Sahril, S.Pd.
(Pembina Asrama_Sekolah Islam Athirah Bone)
1. Pengertian Thaharah
Secara bahasa, thaharah berarti bersih dan terbebas dari kotoran atau noda,
baik yang bersifat hissi (terlihat), seperti najis (air seni atau lainnya), atau yang
yang menghalangi pelaksanaan salat dengan menggunakan air (atau lainnya), atau
2. Macam-macam Thaharah
dan tempat.
menurut pandangan syariat, dan wajib bagi seorang muslim untuk bersuci dan
1
Abu Malik. Kamal,Fikih Thaharah (Cet. I; Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008), h. 18.
2
Abu Malik. Kamal,Fikih Thaharah, h. 18.
ii
b. iyyah, yaitu bersuci dari hadas.
Thaharah jenis ini hanya berkenaan dengan badan, yang terbagi menjadi 3 bagian:
Hanya airkah yang dapat digunakan thaharah? Bagaimanakah jika di suatu tempat sulit
ditemukan air ? Dalam hal ini, Islam tetap memberi kemudahan. Alat atau benda yang dapat
digunakan untuk bersuci menurut Islam ada dua macam, yakni benda padat dan benda cair.
Benda padat yang dimaksud adalah debu, dan semua jenis tanah, seperti pasir, batu, atau
kapur dan kayu. Semua benda tersebut harus dalam keadaan bersih dan tidak terpakai. Islam
Benda cair yang boleh digunakan untuk bersuci adalah air, berikut pembagiannya.
a. Air Mutlak
Hukum air mutlak adalah thahur, yakni suci dan menyucikan. Ada beberapa macam air
“Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.” (Q.S. Al-
Furqan/25: 48.)
3
Abu Malik. Kamal, Fikih Thaharah (Cet. I; Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008), h. 21.
4
Sayyid. Sabiq, Fiqih Sunnah (Cet. II; Jakarta: Darul Fath, 2013), h. 15.
3
2) Air laut
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa ada seseorang bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, kami sedang melaut dan membawa
sedikit air. Jika kami menggunakannya untuk berwudu, kami akan kekurangan jatah air minum
dan kami akan kehausan, Bolehkah kami berwudu dengan menggunakan air laut?” Rasulullah
“Air laut itu suci dan menyucikan. Segala bangkai (air laut) itu halal.”
3) Air Zamzam
Ali radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah meminta sebuah timba
yang dipenuhi dengan air zamzam. Kemudian beliau minum dari timba itu, lalu beliau berwudu
4) Air yang berubah warna karna tidak bergerak, atau karena tempat penampungannya, atau
karena bercampur dengan sesuatu yang sulit dipisahkan, seperti lumut dan dedaunan.
Menurut ulama, jenis air seperti ini masih dikategorikan air mutlak.
b. Air Musta’mal
1) Ulama Al-Hanafiyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadas (wudu untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah (wudu sunnah dan
mandi sunnah). Yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air
yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari
4
tubuh sebagai sisa wudu atau mandi. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi
musta’mal.
Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci
tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.
(lihat kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-
Sesuatu yang suci itu seperti sabun, minyak za’faran, tepung, dan hal-hal lain yang
Air jenis ini hukumnya suci dan menyucikan, selama ia masih dianggap sebagai air
mutlak.5
1) Air Mengalir
Apabila di dalam air yang mengalir itu terdapat sesuatu yang diharamkan; seperti
bangkai, darah, atau sejenisnya dan berhenti pada suatu muara, maka air yang tergenang itu
menadi najis bila kadar air lebih sedikit dari jumlah bangkai, yaitu kurang lebih lima geriba.
Akan tetapi bila airnya lebih dari lima geriba, maka ia tidak dikategorikan najis, kecuali apabila
rasa, warna dan baunya telah berubah karena najis, sebab air yang mengalir akan menghanyutkan
semua kotoran.
2) Air tergenang
Pertama, air yang tidak najis apabila bercampur dengan sesuatu yang haram, kecuali
apabila warna, bau dan rasanya telah berubah. Apabila sesuatu yang haram terdapat dalam air itu
5
Sayyid, Sabiq. Fiqih Sunnah (Cet. II; Jakarta: Darul Fath, 2013), h. 18.
5
dan merubah salah satu sifat yang disebutkan; baik warna, bau dan rasanya, maka air itu menjadi
Kedua, air yang najis apabila bercampur dengan sesuatu yang haram, walaupun yang
haram itu tidak terdapat padanya. Apabila sesorang bertanya, “Apa alasan dalam membedakan
antara air yang najis dan air yang tidak najis, padahal tidak ada perubahan apapun pada salah
satunya?” Maka jawabannya adalah, hujjah dalam hal ini adalah Sunnah (hadits). Telah
diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dari bapaknya, bahwa Nabi bersabda,
“Apabila air ada dua qullah, maka ia tidak membawa najis.” (HR. Tirmidzi)
29 November 2020
Sahril