Anda di halaman 1dari 19

[ Nama - Nama Pahlawan ]

AMELIA KARTIKA

SMP 5 PADANG PANJANG


Nama – Nama Pahlawan Dan Sebutan

1. Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922


menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan
bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei
1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun[1]; selanjutnya
disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD")

2. Kapitan Pattimura

Pattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni


1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun),
juga dikenal dengan nama Kapitan

3. Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 -
wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6
November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang
Padri pada tahun 1803-1838.
4. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848
– Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang
melawan Belanda pada masa Perang Aceh.

5. Cut Nyak Meutia

Tjoet Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24
Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia
dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964

6. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797atau


1809– meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada
umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai


pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar)
dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin
dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa
wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
7. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari


1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39
tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir
dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangepe. Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar
Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal
dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes
van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia
dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa.

8. Pangeran Diponegoro

Pangeran Dipanegara juga sering dieja Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11


November 1785 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada
umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa
(1825-1830) melawan pemerintah Hindia-Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai
perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

9. Robert Wolter Monginsidi

Robert Wolter Monginsidi (lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, 14


Februari 1925 – meninggal di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, 5 September
1949 pada umur 24 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia
sekaligus pahlawan nasional Indonesia.

10.Oto Iskandar di Nata

Raden Oto Iskandar di Nata (lahir di Bandung, Jawa Barat, 31 Maret


1897 – meninggal di Mauk, Tangerang, Banten, 20 Desember 1945 pada umur 48
tahun) adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia mendapat nama
julukan si Jalak Harupat.

11.Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi
(Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai
wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah
perbatasan Grobogan-Sragen.

12. I Gusti Ngurah Rai

Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang,
Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di
Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun)
adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.

Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan


pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana.
(Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan
Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa
ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)

13.Mahmud Badaruddin II

Sultan Mahmud Badaruddin II (l: Palembang, 1767, w: Ternate, 26 September


1852)[1] adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode
(1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad
Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden
Hasan Pangeran Ratu.

14.Ir Soekarno

Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo)
(lahir di Surabaya[1][2][3][4], Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun)[5] adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat
pada periode 1945–1966.[6] Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[7] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17
Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.

15.Teuku Umar
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah
pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura
bekerjasama dengan Belanda. 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama
pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika
pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan
dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
pasukannya adalah bertempur. Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur
terkena peluru musuh yang menembus dadanya.Jenazahnya dimakamkan
di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh.

16.Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590 – Banda Aceh, Aceh,
27 September 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan
Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.[2] Aceh mencapai kejayaannya
pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang
semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan
pembelajaran tentang Islam.

17.Ismail Marzuki

Ismail Marzuki (lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914 – meninggal di


Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, 25 Mei 1958 pada umur 44 tahun) adalah
salah seorang komponis besar Indonesia. Namanya sekarang diabadikan sebagai
suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasan
Salemba, Jakarta Pusat.

18. Hamengkubuwana IX

Sri Sultan Hamengkubuwana IX (bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono


IX), lahir di Yogyakarta, Hindia-Belanda, 12 April 1912 – meninggal di Washington,
DC, Amerika Serikat, 2 Oktober 1988 pada umur 76 tahun. Ia adalah salah
seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940-1988) dan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan
Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua
antara tahun 1973-1978. Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan
pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

19.Mohammad Yamin

Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat,
24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun)
adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah
dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis
puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji
keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

20.Raden Adjeng Kartini

Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di


Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih
tepat disebut Raden Ayu Kartini[1] adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Sumber Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.


Profil Pahlawan Indonesia

Nama Tokoh                      : Sultan Hasanuddin

Tempat / tanggal lahir    : Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631

Wafat                                    : Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 (39


tahun)

Tempat Makam                : Komplek Pemakaman, Jl. Palantika, Kelurahan


Ketangka, Gowa, Makassar

Deskripsi Perjuangan     : Ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-


kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran
terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada
akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18
November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian
Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin
mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara
ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin
memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan
pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil
menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12
Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan
dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Nama Tokoh                      : Cut Nyak Meutia

Tempat / tanggal lahir    : Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870

Wafat                                    : Alue Kuring, Aceh, 24 Oktober 1910

Tempat Makam                : Alue Kuring, Aceh

Deskripsi perjuangan     : Berjuang melawan Belanda di Aceh bersama suaminya


yang bernama Teuku Muhammad (Teuku Tjik Tunong). Ia melakukan
perlawanan dengan sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos – pos
kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada
tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan
Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.
Nama Lengkap : Kapitan Pattimura

Nama Asli: Thomas Matulessy

Tanggal Lahir: Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783

Meninggal:
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817

Perjuangan : Perlawannya terhadap penjajah Belanda pada tahun 1783.


Perlawannya terhadap penjajahan

Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama
tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng
tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda
menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal
16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.

Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang


tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah
Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya
dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di
tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai
penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.

Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah


Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian.
Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu
malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah
Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti
dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.

Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada


tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti
dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung,
Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat
Sersan.

Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun


1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali
berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk
tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil
pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut,
akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan
diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat
merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.

Nama Pahlawan : Cut Nyak Dien

Tanggal Lahir :  Lampadang, Aceh tahun 1850

Wafat : Sumedang Jawa Barat tahun, 6 November 1908

Makam : Gunung puyuh, Sumedang, Jawa Barat

Perjuangan : Cut Nyak Dien menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik
Ibrahim Lamanga. Namun pada saat pertempuran di Gletarum, Juni 1878, Suami
Cut Nyak Dien (Teuku Ibrahim) gugur. Kemudian Cut Nyak dien bersumpah
hanya akan menerima pinangan dari laki-laki yang bersedia membantu untuk
menuntut balas kematian sang suami.

Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880,
kemenakana ayahnya Seorang pejuang Aceh yang juga cukup disegani oleh
Belanda. Sejak itu Cut Nyak Dien selalu berjuang berama suami barunya, Teuku
Umar (September 1893- Maret 1896). Dalam perjuangannya, Teuku Umar
berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai taktikuntuk memperoleh
senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara Itu Cut Nyak Dien tetap
berjuang melawan Belanda di Kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar
akhirnya bergabung lagi kembali dengan para pejuang setelah taktiknya
diketahui oleh Belanda.

Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh


namun Cut Nyak Dien tetap meneruskan perjuanngannya dengan bergerilya dan
tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang disebutnya “Kafir-Kafir”.

Perjuangannya yang berat karena memaksanya beserta pasukannya keluar masuk


hutan menyebabkan keadaan Cut Nyak Dien drop dan menderita sakit Encok.
Karena kasihan dengan keadaan Cut Nyak Dien, para pengawalnya membuat
kesepakatan dengan Belanda asal “Cut Nyak Dien tidak diperlakukan
sebagaiorang terhormat dan bukan sebagai penjahat perang”

Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering kedatangan tamu dan karenanya
Belanda masih menghkawatirkan pengaruh Cut Nyak Dien sehingga
membuangnya ke Sumedang.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati
baja dan ibu bagi rakyat Aceh.

Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada


Cut Nyak Dien berdasarkan SK Presiden RI No 106/1964.

Nama Pahlawan : Martha Christina Tiahahu

Lahir              : Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800

Wafat              : Laut Maluku, 2 Januari 1818

Makam          : Laut Maluku

Perjuangan :  Christina Martha Siahahu adalah putri dari seorang pemimpin


pejuang rakyat Maluku, Kapitan Paulus Tiahahu. Sejalan dengan semakin
meluasnya perlawanan yang dilakukan Kapitan Pattimura di Saparua, penduduk
di Nusa Laut pun gigih berjuang melawan Belanda. Christina Martha Siahahu
yang saat itu masih amat muda terlah ikut berperang mendampingi ayahnya.
Christina Martha dan ayahnya juga sempat menguasai Benteng Beverwijk.

Belanda kemudian menugaskan perwira angkatan lautnya untuk pergi ke Nusa


Laut untuk memerangi pejuang-pejuang disana. Perlawanan rakyat Nusa Laut
akhirnya dapat dipatahkan dan Benteng Beverwijk  berhasil dikuasai kembali
oleh Belanda pada tanggal 10 November 1817.

Christina dan ayahnya akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda dan mendapatkan
hukuman. Ayahnya mendapat hukuman mati, sementara Christina dibebaskan
oleh Belanda akibat belum cukup umur / terlalu muda. Paulus mengajak anaknya
untuk melihat eksekusi tembak mati yang dilakukan oleh Belanda terhadap
ayahnya, dan Christina melihat itu semua dengan tegar.
Setelah dibebaskan berupaya untuk memberontak lagi. Akhinya ia kembali
ditangkap bersama 39 pemberontak lainnya. Christina Martha Siahahu dihukum
dibuang ke Pulau Jawa. Christina bersama pemberontak lainnya diangkut ke
Pulau Jawa dengan menggunakan kapal Evertzen.
Di atas kapal, Christina Martha Siahahu jatuh sakit. Namun ia menolak untuk
diberi makan dan diobati oleh Belanda sehingga akhirnya ia meninggal dalam
perjalanan. Jenazahnya kemudia secara diam-diam diturunkan ke laut oleh
seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.
Untuk menghormati jasa-jasa Christina Matha  Tiahahu, berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan
gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.

Nama Pahlawan : Pangeran Antasari

Lahir                       : Banjarmasin, 1797


Wafat                      : Bayan Begak, 11 Oktober 1862

Makam                   : Banjarmasin.

Perjuangan          : Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat


Belanda mengangkat Tamjidillah sebgai Sultan Banjar menggantikan Sultan
Adam yang wafat. Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar,
termasuk Pangeran Antasari, menuntut agar Pangeran Hidayatullah, sebagai
pewaris takhta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat
itulah, rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari,
dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda.

Pangeran Antasari ebrhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di


Gunung Jabuk. Pangeran Antasari jugat menyerang tambang batubara Belanda
di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal
Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan Van der Velde dan Letnan
Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran
Antasari dan Tumenggung Suropati.

Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih
pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin
Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat
karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat tanggal 11
Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah di
Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-
besaran terhadap Belanda.

Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari, berdasarkan Surat Keputusan


Presiden RI, No.06/TK/1968, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan
Kemerdekaan Nasionak Kepadanya.

Nama Pahlawan        : Pangeran diponegoro

Lahir                              : Yogyakarta, 11 November 1785

Wafat                             : Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855

Perjuangan                  : Perang Diponegoro terjadi karena saat Belanda


membangun  jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah
rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Ternyata di salah satu
sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal
itu  membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk
melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk
mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. karena dinilai telah
memberontak, pada 20 Juli  1825 Belanda mengepung rumah Diponegoro.
Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit
pasukan Diponegoro di Magelang. Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia
menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka,
Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8
Januari 1855. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil
menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Pangeran Diponegoro menyatakan
bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan.
Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8
Januari 1855.
Nama Pahlawan         : Tuanku Imam Bonjol

Lahir                              : Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772

Wafat                             : Manado, Sulawesi Utara, 8 November 1864

Perjuangan                 : Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki


bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal
dengan nama Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol wafat karena adanya
Perang Paderi. Perang Paderi tarjadi karena pada waktu itu di Minangkabau,
sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum agama)
dengan kaum adat tentang kehidupah bebas para kaum adat seperti berjudi dan
mabuk mabukan. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat
dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak,
Kaum adat lalu meminta bantuan kepada Belanda.

Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau.
Lalu Belanda mulai mendirikan benteng di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi
untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak
pengikut yang membuat Belanda kewalahan. Apalagi pada saat yang bersamaan,
Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga Belanda merasa
perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan kekuatan di
Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-
markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima
perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan
tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-
cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh
Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25
Oktober 1937.

Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur
lalu ke Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjolakhirnya wafat di
Manado pada tanggal 8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya
berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973.
Nama Pahlawan                        : Sisingamangaraja XII

lahir      : Bakara, Tapanuli, 1849

Wafat    : Simsim,17 Juni 1907

Makam : Pulau Samosir

Nama aslinya Patuan Besar Ompu Pulo Batu. Nama  Sisingamaraja XII baru


dipakai pada 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang
mangkat. Sabng ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.
Febuari 1878, Sisingamaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan
Kolonial Belanda. Ini dilakukan untuk mempertahankan daerah kekuasaannya di
tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai dari penyerangan terhadap pos-pos
Belanda lainnya terus berlangsung di antaranya sebagai berikut:

–          Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukan
Sisingamaraja.

–          Tahun 1884, pos Belanda  berhasil memperkuat pasukan bdan


persenjataannya. Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak
danb terkepung. Pada pertempuran inilah Sisingamaraja XII gugur tepatnya
padab tanggal 17 Juni 1907. Bersama-sama dengan purinya (Lopian) dan dua
orang putranya (Patuan Nagari dan Putaun Anggi)

Sisingamaraja kemudian dimakamkan di Balige dan selanjutnya kembali


dipindahkan ke pulau Samosir. Sisingamaraja dianugrahi gelar pahlawan
kemerdekaan nasional  berdasarkan SK Presiden RI No.590/1991.
Nama Pahlawan         : Teuku Umar

Lahir                              : 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di


Meulaboh, Aceh Barat, Indonesia.

Wafat                             :  Meulaboh, 11 Februari 1899

Perjuangan                 : Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang


pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun
1899.Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri
pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim
Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan
Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta
dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan
serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya
adalah anak perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat
pengungsian karena orang tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.

Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu
tahun kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada
tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat
memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar
berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien
pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu.

Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar
sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk
dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar
sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk
legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.

Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar sebenarnya pernah menundukkan


pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara
pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah memberitahukan terlebih
dahulu kepada para pejuang Aceh. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu,
pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang
prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya akhirnya
dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn.
Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer
Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir
peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.

Dengan kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang


berbalik kembali membela rakyat Aceh. Siasat dan strategi perang yang amat
lihai tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu
yang amat kuat dan sangat sukar ditaklukkan. Pada saat itu, perjuangan Teuku
Umar mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud yang
bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam pertempuran
tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda.
Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku
Umar. Van Heutsz diperintahkan agar mengerahkan pasukan secara besar-
besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke daerah
Melaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang,
yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.

Advertisements

Anda mungkin juga menyukai