Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

THOHAROH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqh

Dosen pengampu : Agus Fudholi

Disusun Oleh:

Muhamad Ervan A : 23416286230042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN

TAHUN 2023/2024
BAB I

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa


Ta’ala berkat Ridho-Nya kami mampu merampungkan makalah ini dengan tepat
waktu. Tidak lupa juga kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para
sahabatnya dan semua ummatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.

Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas individu


mata kuliah ilmu hadist dengan tema Thoharoh . Yang mana di dalam makalah
ini kami menjelaskan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan bersuci.

Namun, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh
karena itu, kami sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan
makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu
memenuhi harapan berbagai pihah. Aamiin.

Karawang,Minggu 15 Oktober

1
DAFTAR ISI
BAB I................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH........................................................................................2
1.3 TUJUAN.................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Pengertian thoharoh.............................................................................................3
2.2 Najis........................................................................................................................4
2.3 Hadats....................................................................................................................6
2.4 Air...........................................................................................................................8
2.5 Tayamum.............................................................................................................10
BAB III..........................................................................................................................11
KESIMPULAN...........................................................................................................11
DAFTAR PUSAKA....................................................................................................13

2
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam sebuah kitab fiqih, para ahli selalu membahas thaharah pada awal
bab, hal ini menunjukan bahwa betapa pentingnya kebersihan dan kesucian dalam
islam. Kebersihan juga menjadi syarat utama dalam melakukan ibadah.
Dikarenakan ibadah merupakan sarana seorang hamba untuk selalu mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Dan dengan beribadah hubungan pula antara makhluk
dengan pencipatanya sangat mudah terjalin. Manusia membutuhkan sarana
komunikasi dengan pencipta yaitu Allah, dan itu dilakukan makhluknya dengan
cara beribadah dan berdo’a. Karena beribadah dalm islam merupaka sesuatu yang
sangat sakral maka perlu bagi setiap hambu untuk bersuci terlebih dahulu di setiap
peribadatan nya.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang perlu dijelaskan
dan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apa pengertian thohroh?
2. Apa pengertian hadas dan najis?
3. Apasaja macam macam air
3. Apa saja syarat tayamum?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas ushul fiqh
2. Mengetahui apa itu pengertian thoharoh
3. mengetahui apa saja syarat, dan pembatalan thoharoh

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian thoharoh
Thaharah secara bahasa berarti bersih, artinya suci dari kotoran dan najis.
Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya
kita boleh mengerjakan sholat, seperti wudhu, mandi, tayyamum, dan
menghilangkan najis. Menurut syara`, thaharah adalah suci dari hadast atau najis,
dengan cara yang ditentukan oleh syara` atau menghilangkan najis, yang dapat
dilakukan dengan bersuci baik dari hadas maupun dari najis. Dari beberapa
pengertian tentang thaharah tersebut, secara garis besar thaharah berarti
mensucikan dan membersihkan diri dari najis dan hadast sebagai salah satu syarat
melakukan ibadah yang dapat dilakukan dengan wudhu, mandi, dan tayyamum
dengan alat yang digunakan yaitu air, debu, dan batu. Hakikatnya thaharah yaitu
memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat yang disyari`atkan untuk
menghilangkan najis dan hadast. Thaharah secara garis besar dibagi menjadi tiga
macam yaitu:
1) Thaharah dari hadast, dilakukan karena dasar-dasarkebajikan. Pokok
pegangannya bahwa perasaan halus dan jiwa yang bersih, serta perasaan yang
meminta kita menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan
perasaan(hadast), dan jiwa yang merasa tentram dan senang dalam keadaan
suci.
2) Thaharah dari najis yang adadi badan, kain dan tempat ibadah maupun tempat
umum. Thaharah dari najis digerakan oleh kehajatan hidup manusia yang secara
kodratnya manusia tidak menyukai dirinya kotor.
3) Thaharah dari kotoran yang bersifat fitrah, seperti halnya bulu ketiak, bulu
hidung dan bulu kemaluan.
BAB III
KESIMPULAN

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang


(kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat,
dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan

5
syarat sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan
perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air
suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk
mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak
ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan
untuk melakukan istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari
yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.

2.2 Najis
Najis Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair
(darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan
qubul kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis,
terlebih dahulu akan diterangkan bahwa Najasah atau najis secara ialah kotoran
dan lawan suci menurut syara‟, yang membatalkan sholat, seperti kotoran
manusia dan kemih. Najis berarti sesuatu yang tidak suci yang dapat menghalangi
seseorang dalam melakukan ibadah kepada Alloh SWT Sedangkan macam-
macam najis secara garis besar dibagi menjadi beberapa:

1) Bangkai, ialah sesuatu yang mati alami dan bukan karena disembelih.

2) Darah, baik darah segar ataupun darah haid dan lainya sebagainya.

3) Kencing dan kotoran manusia keduanya samasama najis, kecuali menurut


pemahaman ulama syafi‟iyah dan hanapilah, mereka berpendapat jika kencingnya
adalah kencing anak laki-laki yang belum makan-makanan pokok (selain susu air
ibu), maka dihukumkan suci dengan memercikan air pada bagian yang terkena
kencing dan tidak wajib mencucinya.

4) Anjing dan babi serta yang dilahirkan dari keduanya atau salah satu darinya.

6
5) Madzi dan wad‟i, madzi yaitu cairan bening dan lendir yang keluar ketika
sedang bercumbu dan lainya, sedangkan wad‟i ialah air berwarna putih dan kental
yang keluar setelah kencing.

6) Benda cair yang memabukan, contohnya khamr dan yang lainya.

7) Telur busuk, ialah telur yang sudah rusak dan yang menimbulkan bau busuk,
atau yang telah berubah menjadi darah, atau telah menjadi embriotetapi mati
sebelum menetas

Dari keterangan diatas sudah diterangkan dengan jelas beberapa jenis-jenis najis,
dan dari najis-najis diatas

Secara umum najis dibagi menjadi dua macam, yaitu: najis hukmi dan najis a’ini.
1) Najis hukmiyah: yaitu najis yang sudah tidak terlihat bendanya, atau najis yang
diyakini adannya, tetapi tidak nyata sifat zatnya, bau, atau warnanya[4]. seperti
bekas air kencing yang sudah tidak terlihat, tidak berbau dan tidak berasa.
2) Najis ‘ainiyah: yaitu najis yang masih tanpak nyata jelas, baik warnanya
(masih terlihat dengan jelas), baunya (masih tercium pekat), atau rasannya (misal
masih pahit)[5]. Najis a’ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
a.
untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, ada beberapa golongan
macam-macam najis yaitu:

1) Najasah mukhaffafah adalah najis golongan ringan, cara mensucikannya


yaitucukup dengan memercikan air pada najis, yang termasuk dalam najis ini
adalah air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan pokok.

2) Najasah mutawassitah adalah najis golongan sedang, cara mensucikanya


dengan hanya mengalirkan air diatasnya saja, yang termasuk dalam najis ini
adalah nanah, darah, madzi, wad‟i, bangkai, kotoran hewan dan manusia dan lain
sebagainya.

3) Najasah mughalazhah adalah najis golongan berat, cara mensucikannya


dengan membasuh air yang bercampur dengan tanah sebanyak tujuh kali di bagian
yang terkena najis tersebut, yang termasuk dalam najis ini adalah jilatan anjing.
Najasah atau najis yang didalam pembahsan fiqih biasa disebut dengan istilah

7
khaba‟its ialah segala sesuatu yang tidak baik menurut syariat yang kita
diperintahkan untuk menjauhkan diri darinya serta bersuci darinya. Dilihat dari
sifatnya najasah ini dibagi menjadi duabagian yaitu najis yang bersifat
jasmani(dapat dilihat) dan najis yang bersifat ruhani (tidak dapat dilihat). Najis
yang bersifat jasmani ialah najis yang dapat dilihat secara fisik seperti kotoran
ayam, darah, nanah, bangkai, dan lain sebagainya. Sedangkan najis yang bersifat
ruhani ialah najis yang tidak bisa dilihat dan tidak bisa dirasakan panca indra,
seperti sifat-sifat yang tidak terpuji yang ada pada diri seseorang, yaitu hasad,
dengki, riya, ujub, takabur, dan lain sebagainya. Yang cara membersihkannya
yaitu dengan cara bertaubat dengan sungguh-sungguh.

2.3 Hadats
1. Pengertian hadats

Secara bahasa Al hadats dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang baru,
maksudnya sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada[24].
Sedangkan secara istilah Hadats adalah keadaan tidak suci pada seseorang yang
telah baligh dan berakal sehat, timbul karena datangnya sesuatu yang ditetapkan
oleh hukum syara’ sebagai yang membatalkan keadaan suci. Hadats dapat juga
diartikan senbagai suatu keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat
dihilangkan dengn cara-cara tertentu seperti wudhu, tayamum, dan mandi wajib.

2. Macam-macam hadas

a. Hadats kecil

Suatu keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh sesuatu
dan bersucinya bisa menggunakan dengan berwudhu atau tayamum.

b. Hadats besar

Keadaan seseorang yang tidak suci yang di sebabkan oleh sesuatu dan
bersucinya harus dengan mandi wajib, dan tayamum (jika tidak ada air).

3. Hal-hal yang menyebabkan Hadats kecil

8
a. Keluarnya sesuatu dari lubang kubul dan dubul

b. Hilangnya akal karena mabuk, gila, atau tidur

c. Bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan

d. Menyentu kemaluan tanpa penghalang.

4. Hal-hal yang menyebabkan hadats besar

a. Besetubuh

b. Keluarnya mani

c. Meninggal dunia

d. Haid

e. Nifas

f. Wiladah

Larangan-larangan Orang yang berhadats

a. Hadats kecil

1) Sholat

2) Thowaf

3) Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur’an. Sebagian ulama ada yang


membolehkan menyentuh dan membawa mushaf bagi orang yang berhadats kecil.

b. Hadats besar

1) Sholat

2) Thowaf

3) Membaca Al-Qur’an

Dari Ibnu Umar ra. berkata : Seorang yang junub dan wanita yang haidh tidak
diperbolehkan membaca Al-Qur’an. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

9
4) Menyentuh dan membawa mushaf Al-Qur’an. Dari Abdullah bin Abu Bakar :
bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW untuk Amar bin Hazem,
terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali olrang yang
suci. (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam keadaan mursal; Nasai dan Ibnu
Hibban dengan maushul tapi ma’lul).

5) Berpuasa

6) Beri’tikaf dan dan berhenti di dalam masjid. Dari Aisyah ra. berkata :
Hadapkan rumah-rumah ini ke lain masjid, sebab sesungguhnya aku tidak
menghalalkan masjid untuk ditempati orang yang haidh dan junub. (HR. Annasai)

7) Berhubungan sumi istri (bersenggama). Dari Abu Hurairah ra, berkata:


Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang bersetubuh melalui farji istri yang
sedang haidh atau menggauli istri melewati jalan belakangnya atau mendatangi
tukang tenung (untuk minta diramal lalu percaya) maka sungguh telah
kufur/ingkar terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. (HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi).

2.4 Air
Air merupakan komponen utama dalam kehidupan, sekitar 60 % dari
tubuh manusia tersusun dari air, dua pertiga dari bentuk bumi juga berupa lautan
yang terdiri oleh air. Di samping itu air juga memiliki fungsi sebagai pemelihara
kehidupan di Muka Bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan sangat memerlukan air
untuk keberlangsungan hidup mereka. Firman Allah SWT :

“Dan dia (Allah) telah menurunkan air (hujan) dari lamgit, kemudian dia
mengeluarkan (menghasilkan) dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai
rezeki untuk kalian semua. Maka janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu
baginya, padahal kalian mengetahui”. (Al Baqarah: 22)

Dalam Islam sendiri air berperan penting sebagai syarat diterimanya ibadah salat,
yaitu sebagai alat atau sarana untuk bersuci baik dari hadas maupun najis.

10
Dengannya seorang muslim dapat beribadah secara sah karena telah memenuhi
syarat sahnya salat yaitu suci.

Air memiliki berbagai macam jenis dan variasi. Syaikh Abi Suja’ dalam kitabnya
yang berjudul Matan al-Ghayyah at-Taqrib mengklasifikasikan air menjadi 4
macam, yaitu :

1. Air Mutlak
Air Mutlak adalah air yang suci secara zatnya serta dapat digunakan untuk
bersuci. Menurut Abi Suja’ ada 7 macam air yang masuk dalam kategori air
mutlak. Beliau mengatakan:
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam yaitu air hujan, air
laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju, dan air es.“

2. Air Musyammas
Air Musyammas adalah air yang telah dipanaskan dibawah terik panas matahari
dengan mengunakan wadah logam kecuali emas dan perak seperti besi dan baja.

Air ini suci secara materinya dan dapat digunakan untuk menghilangkan hadas
dan najis namun dihukumi makruh dalam penggunaannya pada tubuh seperti
untuk wudu dan mandi, sedangkan untuk mencuci pakaian air ini dihukumi
mubah.

3. Air Musta’mal dan Mutaghayyar


Air pada klasifikasi ini dihukumi suci secara materinya namun tidak dapat
digunakan untuk bersuci.
- Air Musta’mal: Air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau
najis, tatkala tidak berubah sifatnya dan tidak bertambah ukurannya setelah
terpisah dari tempat yang dibasuh.
Contoh : Air bekas mandi atau wudu

11
Air Mutaghayyar : Air yang telah berubah salah satu sifatnya (baik warna,
bau, atau rasa) karena telah tercampur oleh sesuatu yang suci dengan perubahan
yang mencegah kemutlakan nama air tersebut.
Contoh : Air sumur yang telah tercampur kopi, maka kemutlakan nama air
(sumur) telah berubah sebab telah bercampur dengan sesuatu lain yang suci (kopi)
sehingga namanya berubah dari “air sumur menjadi air kopi”.

4. Air Mutanajjis
Air Mutanajjis bukanlah air yang dihukumi najis secara zatnya sebagaimana air
kencing atau air liur anjing. Air Mutanajjis adalah air awalnya suci namun telah
berubah hukumnya menjadi najis karena tercampur dengan sesuatu yang najis
seperti darah ,kotoran cicak dan lain sebagainya.
Adapun keadaan air tersebut bisa dihukumi mutanajis adalah :
- Ketika air tersebut telah mencapai 2 qullah (kurang lebih 270 liter) kemudian
terkena najis maka air itu akan dihukumi mutanajjis tatkala telah berubah salah
satu dari sifatnya baik bau, warna ataupun rasa.
- Namun jika air itu kurang dari 2 qullah, maka akan tetap dihukumi mutanajjis
ketika terkena sesuatu yang najis meskipun salah satu dari sifatnya tidak berubah.

2.5 Tayamum
Tayammum menurut bahasa berarti al-Qashdu artinya menuju dan
bermaksud terhadap sesuatu. Sedang menurut istilah tayammum adalah menuju
kepada tanah untuk mengusap muka dan kedua telapak tangan sebagai ganti dari
wudhu dan mandi yang berhalangan dilakukan dengan mengunakan debu/tanah
yang suci. Dasa hukumnya terdapat dalam QS. An Nisa ayat 43.

Ada beberapa keadaan yang diperbolehkan bagi seseorang untuk melakukan


tayammum, yaitu:

Pertama, Tidak adanya air, atau ada air tetapi tidak cukup untuk bersuci. Dalam
Al Quran disebutkan: “Maka jika kamu tidak mendapatkan air, maka
bertayammumlah kamu dengan debu/tanah yang bersih dan suci…”. (Q.S. An-
Nisa/4: 43).

12
Kedua, Berhalangan menggunakan air dikarenakan sakit atau dikhawatirkan
mendapat madharat lebih besar, seperti sakit yang diderita semakin lama atau
kesembuhannya akan lama. Berdasarkan hadis Jabir RA:

“Kami pergi untuk sebuah perjalanan. Kebetulan salah satu di antara kami ditimpa
sebuah batu yang melukai kepalanya. Kemudian orang itu bermimpi, lalu ia
menanyakan kepada teman-temannya: Adakah keringanan bagiku untuk
bertayammum menurut anda? Mereka menjawab: Tidak ada keringanan bagimu
karena engkau bisa mendapatkan air. Maka orang itu mandi dan meninggal dunia.
Kemudian setelah kami berada dihadapan Rasulullah SAW. kami sampaikan
peristiwa tersebut kepada beliau. Maka Rasulullah SAW. bersabda: Mereka telah
membunuh orang itu, tentu mereka dibunuh pula oleh Allah. Kenapa mereka tidak
bertanya jika tidak tahu?(ketahuilah) bahwa obat bodoh tidak lain hanyalah
dengan bertanya. Cukuplah baginya bertayammum”. (H.R. Abu Dawud).

Sementara itu, Hal-hal yang membatalkan tayammum adalah sebagai berikut: 1)


Semua yang membatalkan wudhu. Karena tayammum merupakan ganti dari
wudhu; 2) Apabila sebab yang diperbolehkan untuk melakukan tayamum sudah
hilang.

Berikut tata cara tayamum:

1) Niat ikhlas karena Allah disertai mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim.

2) Menepuk/ meletakkan kedua telapak tangan ke tanah atau tempat yang berdebu
atau media apapun yang suci yang dapat dijangkau lalu meniup keduanya, satu
kali.

3) Mengusapkan kedua telapak tangan ke muka (wajah).

4) Mengusapkan telapak tangan kiri ke punggung telapak tangan kanan sampai


dengan pergelangan dan mengusapkan telapak tangan kanan ke punggung tangan
kiri sampai dengan pergelangan, masingmasing satu kali usapan.

13
Thaharah secara bahasa berarti bersih, artinya suci dari kotoran dan najis.
Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya
kita boleh mengerjakan sholat, seperti wudhu, mandi, tayyamum, dan
menghilangkan najis. Menurut syara`, thaharah adalah suci dari hadast atau najis,
dengan cara yang ditentukan oleh syara` atau menghilangkan najis, yang dapat
dilakukan dengan bersuci baik dari hadas maupun dari najis. Dari beberapa
pengertian tentang thaharah tersebut, secara garis besar thaharah berarti
mensucikan dan membersihkan diri dari najis dan hadast sebagai salah satu syarat
melakukan ibadah yang dapat dilakukan dengan wudhu, mandi, dan tayyamum
dengan alat yang digunakan yaitu air, debu, dan batu. Hakikatnya thaharah yaitu
memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat yang disyari`atkan untuk
menghilangkan najis dan hadast. Thaharah secara garis besar dibagi menjadi tiga
macam yaitu:

1) Thaharah dari hadast, dilakukan karena dasar-dasarkebajikan. Pokok


pegangannya bahwa perasaan halus dan jiwa yang bersih, serta perasaan yang
meminta kita menjauhkan diri dari keadaan yang tidak menyenangkan
perasaan(hadast), dan jiwa yang merasa tentram dan senang dalam keadaan

suci.

2) Thaharah dari najis yang adadi badan, kain dan tempat ibadah maupun tempat
umum. Thaharah dari najis digerakan oleh kehajatan hidup manusia yang secara
kodratnya manusia tidak menyukai dirinya kotor.

3) Thaharah dari kotoran yang bersifat fitrah, seperti halnya bulu ketiak, bulu
hidung dan bulu kemaluan.

14
BAB III
KESIMPULAN

Thaharah memiliki pengertian secara umum yaitu mengangkat penghalang


(kotoran) yang timbul dari hadas dan najis yang meliputi badan, pakaian, tempat,
dan benda-benda yang terbawa di badan. Taharah merupakan anak kunci dan
syarat sah salat. Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan
perempuan.
Syarat wajib melakukan thaharah yang paling utama adalah beragama Islam dan
sudah akil baligh. Sarana yang digunakan untuk melakukan thaharah adalah air
suci, tanah, debu serta benda-benda lain yang diperbolehkan. Air digunakan untuk
mandi dan berwudhu, debu dan tanah digunakan untuk bertayamum jika tidak
ditemukan air, sedangkan benda lain seperti batu, kertas, tisur dapat digunakan
untuk melakukan istinja’.
Thaharah memiliki fungsi utama yaitu membiasakan hidup bersih dan sehat
sebagaimana yang diperintahkan agama. Thaharah juga merupakan sarana untuk
berkomunikasi dengan Allah Swt. Manfaat thaharah dalam kehidupan sehari-hari
yaitu membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika
hendak melaksanakan suatu ibadah.

15
DAFTAR PUSAKA

Saniah, Nurul, Indah Lestari, and Agril Anugraini. "Pelatihan Tata Cara Bersuci Dalam
Islam Di Perwiritan Miftahul Jannah." PUBLIDIMAS (Publikasi Pengabdian
Masyarakat) 2.1 (2022): 72-79.
Saniah, N., Lestari, I., & Anugraini, A. (2022). Pelatihan Tata Cara Bersuci Dalam Islam
Di Perwiritan Miftahul Jannah. PUBLIDIMAS (Publikasi Pengabdian
Masyarakat), 2(1), 72-79.
SANIAH, Nurul; LESTARI, Indah; ANUGRAINI, Agril. Pelatihan Tata Cara Bersuci
Dalam Islam Di Perwiritan Miftahul Jannah. PUBLIDIMAS (Publikasi
Pengabdian Masyarakat), 2022, 2.1: 72-79.
BAHAN, HUKUM BERCAMPURNYA BENDA NAJIS DALAM. "FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-
RANIRY DARUSSALAM–BANDA ACEH 2018 M/1439 H."
Muddin, Muhammad Muslih Ali. Kajian Ilmu Thaharah pada Kitab Fathul Qorib Karya
Ibnu Qosim al-Ghazy dan Relevansinya dengan Bahan Ajar Fiqih Kelas VII
Madrasah Tsanawiyyah. Diss. IAIN KUDUS, 2021.

Abidin, Zaenal. Fiqh Ibadah. Deepublish, 2020.

16

Anda mungkin juga menyukai