Anda di halaman 1dari 8

GAMBAR TOKOH-TOKOH PAHLAWAN

1. Pahlawan Nasional Dr. (HC) Ir. Soekarno dan Dr (HC) Drs. Mohammad Hatta sebagai gambar
utama pada bagian depan rupiah kertas dengan pecahan Rp100 ribu. Soekarno (lahir dengan nama
Koesno Sosrodihardjo) lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Juni 1901. Ia meninggal di Jakarta pada 21
Juni 1970 saat berumur 69 tahun. Ia adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode
1945-1966. Sebagai Bapak Bangsa, ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan Indonesia dari
penjajahan Belanda. Sedangkan Mohammad Hatta (lahir dengan nama Mohammad Athar) lebih populer
sebagai Bung Hatta. Ia lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12 Agustus 1902 dan meninggal di
Jakarta, pada14 Maret 1980. Saat itu ia berumur 77 tahun. Bung Hatta merupakan pejuang, negarawan,
ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama.

2. Pahlawan Nasional Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas
dengan pecahan Rp50 ribu. Ir. Raden Haji Djoeanda Kartawidjaja lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada
14 Januari 1911 dan meninggal di Jakarta pada 7 November 1963 saat berumur 52 tahun. Ia adalah
Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir. Ia menjabat dari 9 April 1957 hingga 9 Juli
1959. Setelah itu ia menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I.

3. Pahlawan Nasional Dr. G.S.S.J. Ratulangi sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas dengan
pecahan Rp20 ribu. Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, atau lebih dikenal dengan nama Sam
Ratulangi, lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta pada 30
Juni 1949. Saat itu ia berumur 58 tahun. Ia merupakan seorang aktivis kemerdekaan Indonesia dari
Sulawesi Utara. Sam Ratulangi juga sering disebut-sebut sebagai tokoh multidimensional.

4. Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas dengan
pecahan Rp10 ribu.Frans Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, Papua, pada 10 Oktober 1921 dan meninggal di
Jayapura, Papua, pada 10 April 1979. Saat itu berumur 57 tahun. Ia adalah pahlawan nasional Indonesia
dari Papua.
Frans terlibat dalam Konferensi Malino tahun 1946 yang membicarakan mengenai pembentukan
Republik Indonesia Serikat sebagai wakil dari Papua. Ia mengusulkan nama Irian, kata dalam bahasa
Biak yang berarti beruap.

5. Pahlawan Nasional Dr. K.H. Idham Chalid sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas dengan
pecahan Rp5.000. Dr. KH. Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan pada 27 Agustus 1921 dan
meninggal di Jakarta pada 11 Juli 2010 pada umur 88 tahun. Ia adalah salah satu politisi Indonesia yang
berpengaruh pada masanya. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet
Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda, dan juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-4

6. Pahlawan Nasional Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas
dengan pecahan Rp2.000. Mohammad Husni Thamrin lahir di Jakarta pada 16 Februari 1894 dan
meninggal di Jakarta pada 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun. Ia adalah seorang politisi era Hindia
Belanda yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia.

7. Pahlawan Nasional Tjut Meutia sebagai gambar pada bagian depan rupiah kertas dengan pecahan
Rp1.000. Tjut Meutia lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, pada 1870 dan meninggal di Alue Kurieng,
Aceh, pada 24 Oktober 1910. Ia awalnya melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya
Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Perjuangan melawan penjajah pun Tjut Meutia lakukan
bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju
Gayo melewati hutan belantara.

8. Pahlawan Nasional Mr. I Gusti Ketut Pudja sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam dengan
pecahan Rp1.000. I Gusti Ketut Pudja lahir di Bali, 19 Mei 1908 dan meninggal di Jakarta, 4 Mei 1977
pada umur 68 tahun. Ia ikut serta dalam perumusan negara Indonesia melalui Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia mewakili Sunda Kecil (saat ini Bali dan Nusa Tenggara) dan nenjadi Gubernur
Sunda Kecil pertama.

9. Pahlawan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang sebagai gambar pada
bagian depan rupiah logam dengan pecahan Rp500. Tahi Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal
dengan nama T.B. Simatupang lahir di Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920 – meninggal di
Jakarta, 1 Januari 1990 pada umur 69 tahun. Ia adalah seorang tokoh militer dan Gereja di Indonesia.
Simatupang pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik
Indonesia (KASAP).

10 Pahlawan Nasional Dr. Tjipto Mangunkusumo sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam
dengan pecahan Rp200. Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Pecangaan, Jepara, Jawa Tengah, 1886 –
meninggal di Jakarta, 8 Maret 1943. Ia adalah seorang tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara ia dikenal sebagai "Tiga Serangkai"
yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis terhadap pemerintahan penjajahan
Hindia Belanda. Ia adalah tokoh dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali
mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda.

11. Pahlawan Nasional Prof.Dr.Ir. Herman Johanes sebagai gambar pada bagian depan rupiah logam
dengan pecahan Rp100.Herman Johannes lahir di Rote, NTT, 28 Mei 1912 – meninggal di Yogyakarta,
17 Oktober 1992 pada umur 80 tahun. Ia adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru besar
Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia pernah menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan
Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan
Menteri Pekerjaan Umum ke-7 (1950-1951).

Pada Uang Lama

Sultan Mahmud Badarudin II


Sultan Mahmud Badaruddin II (lahir: Palembang, 1767, wafat: Ternate, 26 September 1852) adalah
pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah
masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum
menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali
memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng.
Pada tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II
dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara
internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan
10.000-an yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005. Penggunaan gambar
SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut
digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik
panitia penyelenggara lomba lukis wajah SMB II.

Patimura

Pattimura(atau Thomas Matulessy)


(lahir di Hualoy, Seram Selatan,
Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di
Ambon, Maluku, 16 Desember 1817
pada umur 34 tahun), juga dikenal
dengan nama Kapitan Pattimura
adalah pahlawan Ambon dan
merupakan Pahlawan nasional
Indonesia. Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di
laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya,
Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda
tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah
Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat
dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang
akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember
1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai
“PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia.

Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi,


Kesultanan Banjar, 1809 – meninggal di Bayan
Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada
umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah Sultan Banjar. Pada
14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai
pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur)
penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati
Jaya Raja. Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang
batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan
dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan
pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam
Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu. Pertempuran yang
berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung
terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan
persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah
memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh. Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran
Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang
ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861. “...dengan
tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang
terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...” Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai
Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No.
06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari
dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan P.
Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan
mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000.

Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman,


Sumatera Barat, Indonesia 1772 - wafat dalam
pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng,
Minahasa, 6 November 1864), adalah salah
seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda dalam peperangan
yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6
November 1973.

Oto Iskandardinata

Oto Iskandardinata pada 31 Maret 1897 di


Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Oto
adalah keturunan bangsawan Sunda bernama
Nataatmadja. Oto adalah anak ketiga dari
sembilan bersaudara. Dalam kegiatan
pergarakannya di masa sebelum kemerdekaan,
Oto pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Budi
Utomo cabang Bandung pada periode 1921-1924, serta sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang
Pekalongan tahun 1924. Ketika itu, ia menjadi anggota Gemeenteraad ("Dewan Kota") Pekalongan
mewakili Budi Utomo. Oto juga aktif pada organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia
menjadi Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-1942.
Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan,
dan pemberdayaan perempuan. Oto juga menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat", semacam DPR)
yang dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941. Pada masa penjajahan Jepang, Oto
menjadi Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI
yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai lembaga-lembaga yang membantu
persiapan kemerdekaan Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan, Oto menjabat sebagai Menteri
Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas mempersiapkan
terbentuknya BKR dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam melaksanakan
tugasnya, Oto diperkirakan telah menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia menjadi
korban penculikan sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian hilang dan
diperkirakan terbunuh di daerah Banten. Oto Iskandar di Nata diangkat sebagai Pahlawan Nasional
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November
1973. Sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di Lembang, Bandung bernama "Monumen Pasir
Pahlawan" didirikan untuk mengabadikan perjuangannya. Nama Oto Iskandar di Nata juga diabadikan
sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia.

Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai

Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir


di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung,
Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 –
meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia,
20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah
seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten
Badung, Bali.Ngurah Rai memiliki pasukan yang
bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan
Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti
"Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan,
Bali). Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik
Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Mon umen de Kleine Sunda Eilanden,
Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari
beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang
staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku
"Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti
Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November
1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990). Pemerintah Indonesia
menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya
kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.

Anda mungkin juga menyukai