Anda di halaman 1dari 48

BAB II

IBADAH
A. Thaharah
1. Pengertian Thaharah
Thaharah secara lughah (bahasa) berasal dari kata kerja yang
berarti suci atau mensucikan atau bersih. Sedangkan secara istilah, Umr
Abdul Jabbar dalam bukunya “Al Mabadi al fiqhiyah “ Thaharah
ialah”Sesuatu perbuatan yang menjadikan sahnya ibadah seperti
membersihkan najis, istinja’, berwudlu, mandi dan tayammum.
Menurut Hasby as siddiqie dalam “kuliah ibadah” adalah suci
dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara’
atau menghilangkan najasah dengan mandi atau tayammum. Hakekat
thaharah ialah memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat
yang disyariatkan untuk menghilangkan hadits atau najasah.
Sedangkan Thaharah menurut syara ialah mengerjakan sesuatu
yang menyebabkan seseorang dapat mengerjakan shalat dan
semisalnya.1
Dari pengertian diatas thaharah berarti membersihkan badan,
pakaian, tempat, atau benda benda lain dari najis atau hadats menurut
cara yang telah ditentukan oleh syara.2
2. Dasar Hukum Thaharah
Dasar dasar thaharah terdapat dalam Al-Quran dan hadits.
Berikut adalah adalah dasarnya :
a. Dalam surat Al-Baqarah ayat 222
       
         
         
   

1
Ma’ruf,Tolhah,dkk, Fiqih Ibadah, Lembaga Ta’lif Wannasyr,Kediri. hlm 3.
2
Prahara ,Erwin,ilmu fiqih I,II, Lembaga Penelitian dan Pengabdi IAIN Ponorogo,2017. hlm
8.

12
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang orang yang mensucikan
diri” (Q.S. Al-Baqarah:222)
b. Hadits Nabi riwayat Bukhari dari Abu Hurairah yang berbunyi :
“Rasul SAW bersabda : Tidak akan diterima Shalat
seseorang yang berhadas sebelum ia berwudlu”3
c. Dalam hadits lain disebutkan:
Artinya : “Bersuci itu adalah separuh dari pada iman “
(H.R.Muslim).4
d. Seorang ahli makrifat berkata:
“Bersuci, bisa menggunakan air yang merupakan rahasia
kehidupan, yang merupakan pangkal ilmu untuk menyaksikan
Tuhan Yang Maha hidup lagi Maha Berdiri, Allah Ta’ala
berfirman:
        
       
      
 
Artinya : “Dan kami turunkan dari langit air yang sangat bersih,
agar kami menhidupkan dengan air itu”. (Q.S al-
Furqan [25]: 48-49).
3. Alat Bersuci
Secara garis besar alat bersuci itu ada :
a. Air. Hal ini berdasarkan Qs. Al-Anfal (8) : 11
“Dan Allah menurunkan kepadamu air (hujan) dari langit
untuk mensucikan kamu dengan air tersebut”.
b. Debu. Hal ini didasarkan pada Qs. Al-Maidah (5) : 6

3
Kusniati Rofi’ah, Studi Ilmu Haditst, STAIN Po PRESS Ponorogo 2010 hlm 25.
4
Prahara ,Erwin,ilmu fiqih I,II, Lembaga Penelitian dan Pengabdi IAIN Ponorogo,2017. hlm
9.

13
“Dan jika kamu sakit atau bepergian atau berak (hadats kecil)
atau menyentuh perempuan (bukan muhrimnya), sedang kamu
tidak menemui air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci.”5
c. Batu. Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud berkata :
“Telah datang Nabi pada tempat yang teduh (maksudnya berak),
maka menyuruh padaku mencarikan tiga batu, hanya aku dapati
dua batu dan aku cari batu yang ke tiga tidak aku dapati. Dan
kemudian aku ambil kotoran onta dan aku berikan padanya, maka
Nabi mengambil dua batu itu dan membuang kotoran itu seraya
bersabda : “Ini Najis.”
d. Tanah. Hadits Nabi tentang hal ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Cara mensucikan
tempat salah satu diantara kamu bila dijilat anjing, supaya dibasuh
tujuh kali, pertamanya dengan tanah.”6
4. Macam-Macam Air
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci adalah air yang
bersih (suci dan mensucikan), yaitu air yang turun dari langit atau
bersumber dari bumi yang tidak terkena najis dan belum dipakai untuk
bersuci.
Ditinjau dari segi sumbernya, air terbagi menjadi tujuh:
a. Air hujan
b. Air sumur
c. Air laut
d. Air sungai
e. Air salju
f. Air telaga
g. Air embun
Sedangkan ditinjau dari segi hukumnya, air terbagi menjadi
empat kategori :

5
Ulfah Isnatin Fikih Ibadah STAIN Po PRESS Ponorogo 2009 hlm 11
6
Darajat, Zakiyah Ilmu Fiqh 1 Perguruan Tinggi Agama Islam Jakarta, 1982 hlm 19-21

14
a. Air suci menyucikan, yaitu air mutlak. Artinya air yang masih
murni dan statusnya tidak di pengaruhi oleh hal apapun selain
pengaruh tempat, seperti contoh air yang disebutkan diatas.
b. Air suci yang dapat menyucikan, tetapi makruh digunakan pada
badan, semisal air musyammas dalah air panas akibat sengatan
matahari didalam bejana yang terbuat dari logam selain emas dan
perak, dan berada didaerah yang panas seperti negara Yaman saat
kemarau.
c. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, air musta’mal yaitu air
yang telah digunakan untuk menyucikan hadats atau menghilangkan
najis, selama warna, rasa dan baunya tidak berubah serta volume
tidak bertambah. Air semacam ini hukumnya najis, karena telah
disentuh dengan benda najis meskipun tidak mengalami perubahan
apapun. Air itu tidak dapat lagi digunakan untuk untuk
membersihkan hadats atau najis.
Air yang telah berubah salah satu sifatnya dikarenakan
tercampur (bersenyawa) dengan benda suci lainnya, dengan
perubahan yang dapat mempengaruhi nama dan statusnya ,semisal
kopi, teh, dll.
d. Air mutanajis yaitu air yang terkena najis dan kemasukan najis),
sedang volumenya kurang dari dua qullah, baik terjadi perubahan
pada sifat air tersebut atau tidak.7
Ada beberapa air lagi dari kesepakatan Ulama :
Air Mudhaf ialah perahan dari suatu benda seperti limau, tebu,
anggur, atau air yang mutlak pada asalnya kemudian bercampur dengan
benda-benda lain, misalnya air bunga. Air semacam itu suci tetapi tidak
dapat mensucikan najis dan kotoran. Pendapat ini merupakan
kesepakatan semua madzhab kecuali Hanafi yang membolehkan
bersuci dari najis dengan semua cairan, selain minyak, tetapi bukan
sesuatu yang berubah karena dimasak.

7
Ma’ruf,Tolhah,dkk, Fiqh Ibadah Lembaga Ta’lif Wannasyr,Kediri. hlm 4-5.

15
Semua madzhab, kecuali Hanafi juga sepakat tentang tidak
bolehnya wudhu dan mandi dengan air mudhaf, seperti yang
disebutkan Ibnu Rusyd di dalam kitab Bidayah Al-Mujtahid wa
Nihayah Al-Muqtashid dan kitab Majma’ al-Anhar.
Satu macam lagi yaitu air yang suci dan mensucikan tetapi
haram memakainya ,yaitu air yang diambil dari mencuri, mengambil
tanpa izin.
Catatan :
(Dua kulah sama dengan 217 liter, jika berbentuk bak, maka besarnya=
panjang 62,4 cm, lebar 62,4 cm dan dalam / tinggi 62,4 cm atau
melebihinya.)8
5. Cara Bersuci Dari Hadats
Hadats dibedakan menjadi dua, Hadats kecil dan Hadats besar.
Hadats kecil adalah suatu kondisi yang menyebabkan seseorang harus
berwudhu misalnya karena kentut, buang air besar atau buang air kecil.
kondisi Hadats besar adalah suatu yang menyebabkan seseorang harus
mandi wajib, misalnya karena keluar sperna atau setelah melakukan
hubungan seksual.9
Cara bersuci untuk menghilangkan hadats kecil adalah dengan
berwudlu. Jika tidak ada air dan sudah berusaha mencarinya atau dalam
keadaan tertentu seperti sakit keras yang tidak berani menggunakan air
caranya dengan tayamum.
Adapun cara bersuci menghilangkan hadats besar adalah
dengan mandi keramas artinya mengguyur seluruh badan dengan air
yang bersih. Jika tidak ada air dan sudah berusaha mencarinya atau
dalam keadaan tertentu seperti sakit keras yang tidak berani
menggunakan air, maka bersucilah dengan tayamum10
6. Cara Bersuci Dari Najis

8
Rifa’i Muhammad Risalah Tuntunan Shalat Lengkap PT. Karya Toha Putra Semarang hlm
14.
9
Ulfah Isnatin Fikih Ibadah STAIN Po PRESS Ponorogo 2009 hlm 15-16.
10
Tono, sidik dkk Ibadah dan Akhlaq dalam Islam Universitas Islam Indonesia 2002
jogjakarta hlm 40.

16
Secara bahasa najis berarti semua yang dipandang kotor atau
(mustaqdzar) , seperti air kencing, kotoran manusia, bangkai, darah,
muntah dan sebagainya. Sedangkan secara istilah syara’ ialah setiap
kotoran yang menghalangi keabsahan shalat dalam keadaan tidak ada
rukhshah (keringanan).11

Cara membersihkan najis itu ada tiga yaitu :


a. Badan, Tempat shalat dan barang yang terkena najis mukhafafah
cukup diperciki atau dilap dengan air pada tempat ynag terkena
najis tersebut
Contohnya :
Kencing bayi laki-laki dan perempuan, penyucian kencing bayi
laki-laki yang masih menyusu, dimana syari’at memberi keringanan
dalam mensucikannya. Ini berbeda dengan bayi perempuan yang
masih menyusu.
Artinya :“kencing bayi perempuan disucikan, sedangkan
kencingbayi laki-laki cukup dipercikkan air.” (HR.
Abu Dawud, An Nasa’i ibnu Majjah )12
b. Badan, tempat shalat dan barang yang terkena najis mutawasithah
yaitu dengan cara mencuci satu kali asal sifat-sifat najisnya (warna,
bau dan rasanya) telah hilang. Akan lebih utama dan lebih baik
apabila dibasuh dengan sabun dan dibilas yang bersih.
Contohnya : terkena kotoran manusia. Kotoran hewan, terkena
nanah dan darah.
c. Badan, tempat shalat dan barang yang terkena najis mughaladzah
seperti jilatan anjing dan babi harus dicuci sampai tujuh kali dengan
air dan salah satu diantaranya dengan air yang dicampur dengan
tanah.13

11
Ulfah Isnatin Fikih Ibadah STAIN Po PRESS Ponorogo 2009. hlm 43.
12
Al-Qaradhawi Yusuf, 2004 FIKIH THAHARAH :Jakarta Timur, PUSTAKA AL-
KAUTSAR hal 57
13
Tono, sidik dkk Ibadah dan Akhlaq dalam Islam Universitas Islam Indonesia 2002
jogjakarta. hlm 40-41

17
B. Shalat
1. Pengertian Shalat Fardhu
Shalat menurut arti bahasa adalah ”do’a kebaikan” 14, tetapi yang
dimaksud disini ialah ”ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbir disudahi dengan salam dan
memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.
2. Dasar Hukum Shalat Fardhu
Shalat fardhu adalah ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain bagi
tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal. Mula-mula turunnya perintah
wajib shalat itu ialah pada malam Isra’, setahun sebelum tahun
hijriah.15 Ada banyak dalil yang mewajibkan shalat, antara lain:

      

Artinya : “Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah


beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah: 43).16
3. Syarat-Syarat Shalat
Syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan
suatu pekerjaan. Oleh karena itu shalat yang tidak memenuhi syarat-
syaratnya tidak diterima atau tidak sah. Syarat-syarat shalat dibagi
menjadi syarat wajib dan syarat sahnya shalat.

Adapun syarat-syarat wajib shalat:


a. Islam. Shalat tidak wajib bagi orang kafir, meskipun mereka akan
disiksa dengan siksa yang pedih karena meninggalkannya.
b. Berakal. Shalat tidak wajib bagi orang gila atau orang pingsan, jika
gila dan pingsannya terjadi terus menerus sampai melewati waktu
shalat.

14
Moh. Tolhah Ma’ruf, dkk, Fiqh Ibadah Panduan Lengkap Beribadah Versi Ahlussunnah,
(Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr PP. Al-Falah Ploso Mojo, 2008), 51.
15
Sulaima Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), 53.
16
Al-Qur’an, 02: 43.

18
c. Baligh. Shalat juga tidak wajib bagi bayi sebelum dia baligh. Tapi
setelah berumur enam tahun dan sudah mumayyis orang tuanya
memerintahkannya untuk shalat. Bila sudah mencapai sepuluh
tahun maka orang tuanya harus memukulnya jika ia meninggalkan
shalat
d. Sampai ajakan shalat kepadanya. Artinya telah sampai padanya
perintah Nabi SAW untuk mengerjakan shalat.
e. Tidak sedang haid dan nifas.
f. Jaga. Orang yang tertidur tidak wajib shalat sampai ia terbangun,
begitu pula orang yang lupa sampai ia ingat.17

Adapun syarat-syarat sah shalat yang harus terpenuhi sebelum


kita melaksanakan shalat fardhu, diantaranya:
a. Suci dari hadas besar dan hadas kecil.
b. Suci badan dan pakaian dan tempat dari najis.
c. Menutup aurat.
d. Mengetahui masuknya waktu shalat.
e. Menghadap kiblat (ka’bah).18
f. Mengetahui mana yang fardhu dan mana yang sunnah.
g. Menjauhi perkara-perkara yang membatalkan shalat.19

4. Rukun Shalat
a. Niat.
b. Takbiratul ihram.
c. Berdiri bila mampu. Bila tidak mampu untuk berdiri atau dalam
keadaan sakit dibolehkan untuk duduk atau berbaring. Allah
berfirman:

17
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), 67.
18
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), 68-70.
19
Moh Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2012),
33.

19
ِ ِ ِ ُ‫وق‬
َ ‫ومواللَّه قَن‬
‫تين‬ ُ َ
Artinya : “Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu’.” (QS. Al-Baqarah: 238).
d. Membaca surat Al-Fatihah disetiap raka’at, baik shalat fardhu
maupun shalat sunnah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari
‘Ubaidah bin Shamid r.a., Nabi SAW bersabda:
ِ ‫الَصالَ َةلِمن لَم يقرأْبَِفاتِح ِة‬.
ِ َ‫الكت‬
‫اب‬ َ ََ َ َ
Artinya : “Tidak ada shalat (tidak sah shalat) bagi orang yang
tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR. Jama’ah).20
e. Ruku’, hukumnya fardhu dan wajib bagi yang mampu.
f. Bangkit dari ruku’.
g. I’tidal dengan tuma’ninah.
h. Sujud. Allah berfirman:
‫اسج ُدوا‬ ِ َّ
ُ ‫عواو‬
َ ‫ينءامنوااَر َك‬
َ ‫يَأ َُّي َهاالذ‬.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman ruku’ dan sujudlah”
(QS. Al-Hajj: 77).
i. Bangkit dari sujud.
j. Duduk antara dua sujud.
k. Tuma’ninah.
l. Duduk tasyahud akhir,
m. Tasyahud akhir.
n. Salam yang pertama (kanan).
o. Tertib dalam mengerjakan rukun.21
5. Sunnah-Sunnah Shalat Fardhu
Dalam shalat ada beberapa sunnah yang menurut pendapat
sebagian ulama termasuk wajib, bukan rukun atau fardhu yang harus

20
‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Mazhab, (Yogyakarta: HIKAM
PUSTAKA, 2011), 206-208.
21
Kahar Mansyur, Salat Wajib Menurut Mahzab yang Empat, (Jakarta, PT RINEKA CIPTA,
1995), 198-199.

20
dikerjakan. Tetapi jika terlupakan, maka harus melakukan sujud sahwi
(sujud karena lupa). Dan sebaiknya orang shalat tetap melakukan
sunnah-sunnah shalat agar tidak kehilangan pahala dari
mengerjakannya.22 Sunnah-sunnah sahalat dibagi menjadi dua yaitu,
sunnah ab’ad dan sunnah hai’at.
a. Sunnah Ab’ad
1) Membaca tasyahud awal.
2) Membaca shalawat pada tasyahud awal.
3) Membaca shalawat atas keluarga Nabi SAW. pada tasyahud
akhir.
4) Membaca qunut pada shalat subuh dan shalat witir pada
pertengahan hingga akhir bulan Ramadhan.23
b. Sunnah Hai’ad
1) Mengangkat kedua belah tangan ketika takbiratul ihram, ketika
akan ruku’, ketika i’tidal, dan ketika berdiri dari tahiat awal.
“Ketika Rasulullah SAW shalat, maka beliau mengangkat
kedua tangannya dengan cara membentangkannya.” (HR.
Perawi yang lima)
2) Meletakkan telapak tangan yang kanan diatas pergelangan yang
kiri ketika berdekap.
“Aku telah melihat Rasulullah SAW meletakkan tangan
kanannya diatas tangan kirinya dan (posisinya) di dada di atas
pusar.” (HR. Ahmad dan dibenarkan oleh Tirmidzi).
3) Membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram.
4) Membaca ta’awwudz ketika hendak membaca Al-Fatihah.
5) Ta’amiin (membaca amin).
6) Membaca surah Al-Qur’an pada dua raka’at permulaan (raka’at
pertama dan ke dua) setelah membaca Al-Fatihah.

‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Fikih Shalat Empat Mazhab, (Yogyakarta: HIKAM


22

PUSTAKA, 2011), 221.


23
Moh Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2012),
35.

21
7) Mengeraskan bacaan Fatihah dan surah pada raka’at pertama
dan ke dua pada shalat Magrib, ‘Isya, dan Subuh selain
ma’mum.
8) Membaca takbir ketika gerakan naik turun.
9) Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud.
10)Membaca ”Sami’allahu liman hamidah” ketika bangkait dari
ruku’ dan membaca “Rabbanaa lakal-hamdu...” ketika i’tidal.
11)Meletakkan telapak tangan di atas paha pada waktu duduk
tasyahud awal dan akhir, dengan membentangkan jari-jari
tangan kiri dan menggenggamkan yang kanan kecuali jari
telunjuk.
12)Duduk iftirasyi dalam semua duduk shalat.
13)Duduk tawaru’ pada waktu duduk tasyahud akhir.
14)Membaca salam yang kedua.
15)Memalingkan muka ke kanan dan ke kiri. Masing masing waktu
membaca salam pertama dan ke dua.
6. Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Shalat akan batal apabila melakukan beberapa hal berikut ini:
a. Mengubah niat. Misalnya tiba-tiba ingin memutuskan shalat.
b. Membelakangi kiblat.
c. Murtad, keluar dari Islam.24
d. Meninggalkan salah satu rukun atau memutuskan rukun sebelum
sempurna, umpamanya melakukan i’tidal sebelum sempurna ruku’.
e. Meninggalkan salah satu syarat, misal terkena hadas atau najis yang
tidak dapat dimaafkan atau terbuka aurat dan tidak dapat ditutup
saat itu juga. Kalau dapat ditutup saat itu juga, maka shalatnya tidak
batal.25
f. Makan dan minum dengan sengaja. Jika makannya karena lupa atau
tidak sadar, maka tidak membatalkan shalat.

24
Moh Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2012),
34.
25
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), 98.

22
g. Berbicara dengan sengaja. Ukuran perkataan yang dapat
membatalkan shalat dalah jika mengandung sebagian hari dari huruf
hijaiyah walaupun satu huruf yang menimbulkan pemahaman. Dari
Zaid bin Arqam r.a, dia berkata : “(dahulu) kami sering berbicara
ketika sedang shalat. Salah seorang sahabat kami mengajak bicara
teman yang berada di sampingnya ketika shalat, hingga turunlah
ayat:”Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’.”
(QS. Al-Baqarah: 238) maka kami diperintahkan untuk diam dan
melarang kami untuk berbicara (ketika sedang shalat).” (HR.
Jama’ah).
h. Banyak bergerak yang bukan merupakan gerakan shalat. Baik
dilakukan sengaja atau tidak sengaja.
i. Tertawa terbahak dalam shalat, yaitu tertawa yang dapat didengar
orang yang disampingnya.
j. Ma’mum yang mendahului imam dalam melakukan suatu rukun.
k. Teringat dengan shalat-shalat yang tertinggal.
l. Sengaja salam sebelum shalatnya selesai sempurna. Bila ia lupa dan
mengira shalatnya sudah sempurna sesuai syari’at, maka shalatnya
tetap sah.
m. Bila matahari terbit ketika sedang shalat. Bila seseorang
mengerjakan shalat dan ditengah-tengah shalat tiba-tiba waktunya
matahari terbit, maka shalatnya batal menurut pendapat ulama
Hanafiyah dan Hanabilah. Sebab ada larangan shalat pada waktu
itu. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah shalatnya
tetap sah.

7. Waktu-waktu Pelaksanaan Shalat Fardhu


Shalat memiliki waktu-waktu tertentu untuk harus
melaksanakannya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

‫ين كِتَبً َّاموقُوتًا‬ِِ َّ ‫إِ َّن‬.


َ ‫الصلَوةَ َكانَت َعلَي ال ُْم ْؤمن‬

23
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah
ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. An-Nisa’: 103)
Maksudnya adalah kewajiban yang sangat ditekankan dan telah
ditetapkan di dalam Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an telah mengisyaratkan
waktu-waktu shalat tersebut dalam firman-Nya:
        
.       
Artinya : “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud:
114)
Adapun batasan waktu shalat yang terdapat di hadits. Salah
satunya hadits Bukhari yang dianggap paling shahih tentang batasan
waktu shalat, yaitu haditst dari Jabir bin Abdullah r.a: “Jibril datang
kepada Nabi SAW, lalu berkata,”Bangun lalu shalatlah.” Kemudian
Rasulullah shalat Dzuhur ketika matahari tergelincir. Lalu datanglah
waktu Ashar, Jibril berkata “Bangun dan shalatlah.” Kemudian
Rasulullah shalat Ashar ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya.
Kemudian datang waktu Magrib ketika matahari terbenam, kemudian
datang waktu shalat ‘Isya, lalu Jibril berkata “Bangun dan shalatlah.”
Maka Rasulullah shalat ‘Isya ketika tanda merah hilang. Kemudian
datanglah waktu fajar ketika ada kilatan fajar, atau dikatakan ketika
kilatan cahaya muncul, kemudian keesok harinya datang waktu
Dzuhur, dan Jibril berkata, “Bangun dan shalatlah.”Lalu Rasulullah
shalat Dzuhur ketika bayangan tubuh sama dengan aslinya, lalu
datang waktu Ashar, dan Jibril berkata “Bangun dan shalatlah.”
Kemudian Rasulullah shalat Ashar ketika bayangan tubuh sama
dengan aslinya, kemudian datang waktu Magrib satu waktu yang tidak

24
lama, kemudian datang waktu ‘Isya ketika masuk pertengahan malam,
atau sepertiga malam maka Rasulullah shalat ‘Isya, kemudian Jibril
datang ketika langit begitu cerah, dan ia berkata, “Bangun dan
shalatlah.” Maka Rasulullah shalat Subuh, kemudian bersabda, “Di
antara dua waktu ini ada waktu-waktu shalat.” (HR. Ahmad dan At-
Tirmidzi)
Waktu-waktu yang dijelaskan dalam hadits ini, adalah waktu-
waktu yang diperbolehkan shalat (dalam keadaan normal), adapun
untuk darurat atau udzur maka waktu shalat bisa lebih panjang dari
yang telah ditetapkan.
Setiap waktu shalat bisa terus berlangsung sampai waktu shalat
berikutnya datang, kecuali shalat Subuh yang waktunya berakhir
sampai terbitnya matahari. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a, ia berkata, bahwa rasulullah
bersabda,
“Waktu Zuhur adalah apabila tergelincirnya matahari, sampai
bayangan seseorang sama dengan panjang (badannya) selama belum
hadir waktu Ashar. Dan waktu Ashar adalah, selama matahari belum
berwarna kuning. Dan waktu shalat Magrib adalah, selama belum
hilang tanda merah. Dan waktu ‘Isya adalah hingga setengah malam
yang pertengahan. Dan waktu shalat Subuh adalah dari terbit fajar
sampai sebelum terbit matahari, maka apabila terbit matahari
janganlah shalat karena dia terbit di antara dua tanduk setan.” (HR.
Muslim)26
8. Pengertian Shalat Sunnah
Shalat sunnah adalah shalat yang dikerjakan diluar kelima shalat
fardhu yang wajib.
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa
shalat-shalat sunnah disyariatkan agar menjadi penyempurna bagi

26
‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta
Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2012), 182-185.

25
kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi ketika melaksanakan
shalat fardhu.
Di antara shalat-shalat sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan
adalah:
a. Shalat Rawatib, yaitu shalat yang dilakukan sebelum dan sesudah
shalat fardhu.
b. Shalat Witir, menurut bahasa berarti ganjil. Shalat witir dilakukan
setelah shalat ‘Isya sebagai penutup ibadah hari itu, atau dikerjakan
setelah shalat tarawih di bulan Ramadhan.
c. Shalat Tahajjud (qiyaam al-lail), waktu mengerjakannya dimulai
setelah selesai mengerjakan shalat ‘Isya sampai masuk waktu fajar.
Dan lebih afdal dilaksanakan di akhir malam, atau sepertiga malam,
dan itulah waktu terbaik, ketika kebanyakan orang sedang tidur
lelap dan merasa berat untuk bangun.
d. Shalat Dluha, waktu pelaksanaannya adalah sejak naiknya matahari
pagi , setinggi tombak, dan berakhir pada saat matahari berada tepat
di tengah langit (menjelang Dzuhur).
e. Shalat ‘Idain (id al-fitr dan id al-adha), dilaksanakan sejak terbit
matahari sampai kepada waktu zawal (dimulainya waktu shalat
Dzuhur).27

9. Shalat Sunnah Mu’akad dan Ghoiru Mu’akad


Shalat sunnah mu’akad adalah shalat sunnah yang sering
dilaksanakan oleh Rasulullah dan jarang sekali ditinggalkannya. 28
Shalat sunnah mu’akad sangat dianjurkan untuk mengerjakannya
secara rutin.
Adapun contoh shalat sunnah mu’akad:
a. Dua raka’at sebelum shalat Subuh (shalat sunnah fajr).
b. Dua raka’ad sebelum Dzuhur.

27
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN PONOROGO PRESS, 2009), 91-96.
28
‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta
Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2012), 275.

26
c. Dua raka’at sesudah Dzuhur.
d. Dua raka’ad sesudah shalat Magrib.
e. Dua raka’at sesudah shalat ‘Isya.29
Shalat sunnah ghairu mu’akad adalah shalat sunnah yang jarang
dilakukan oleh Rasulullah dan lebih sering ditinggalkannya. 30 Seperti
shalat dua atau empat raka’at sebelum shalat Ashar. Dari Ibnu Umar
r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah memberi rahmat
seseorang yang shalat empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, dan dihasankan oleh At-Tirmidzi).31 Dan dua raka’at
sebelum shalat Magrib.32

C. PUASA
1. Pengertian Puasa
Dari segi bahasa, puasa dikenal dengan sebutan “ syiam “ atau
shaum “ yang berasal dari bahasa Arab yang berarti menahan (imsak)
dan mencegah (kaff) dari sesuatu.33

‫الخ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِم َن ْال َخي ِْط‬


َ ‫َو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َحتَّي يَتَبَي َّٰن لَ ُك ُم‬

‫ْاالَس َْو ِد ِم َن ْالفَجْ ر‬

Artinya : “ Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih


dari benang hitam, yaitu fajar ”(QS. Al-Baqarah: 187)

29
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN PONOROGO PRESS, 2009), 92.
30
‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta
Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2012), 275.
31
‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi, panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Mazhab, (Jakarta
Timur: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2012), 276.
32
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah, (Ponorogo: STAIN PONOROGO PRESS, 2009), 92.
33
Erwin Yudi Prahara, Ilmu fiqih I,II (Ponorogo: Lembaga Penelitian Dan Pengabdian
Masyarakat, 2017), hlm.29.

27
Dalam pengertian syar`i puasa adalah menahan hawa nafsu
dari makan, minum, dan hubungan seksual dari terbit fajar sampai
terbenam matahari.
Menurut Imam Taqiyuddin puasa adalah menahan dalam arti
yang khusus dan dilakukan orang tertenu serta pada waktu tertentu pula
dan disertai beberapa syarat.
Adapun menurut syara` puasa berarti menahan diri dari hal-hal
yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang
bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam
matahari. Dengan kata lain, puasa adalah menahan diri dari perbuatan
(fi`il) yang berupa dua macam syahwat (syahfat perut dan syahwat
kemaluan) serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk
perut, seperti obat atau sejenisnya.hal itu dilakukan pada waktu yang
telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari,
oleh orang tertentu yang berhak melakukannya yaitu orang muslim,
berakal, tidak sedang haid dan tidak sedang sedang nifas. Puasa harus
dilakukan dengan niat yakni bertekad dalam hati untuk melakukan
perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah
membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah
menjadi kebiasaan.34
2. Dasar Hukum Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan disyariatkan dalam dua tahapan:
1. Tahapan pertama adalah tahapan pilihan. Seorang Muslim yang
mukalaf lagi mampu berpuasa, diberi hak memilih untuk berpuasa
ini yang utama atau berbuka tetapi membayar fidyah, yaitu memberi
makan orang miskin. Barangsiapa melakukan lebih dari itu, maka
lebih baik dan utama. Maka, barangsiapa mau berpuasa,
berpuasalah, dan barangsiapa mau berbuka dan membayar fidyah,
lakukanlah!

34
Wahbah Al-Zuhayly, Puasa Dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.84-
85.

28
2. Tahapan kedua adalah tahapan kewajiban, yaitu tahapan
diwajibkannya puasa Ramadhan dan dihapuskannya toleransi yang
ditetapkan pada ayat sebelumnya. Tahapan pewajiban ini juga
datang dalam dua tahap. Pertama, bersifat tekanan yang
memberatkan, kedua, peringanan dan kasih sayang.
Dahulu, mereka biasa makan, minum, dan menggauli istrinya,
selama sebelum tidur atau mengerjakan shalat isya. Bila telah tidur dan
shalat isya, mereka tidak menikmati itu semua hingga malam
berikutnya.
Seorang lelaki Anshar bekerja sepanjang hari. Tatkala tiba saat
berbuka, istrinya datang menemuinya untuk mengantarkan makanan
berbuka. Namun ketika sampai, ia mendapati suaminya telah tidur
karena kelelahan, tanpa sempat menyantap makanan. Siangnya, di
tengah hari ia pingsan karena kelaparan.
Sebagaimana diriwayatkan bahwa sebagian sahabat, diantaranya
Umar bin Ka'ab bin Malik, melakukan hubungan seksual dengan
istrinya setelah istri-istrinya tertidur. Hal itu menggelisahkan mereka,
hingga mengadukannya kepada Nabi Saw. Maka turunlah ayat Al-
Qur'an sebagai tahapan ketiga yang mengukuhkan perintah puasa. Ayat
itu adalah,

‫ﺚ ِﺇﻰَﻟ ٰ ﻧِ َﺴﺎٓ ﺋِ ُﻜ ْﻢ ۚ َﻋﻠِ َﻢ ﺍﻟﻠَّـﻪُ ﺃَﻧَّ ُﻜ ْﻢ ُﻛﻨﺘُ ْﻢ ﺨَﺗ ْﺘَﺎﻧُﻮﻥَ ﺃَﻧ ُﻔ َﺴ ُﻜ ْﻢ‬
ُ َ‫ﺍﻟﺮﻓ‬
َّ ‫ﺍﻟﺼﻴَﺎ ِﻡ‬ ِ‫ﺃ‬
ِّ َ‫ُﺣ َّﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻟَْﻴﻠَﺔ‬

‫ﺐ ﺍﻟﻠَّـﻪُ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ۚ ﻭَ ُﻛﻠُﻮ ۟ﺍ‬ ۟ ‫ﺏ ﻋﻠَﻴ ُﻜﻢ ﻭَﻋﻔﺎ ﻋﻨ ُﻜﻢ ۖ ﻓَﺎﻟْٔـٰٰٔﻦ ﺑٰ ِﺸﺮﻭﻫ َّﻦ ﻭ‬
َ َ‫ﺍ َﻣﺎ َﻛﺘ‬s ‫َﺍﺑَﺘﻐُﻮ‬
ْ ُ ُ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ ‫َﻓﺘَﺎ‬
‫ ﻢُﺛَّ ﺃَﻤِﺗ ُّﻮ ۟ﺍ‬sۖ ‫َﺳ َﻮ ِﺩ ِﻣ َﻦ ﺍﻟْ َﻔ ْﺠ ِﺮ‬ ِ ِ ‫ﻂ ﺍﺄْﻟ َﺑﻴ‬
ْ ‫ﺾ ﻣ َﻦ ﺍﺨْﻟَْﻴﻂ ﺍﺄْﻟ‬
۟
ُ َْ ُ ‫ﺍ َﺣﻰَّﺘ ٰ َﻳﺘََﺒﻦَّﻴ َ ﻟَ ُﻜ ُﻢ ﺍﺨْﻟَْﻴ‬s ‫ﻭَﺍ ْﺷَﺮﺑُﻮ‬
‫ﺍﻟﺼﻴَﺎﻡَ ﺇِﻰَﻟ ﺍﻟَّْﻴ ِﻞ‬
ِّ

Artinya :“Dihalalkan bagi kalian di waktu malam (bulan) puasa


bersetubuh dengan istri kalian. Mereka itu pakaian kalian
dan kalian pun pakaian mereka. Allah mengetahui bahwa

29
kalian telah berkhianat kepada diri kalian sendiri, maka
diterimalah tobat kalian dan dimaafkan kesalahan kalian.
Sekarang bolehlah kalian bersetubuh dengan mereka dan
raihlah apa yang dihalalkan Allah bagi kalian. Makan dan
minumlah hingga nyata bagi kalian benang yang putih dari
benang yang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa sampai malam (terbenam matahari). Janganlah
kalian bersetubuh dengan mereka sedangkan kalian
beriktikaf di mesjid. Demikianlah batas yang ditentukan
oleh Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Seperti
itulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
mudah-mudahan mereka bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 187)
Maka bergembiralah kaum Muslimin ketika itu, karena mereka
kini diperbolehkan melakukan jimak dengan istri-istrinya, boleh makan
dan minum sepanjang malam hingga terbitnya fajar. Ini merupakan
rahmat dan dispensasi, sekaligus pemaafan terhadap sikap melampaui
batas yang sela ini mereka lakukan.35
3. Macam-macam Puasa
Secara garis besar puasa ada empat macam, yaitu puasa wajib,
puasa sunnah, puasa makruh, puasa haram.
a. Puasa wajib, meliputi puasa ramdhan, puasa kifarat dan puasa
nadzar.
1) Puasa Ramadhan
Merupakan puasa fardhu dan termasuk salah satu rukun
Islam. Landasan hukum diwajibkan puasa Ramadhan adalah
firman Allah dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 183:

‫ين ِم ْن َقْبلِ ُك ْم‬ ِ َّ


َ ‫الصيَ ُام َك َم ُكت َعلَي الذ‬
ِّ ‫يكم‬
ُ َ‫ب َعل‬
ِ ِ َّ
َ ‫يَأَايُّ َه ا الذ‬
َ ‫ين ءَ َامنُ وا ُكت‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬

35
Yusuf Qardhawi, Fiqih Puasa (Surakarta: Era Intermedia, 2006),hlm.33-37.

30
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orangsebelum kamu agar kamu bertaqwa ” (Q.S. Al-
Baqarah: 183)

2) Puasa Qadha
Puasa qadha adalah puasa yang wajib dikerjakan karena
meninggalkan puasa didalam bulan Ramadhan karena udzur,
sakit, atau bepergian36

3) Puasa Kifarat
Puasa Kifarat adalah puasa yang harus dilakukan sebagai
bentuk denda atas pelanggaran syari`at yang telah dilakukan
mengandung dosa, seperti bersetubuh pada waktu puasa
Ramadhan.

4) Puasa Nadzar
Puasa nadzar adalah puasa wajib yang dilakukan bagi
karena sebab nadzar. Kata nadzar menurut bahas adalah berjanji
tentang suatu hal, baik terpuji ataupun tercela. 37
b. Puasa sunnah banyak sekali macamnya meliputi puasa pada hari
Senin dan Kamis, puasa 6 hari pada bulan syawal dan lain-lain:
1) Puasa 6 hari pada bulan Syawal
Puasa 6 hari pada bulan Syawal meskipun tidak berturut-
turut, tetapi yang utama adalah berturut-turut setelah `Idul-Fitri.
Dianggap sudah mendapatkan pahala puasa sunnah pada bulan
Syawal, bagi seseorang yang melakukan puasa qadla` dan puasa
nadzarpada hari-hari Syawal tersebut :
2) Puasa pada hari `Arafah

Erwin Yudi Prahara, Ilmu Fiqih I,II (Ponorogo: Lembaga Penelitian Dan Pengabdian
36

Masyarakat, 2017), hlm.30-31.


37
Mas Izza, Fiqih Ramadhan (Jombang: Darul Hikmah, 2009), hlm.29.

31
Puasa pada hari `Arafah yaitu puasa yang dilaksanakan
pada tanggal 9 Dzulhijjah bagi selain jama`ah haji.
3) Puasa pada hari `Assyura dan Tasu`a
Yang dimaksud adalah puasa pada tanggal 10 (`Asyura)
dan tanggal 9 ( Tasu`a ) pada buan Muharram.
4) Puasa pada hari senin dan kamis.38
c. Puasa makruh antara lain puasa yang dilakukan sepanjang tahun,
puasa setiap hari Sabtu atau Jum`at saja. Puasa pada hari yang
diragukan ( syak ), puasa sehari atau dua hari sebelum Ramdhan.39
d. Puasa haram yaitu puasa yang jika dikerjakan akan mendapatkan
dosa, dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Puasa yang
dihukumi haram adalah puasa yang dilakukan pada hari-hari yang
diharamkan untuk berpuasa seperti Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul
Adha, hari Tasyrik, Puasa pada hari Jumat saja, puasa pada hari
yang diragukan dan puasa sunnah bagi seorang istri yang tidak
mendapat restu dari suami.40
4. Syarat Syarat Puasa Ramadhan
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang
yang akan melaksanakan puasa Ramadhan
a. Islam. Oleh karena itu menurut Hanafiyah orang kafir tidak wajib
puasa, dan menurut Jumhur jika orang kafir menjalankan puasa
maka puasanya tidak sah.
b. Berakal. Orang yang gila tidak wajib berpuasa. Orang yang akalnya
(ingatannya) hilang tidak dikenai kewajiban berpuasa. Dengan
demikian puasa yang dilakukan orang gila, orang pingsan, dan
orang mabuk tidak akan sah sebab mereka tidak berkemungkinan
untuk melakukan niat.
c. Baligh, puasa tidak wajib untuk anak kecil.

38
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibdah (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009), hlm.167-170.
39
Wahbah Al-Zuhayly, Puasa Dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2005), hlm.116.
40
Mas Izza, Fiqih Ramadhan (Jombang: Darul Hikmah, 2009), hlm.40.

32
d. Mampu atau kuat untuk berpuasa. Puasa tidak diwajibkan atas
orang yang sakit, meskipun demikian mereka wajib mengqadhanya
atau menggantinya. Akan tetapi jika tetap melakukan puasa,
puasanya dipandang sah.
e. Tidak bepergian atau musafir. Hal tersebut sesuai dengan al-Qur`an
surat al-Baqarah ayat 185

‫ض ا َْٔاو َعلَ ٰي َس َف ٍر َف َع َّدةٌ ِّم ْن َٔايَّ ٍام‬ ِ


ً َ‫ص ْمهُ َو َم ْن َك ا َن َم ِري‬ ْ ‫فَ َمن َش ِه َد مْن ُك ُم الش‬
ُ َ‫َّهَر َف ْلي‬

ُ‫ْملُ وا الْعِ َّد َة َولِتُ َكَّب ُروا اللَّة‬


ِ ‫يد بِ ُكم الْعسر ولَتُك‬ ِ ُ ‫ُٔاخ ر ي ِر‬
َ َ ْ ُ ُ ُ ‫يد اهللُ ب ُك ُم الْيُ ْسَر َواَل يُِر‬ ُ ََ
‫َعلَ ٰي َما َه َديٰ ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬
Artinya :“Barang siapa diantara kamu hadir ( di negeri tempat
tinggalnya ) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam
perjalanan ( lalu ia berbuka ), maka ( wajiblah baginya
berpuasa ), sebanya hari yang ditinggalkannya, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-
Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu
bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
f. Suci dari haid dan nifas. Perempuan yang suci dari haid dan nifas
wajib melaksanakan puasa. Sebaliknya, jika ia sedang mengalami
haid dan nifas diharuskan berbuka atau tidak berpuasa dan wajib
menggantinya pada hari lain. Seandainya tetap berpuasa maka
puasanya tidak sah.
g. Dikerjakan pada hari-hari yang dibolehkan berpuasa.41
5. Rukun Puasa

41
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009), hlm.171-174.

33
a. Niat
Niat berarti menyengaja, yaitu kemauan hati untuk
mengerjakan sesuatu dan bertekad melaksanakannya tanapa ragu-
ragu taua maksudnya menyengaja berpuasa. Ketika pada malam
hari hati seseorang telah bertekad untuk berpuasa pada esok harinya
berarti dia telah melakukan niat. Karena niat merupakan rukun
puasa maka tidak sah jika berpuasa tanpa berniat. Niat pada puasa
wajib dilakukan pada malam hari sesuai dengan haditst Hafsah
Rasulullah saw bersabda:

‫الصيَ َام َقْب َل‬


ِّ ‫ت‬ِ ِّ‫ من مَل يبي‬: ‫عن ح ْفصةَ ع ِن الْنَّيِب ص لَي اهلل علَي ِه و سلَّم قَ ل‬
َُ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ِّ َ َ َ َْ
ِ
ُ‫ال َف ْج ِر فَالَ صيَ َام لَه‬

Artinya :“Barang siapa yang tidak berniat pada malam hari


sebelum fajar maka tidak sah puasanya (HR. Ahmad
dan ashab al-Sunan)”
Akan tetapi untuk niat puasa sunnah ada kelonggaran boleh
dilaksanakan pada siang hari, yakni jika seseorang belum makan
dan minum hingga sebelum tergelincir matahari.
b. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbit
matahari sampai terbenamnya.42
6. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa
Ada beberpa hal yang membatalkan puasa dan mewajibkan
menggantinya yaitu
a. Makan dan minum dengan sengaja
Jika makan dan minum itu karena lupa atau belum tahu hukumnya
atau keena dipaksa maka boleh meneruskan puasanya setelah itu
dan tidak ada kewajiban menggantinya.
b. Al-huqnah

42
Cholil Uman, Fiqih (Sidoarjo: Duta Aksara, 2004), hlm.10.

34
Memasukkan sesuatu kedalam rongga melalui dubur ataupun qubul.
Penegertian huqnah diperluas tidak hanya sebatas obat pencahar
yang dimasukkan lewat dubur ataupun qubul tapi juga termasuk
suntikkan atau injeksi untuk memasukkan obat dalam tubuh. Jika
yang dimasukkan adalah cairan yang diberikan semata-mata sebagai
pengganti bahan makanan seperti infus, maka hukumnya
membatalkan puasa. Tetapi jika yang dimasukkan obat itu obat
untuk menghilangkan sakit atau untuk menyembuhkan maka hal itu
tidak membatalkan.
c. Muntah dengan sengaja sekalipun diyakini tidak ada muntahan yang
kembali masuk setelah keluar dari mulut.
d. Bersetubuh meskipun tidak sampai keluar mani jika itu dilakukan
pada siang hari dibulan Ramadhan maka akan membatalkan
puasanya. Tetapi jika dilakukan pada malam hari hukumnya
diperbolehkan.
e. Berupaya mengeluarkan mani dengan sengaja (istimna`), seperti
onani, menonton film porno dan sebagainya. sedangkan keluar mani
tanpa disengaja seperti karena sakit, mengkhayal, memandang maka
tidak membatalkan puasa.
f. Haid. Jika seorang perempuan sedang berpuasa kemudian dating
haid, maka puasanya menjadi batal.
g. Nifas. Hukumnya sama dengan haid, seorang perempuan yang
dalam masa nifas pada bulan Ramadhan tidak diwajibkan untuk
berpuasa.
h. Gila. Seorang yang mengalami gangguan jiwa atau dikatakan gila
tidak diwajibkan menjalankan puasa
i. Riddah. Orang yang melakukan puasa kemudian ia melakukan
tindakan murtad, maka puasanya menjadi batal
j. Makan dan minum atau melakukan hubungan seksual.43
7. Rukhsah Dalam Puasa

43
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009), hlm.175-177.

35
Orang-orang yang diperbolehkan berbuka pada bulan Ramadhan adalah
sebagai berikut:
a. Orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, ataubapabila
berpuasa maka sakitnya akan bertambah parah atau akan
melambatkan sembuhnya menurut keterangan yang ahli dalam hal
itu. Maka orang tersebut boleh berbuka, dan ia wajib mengqada
apabila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bulan
puasa nanti.
b. Orang yang dalam perjalanan jauh (80.640 km) boleh berbuka,
tetapi ia wajib mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.
c. Orang tua yang sudah lemah, tidak kuat lagi berpuasa karena
tuanya, atau karena memang lemah fisiknya, bukan karena tua.
Maka ia boleh berbuka, dan ia wajib membayar fidyah (bersedekah)
tiap hari 3/4 liter beras atau sama dengan itu (makanan yang
mengenyangkan) kepada fakir dan miskin. Firman Allah Swt.:

‫ َؤَا ْن‬،ُ‫ع َخْيًرا َف ُه َو َخْي ٌر لَّه‬


َ ‫فَ َم ْن تَطََّو‬ ٍ ‫ فِ ْديَةٌ طَ َع ُام ِمس ِكنْي‬،ُ‫و َعلَي الَّ ِذين يُ ِطْي ُقونَه‬
ْ َ َ
‫وم ْوا َخريٌ لَّ ُك ْم ِٔان ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫ت‬
Artinya :"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin" (Al-Baqarah: 184)
d. Orang hamil dan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan
tersebut, kalau takut akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri
atau beserta anaknya, boleh berbuka, dan mereka wajib mengqada
sebagaimana orang yang sakit. Kalau keduanya hanya takut akan
menimbulkan mudarat terhadap anaknya (takut keguguran, atau
kurang susu yang menyebabkan si anak kurus), maka keduanya
boleh berbuka serta wajib qada dan wajib fidyah (memberi makan
fakir miskin, tiap-tiap hari 3/4 liter). 44
44
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2017), hlm.233-234.

36
8. Adab dan Kesunnahan dalam Puasa
Bagi orang yang berpuasa dianjurkan untuk
a. Makan sahur, dari Anas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:

َّ ‫تَ َس َّح ُر ْوا فَِٔا َّن يَف‬


َ‫الس ُح ْو ِر َبَر َكة‬
“Makan sahurlah kamu, karena makan sahur itu berkah.” (HR.
Bukhari Muslim)
Makan sahur dianggap telah tercapai meskipun hanya seteguk air,
waktunya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari
b. Menyegerakan berbuka puasa sebelum shalat maghrib. Hal ini
dimaksudkan untuk menenangkan kesibukan-kesibukan nafsu,
dengan menikmati hidangan makanan supaya bias shalat dengan
khusyu`.
c. Berbuka dengan beberapa butir kurma atau jika tidak ada boleh
dengan meminum air.
d. Berdoa ketika berbuka baik untuk diri sendiri ataupun orang lain.
e. Bagi orang yang dijamu berbuka oleh orang lain, disunnahkan
untuk mendoakannya
f. Menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan puasa, seperti berkata
keji, kaar, menggosip, melakukan maksiat
g. Menggosok gigi maupun bersiwak
h. Banyak bersedekah dan membaca al-Qur`an
i. Bersungguh-sungguh dalam beribadah dan beramal saleh.45
9. Hikmah Puasa
Dalam ibadah puasa terdapat sejumlah hikmah dan maslahat,
sebagaimana telah diisyaratkan oleh nash-nash syariat itu sendiri.
Diantaranya
a. Tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa), dengan mematuhi perintah-
perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan melatih diri untuk
menyempurnakan ibadah kepada Allah semata, meskipun itu
45
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Ibadah (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2004), hlm.637-
640.

37
dilakukan dengan menahan diri dari hal-hal yang menyenangkan
dan membebaskan diri dari hal-hal yang telah lekat sebagai
kebiasaan. Kalau saja mau, ia bisa saja makan, minum, bersetubuh
dengan istrinya, dan tiada seorangpun yang mengetahui. Akan tetapi
ia meninggalkan semua itu semata-mata karena Allah Swt. Tentang
ini Rasulullah Saw.
ِ ‫ﺍﻟﺼﺎﺋِ ِﻢ ﺃَﻃْﻴﺐ ِﻋْﻨ َﺪ ﺍﻟ ٰﻠّ ِﻪ ِﻣﻦ ﺭِﻳ ِﺢ ﺍﻟْ ِﻤﺴ‬
،‫ﻚ‬ َّ ‫ ﺨَﻟُﻠُ ْﻮﻑُ ﻓَ ِﻢ‬، ‫ﻭَﺍﻟَّ ِﺬﻱْ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ْﻲ ﺑِﻴَ ِﺪ ِﻩ‬
ْ ْ ْ َُ
َّ ‫ ُﻛ ُّﻞ َﻋ َﻤ ٍل اِﺑْ ِﻦ ٓﺍﺩَﻡَ ﻟَﻪُ ِﺇﺎَّﻟ‬. ‫َﺟﻠِ ْﻲ‬
ُ‫ﺍﻟﺼ ْﻮﻡَ ﻓَِﺈﻧَّﻪ‬
ِ
ْ ‫َﺷ ْﻬ َﻮﺗَﻪُ ﻣ ْﻦ ﺃ‬
َ ‫َﺷَﺮﺍﺑَﻪُ ﻭ‬
َ ‫َﻳْﺘُﺮﻙُ ﻃَ َﻌ َﻤﻪُ ﻭ‬

ِ‫َﺟ ِﺰﻱْ ﺑِﻪ‬


ْ ‫ﻲِﻟ ْ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃ‬
Artinya :“Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih
harum di sisi Allah daripada bau mulut minyak
kasturi. Dia tidak makan, tidak minum, dan tidak
berhubungan dengan istrinya karena-Ku. Tiap-tiap
amal bami Adam baginya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku
dan Aku yang akan memberinya pahala.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Al-Lu’lu wal
Marjan)
b. Bahwa puasa, disamping menyehatkan badan sebagai mana
dinyatakan oleh para dokter spesialis juga bisa mengangkat aspek
kejiwaan mengungguli aspek materi dalam diri manusia. Manusia,
sebagaimana sering dipersepsi banyak orang, memiliki tabiat ganda.
Ada unsur tanah, ada pula unsur ruh Ilahi yang dititipkan Allah
padanya. Satu unsur menyeret manusia ke bawah, unsur yang lain
menangkatnya ke atas.
c. Terbukti bahwa puasa merupakan tarbiah bagi iradah (kemauan),
jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran, dan "pemberontakan"
kepada hal-hal yang telah lekat mentradisi. Adakah manusia kecuali
pasti memiliki kemauan? Adakah kebaikan selain pasti
38
mengandung kemauan? Adakah agama selain kesabaran untuk taat
atau kesabaran menghadapi maksiat? Puasa mewakili dua kesabaran
itu.
Sebagaimana halnya Nabi Saw. menganggap puasa sebagai
junah (perisai) untuk melindungi diri dari dosa ketika di dunia, dan
untuk menyelamatkan diri dari api neraka di akhirat. Rasulullah
Saw. bersabda,

ِ‫َﺣ ِﺪ ُﻛ ْﻢ ِﻣ َﻦ ﺍﻟْ ِﻘﺘَﺎﻝ‬ ِ ِ


َ ‫ﺍﻟﺼﻴَﺎﻡُ ُﺟﻨَّﺔٌ ﻣ َﻦ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ َﻛ ُﺠﻨَّﺔ ﺃ‬
ِّ
Artinya : “Puasa adalah perisai dari api neraka, seperti
perisainya salah seorang kalian dalam peperangan.”
(HR.Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hiban, dan Ibnu
Khuzaimah dari Utsman bin Abil Ash, sahih Al-Jami’
Ash-Shaghir 3879).
d. Sudah sama-sama dipahami bahwa nafsu seksual adalah senjata
setan yang paling ampuh untuk menundukkan manusia, sehingga
sejumlah aliran psikologi menganggap bahwa ia adalah penggerak
utama semua perilaku manusia. Maksudnya, puasa dapat
menurunkan dorongan syahwat kepada lawan jenis.
e. Diantara sekian banyak hikmah puasa adalah menajamkan perasaan
terhadap nikmat Allah Swt. kepadanya. Akrabnya nikmat bisa
membuat orang kehilangan perasaan terhadap nilainya. Ia tidak
mengetahui kadar kenikmatan, kecuali jika sudah tidak ada di
tangannya. Dengan hilangnya nikmat, berbagai hal dengan mudah
dibedakan. Seseorang dapat merasakan nikmatnya kenyang dan
nikmatnya pemenuhan dahaga jika ia lapar atau hilang dahaga
setelah kehausan, akan keluar dari relung hatinya ucapan
alhamdulillah. Hal itu mendorongnya untuk mensyukuri nikmat-
nikmat Allah kepadanya
.
D. Zakat

39
1. Pengertian dan hukum zakat
Menurut bahasa zakat ialah bertumbuh, berkah dan suci.
Menurut istilah zakat ialah sejumlah harta yang dikeluarkan dari jenis
harta tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu, dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan pula. Zakat hukumnya wajib dan
termasuk rukun Islam yang ketiga.46 Kewajiban zakat sebagaimana
ditegaskan dalam ayat:At taubat: 103

       


          
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui”.(At taubht: 103)
Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mampu. Perintah wajib
zakat ini diturunkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua
Hijriyah. Kewajiban ini diturunkan setelah kewajiban puasa
Ramadhan.47 Adanya perintah untuk membayar zakat menunjukkan
bahwa syariat Islam sangat melindungi kehidupan sosial dan ekonomi
umat manusia. Dengan membayar zakat, kita diajak untuk
memperhatikan orang lain di sekitar kita, mungkin ada yang
kekurangan sehingga perlu dibantu. Kewajiban membayar zakat
menyadarkan kita bahwa rezeki yang kita miliki terdapat hak-hak orang
lain yang perlu kita berikan.48
2. Macam-macam Zakat
a. Zakat harta benda
Zakat ini diwajibkan kepada lima jenis harta sebagai berikut:
1) Harta kekayaan namanya ialah emas, perak, dan uang.
46
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah Menurut al-Quran, Sunnah, dan Tinjauan Berbagai Madzhab
(Yogyakarta: STAIN Po PRESS, 2009), 107.
47
Mutmainah, Pendidikan Agama Islam jilid 1 untuk SMA dan MA kelas X (Jakarta: PT
Piranti Darma Kalokatama, 2007), 136.
48
Husni Thoyar, Pendidikan Agama Islm untuk SMA kelas x (Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, 2011), 185.

40
2) Barang-barang dagangan yang terdiri dari segala macam barang
perdagangan. Zakat harta dagangan ini adalah sama dengan zakat
emas dan perak serta diperhitungkan setiap akhir tahun.
3) Binatang ternak atau ialah unta, sapi, kerbau, dan kambing.
4) Hasil pertanian atau ialah gandum, beras, jagung, kedelai dan
lainnya.
5) Hasil perkebunan atau buah-buahan yakni anggur dan kurma.
b. Zakat Fitrah
Zakat fitrah dikeluarkan tiap-tiap menjelang hari raya idul
Fitri, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam, laki-laki dan
perempuan, besar-kecil, merdeka, ataupun hamba sahaya. Zakat
fitrah berupa makanan yang mengenyangkan dan berjumlah 2,5 kg
setiap jiwa.
1) Syarat wajib zakat fitrah
a) Beragama Islam
b) Orang tersebut ada sebelum terbenam matahari pada hari
penghabisan bulan Ramadhan.
c) Mempunyai kelebihan harta untuk keperluan makan bagi
dirinya maupun yang menjadi tanggungannya baik itu
manusia atau binatang, pada malam hari raya dan siang
harinya.
2) Waktu membayar zakat fitrah
Waktu membayar zakat fitrah adalah sewaktu terbenam
matahari pada malam hari raya. Namun diperbolehkan membayar
sebelumnya, asal masih dalam bulan puasa.
c. Zakat bangunan dan pabrik
Harta kekayaan berupa bangunan pabrik, kapal, pesawat
terbang dan lainnya tidak wajib dikeluarkan zakatnya yang diambil
dari harta kekayaan tersebut, tetapi diambil dari keuntungan bersih
yang didapat dari harta tersebut dan telah mencapai nisabnya.

41
d. Zakat profesi dan wiraswasta
Pekerjaan yang terkait dan terikat dengan pemerintahan atau
yayasan dan badan usaha lainnya, seperti dokter, insinyur, guru,
penjahit dal lain sebagainya. Juga wajib mengeluarkan zakat. Besar
zakat yang harus dikeluarkan ialah seperempat puluh atau 2,5
persen dari upah yang diterimanya.49
3. Golongan yang berhak menerima zakat
Adapun mereka yang berhak menerima zakat adalah mereka
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
     
     
           
 
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.(Q.S At-Taubah: 60)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa yang berhak menerima zakat
ialah delapan kategori manusia yakni:
a. Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan
yang mampu untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan
dia juga tidak mempunyai orang yang menanggung biaya hidup.
b. Miskin ialah orang yang memiliki pekerjaan, tetapi penghasilan
tersebut tidak dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup.
c. Panitia zakat ialah orang yang bekerja memungut zakat.
d. Mualaf ialah orang yang lemah imannya untuk masuk Islam
e. Para hamba sahaya (budak)

49
Mutmainah, Pendidikan Agama Islam jilid 1 untuk SMA dan MA kelas X., 137-139.

42
f. Orang yang memiliki hutang, baik hutang itu untuk dirinya
sendiri maupun orang lain maka ia diberi zakat
g. Orang yang berjuang di jalan Allah Swt
h. Orang yang sedang dalam perjalanan adalah orang-oarang yang
berpergian atau musafir untuk melaksanakan sesuatu hal yanh
baik50
4. Pengelolaan Zakat Menurut Perundang-undangan
Zakat merupakan rukun Islam juga mengandung hikmah bagi
muzaki (yang berzakat) maupun mustahik (penerima zakat). Oleh
karena itu, zakat harus dikelola secara profesional sehingga dapat
tepat sasaran bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung
profesionalisme pengelolaan zakat, pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan undang-undang yang terkait dengan pengelolaan
zakat, yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat yang terdiri atas 10 bab dan 25 pasal.
Berkaitan dengan cara pengelolaan zakat, berdasarkan pasal 1
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dijelaskan bahwa
pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan
pendistribusian, serta pendayagunaan zakat. Dengan demikian,
pengelolaan zakat harus dilakukan secara terpadu mulai dari
tahapan perencanaan hingga pendistribusian dan pendayagunaan
zakatnya Dalam undang-undang ini juga dijelaskan tentang pihak
yang diberi wewenang mengelola zakat, yaitu dilakukan oleh badan
amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
Badan amil zakat ini tidak hanya berada di pusat, tetapi juga di
daerah. Hubungan kerja amil zakat di semua tingkatan adalah
koordinatif, konsultatif, dan informatif. Pengurus badan amil zakat
terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
syarat. Badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam

50
Ibid., 139-141.

43
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada pemerintah
sesuai dengan tingkatnya. Hal ini seperti dijelaskan dalam pasal 9
yang berbunyi ”Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat
dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah
sesuai dengan tingkatnya”.51

E. Haji dan Umrah


1. Pengertian Haji
Haji, (al-hajj) dalam bahasa Arab berarti al-qashd, yaitu
menyengaja.52 Megerjakan sesuatu dengan sengaja atau menuju tempat
dengan sengaja.
Adapun makna haji dalam terminologi adalah berkunjung atau
berziarah ke tempat-tempat tertentu (di Kota Makkah al-Mukarramah)
dalam rangka ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT. 53
Ada juga yang mengartikan haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah
atau Baitullah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-
syarat tertentu, yakni mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan
manasik haji lainnya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.54
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hukum
melaksanakan ibadah haji adalah fardua’in atas mukmin yang telah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 97 dan hadits Rasulullah SWT di
bawah ini55
         
           
      
Artinya:“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
Maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu)

51
Husni Thoyar, Pendidikan Agama Islam untuk SMA kelas x.,188-189.
52
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 188.
53
Ibid.
54
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
247.
55
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah
(Jakarta: Kementrian Agama, 2014), 55.

44
menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(Q.S Ali Imran: 97)

)‫ فَ َم ْن َز َاد َف ُه َو تَطََّو عٌ (رواه ابو داود وامحد و احلا كم‬,‫اَحْلَ ُّج َمَّر ًة‬
Artinya:“Haji yang wajib itu hanya sekali, barang siapa melakukan
lebih dari sekali maka yang selanjutnya adalah sunnah”.
(H.R Abu Dawud, Ahmad dan Al-Hakim)
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda mengenai perintah
untuk menyegerakan pelaksanaan haji, terutama bagi mereka yang
telah memeiliki kemampuan materi dan fisik yang kuat, karena
kewajiban haji hanya satu kali seumur hidup.56
ِ ِ
ُ ‫َح َد ُك ْم الَ يَ ْد ِرى َم ا َي ْع ِر‬
‫ض‬ َ َ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّا ٍس ق‬
َ ‫َت َع َّجلُ ْوااىَل اْ َح ِّخ فَإ َّن أ‬:‫ال النَّيِب ُّ صلعم‬
)‫لَهُ (رواه أمحد‬
Artinya:“Dari Ibnu Abbas, Nabi Saw telah bersabda, segerakanlah
kamu mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang
tidak akan menyadari datangnya suatu halangan yang akan
merintanginya.” (H.R Ahmad)

2. Pengertian Umrah
Secara bahasa umrah berarti berkunjung atau berziarah. Jika
dilihat dari terminologi, umrah dapat diartikan dengan sengaja
berkunjung ke Kabah untuk melakukan tawaf dan sa’i.57

56
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
248.
57
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 210.

45
Hukum umrah menurut ahli fiqh dari Madzhab Syafi’i dan
Hanabilah adalah wajib sebagaimana halnya haji, karena kedua ibadah
itu sama-sama diperintahkan Allah SWT untuk disempurnakan dalam
firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah ayat 196:58
        
        
          
          
        
         
          
        
  
Artinya:“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.
Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat dan
jangan kamu mencukur kepalam sebelum korban sampai di
tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit
atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. Apabila kamu Telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh
(hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar
fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di
sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk
kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah. Dan ketahuilah
bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (Q.S Al-Baqarah:
196)

58
Ibid,.

46
Seperti halnya kewajiban haji, kewajiban umrah menurut mereka
hanya sekali seumur hidup. Jika seseorang melaksanakannya berulang
kali maka kali kedua dan seterusnya dipandang sebagai ibadah
sunnah.59 Sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

‫َّارةٌ (رواه‬ ِ
َ ‫ الْعُ َمَرةُ إىَل الْعُ ْم َرة َكف‬:‫عن أىب هر ير ة أن النيب صل اهلل عليه وسلم قل‬
)‫متفق عليه‬
Artinya :“Dari Abi Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, umrah ke
umrah berikutnya adalah kaffarah (penghapus dosa).” (H.R
Muttafaq’alaih)
Berbeda dengan pendapat di atas, Malik dan para Fuqaha Al-
Ra’yi berpendapat bahwa umrah tidak wajib melainkan sunnah. 60 Dasar
mereka adalah hadits berikut:

‫يه َّو َسلَّ َم ُسئِ َل َع ِن الْعُ ْم َر ِة أ َِه َى‬


ِ َ‫عن ج اب ٍر ر ِض ى اهلل عْن ه اَ َّن النَّيب ص لَّى اهلل عل‬
َُ َ َّ ُ َُ َ َ َْ
َ َ‫َو ِاجبَةٌ ق‬
َ ْ‫ال الَ َواَ ْن َت ْعتَ ِمَر ُه َو أَف‬
‫ض ُل‬
Artinya:“Dari Jabir r.a bahwasannya Nabi SAW ditanya tentang
umrah, apakah umrah itu wajib? Beliau menjawab: “Tidak,
tetapi bila engkau melakukanya adalah lebih baik.” (H.R
Tirmizi)

3. Syarat-syarat Haji
Syarat-syarat sahnya seseorang dalam berhaji adalah sebagai
berikut:
a. Islam. Seperti ibadah lainnya, haji tidak wajib dan tidak sah
dilakukan oleh orang kafir.
b. Baligh.

59
Ibid,.
60
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 226.

47
c. Sehat akal dan pikiran.
d. Merdeka (bukan hamba sahaya), sebab tuan seorang budak berhak
atas manfaat dirinya dan membebankan kewajiban haji atas budak
dapat merugikan kepentingan tuanya. Rasulullah SAW bersabda:
ِ ِ
ْ ‫اَمُّيَا َعْب ًد َح ًّج مُثَّ اُ ْعت ُق َف َعلَْيه َح َّجةٌ أ‬
‫ُخَر ى‬
Artinya :“Seorang hamba yang telah haji, kemudian
dimerdekakan, maka wajib atasnya haji sekali lagi.”
e. Mampu. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa hukum dari
pelaksanaan haji itu adalah wajib bagi mereka yang mampu. Para
ulama menafsirkan kemampuan (istita’ah) itu dengan:
1) Kemampuan fisik (istita’ah badaniya) untuk perjalanan
menuju Makkah dan mengerjakan kewajiban-kewajiban haji.
2) Perjalanan yang aman (istita’ah amaniyah) ketika pergi dan
pulang, terhadap jiwa dan harta seseorang.
3) Memiliki cukup harta (istita’ah maliyah) untuk keperluan
makanan dan kendaraan untuk dirinya sendiri selama
perjalanan sampai kembali pulang, maupun untuk keluarga
yang ditinggal.61
4. Rukun-rukun Haji
Bila salah satu dari rukun haji ada yang yang tertinggal maka,
haji seseorang tidak akan sah sama sekali. Rukun-rukun haji tersebut
adalah sebagai berikut:

a. Ihram
Ihram merupakan niat untuk memulai ibadah haji. Disebut
ihram karena dengan terjadinya niat itu seseorang telah masuk
kepada keadaan di mana beberapa perbuatan yang sebelumnya
dibolehkan menjadi diharamkan. Waktu pelaksanaan niat atau
ihram disebut miqat zamani. Sedangkan ihram atau niat
61
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 193-194. Lihat pula Rahman
Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 216-218.

48
melakukan ibadah haji yang dilaksanakan di tempat-tempat
tertentu disebut sebagai miqat makani.62
Ada beberapa perbuatan yang tidak boleh dikerjakan oleh
seseorang yang sedang ihram, di antaranya sebagai berikut:
1) Mencukur, menyisir, dan menyikai rambut.
2) Memotong kuku.
3) Berkata kotor dan cabul (termasuk bersetubuh).
4) Membunuh binatang buruan.
5) Meminang, menikah, dan menikahkan.
6) Bagi laki-laki tidak diperbolehkan memakai baju, celana,
sorban, kaus kaki, sepatu yang menutupi mata kaki, pakaian
berjahit, dan pakaian yang bercelup (baik laki-lak maupun
peremuan). Sedangkan bagi wanita dilarang memakai sarung
tangan dan penutup muka.
7) Memakai wangi-wangian, kecuali yang diapakai sebelum
ihram.63
b. Thawaf
Thawaf dalam bahasa berarti berkeliling atau berputar. Dalam
konteks haji, thawaf diartikan sebagai salah satu rukun haji yang
dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah sampai tujuh kali putaran,
dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad.64
Thawaf yang merupakan rukun haji adalah Thawaf ifadah.
Sedangkan thawaf yang lainnya, yaitu thawaf qudum yang
disunnahkan ketika tiba di Makkah dan thawaf wada’ yang
diwajibkan ketika hendak meninggalkan kota Makkah untuk
kembali ke negeri asalnya.65
Orang yang ber-thawaf harus memenuhi beberapa syarat,
yaitu di bawah ini:

62
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 222.
63
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 203-207. Lihat pula Abdul
Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 270-271.
64
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 224.
65
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 108.

49
1) Menutup aurat.
2) Suci dari hadas.
3) Menempatkan Ka’bah di sebelah kiri yang sedang thawaf.
4) Dimulai dari Hajar Aswad.
5) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.66
Dalam melakukan thawaf disunnahkan untuk:
1) Menjabat (istilam) Hajar Aswad pada awal thawaf-nya.
2) Mencium Hajar Aswad.
3) Menyentuh rukn al-yamani dan berdoa di antara rukn al-
yamani dan Hajar Aswad.
4) Khusus bagi laki-laki, disunnahkan berlari-lari kecil pada
putaran tiga putaran pertama dan berjalan biasa pada empat
putaran lainnya.
5) Melakukan shalat thawaf dua rakaat setelah selesai thawaf
dan sebaiknya dilakukan di dekat Maqam Ibrahim.67
c. Sa’i di antara Shafa dan Marwa.
Sa’i adalah berjalan di antara Shafa dan Marwa. Dalam
mengerjakan sa’i harus diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1) Sa’i mesti dikerjakan setelah melakukan thawaf terlebih
dahulu.
2) Tertib, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa.
3) Sa’i mesti dilakukan tujuh kali. Dari Shafa ke Marwa dihitung
satu kali, demikian sebaliknya.68
d. Wuquf di Arafah
Yang dimaksud dengan wukuf adalah kehadiran orang yang
melaksanakan haji dan adanya dia di Padang Arafah, baik dalam
keadaan suci, haid, nifas, maupun dalam keadaan junub. Wukuf
dimulai sejak matahari tergelincir pada hari Arafah, yaitu pada
66
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 2008.. Lihat pula Abdul Hamid
dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 251.
67
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 208-212.
68
Ibid, 212-214.

50
tanggal 9 Dzulhijjah sampai fajar menyingsing pada hari Nahar
yaitu tanggal 10 Dzulhijjah.69
e. Rukun haji yang terakhir adalah tertib.70
5. Wajib Haji
Bila salah satu dari wajib haji ada yang tertinggal, hal ini dapat
diganti dengan membayar dam. Wajib haji tersebut adalah adalah
sebagai berikut:
a. Bermalam di Mina dan Muzdalifah
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat menuju Mina
dan mabit (bermalam) di sana untuk melaksanakan shalat Zhuhur,
Ashar, Magrib, Isya dan Subuh dengan jama’ dan qashar.71
Setelah matahari terbenam (selesai wukuf di Arafah), para
jamaah haji meniggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk
bermalam sampai subuh dan sebaiknya dilakukan jamak ta’khir
untuk shalat Magrib dan Isya.72
b. Melempar ketiga jumrah (aqabah, wusta, ula)
Melempar jumrah dilakukan dengan batu kerikil satu persatu.
Waktu melempar jumrah adalah tiga atau empat hari, yaitu pada
Hari Nahar (10 Zulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13
Zulhijjah). Tanggal 10 Dzulhijjah melempar jumrah aqabah
sebanyak 7 kali. Tanggal 11 Dzulhijjah melempar ketiga jumrah
secara secara berurutan, yaitu pertama jumrah ula 7 kali
lemparan, kedua jumrah wusta juga 7 kali lemparan dan jumrah
aqabah 7 kali lemparan. Untuk tanggal 12 Dzulhijjah kembali
melempar ketiga jumrah seperti tanggal 11 Dzulhijjah.73
c. Thawaf wada’

69
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 228-
229.
70
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 196.
71
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
260.
72
Ibid, 263.
73
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 231.

51
Thawaf wada’ adalah thawaf selamat tinggal. Thawaf ini
wajib dilakukan oleh setiap orang yang hendak keluar
meninggalkan Kota Makkah untuk kembali ke tanah airnya.74
d. Bercukur atau bergunting rambut
Yang dimaksud dengan bercukur ialah menghilangkan rambut
di kepala dengan pisau atau juga bisa sejenisnya atau bisa juga
dengan jalan mencabutnya walau hanya tiga helai.75
Syarat-syarat umrah sama dengan syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam ibadah haji. Sedangkan rukun umrah sedikit berbeda
dengan rukun haji. Jika di dalam rukun haji terdapat wukuf, di dalam
rukun umrah tidak ada, yang ada hanya ihram, thawaf, sa’i, bercukur,
dan tertib.76
Kemudian wajib umrah hanya dua, yaitu ber-ihram dari miqat
(Miqat zamani umrah itu sepanjang tahun, artinya, tidak ada waktu
tertentu untuk melaksanakan umrah. Jadi boleh dilakukan kapan saja.)
dan menjauhkan diri dari muharramat (perbuatan yang dilarang)
umrah, jenis dan banyaknya sama dengan muharramat haji.77

6. Manasik Haji
Manasik atau tatacara haji adalah sebagai berikut:
a. Ihram
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa ihram merupakan
niat untuk memulai ibadah haji. Sebelum ber-ihram hendaknya:
b. Memotong rambut supaya lebih rapi, memotong kuku, mandi
sunnah ihram, berwudhu, memakai wangi-wangian, menyisir
rambut, dan sebagainya.

74
Ibid,.
75
Ibid,.
76
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 228.
77
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah
(Jakarta: Kementrian Agama, 2014), 68.

52
c. Memakai pakaian ihram, yaitu :
1) Untuk pria berupa dua helai kain putih yang tidak berjahit, satu
diselendangkan dan satu helai lagi disarungkan.
2) Untuk wanita, berupa pakaian yang menutup seluruh tubuh
kecuali muka dan dua telapak tangan (tidak boleh memakai
cadar penutup muka dan tidak boleh memakai sarung tangan).
Pada tanggal 8 Dzulhijjah setelah melakukan hal-hal di atas
barulah ihram dilakukan dengan berniat melakukan haji, sambil
mengucapkan talbiyah. Selanjutnya selama ber-ihram disunnahkan
membaca talbiyyah sebanyak-banyaknya.78
d. Mabit di Mina
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat menuju Mina
dan mabit (bermalam) di sana untuk melaksanakan shalat Zhuhur,
Ashar, Magrib, Isya dan Subuh dengan jama’ dan qashar.79
e. Wukuf di Arafah
Pokok dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Pada tanggal
9 Dzulhijjah, setelah terbit matahari jamaah berangkat menuju
Arafah. Dalam perjalanan menuju Arafah, jamaah haji tetap ber-
talbiyyah atau bertakbir dan jika memungkinkan, singgah di
Namirah.80
Setelah matahari tergelincir, jamaah haji mendengarkan
khotbah Arafah dari Imam, kemudian dikumandangkan azan dan
qamat, lalu shalat Zhuhur dan Ashar dijamak dan qashar tanpa
shalat apa-apa di antara dua shalat tersebut. Selesai shalat, berdoa
dengan mengangkat kedua tangan.81
f. Mabit di Muzdalifah
Setelah matahari terbenam (selesai wukuf di Arafah), para
jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk

78
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: Stain Press, 2009), 201.
79
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
260.
80
Ibid, 262.
81
Ibid, 263.

53
bermalam samapai subuh dan sebaiknya dilakukan jamak ta’khir
untuk shalat Magrib dan Isya. Bagi jamaah haji yang sakit atau
lemah diperbolehkan meniggalkan Muzdalifah menuju Mina pada
malam hari, setelah mabit sebentar.82
g. Melontar Jumrah Aqabah
Pada waktu Dhuha tanggal 10 Zulhijjah di Mina, jamaah haji
melaksanakan lontar jumrah aqabah, dengan cara berdiri
menghadap ke jumrah tersebut. Posisi kiblat berada di sebelah kiri
jamaah haji, kemudian melontar jumrah dengan batu kerikil
sebanyak tujuh kali. Setiap lontaran diiringi dengan ucapan takbir,
dan setelah lontaran ke jutuh berdoa.83

)‫ورا (رواه أمحد‬


ً ‫اج َع ْلهُ َح ًّجا َمْب ُر ْو ًراوذَ ْنبًا َم ْغ ُف‬
ْ ‫ا َللّ ُه َّم‬
Artinya :“Ya Allah jadikanlah (ibadah haji ini) sebagai ibadah haji
yang diterima (mabrur) dan dosa yang diampuni.” (H.R
Ahmad)
h. Tahalul awal (asghar)
Jamaah haji tahalul dengan cara taqshir (menggunting
beberapa helai rambut) atau lebih utama dengan tahliq (dengan
menggundul kepala). Bagi wanita cukup dengan taqsir. Setelah
tahalul awal ini, jamaah haji bebas dari larangan pada waktu ihram,
kecuali berhubungan suami istri.84
i. Hadyu (Qurban)
Bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu dan qiran
wajib menyembelih hadyu. Perbedaannya adalah qiran membawa
binatang dari rumah, sementara tamattu membelinya di Makkah.
Penyembelihan hadyu dilaksanakan pada tanggal 10
Dzulhijjah, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari Nahar bisa
dilakukan tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Jamaah haji yang
82
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
263.
83
Ibid,.
84
Ibid, 264-265.

54
kurban boleh memakan daging kurban tersebut. Bagi mereka yang
tidak bisa menyembelih hadyu, ia harus menggantinya dengan
puasa 3 hari dalam masa haji dan 7 hari setelah pulang ke
negerinya.85
j. Thawaf Ifadhah (Tahalul Tsani)
Pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah melontar jumrah aqabah
dan menyembelih hadyu, jamaah haji pergi ke Makkah untuk
melaksanakan thawaf ifadhah tanpa lari-lari kecil (ramal), tanpa
shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, dan tanpa diikuti sa’i antara
Shafa dan Marwa. Thawaf ifadhah juga dapat dilaksanakan pada
tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, bagi yang udzur bisa dilakukan
setelah udzurnya selesai. Setelah thawaf ifadhah, semua larangan
ihram bebas, termasuk jimak.86
k. Melempar tiga jumrah
Pada tanggal 11 Dzulhijjah, setelah shalat Zhuhur jamaah
melempar tiga jumrah (ula, wusta, dan aqabah) masing-masing
dengan 7 batu kerikil. Dimulai dari jumratul ula kemudian jumratul
wusta, dan yang terakhir jumratul aqabah. 87

l. Nafar awal dan nafar tsani


Pada tanggal 12 Dzulhijjah, jamaah haji melempar 3 jumrah
seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah. Waktunya juga
sama yaitu mulai setelah shalat Zhuhur hingga Magrib. Bagi yang
meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah sebelum terbenam
disebut Nafar Awal. Sementara mereka yang mabit di Mina sampai
tanggal 13 Dzulhijjah dan melontar 3 jumrah seperti tanggal 11 dan
12 Dzulhijjah disebut Nafar Tsani.88
m. Thawaf Wada’

85
Ibid, 266.
86
Ibid, 267-268.
87
Ibid, 268.
88
Ibid, 269.

55
Sebelum meninggalkan Makkah, jamaah haji dianjurkan
untuk melaksanakan thawaf wada’ (perpisahan). Caranya sama
dengan thawaf ifadhah dilakukan 7 kali putaran, tanpa lari-lari
kecil, tanpa shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, dan tanpa sa’i. 89
7. Undang-undang Tentang Pelaksanaan Haji
Dari tahun ke tahun minat masyarakat Indonesia untuk menunaikan
ibadah haji semakin meningkat. Pemerintah sebagai penanggung jawab
penyelenggaraan ibadah haji senantiasa berupaya dengan sungguh-
sungguh menyempurnakan dan meningkatkan pelayanannya. Kemudian
lahirlah Undang-Undang Nomor 17 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Keputusan Menteri Agama Nomor
224 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.90
Pemerintah dibawah koordinasi Menteri Agama mengatur proses
pelaksanaan haji dalam buku ”Pedoman Perjalanan Haji” yang berisi
tentang:

a. Persiapan
1) Pendaftaran, ada dua sistem yaitu:
a) Sistem tabungan haji
Misalnya calon jamaah haji menyetor tabungan pada
Bank Penerima Setoran (BPS) antara Rp 20 juta sampai
dengan Rp 25 juta ( Sesuai ketentuan yang berlaku ). Bank
Penerima Setoran (BPS) melakukan entry data dan mencetak
lembar bukti setoran tabungan sebagai tanda bukti untuk
mendapatkan porsi haji pada tahun yang diinginkan
penabung. Kemudian penabung mendaftarkan diri di

89
Ibid, 269-270.
90
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah
(Jakarta: Kementrian Agama, 2014), 68.

56
Kementerian Agama Kabupaten Kota sesuai daerah
domisilinya.
b) Sistem setoran lunas
Calon jamaah haji membayar lunas biaya perjalanan haji
dan BPS BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) melakukan
entry data dan mencetak lembar bukti setoran lunas BPIH
sebagai bukti untuk melapor ke Kementerian Agama
Kabupaten Kota sesuai daerah domisilinya.
2) Pengelompokan
a) Setiap 11 orang calon jamaah haji dikelompokkan dalam satu
regu.
b) Setiap 45 orang dikelompokkan dalam satu rombongan.
c) Jamaah akan diberangkatkan dalam satu kelompok terbang
(kloter) dengan kapasitas pesawat antara 325-455 orang.
d) Tiap kloter terdapat petugas:
 TPHI : Tim Pemandu Haji Indonesia, sebagai ketua
kloter.
 TPIHI: Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia, sebagai
pembimbing ibadah.
 TKHI: Tim Kesehatan Haji Indonesia, sebagai pelayanan
kesehatan terdiri dari 1 dokter dan 2 paramedis.
 Ketua rombongan (Karo).
 Ketua regu (Karu).
3) Bimbingan
Calon jamaah haji akan memperoleh buku paket berupa:
a) Bimbingan manasik haji.
b) Panduan perjalanan haji.
c) Tanya jawab ibadah haji.
d) Doa dan zikir ibadah haji.
Calon jamaah haji akan mendapat bimbingan manasik haji
dengan sistem kelompok dan sistem massal.

57
4) Pemeriksaan kesehatan
Pertama, dilaksanakan di Puskesmas untuk mengetahui status
kesehatan calon jamaah haji sebagai penyaringan awal. Kedua,
dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota untuk
menyeleksi kembali calon jamaah haji ketika menentukan apakah
memenuhi syarat berangkat atau tidak.
b. Pemberangkatan
1) Persiapan pemberangkatan, berupa persiapan mental, spiritual,
dan material.
2) Pemberangkatan, sejak dari rumah sampai dengan Asrama Haji
Embarkasi.
3) Di Asrama Haji Embarkasi:
a) Saat kedatangan di Asrama Haji Embarkasi:
 Menyerahkan Surat Panggilan Masuk Asrama (SPMA)
 Menerima kartu makan dan akomodasi selama di asrama
haji
 Memeriksakan kesehatan badan (pemeriksaan akhir)
 Menimbang dan memeriksakan barang bawaan (koper)
b) Masuk Asrama Haji Embarkasi:
 Istirahat yang cukup
 Mengikuti pembinaan manasik haji
 Mendapatkan pemeriksaan atau pelayanan kesehatan
 Menerima gelang identitas dan paspor haji
 Menerima uang living cost (biaya hidup selama di Arab
Saudi) dalam bentuk Mata Uang Riyal.
c. Kegiatan di Arab Saudi
Mulai turun dari pesawat di Bandar Udara King Abdul Azis
Jeddah, kegiatan selama pelaksanaan ibadah haji seluruhnya diatur
oleh pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Arab

58
Saudi, termasuk kegiatan ziarah ke beberapa tempat bersejarah di
Arab Saudi. Selain itu juga bimbingan kesehatan selama ibadah haji.
d. Pemulangan
Setelah ibadah haji selesai dilaksanakan, jamaah secara
berangsur-angsur akan pulang ke tanah air.91
8. Hikmah Haji dan Umrah
Hikmah haji dan umrah dilihat dari segi ibadah atau keagamaan
adalah sebagai berikut:
a. Menghapus dosa-dosa kecil dan menyucikan jiwa orang yang
melakukannya.
b. Mendorong seseorang untuk menegaskan kembali pengakuaannya
atas keesaan Allah SWT.
c. Mengantarkan seseorang untuk menjadi hamba yang selalu
bersyukur atas nikmat-nikmat Allah SWT.92
Dari segi sosial kemasyarakatan hikmah ibadah haji dan umrah di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Melatih hidup sederhana dan meninggalkan status sosial.
b. Membawa orang-orang yang berbeda suku, bangsa, bahasa, dan
warna kulit untuk saling mengenal dan bertukar pikiran.
c. Mempererat tali ukhwah Islamiyah anatara umat Islam dari berbagai
penjuru dunia.
d. Mendorong seseorang untuk lebih giat dan bersemangat berusaha
mencari bekal yang dapat mengantarkannya ke Makkah. Semangat
bekerja ini dapat pula memperbaiki keadaan ekonominya sendiri.
e. Ibadah haji dan umrah dapat memperkuat kesabaran dan ketahanan
fisik seseorang.93

91
Kementrian Agama Republik Indonesia, Buku Siswa Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah
(Jakarta: Kementrian Agama, 2014), 68-70.
92
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 216.
93
Ibid,.

59

Anda mungkin juga menyukai