidak suci dari najis). Jika
dalam ibadah saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencontohkan untuk menghemat air, lalu bagaimana lagi jika
menggunakan air di luar keperluan ibadah kepada Allah Ta’ala?
Tentu lebih layak lagi untuk berhemat dan disesuaikan dengan
kebutuhan kita, serta jangan berlebih-lebihan.
2. Mandi
Mandi adalah bagian dari thoharoh. Tujuan mandi adalah untuk
menghilangkan kotoran yang menempel di badan. Dan yang kedua
© 2023 muslim.or.id
68
Sumber: https://muslim.or.id/24100-anjuran-untuk-hemat-menggunakan-air.html
25
tujuan mandi adalah untuk bersuci menghilangkan hadats besar.
Maka ini yang disebut mandi wajib.
b. Rukun mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air,
yaitu mengenai rambut dan kulit.
69
HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907
70
HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
26
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam
hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur
air ke seluruh tubuh.71
71
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/361, Darul Ma’rifah, 1379
72
HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa alaku, kemudian saya
tuangkan setelahnya pada semua tubuhku sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari
Muslim
73
HR. Muslim no. 330
27
c. Tatara mandi wajib yang sempurna
Hadits pertama:
Hadits kedua:
74
HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316
75
HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317
28
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi wajib
yang disunnahkan sebagai berikut.
76
Fathul Bari, 1/360
77
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At
Turots Al ‘Arobi, 1392
78
Ad Daroril Mudhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani,
hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun 1425 H
29
Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?
79
Shahih Fiqh Sunnah, 1/175-176
30
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub,
beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu
untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-
gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah
yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau
mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh
badan lainnya.” 80
3. tayamum
pengertian tayamum
80
HR. Bukhari no. 272
81
HR. Bukhari no. 277
82
HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268
83
Al Ikhtiyaarot Al Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan ‘Ali
bin Muhammad Al Ba’li Ad Dimasyqi Al Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul Islamiyah
31
Kami mulai pembahasan ini dengan mengemukakan pengertian
tayamum. Tayamum secara bahasa diartikan sebagai Al Qosdu (
)الَقْص ُدyang berarti maksud. Sedangkan secara istilah dalam syari’at
adalah sebuah peribadatan kepada Allah berupa mengusap wajah
dan kedua tangan dengan menggunakan sho’id yang bersih84.
Sho’id adalah seluruh permukaan bumi yang dapat digunakan untuk
bertayamum baik yang terdapat tanah di atasnya ataupun tidak85
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu”.
(QS. Al Maidah: 6).
84
Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
‘Utsaimin rohimahullah hal. 231/I
85
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/1918-cara-tayamum.html
86
Sebagaimana dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah. [Lihat Al Minhaaj
Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 279/IV cetakan Darul Ma’rifah,
Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa].
87
Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abdullah Alu
Bassaam rohimahullah hal. 412/I terbitan Maktabah Asaadiy, Mekkah, KSA.
88
HR. Muslim no. 522.
32
Media yang dapat digunakan untuk bertayamum adalah seluruh
permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah
yang berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul
Yaman radhiyallahu ‘anhu di atas dan secara khusus,
33
air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan
yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan,
“Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya
beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali
pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung
telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap
punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu
beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.90
90
HR. Ahmad no. 22190
91
Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum ( َو َأْيِد يُك ْم
,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat
wudhu (َو َأْيِدَيُك ْم ِإَلى اْلَم َر اِفِق, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah :
6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya
wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal.
123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh
Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
34
Pembatal tayamum
Dua orang lelaki keluar untuk safar. Kemudian tibalah waktu shalat
dan tidak ada air di sekitar mereka. Kemudian keduanya bertayamum
dengan permukaan bumi yang suci lalu keduanya shalat. Setelah itu
keduanya menemukan air sedangkan saat itu masih dalam waktu yang
dibolehkan shalat yang telah mereka kerjakan tadi. Lalu salah seorang
dari mereka berwudhu dan mengulangi shalat sedangkan yang lainnya
tidak mengulangi shalatnya. Keduanya lalu menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menceritakan yang mereka alami. Maka beliau
shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan kepada orang yang tidak
mengulang shalatnya, “Apa yang kamu lakukan telah sesuai dengan
sunnah dan kamu telah mendapatkan pahala shalatmu”. Beliau
mengatakan kepada yang mengulangi shalatnya, “Untukmu dua
pahala94”95.
Juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Abu
Huroiroh radhiyallahu ‘anhu,
92
Lihat Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal.56.
93
Karena tayammum merupakan badal/pengganti dari wudhu. Sehingga apa yang
dibolehkan dengan berwudhu dibolehkan juga dengan tayammum. [Lihat Subulus Salaam
Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 360/I ].
94
Yaitu satu pahala untuk sholat yang pertama dan satu pahala untuk sholat yang kedua.
[Lihat Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom hal. 362/I, Taudhihul
Ahkam min Bulughil Maroom hal. 426/I].
95
HR. Abu Dawud no. 338, An Nasa’i no. 433
96
Taudhihul Ahkam min Bulughil Maroom hal. 422/I.
35
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menggunakannya sebagai
alat untuk besuci”97
4. Istinja.
Istinja adalah membersihkan kotoran dan najis stelah buang hajat baik
mengunakan air dan batu. Dan membersihkan kotoran dengan batu,
atau beristinja dengan batu disebut istijmar. Makna istinja lebih umum
dari istijmar.
Boleh memilih antara istijmar dengan batu atau istinja’ dengan air.
Namun beristinja’ dengan air lebih utama karena lebih membersihkan
Kotoran.
97
HR. Ahmad no. 21408, Tirmidzi no. 124, Abu Dawud no. 333, An Nasa’i no. 420
36
BAB II
PUASA
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam ( )الصيامatau Ash
Shaum ()الصوم. Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak ()اإلمساك
yaitu menahan diri. Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah
kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan pembatal
puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الّص َيام كما ُك تب على الذين من قبلكم لعّلكم تّتقون
Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima.
37
، وإيتاِء الزكاِة، وإقاِم الصالِة، َش هادِة أن ال إلَه إال ُهللا وأَّن محمًدا رسوُل ِهللا: ُبِني اإلسالُم على خمٍس
وصوِم رمضاَن، والحِّج
B. KEUTAMAAN PUASA
فإَّنك ال تسُج ُد، عليك بالُّسجوِد، عليك بالَّصوِم فإَّنه ال مثَل له، عليك بالهجرِة فإَّنه ال مثَل لها
وحَّط عنك بها خطيئًة، ِهلل سجدًة إال رفعك ُهللا بها درجًة
ُك ُّل َع َمِل: َقاَل ُهَّللا: َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم: عن َأبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه قال
اْبِن آَد َم َلُه ِإال الِّص َياَم َفِإَّنُه ِلي َو َأَنا َأْج ِز ي ِبه
99
An Nasa-i no. 2220. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
100
Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946
38
dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia
rasakan selama puasa.
، َﻣ َﻨْﻌ ُﺘُﻪ ﺍﻟَّﻄَﻌ ﺎَﻡ َﻭ ﺍﻟَّﺸ َﻬَﻮ ﺍِﺕ ِﺑﺎﻟَّﻨَﻬﺎِﺭ، َﺃْﻱ َﺭ ِّﺏ: َﻳُﻘﻮُﻝ ﺍﻟِّﺼ َﻴﺎُﻡ،ﺍﻟِّﺼ َﻴﺎُﻡ َﻭ ﺍْﻟُﻘْﺮ ﺁُﻥ َﻳْﺸ َﻔَﻌ ﺎِﻥ ِﻟْﻠَﻌ ْﺒِﺪ َﻳْﻮ َﻡ ﺍْﻟِﻘَﻴﺎَﻣ ِﺔ
َﻓُﻴَﺸ َّﻔَﻌ ﺎِﻥ: َﻗﺎَﻝ، َﻓَﺸ ِّﻔْﻌ ِﻨﻲ ِﻓﻴِﻪ، َﻣ َﻨْﻌ ُﺘُﻪ ﺍﻟَّﻨْﻮ َﻡ ِﺑﺎﻟَّﻠْﻴِﻞ: َﻭ َﻳُﻘﻮُﻝ ﺍْﻟُﻘْﺮ ﺁُﻥ،َﻓَﺸ ِّﻔْﻌ ِﻨﻲ ِﻓﻴِﻪ
5. Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang
besar.
Allah Ta’ala berfirman:
ِإَّن ٱْلُم ْس ِلِم يَن َو ٱْلُم ْس ِلَٰم ِت َو ٱْلُم ْؤ ِمِنيَن َو ٱْلُم ْؤ ِم َٰن ِت َو ٱْلَٰق ِنِتيَن َو ٱْلَٰق ِنَٰت ِت َو ٱلَّٰص ِدِقيَن َو ٱلَّٰص ِد َٰق ِت
َّٰٓص َّٰٓص
َو ٱلَّٰص ِبِر يَن َو ٱلَّٰص ِبَٰر ِت َو ٱْلَٰخ ِش ِع يَن َو ٱْلَٰخ ِش َٰع ِت َو ٱْلُم َتَص ِّد ِقيَن َو ٱْلُم َتَص ِّد َٰق ِت َو ٱل ِئِم يَن َو ٱل ِئَٰم ِت
َّٰذ َّٰذ
َو ٱْلَٰح ِفِظ يَن ُفُروَج ُهْم َو ٱْلَٰح ِفَٰظ ِت َو ٱل ِكِريَن ٱَهَّلل َك ِثيًرا َو ٱل ِكَٰر ِت َأَع َّد ٱُهَّلل َلُهم َّم ْغ ِفَر ًة َو َأْج ًرا َع ِظ يًم ا
39
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”
(QS. Al Ahzab: 35)
َال َيْد ُخ ُل ِم ْنُه َأَح ٌد َغ ْيُر ُهْم ُيَقاُل َأْيَن، َيْد ُخ ُل ِم ْنُه الَّصاِئُم وَن َيْو َم اْلِقَياَم ِة، ِإَّن ِفى اْلَج َّنِة َباًبا ُيَقاُل َلُه الَّرَّياُن
َفَلْم َيْد ُخ ْل ِم ْنُه َأَح ٌد، َفِإَذ ا َد َخ ُلوا ُأْغ ِلَق، َال َيْد ُخ ُل ِم ْنُه َأَح ٌد َغ ْيُر ُهْم، الَّصاِئُم وَن َفَيُقوُم وَن
102
HR. Bukhari – Muslim
103
HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152
40
yang berpuasa Ramadan karena iman kepada Allah dan mengharap
pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
C. HIKMAH PUASA
َم ْن َلْم َيَد ْع َقْو َل الُّز وِر َو اْلَع َم َل ِبِه َفَلْيَس ِهَّلِل َح اَج ٌة ِفى َأْن َيَدَع َطَع اَم ُه َو َش َر اَبُه
107
Bukhari dan Muslim
42
sehingga tergeraklah hati melakukan ketaatan dan meninggalkan
kemungkaran.108
6. Mengendalikan syahwat dan menundukan hawa nafsu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َيا َم ْعَش َر الَّش َباِب َم ْن اْسَتَطاَع ِم ْنُك ْم اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج َو َم ْن
َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم َفِإَّنُه َلُه ِو َج اٌء
الِّص َياُم ُج َّنٌة َفال َيْر ُفْث َو ال َيْج َهْل َو ِإْن اْم ُر ٌؤ َقاَتَلُه َأْو َشاَتَم ُه َفْلَيُقْل ِإِّني َص اِئٌم ـ َم َّرَتْيِن
D. SUNAH-SUNAH PUASA
1. Mengakhirkan sahur
Sangat dianjurkan bagi yang ingin berpuasa hendaknya ia makan
sahur, dan ini adalah salah satu bukti bahwa agama islam adalah
agama yang mudah dan kasih sayang, artinya dengan makan sahur
ia sudah ada kesiapan untuk berpuasa dan menambah kekuatan
badan. Dan yang lebih penting dari itu makan sahur adalah sunnah
Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
Dan jika hal ini ( sahur ) adalah sunnah Nabi shalallahu alaihi
wasallam, tentulah ia pasti ada keberkahan. Dan beliau memang
menganjurkan kita agar makan sahur karna didalamnya ada
keberkahan. Walaupun hanya dengan segelas air putih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الَّسُحوُر َأْكُلُه َبَر َك ٌة َفَال َتَدُعوُه َو َلْو َأْن َيْج َر َع َأَح ُد ُك ْم َج ْر َع ًة ِم ْن َم اٍء َفِإَّن َهَّللا َع َّز َو َج َّل
َو َم َالِئَكَتُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الُم َتَس ِّح ِريَن
HR. Ahmad 3/367. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini derajatnya
111
112
HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.
44
disamping makan sahur adalah anjuran dari Nabi shalallahu alaihi
wa sallam, makan sahur adalah menjadi pembeda antara puasanya
orang ahlul kitab.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َفْص ُل َم ا َبْيَن ِص َياِم َنا َو ِص َياِم َأْهِل اْلِكَتاِب َأْكَلُة الَّس َح ِر
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab
terletak pada makan sahur.”113
َو َأْح ُفوا الَّش َو اِر َب، َو ِّفُروا الِّلَح ى، َخاِلُفوا اْلُم ْش ِر ِكيَن
113
HR. Muslim no. 1096.
114
‘Aunul Ma’bud, 6/336.
115
HR. Bukhari no. 5892
45
ُج ُّز وا الَّش َو اِر َب َو َأْر ُخ وا الِّلَح ى َخ اِلُفوا اْلَم ُجوَس
Ini hanya dua bentuk contoh perkara – perkara yang harus diselisihi
oleh orang islam dari orang – orang di luar islam, sebenarnya
banyak hal dalam perkara ini akan tetapi bukan pada tempatnya jika
kita membahas hal tersebut didalam tulisan ini.
ُقْلُت َك ْم َك اَن َقْد ُر َم ا. ُثَّم ُقْم َنا ِإَلى الَّص َالِة-صلى هللا عليه وسلم- َتَس َّحْر َنا َم َع َر ُسوِل ِهَّللا
َبْيَنُهَم ا َقاَل َخ ْمِس يَن آَيًة.
118
Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.
46
membaca 50 ayat”.119 Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar
membaca 50 atau 60 ayat.”
Dalam hal ini apakah boleh kita masih makan dan minum walau
telah masuk imsak.121
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat
sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)-
pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan membagi-
bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah
ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam
jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari
HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
119
HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in.
120
Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits
dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya
hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Sumber https://rumaysho.com/417-menghidupkan-bulan-ramadhan-dengan-sunnah-
121
puasa196.html
47
makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh.
Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
َو ُك ُلوا َو اْش َر ُبوا َح َّتى َيَتَبَّيَن َلُك ُم اْلَخْيُط اَأْلْبَيُض ِم َن اْلَخْيِط اَأْلْس َو ِد ِم َن اْلَفْج ِر
َو َفْج ٌر ُتْح َر ُم ِفْيِه الَّص َالُة (َأْي َص َالُة، َفْج ٌر ُيْح َر ُم الَّطَع اُم َو َتِح ُّل ِفْيِه الَّص َالُة، الَفْج ُر َفْج َر اِن
الُّص ْبِح) َو َيِح ُّل ِفْيِه الَّطَع اُم
ِإَّن ِبَالًال ُيَؤ ِّذ ُن ِبَلْيٍل َفُك ُلوا َو اْش َر ُبوا َح َّتى ُيَؤ ِّذ َن اْبُن ُأِّم َم ْك ُتوٍم
48
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan
minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
(HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh”
dan Muslim no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa
mulainya berpuasa adalah mulai dari terbitnya fajar”). Seorang
periwayat hadits ini mengatakan bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah
seorang yang buta dan beliau tidaklah mengumandangkan adzan
sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu shubuh telah
tiba, waktu shubuh telah tiba.122
2. Menyegerakan berbuka.
Islam adalah agama yang benar-benar kasih sayang terhadap
pemeluknya, tidaklah agama ini di turunkan melainkan pasti dari
Tuhan Rabbul Alamin, yaitu Allah subhanah wa ta’ala.
122
Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/281-282.
49