Anda di halaman 1dari 7

10 PAHLAWAN INDONESIA

1.Jenderal Soedirman(Jenderal Besar TNI/Anumerta)


Lahir pada tahun dan Meninggal

Soedirman tidak hanya tercatat sebagai Panglima Tentara dan


Jenderal Republik Indonesia pertama, tetapi juga menjadi yang termuda dalam sejarah.Pada usia 31
tahun, dia sudah bergabung dengan para pahlawan kemerdekaan yang lain untuk berjuang mengusir
penjajah Jepang, Belanda dan sekutu.

2.Jamin Ginting
Lahir pada tahun 1921 dan Meninggal 1974
Pejuang Kemerdekaan menentang pemerintah Hindia Belanda di tanah karo,
Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting (12 Januari 1921 – 23
Oktober 1974), adalah seorang tokoh pejuang
kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia
Belanda di Tanah Karo. Dia diangkat sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo pada
tanggal 7 November 2014.
Memimpin pasukan setelah kekalahan Jepang
Rencana Jepang untuk memanfaatkan putra-putra Karo
memperkuat pasukan Jepang kandas setelah Jepang
menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II. Jepang
menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia dan kembali pulang ke Jepang. Sebagai
seorang komandan, Djamin Ginting bergerak cepat untuk mengkonsolidasi pasukannya. Dia
bercita cita untuk membangun satuan tentara di Sumatra Utara. Dia menyakinkan
anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing masing. Ia memohon kesediaan
mereka untuk membela dan melindungi rakyat Karo dari setiap kekuatan yang hendak
menguasai daerah Sumatra Utara. Situasi politik ketika itu tidak menentu.
Pasukan Belanda dan Inggris masih berkeinginan untuk menguasai daerah Sumatra.
3.SISINGAMANGARAJA XII
Lahir pada tanggal 1849 dan Meninggal 1907

Pemimpin Batak yang melakukan kampanye gerilyawan melawan


pasukan kolonial Belanda Perlawanan kepada Belanda Pada
Februari 1878, Sisingamangaraja XII mulai melawan Belanda
untuk mempertahankan daerah kekuasaannya di Tapanuli.
Penyerangan dimulai dari pos-pos Belanda di Bakal Batu,
Tarutung. Sejak saat itu penyerangan terhadap pos-pos yang lain
terus berlangsung, seperti:
Pos Belanda di Uluan dan Balinge berhasil diserang pasukan
Sisingamangaraja pada Mei 1833. Pos Belanda di Tangga Batu
berhasil dihancurkan pada 1884. Melihat tindakan
Sisingamangaraja XII, Belanda tidak tinggal diam. Pada tahun
1907, Belanda berhasil memperkuat pasukannya dengan
persenjataan lengkap dan siap melakukan penyerangan ke daerah Pak-Pak. Penyerangan tersebut
membuat Sisingamangaraja XII kewalahan dan terkepung. Kejadian tersebut membuat
Sisingamangaraja XII gugur dalam pertempuran melawan Belanda.
Dalam buku Kumpulan Pahlawan Indonesia (2012) oleh Mirnawati, wafatnya Sisingamangaraja
terjadi pada 17 Juni 1907 dan dimakamkan di daerah Balige, kemudian dipindah ke Pulau Samosir.
Berdasarkan SK Presiden No.590/1961 tanggal 9 November 1961, pemerintah menganugerahi gelar
Pahlawan Nasional kepada Sisingamangaraja XII . Selain itu, untuk mengenang perjuangannya,
Sisingamangaraja XII diabadikan menjadi nama jalan di beberapa kota di Indonesia dan digunakan
dalam pecahan uang kertas Rp 1.000 pada tahun 1987.

4.Tahi Bonar Simatupang/T.B.Simatupang


Lahir pada tahun 1920 dan Meninggal pada tahun 1990
Jenderal yang menjabat sebagai ketua staff dari 1950 sampai 1954
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Tahi Bonar Simatupang atau
yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang (28
Januari 1920 – 1 Januari 1990)[1] adalah seorang
tokoh militer di Indonesia.
Simatupang pernah ditunjuk
oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan
Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah Panglima
Besar Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia
menjadi KASAP hingga tahun 1953. Jabatan KASAP secara
hierarki organisasi pada waktu itu berada di atas Kepala
Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara[2] dan berada di
bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Simatupang meninggal dunia pada tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang.[4] Saat ini namanya
diabadikan sebagai salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia,
mengabadikan beliau di pecahan uang logam rupiah baru.
5.Teuku Umar
Lahir pada tahun 1854 dan meninggal 1899
Pemimpin gerilyawan Aceh yang melakukan perlawanan terhadap pasukan kolonial Belanda;
suami Cut Nyak Dhien
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899)
adalah pahlawan asal Aceh yang berjuang dengan cara berpura-
pura bekerja sama dengan Belanda dan terkenal akan strategi
perang gerilyanya. Ia melawan Belanda ketika telah
mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.

Perang Aceh
Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta
berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru
menginjak 19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri,
kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih
muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai
keuchik gampong(kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah,
anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya,
Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV
Mukim.
Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku Nanta
Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam
peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama
melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda.

6.Wahid Hasyim
Lahir pada tahun 1914 dan meninggal 1953
Pemimpin Nahdlatul Ulama, Menteri Agama Indonesia pertama
K. H. Abdul Wahid Hasjim (EYD: Abdul Wahid Hasyim; 1 Juni
1914 – 19 April 1953) adalah pahlawan nasional Indonesia dan
menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Ia adalah ayah dari
presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak
dari Mohammad Hasyim Asy'ari, salah satu pahlawan
nasional Indonesia. Wahid Hasjim dimakamkan di
Tebuireng, Jombang.

Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la


Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada
zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan Jepang yaitu
tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia merintis
pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam mewujudkan
kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi
Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang
kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan, politik,
kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah ke-Islaman dan ke-
Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun.

7.Yos Sudarso
Lahir pada tahun 1925 dan Meninggal pada tahun 1962
Komodor Angkatan Laut, terbunuh saat konfrontasi dengan Belanda di Nugini Belanda
Laksamana Madya TNI (Ant.) Yosaphat Soedarso (24
November 1925 – 15 Januari 1962) adalah
seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia gugur di atas KRI
Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah
ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada
Belanda pada masa kampanye Trikora. Namanya kini
diabadikan menjadi nama KRI dan pulau.

Kehidupan pribadi
Perangko memperingati Yos Sudarso keluaran tahun
1974
Yos Soedarso menganut agama Katolik, dan menikah
dengan Siti Kustini (1935-2006) pada tahun 1955 dan
meninggalkan lima orang anak (dua di antaranya
meninggal).
8.Zainal Mustafa
Lahir pada tahun 1907 dan meninggal 1944
Pemimpin Islam yang melakukan perlawanan terhadap pasukan pendudukan Jepang
K.H. Zainal Mustafa (lahir di Bageur,
Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, 1899 – meninggal
di Jakarta, 28 Oktober 1944) adalah salah satu pahlawan
nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Tasikmalaya.
Zaenal Mustofa adalah pemimpin
sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam perta
ma dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan
terhadap pemerintahan Jepang. Nama kecilnya Hudaemi.
Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan
Nawapi dan Ny. Ratmah, di kampung Bageur, Desa
Cimerah, Kecamatan Singaparna (kini termasuk wilayah
Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame)
Kabupaten Tasikmalaya (ada yang menyebut ia lahir tahun 1901 dan
Ensiklopedia Islam menyebutnya tahun 1907, sementara tahun yang tertera di atas
diperoleh dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang
Jawa Barat). Namanya menjadi Zaenal Mustofa setelah ia menunaikan ibadah haji pada
tahun 1927.
9.Sutoyo Siswomiharjo
Lahir pada tahun 1922 dan meninggal pada tahun 1965
Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo (28
Agustus 1922 – 1 Oktober 1965) adalah seorang perwira
tinggi TNI-AD yang diculik dan kemudian dibunuh dalam
peristiwa Gerakan 30 September di Indonesia.
Sutoyo lahir di Kebumen, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan
sekolahnya sebelum invasi Jepang pada tahun 1942, dan
selama masa pendudukan Jepang, ia belajar tentang
penyelenggaraan pemerintahan di Jakarta.[1] Dia kemudian
bekerja sebagai pegawai pemerintah di Purworejo, namun
mengundurkan diri pada tahun 1944.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945,
Sutoyo bergabung ke dalam bagian Polisi Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Hal ini
kemudian menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia
diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus
mengalami kenaikan pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala
staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini selama dua tahun sebelum
diangkat menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah
pelatihan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 hingga
1960, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian karena
pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer
utama.
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September yang dipimpin oleh
Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta
Pusat. Mereka masuk melalui garasi di samping rumah. Mereka memaksa pembantu untuk
menyerahkan kunci, masuk ke rumah itu dan mengatakan bahwa Sutoyo telah dipanggil
oleh Presiden Soekarno. Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang
Buaya.[4][5] Di sana, dia dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak
terpakai. Seperti rekan-rekan lainnya yang dibunuh, mayatnya ditemukan pada 4 Oktober
dan dia dimakamkan pada hari berikutnya. Dia secara anumerta dipromosikan menjadi
Mayor Jenderal dan menjadi Pahlawan Revolusi.

10.Supriyadi
Lahir pada tahun 1925 dan meninggal pada tahun 1945

Kehidupan awal
Pemimpin pemberontakan melawan pasukan pendudukan
Jepang di Blitar
Soeprijadi atau dikenal dengan nama Sodancoh
Soeprijadi (lahir di Trenggalek, 13 April 1923 –
menghilang 14 Februari 1945, dinyatakan meninggal 9
Agustus 1975) adalah pahlawan nasional Indonesia dan
pemimpin pemberontakan pasukan Pembela Tanah
Air (PETA) terhadap pasukan
pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk
sebagai Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet
Presidensial, tetapi digantikan oleh Imam Muhammad
Suliyoadikusumo pada 20 Oktober 1945 karena Supriyadi
tidak pernah muncul. Bagaimana dan di mana Supriyadi
wafat, masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Supriyadi lahir di Jawa Timur, Hindia Belanda, pada tanggal 13 April 1923. Sesudah
menamatkan Europeesche Lagere School (setingkat Sekolah Dasar), Soeprijadi melanjutkan
pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setingkat Sekolah Pertama), dan kemudian
memasuki Sekolah Pamong Praja di Magelang. Namun, Jepang menyerbu Hindia
Belanda sebelum ia lulus. Ia kemudian mengikuti pelatihan Seimendoyo di Tangerang, Jawa
Barat.

Keterlibatan dengan PETA


Pada Oktober 1943, Jepang mendirikan milisi PETA untuk membantu tentara Jepang
menghadapi Sekutu. Supriyadi bergabung dengan PETA dengan pangkat shodancho atau
komandan peleton, dan setelah mengikuti pelatihan ditugaskan di Blitar, Jawa Timur. Ia
ditugaskan mengawasi pekerja romusha. Penderitaan pekerja-pekerja tersebut mendorongnya
untuk memberontak melawan Jepang.

Pemberontakan Blitar
Saat Soekarno sedang mengunjungi orangtuanya di Blitar, pasukan PETA memberitahunya
bahwa mereka sedang merencanakan pemberontakan dan meminta pendapat Soekarno.
Soekarno meminta mereka untuk mempertimbangkan akibatnya, tetapi Supriyadi yakin
pemberontakan akan berhasil.
Pada 14 Februari 1945, tentara PETA mulai memberontak. Namun, Jepang berhasil
memadamkan pemberontakan ini. Enam (atau delapan) orang dihukum mati dan sisanya
dipenjara antara tiga tahun hingga seumur hidup. Namun, Supriyadi tidak dihukum mati. Ada
yang mengatakan Supriyadi melarikan diri dan bersembunyi dari Jepang dan tidak pernah
ditemukan sesudahnya

Hilang
Pada 6 Oktober 1945, pemerintah Indonesia yang baru didirikan menyatakan Supriyadi sebagai
Menteri Keamanan Rakyat. Namun, ia tidak pernah muncul, dan pada tanggal 20 Oktober
digantikan oleh menteri ad interim Imam Muhammad Suliyoadikusumo. Hingga kini nasibnya
masih misterius.

Anda mungkin juga menyukai