Anda di halaman 1dari 14

1.

SULTAN HASANUDDIN

Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631 dan meninggal
pada 12 Juni 1670 di usia 39 tahun. Beliau adalah Raja Gowa ke-16 yang terlahir dengan nama
Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Sultan Hasanuddin
dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang berarti Ayam Jantan dari Timur. Beliau
melajutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan monopolo perdagangan
di Indonesia bagian timur.

2. TEUKU UMAR

Teuku Umar lahir di Meulaboh tahun 1854 dan wafat pada 11 Februari 1899. Teuku Umar
berjuang dengan berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Beliau juga terkenal dengan strategi
perang gerilyanya. Beliau melawan Belanda saat sudah mengumpulkan uang dan senjata yang
cukup banyak. Sejak kecil Teuku Umar dikenal sebagai anak yang cerdas dan pemberani.
Meskipun tidak pernah menempuh pendidikan formal, beliau mampu menjadi pemimpin yang
kuat, cerdas, dan pemberani.

3. TUANKU IMAM BONJOL


Tuanku Imam Bonjol yang memiliki nama asli Muhammada Shahab merupakan pahlawan
nasional dari Sumatera Barat. Imam Bonjol dilahirkan di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat tahun
1772. Beliau wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotta, Pineleng, Minahasa pada 6
November 1864. Beliau adalah sosok ulama sekaligus pemimpin dan pejuang yang berperang
melawan Belanda dalam Perang Padri (1803-1838).

4. MARTHA CHRISTINA TIAHAHU

Martha Christina Tiahahu adalah pahlawan wanita yang lahir di Nusa Laut, Maluku pada
tanggal 4 Januari 1800. Sosok pejuang wanita ini meninggal di usianya yang ke-17 di Laut
Banda, Maluku pada 2 Januari 1818. Beliau masih berusia 17 tahun saat berjuang bersama
Ayahnya (Kapitan Paulus Tiahahu) melawan Belanda. Beliau adalah seorang puteri remaja yang
langsung terjun dalam medan pertempuran melawan Belanda pada Perang Pattimura tahun 1817.
Ia dikenal sebagai pahlawan nasional wanita yang pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita
perjuangannya.

5. CUT NYAK MEUTIA

Cut Nyak Meutia lahir Aceh Utara tahun 1870. Sosok pahlawan kemerdekaan wanita asal
Aceh ini melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya (Teuku Muhammad).
Suaminya berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum
meninggal, suaminya berwasiat agar sahabatnya (Pang Naggroe) menikahi istrinya dan merawat
anaknya Teuku Raja Sabi. Selanjutnya Cut Nyak Meutia pun menikah dengan Pang Nanggroe
dan melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Beliau akhirnya gugur pada pertempuran di Alue
Kurieng pada 24 Oktober 1910.

6. PANGERAN ANTASARI

Pangeran Antasari dilahirkan di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar pada 1797 atau 1809. Beliau
meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda pada 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun. Beliau
adalah Sultan Banjar sekaligus pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar
bagian utara. Para panglima Dayak, pejuang, alim ulama, bangsawan Banjar, dan seluruh rakyat
secara sepakat mengangkat Pangeran Antasari menjadi “Panembahan Amiruddin Khalifatul
Mukminin”.

7. I GUSTI NGURAH RAI

I Gusti Ngurah Rai lahir di Badung, Bali pada 30 Januari 1917 dan meninggal di Marga,
Tabanan, Bali pada 20 November 1946 di usianya yang ke-29 tahun. Beliau memiliki pasukan
yang bernama Ciung Wanara yang melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama
Puputan Margarana. Beliau adalah salah satu pahlawan nasional dari Bali yang berperan penting
bagi kemerdekaan Indonesia.
8. SULTAN AGENG TIRTAYASA

Sultan Ageng Tirtayasa (Pangeran Surya) lahir di Kesultanan Banten tahun 1631 dan
meninggal di Batavia, Hindia Belanda tahun 1692 pada usia 60-61 tahun. Sultan Ageng
Tirtayasa adalah Sultan Banten ke-6 yang memimpin Kesultanan Banten pada periode 1651-
1683. Beliua banyak memimpin perlawanan terhadapa Belanda. Pada saat beliau memerintah,
VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten.

9. H AHMAD DAHLAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis lahir di Yogyakarta, 1 Agusutus 1868 dan
meninggal pada 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun. Beliau adalah sosok yang
membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan.
Ahmad Dahlan berperan dalam pendirian Muhammadiyah yang berperan mempelopori amal
usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam.
10. O.S COKROAMINOTO

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur pada 16 Agustus
1883. Beliau meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 di usianya yang ke-51 tahun.
H.O.S. adalah salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam (SI).
Sosok ini diberi gelar De Ongekroonde van Java atau “Raja Jawa Tanpa Mahkota” oleh Belanda.
Beliau adalah sosok pelopor pergerakan Indonesia dan guru para pemimpin besar bangsa
Indonesia.

11. H. A SALIM

Haji Agus Salim lahir di Agam, Sumatera Barat pada  Oktober 1884 dan meninggal di
Jakarta pada 4 November 1954 pada umur 70 tahun. Haji Agus Salim terjuan dalam dunia
jurnalistik sejak tahun 1915. Selain itu, beliau juga terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin
Sarekat Islam.
12. SOEKARNO

Soekarno dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada 6 Juni 1901. Soekarno meninggal di
Jakarta pada 21 Juni 1970 pada usia ke 69 tahun. Soekarno adalah presiden pertama Republik
Indonesia pada periode 1945 – 1967. Sosok Soekarno adalah sosok yang berperan penting dalam
kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Bersama dengan Mohammad Hatta,
Soekarno adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.

13. MOHAMMAD HATTA

Mohammad Hatta atau yang lebih akrab disapa Bung Hatta lahir di Fort de Kock
(sekarang menjadi Bukittingi, Sumatera Barat), Hindia Belanda pada 12 Agustus 1902. Beliau
meninggal pada usia 77 tahun di Jakarta, 14 Maret 1980. Bung Hatta adalah sosok pahlawan
kemerdekaan dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bersama dengan Soekarno, Bung
Hatta memproklamasika kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945. Mohammada
Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada 23 Oktober 1986 melalui
Keppres Nomor 081/TK/1986.
14. JENDERAL AHMAD YANI

Jenderal TNI Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922. Pada 1962, ia
diangkat Presiden Sukarno menjadi Panglima Angkatan Darat keenam, menggantikan Abdul
Haris Nasution.

Pria yang wafat dalam usia 43 tahun ini sempat ke Amerika Serikat untuk menempuh
pendidikan di Kansas. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Ahmad Yani memiliki
kemampuan mengenai operasi gabungan yang pertama kali dipraktikan dalam menumpas
Permesta di Sumatra Barat dalam Operasi 17 Agustus.

Pada 1 Oktober 1965, Ahmad Yani diculik dan dibunuh hingga jenazahnya dibawa ke
Lubang Buaya. Usai jenazahnya ditemukan, pada 5 Oktober 1965, Ahmad Yani dianugerahi
Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan menjadi Anumerta. Kini, namanya diabadikan
sebagai sejumlah nama jalan di berbagai daerah di Indonesia.

15. LETJEN R SOEPRAPTO

Letjen R Soeprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1920. Pada masa
pemerintahan Jepang di Indonesia, ia sempat ditawan dan dimasukkan ke dalam penjara, namun
berhasil kabur. Menjelang wafat, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah
Sumatra.

Pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta,
jenazahnya juga dimasukan ke dalam Lubang Buaya. Usai ditemukan, jenazahnya dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Namanya juga diabadikan sebagai
nama jalan di berbagai daerah.
16. MAYJEN S PARMAN

Mayjen S Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Semasa
hidupnya, ia pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat pada 1951. Ia juga pernah
menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta (Desember 1945), Kepala Staf
Gubernur Militer Jakarta Raya (1949), Kepala Staf G (1950), hingga Atase Militer RI di London
(1959).

Menjelang wafat, S Parman menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan


Darat (Men/Pangad) dengan pangkat mayor jenderal. Ia juga gugur pada 1 Oktober 1965 dan
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Untuk mengenang jasa S Parman, namanya juga
diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.

17. MT HARYONO

Mas Tirtodarmo (MT) Haryono merupakan pahlawan revolusi yang lahir di Surabaya, 20
Januari 1924. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, MT Haryono mampu menguasai
empat bahasa yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Belanda. Berkat kemampuan
tersebut, ia sering dibutuhkan dalam perundingan dengan Belanda maupun Inggris.

Ia sempat bertugas di Belanda sebagai Atase Militer Indonesia. Namun, ia kembali ke


Indonesia untuk beragam tugas hingga akhirnya pada 1964 diangkat Presiden Sukarno sebagai
Deputy III Menteril Panglima Angkatan Darat.

Pada 1 September 2020, MT Haryono menjadi salah satu jenderal yang hendak diculik.
Pada saat kejadian, ia disebut sempat melawan, namun tertembak. Jenazahnya kemudian juga
dibawa ke Lubang Buaya, hingga jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata setelah ditemukan.
Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan.
18. D.I PANJAITAN

Donald Izacus (D.I) Panjaitan lahir di Sitorang, Balige pada 10 Juni 1925. Mengutip situs
Pemprov DKI Jakarta, DI Panjaitan merupakan sosok yang gemar musik klasik dan penganut
Protestan yang taat.

Sesudah pengakuan kedaulatan, ditunjuk sebagai Kepala Operasi di Medan dan lalu dipindahkan
ke Territorium II (Sumatra Selatan). Pernah menjabat Atase Militer di Bonn (Jerman Barat)
untuk selanjutnya ditugaskan lagi sebagai Deputy I KASAD dengan pangkat Kolonel.

Sewaktu menjabat Asisten IV/Men Pangad, ia mengikuti pendidikan Associate Command and
General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat selama enam bulan
(Desember 1963-Juni 1964).

Ia juga gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September itu. Setelah wafat, pangkatnya
dinaikkan menjadi Mayor Jenderal Anumerta, dengan diberi gelar pahlawan revolusi, serta
namanya diabadikan sebagai nama jalan.

19. SUTOYO SISWOMIHARDJO


Pahlawan revolusi ini lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 23 Agustus 1922. Sebelum
menjadi tentara, ia sempat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Kabupaten Purworejo,
namun berhenti dengan hormat pada 1944.

Pasca-proklamasi kemerdekaan, ia masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian


kepolisian yang berkembang jadi Corps Polisi Militer (CPM). Pada Juni 1946, ia diangkat
menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto yang ketika itu menjadi Komandan Polisi Tentara (PT).

Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Sutoyo terus mengabdikan diri di lingkungan
CPM usai pengakuan kedaulatan. Pada 1954, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar
Polisi Militer. Dua tahun kemudian ia bertugas di London sebagai Asisten Atase Militer RI untuk
Inggris.

Setelah kembali ke tanah air, ia mengikuti Kursus C Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung. Kemudian ia diangkat menjadi Pejabat Sementara
Inspektur Kehakiman Angkatan Darat (Irkeh AD). Berkat pengetahuan yang cukup dan
pengalaman yang luas di bidang hukum, pada 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur
Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat (Irkeh/Ojen AD).

Pada saat masih mengemban jabatan tersebut, Sutoyo juga diculik dan jenazahnya
dibuang di Lubang Buaya. Sama seperti pahlawan revolusi lainnya, jenazah Sutoyo kemudian
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, dan namanya diabadikan sebagai nama jalan.

20. PIERRE ANDRIES TENDEAN

Pierre Andries Tendean merupakan Anggota TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten,
yang lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Ia merupakan ajudan Menko Hankam Jenderal AH
Nasution yang berhasil lolos dari penculikan pada gerakan 30 September.

Pierre diculik dan ditembak mati di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pria 26 tahun itu
dimakamkan di TMP Kalibata, dianugerahi penghargaan Satya Lencana Saptamarga, dan
namanya diabadikan sebagai nama jalan.
21. MUHAMMAD YAMIN

Muhammad Yamin lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Yamin merupakan pahlawan nasional, budayawan, dan aktivis hukum terkenal di Indonesia.
 M. Yamin memiliki pendidikan yang lengkap. Pendidikannya dimulai ketika ia bersekolah di
Hollands Indlandsche School (HIS). Ia juga mendapat pendidikan di sekolah guru. M. Yamin
juga mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah PertaniaN Bogor, Sekolah Dokter Hewan
Bogor, AMS, hingga sekolah kehakiman (Reeht Hogeschool) Jakarta.

M. yamin termasuk salah satu pakar hukum dan juga merupakan penyair terkemuka angkatan
pujangga baru. Ia banyak menghasilkan karya tulis pada dekade 1920 yang sebagian dari
karyanya menggunakan bahasa melayu. Karya-karya tulis M. Yamin diterbitkan dalam jurnal
Jong Sumatra. Ia juga merupakan salah satu pelopor puisi modern. M. Yamin banyak menulis
buku sejarah dan sastra yang cukup di kenal yaitu  Gajah Mada (1945), Sejarah Peperangan
Diponegoro, Tan Malaka(1945) Tanah Air (1922), Indonesia Tumpah Darah (1928), Ken Arok
dan Ken Dedes (1934), Revolusi Amerika, (1951)

M. Yamin juga merupakan anggota BPUPKI dan anggota panitia Sembilan di mana akhirnya
berhasil merumuskan Piagam Jakarta. Piagam Jakarta ini merupakan cikal bakal dan merupakan
dasar dari terbentuknya UUD 1945 dan Pancasila. Tercatat M. yamin juga pernah diangkat
sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Setelah Indonesia merdeka, Yamin banyak duduk di jabatan-jabatan penting negara, di
antaranya adalah menjadi anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952),
Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial dan
Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), dan Ketua Dewan Pengawas
IKBN(1961–1962).
      
M. Yamin meninggal pada tanggal 17 Oktober 1962. Ia wafat di Jakarta dan dimakamkan di
desa Talawi, Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Ia meninggal ketika ia menjabat sebagai
Menteri Penerangan. M. Yamin dianugerahi gelar pahlawanan nasional pada tahun 1973 sesuai
dengan SK Presiden RI No. 088/TK/1973.
22. AA MARAMIS

AA Maramis merupakan kelahiran Manado dari pasangan Andries Alexander Maramis dan
Charlotte Ticoalu.Beliau pertama kali menempuh pendidikannya di Europeesche Lagere
School (ELS) di Manado. Setelah lulus dari ELS, Maramis melanjutkan pendidikannya
di Hogere burgerschool (HBS) di Batavia.

Ketika menempuh pendidikannya di Batavia, ia bertemu dengan Arnold Monoutu dari


Minahasa dan juga Achmad Soebardjo.Tidak berhenti di sana saja pendidikan Maramis, setelah
lulus ia berangkat ke Belanda dan belajar di bidang hukum di Universitas Leiden.Selama
pendidikannya di Leiden, Maramis juga aktif di organisasi Perhimpunan Indonesia. Kemudian
pada tahun 1924, ia terpilih menjadi sekretaris organisasi tersebut.

Lulus pada tahun 1924, Maramis lulus dengan menyandang gelar Meester in de


Rechten (Mr). Pada tahun kelulusannya, ia kembali ke Indonesia dan memulai kariernya.
Pada tahun 1925, Maramis memulai kariernya sebagai pengacara di Pengadilan Negeri di
Semarang. Hanya berjarak satu tahun, lalu ia pindah ke Pengadilan Negeri di Palembang.

23. AHMAD SOEBARDJO


Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo adalah Menteri Luar Negeri Pertama Indonesia,
ia mempunyai gelar Meester in de Rechten yang diperoleh dari menempuh pendidikannya di
Universitas Leiden, Belanda setelah sebelumnya menempuh pendidikan di Hogere Burger
School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas). Lahir di Karawang, Jawa Barat
pada 23 Maret 1896.
Nama Achmad Soebardjo adalah nama pemberian ibunya setalah sebelumnya ia
mempunyai nama Teuku Muhammad Yusuf, pemberian dari ayahnya yang masih mempunyai
keturunan bangsawan Aceh dari Pidie, nama belakang Djojoadisoerjo ia tambahkan sendiri saat
dewasa.
Bersama Mohammad Hatta, ia menjadi perwakilan Indonesia untuk menghadiri
persidangan antar bangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang
pertama di Brussels dan kemudian di Jerman. Sekembalinya di Indonesia, Achmad Soebardjo
yang pernah aktif dalam organisasi Jong Java melanjutkan perjuangannya dengan menjadi
anggota organisasi Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Di kediaman Laksamana Muda Maeda, ia juga ikut serta dalam menyusun naskah
proklamasi bersama Soekarno dan Muhammad Hatta yang kemudian naskah tersebut diketik
oleh Sayuti Melik. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ia dilantik sebagai Menteri Luar Negeri, itu
menjadikannya Menteri Luar Negeri pertama di Republik Indonesia. Ia juga menjadi Duta Besar
di Switzerland antara tahun 1957 - 1961.
Dalam usia 82 tahun, di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, ia mengembuskan
napas terakhir dikarenakan flu yang menimbulkan komplikasi. Yang kemudian dimakamkan di
Cipayung, Bogor. Pada tahun 2009 pemerintah mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional.

24. SOEPOMO

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga
dikenal sebagai arsitek UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum generasi pertama yang ada di
Indonesia, Soepomo turut pula berperan dalam pembentukan sistem hukum nasional hingga
akhir hayatnya. 
Pria yang lahir pada tanggal 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah ini berasal dari
keluarga aristokrat Jawa. Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono,
Bupati Anom Sukoharjo kala itu. Sedangkan kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung
Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengajukan Dasar Negara
Indonesia Merdeka yang terdiri dari: 
(1) Persatuan
(2) Kekeluargaan
(3) Keseimbangan lahir-batin
(4) Musyawarah
(5) Keadilan sosial
Soepomo kemudian menjadi ketua panitia kecil perancang UUD yang bertugas
merancang dan menyempurnakan naskah UUD yang merupakan hasil rancangan dasar negara
Indonesia yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni
1945.Soepomo meninggal akibat serangan jantung di Jakarta pada tanggal 12 September 1958.
Jenazahnya dikebumikan di pemakaman keluarga kampung Yosoroto, Solo.   

25. SUKARNI KARTODIWIJO

Sukarni Kartodiwirjo merupakan salah satu pahlawan nasional asal Jawa Timur yang
berperan penting dibalik sejarah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam
peristiwa bersejarah tersebut, Sukarni mewakili kelompok muda untuk mendesak Soekarno dan
Moh. Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Ia dan pemuda lainnya lah yang menculik
kedua pemimpin tersebut ke Rengasdengklok, Jawa Barat untuk secepatnya menyusun teks
proklamasi.

Pahlawan nasional yang diangkat oleh Jokowi tahun 2014 ini lahir di Blitar pada 14 Juli
1916 dan tumbuh sebagai orang yang sangat membenci Belanda. Ia bahkan memiliki catatan
khusus tentang perkelahiannya dengan anak-anak Belanda. Sejak usia 14 tahun, Sukarni sudah
bergabung dalam organisasi perhimpunan Indonesia muda. Sejak itulah ia tumbuh menjadi sosok
yang kritis dan berani.

Pertemuannya dengan Tan Malaka membuat sosok Sukarni menjadi lebih revolusioner
terhadap perjuangan bangsa. Sukarni adalah semangat muda pejuang pada saat itu

Anda mungkin juga menyukai