AMELIA KARTIKA
1. Ki Hadjar Dewantara
2. Kapitan Pattimura
Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 -
wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6
November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang
Padri pada tahun 1803-1838.
4. Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848
– Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh,
Sumedang) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang
melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Tjoet Nyak Meutia (Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 - Alue Kurieng, Aceh, 24
Oktober 1910) adalah pahlawan nasional Indonesia dari daerah Aceh. Ia
dimakamkan di Alue Kurieng, Aceh. Ia menjadi pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964
6. Pangeran Antasari
8. Pangeran Diponegoro
Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi
(Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai
wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah
perbatasan Grobogan-Sragen.
Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang,
Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di
Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun)
adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.
13.Mahmud Badaruddin II
14.Ir Soekarno
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo)
(lahir di Surabaya[1][2][3][4], Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun)[5] adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat
pada periode 1945–1966.[6] Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[7] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17
Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
15.Teuku Umar
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah
pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura
bekerjasama dengan Belanda. 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama
pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika
pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan
dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
pasukannya adalah bertempur. Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur
terkena peluru musuh yang menembus dadanya.Jenazahnya dimakamkan
di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh.
16.Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590 – Banda Aceh, Aceh,
27 September 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan
Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.[2] Aceh mencapai kejayaannya
pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang
semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan
pembelajaran tentang Islam.
17.Ismail Marzuki
18. Hamengkubuwana IX
19.Mohammad Yamin
Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat,
24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun)
adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah
dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis
puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji
keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.
Meninggal:
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama
tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng
tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda
menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal
16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perjuangan : Cut Nyak Dien menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik
Ibrahim Lamanga. Namun pada saat pertempuran di Gletarum, Juni 1878, Suami
Cut Nyak Dien (Teuku Ibrahim) gugur. Kemudian Cut Nyak dien bersumpah
hanya akan menerima pinangan dari laki-laki yang bersedia membantu untuk
menuntut balas kematian sang suami.
Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880,
kemenakana ayahnya Seorang pejuang Aceh yang juga cukup disegani oleh
Belanda. Sejak itu Cut Nyak Dien selalu berjuang berama suami barunya, Teuku
Umar (September 1893- Maret 1896). Dalam perjuangannya, Teuku Umar
berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai taktikuntuk memperoleh
senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara Itu Cut Nyak Dien tetap
berjuang melawan Belanda di Kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar
akhirnya bergabung lagi kembali dengan para pejuang setelah taktiknya
diketahui oleh Belanda.
Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering kedatangan tamu dan karenanya
Belanda masih menghkawatirkan pengaruh Cut Nyak Dien sehingga
membuangnya ke Sumedang.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati
baja dan ibu bagi rakyat Aceh.
Christina dan ayahnya akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda dan mendapatkan
hukuman. Ayahnya mendapat hukuman mati, sementara Christina dibebaskan
oleh Belanda akibat belum cukup umur / terlalu muda. Paulus mengajak anaknya
untuk melihat eksekusi tembak mati yang dilakukan oleh Belanda terhadap
ayahnya, dan Christina melihat itu semua dengan tegar.
Setelah dibebaskan berupaya untuk memberontak lagi. Akhinya ia kembali
ditangkap bersama 39 pemberontak lainnya. Christina Martha Siahahu dihukum
dibuang ke Pulau Jawa. Christina bersama pemberontak lainnya diangkut ke
Pulau Jawa dengan menggunakan kapal Evertzen.
Di atas kapal, Christina Martha Siahahu jatuh sakit. Namun ia menolak untuk
diberi makan dan diobati oleh Belanda sehingga akhirnya ia meninggal dalam
perjalanan. Jenazahnya kemudia secara diam-diam diturunkan ke laut oleh
seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.
Untuk menghormati jasa-jasa Christina Matha Tiahahu, berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan
gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
Makam : Banjarmasin.
Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih
pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin
Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat
karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat tanggal 11
Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah di
Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-
besaran terhadap Belanda.
Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau.
Lalu Belanda mulai mendirikan benteng di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi
untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak
pengikut yang membuat Belanda kewalahan. Apalagi pada saat yang bersamaan,
Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga Belanda merasa
perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan kekuatan di
Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-
markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima
perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan
tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-
cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh
Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25
Oktober 1937.
Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur
lalu ke Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjolakhirnya wafat di
Manado pada tanggal 8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya
berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973.
Nama Pahlawan : Sisingamangaraja XII
– Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukan
Sisingamaraja.
Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu
tahun kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada
tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat
memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar
berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien
pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu.
Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar
sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk
dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar
sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk
legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
Advertisements