Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
”Thaharah dalam Keperawatan”. Salam serta salawat penulis peruntukkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang telah menjadi panutan umat manusia.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu
dari dosen pengampu Ibu Murni Lehong, S,Ag,M.Hi pada mata kuliah Agama II. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik makalah yang
diberikan oleh dosen bagi para pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan banyak terima kasih dalam pembuatan makalah ini dan Ibu
dosen, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Tanete, 15 Mei 2022

Kelompok IX
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………..…………………..…………..…………..……….i

Daftar Isi………….…..…………..…………..…………..…………..…………...ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………..…………..…………..…………………..…………4
B. Rumusan Masalah…………..…………..………….……..…………..……......4
C. Tujuan Penulisan…………..…………..…………..…………..……………….4

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Thaharah………..…………..…………..…………...........................5
2. Alat-alat suci dalam thaharah……………..………….........................................5
3. Macam-macam Thaharah……….........................................................................7
4. Tujuan Thaharah………..…………..…………..…….......................................12
5. Pentingnya pemahaman tata cara bersuci bagi umat islam…………………….12
6. Hikmah dan Manfaat Thaharah………..………….………..…………..………14
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan…………..…………..…………..…………..……..………………..17
2. Saran…………..…..…………..…………..…………..………………………....17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah merupakan latihan rohani (spiritual) yang diperlukan manusia, juga
yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu beribadah kepada Allah SWT. Terkait
dengan pelaksanaan ibadah, hal yang sangat mendasar yang paling utama harus
diperhatikan dan patut diketahui dan dilaksanakan ialah kebersihan dan kesucian
seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama dalam melaksanakan ibadah
shalat. Anjuran tentang pentingnya pemeliharaan kebersihan dan kesucian banyak
terdapat dalam ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. yang diarahkan bagi
kebahagiaan hidup.
Usaha-usaha menjaga kebersihan dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar,
dan yang paling utama ialah menjaga kebersihan tempat ibadah. Yang tidak
kalah pentingnya ialah menjaga kebersihan badan dan pakaian karena seseorang
dapat dikatakan bersih apabila dapat menjaga kebersihan badan dan pakaian.
Maka umat Islam harus selalu menjaga kebersihan karena kebersihan akan
mewujudkan kesehatan jasmani dan rohani. Semua usaha yang ditunjukkan
kepada kebersihan akan mendapat imbalan dari Allah SWT

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud thaharah?
2. Apa alat-alat untuk bersuci?
3. Jelaskan macam-macam thahrah?
4. Bagaimana tujuan thaharah?
5. Jelaskan pentingnya pemahaman tata cara bersuci bagi umat islam?
6. Apa hikmah dan manfaat dalam thaharah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apa itu thaharah
2. Untuk mengetahui alat-alat untuk bersuci
3. Untuk mengetahui macam-macam thaharah
4. Untuk mengetahui tujuan thaharah
5. Untuk mengetahui pentingnya pemahaman tata cara bersuci bagi umat
islam
6. Untuk mengetahui apa saja hikmah dan manfaat dalam thaharah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Thaharah
Kata thaharah berasal dari bahasa arab ‫ طهارة‬yang secara bahasa artinya
kebersihan atau bersuci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah
mengerjakan sesuatu yang dengannya kita boleh mengerjakan salat, seperti
wudhu, mandi, tayamun, dan menghilangkan najis. Menurut syara’, thaharah
adalah suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah ditentukan oleh syara
atau menghilangkan najis, yang dapat dilakukan dengan mandi dan tayamum.
(Suad Ibrahim shalih, 2011:83)
Dari beberapa pengertian tentang thaharah tersebut, maka peneliti
menyimpulkan thaharah berarti menyucikan dan membersihkan diri dari najis dan
hadats sebagai salah satu syarat melakukan ibadah yang dapat dilakukan dengan
wudhu, mandi dan tayamum dengan alat yang digunakan yaitu air, debu, dan atau
batu.
Beberapa Mazhab juga berpendapat, berikut merupakan pengertian
thaharah menurut:
1. Mazhab Hanafi
Thaharah diartikan oleh imam Hanafi yaitu bersih dari hadas dan najis.
Menurut beliau baik bersihnya disengaja dengan dibersihkan maupun bisa
bersih dengan alaminya sendiri,seperti terkena air yang sangat banyak.
2. Mazhab Maliki
Diterangkan menurut mazhab maliki, Thaharah ialah sifat hukmiyyah
yang ketika orang memilikinya menjadi salah satu sebab sahnya shalat atau
bisa dikatakan sebagai syarat sah shalat. Berdasarkan pemikiran mazhab ini
terdapat ulama yang mengatakan bahwa thaharah merupakan sesuatu yang
bersifat bhatiniyah, lebih cenderung bersifat dzanniyah dan bukan sesuatu
yang dapat dirasakan oleh panca indera, hal tersebut dikemukakan oleh
Mahmud syaltut.
3. Mazhab Syafi ‘i
Dalam mazhab syafi ‘i terdapat dua makna yang berkaitan dengan
thaharah, yang pertama yaitu thaharah sebagai upaya untuk menjaga kesucian
bagi seseorang sehingga menjadi diperbolehkannya seseorang mengerjakan
ibadah shalat, kemudian yang kedua yaitu thaharah diartikan sebagai suci dan
terbebas dari semua bentuk najis.

2. Alat-alat untuk Bersuci


Thaharah dari najis merupakan usaha untuk menyucikan dan
menghilangkan najis ataupun hadats agar dapat melakukan ibadah dalam keadaan
suci, karena pentingnya thaharah dalam pelaksanaan ibadah. Najis dapat hilang
dan menjadi suci maka diperlukan alat ataupun media yang dapat digunakan
yaitu; air, batu, debu dan tanah.

Adapun macam-macam air dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu


sebagai berikut:
1. Air Muthlaq, yaitu air suci yang menyucikan, maksudnya adalah air yang
masih murni baik sifat, bau maupun rasanya, dan dapat dikatakan sebagai air
yang benar-benar bebas dari kotoran dan kuman, dalam hukum fiqh air
tersebut disebut dengan air suci yang menyucikan, artinya, air tersebut halal
diminum dan dapat untuk dipakai menghilangkan najis, baik mukhafafah,
mutawasithah, maupun mughaladzah. Yang termasuk dalam kategori air
mutlaq adalah air hujan, air laut, air sungai, salju yang telah cair menjadi air,
air embun, air sumur atau air mata air.
2. Air Musyammas, yaitu air yang terjemur sinar matahari, hukumnya suci
menyucikan pada benda lain akan tetapi makruh menggunakannya. Menurut
fiqh Islam menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari dalam
tempat logam yang terbuat dari seng (besi), tembaga, baja, alumunium tidak
dianjurkan karena benda-benda tersebut mudah berkarat.
3. Air Musta’mal, yakni air yang sudah dipakai, artinya air yang sudah dipakai
untuk menghilangkan hadats kecil maupun hadats besar. Hukumnya tidak
dapat menyucikan dari hadats atau najis , kecuali lebih dari dua kullah
(Ukuran banyak atau sedikit air ini menentukan batas kesucian digunakan
untuk keperluan thaharah atau bersuci).
4. Air Mutaghayar, yakni air mutlaq yang sudah berubah salah satu dari bau, rasa
atau warnanya. Perubahan tersebut terkadang berubah karena bercampur
dengan benda suci, dan terkadang bercampur dengan benda najis. Apabila air
itu berubah karena benda najis maka menjadi air mutanajis, tapi apabila
bercampur dengan benda suci maka perubahan tersebut dapat terjadi karena
beberapa sebab, yakni berubah dengan sebab tempatnya seperti air yang
mengalir di batu belerang, berubah karena lama terletak seperti air kolam,
berubah karena sesuatu yang terjadi padanya seperti berubah karena
ikan,berubah dengan sebab tanah yang suci atau daun kering yang jatuh ke
dalamnya. hukum air tersebut adalah suci menyucikan tetapi kalau perubahan
itu sudah menjadi sangat kotor maka hukumnya tidak menyucikan.
Alat yang digunakan untuk bersuci sebagai berikut:
 Tanah atau debu yang suci sebagai pengganti mandi atau wudhu
apabila dalam keadaan darurat yaitu dengan cara tayamum.
 Batu atau benda keras yang suci yang disamakan hukumnya
dengan batu, kecuali benda keras yang asalnya dari kotoran binatang
atau manusia. Untuk istinjak atau menyucikan kotoran atau najis.
 Dari keterangan tersebut pada dasarnya alat thaharah yang paling
pertama dan utama adalah air, tetapi apabila air tidak memungkinkan
dapat menggunakan debu, dan apabila debu tidak memungkinkan
juga maka bisa menggunakan batu atau benda keras yang disamakan
hukumnya dengan batu. (Utsaimin, 2007:12)
3. Macam-macam Thaharah
A. Thaharah dengan Hadas

Thaharah adalah memakai air atau tanah atau salah satunya menurut sifat
yang disyariatkan untuk menghilangkan najis dan hadats dan thaharah secara
garis besar ada tiga macam yaitu:

1) Thaharah dari hadats, besar seperti jima: keluar mani, haid dan nifas atau
wiladah. Cara mengankat hadas besar dengan mandi atau dengan
tayammum (apabila tidak ada air atau dalam keadaan sakit parah yang
tidak bisa kena air).
2) Thaharah dari hadas kecil yaitu dengan cara mengankat hadas kecil
dengan wudhu. atau tayammun (apabila tidak ada air atau dalam keadaan
sakit parah yang tidak bisa kena air). (Ahsin W Al-Hafidz: 70).
Berikut ketentuan untuk membersihkan hadats dan najis sebagai berikut:
A. Mandi Wajib
1) Pengertian Mandi Wajib
Mandi secara umum dapat berarti meratakan air ke seluruh anngota
tubuh dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki. Sedangkan menurut
syariat Islam mandi berarti: “Bersuci dengan air sebagai alat bersuci
dengan cara meratakan air yang suci lagi menyucikan ke seluruh tubuh
dari ujung kepala sehingga ujung telapak kaki menurut tata cara tertentu
yang disertai niat yang ikhlas karena Allah untuk menyucikan diri.
Dengan demikian, mandi wajib atau janabat dapat diartikan
sebagai proses penyucian diri seseorang dari hadas besar yang menempel
(baik terlihat atau tidak terlihat) di badan, dengan cara menggunakan atau
menyiramkan air yang suci lagi menyucikan ke seluruh tubuh.
2) Tata cara mandi
Bagi orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan apabila
telah berada dalam keadaan berhadats besar, maka wajiblah baginya untuk
mandi. Namun dalam prakteknya harus sesuai dengan tuntunan dan
petunjuk Rasulullah saw. yang dilanjutkan oleh para sahabat-sahabatnya
serta para fuqaha atau ulama-ulama yang memiliki pengetahuan
tentangnya. Berikut ini penjelasan tentang tata cara mandi wajib:
a) Niat dalam hati, telah dijelaskan sebelumnya bahwa segala amalan
harus disertai dengan niat.
b) Membaca basmalah
c) Diawali dengan membasuh kedua telapak tangan tiga kali.

d) Membasuh kemaluan dengan tangan kiri, yakni membersihkan kotoran


yang terdapat padanya.
e) Membersihkan tangan kiri, sebab tangan kiri sudah digunakan
membasuh kemaluan dan membersihkan kotoran.
f) Berwudhu, yakni mengambil air whudu sebagaimana berwudhu ketika
ingin melaksanakan salat.
g) Menyiram tubuh bagian sebelah kanan terlebih dahulu, kemudian
menyiram tubuh bagian sebelah kiri, dilanjutkan dengan menyelah-
nyelah rambut secara merata atau menggosoknya sampai menyentuh
kulit kepala dan menyiramkan air ke kepala, masing-masing tiga kali
siraman.
h) Meratakan guyuran air ke seluruh tubuh sambil menggosok seluruh
badan
i) Bergeser dari tempat semula kemudian membasuh kaki.
Apabila mandi wajib sudah dilaksanakan, maka seseorang boleh
melaksanakan ibadah seperti shalat, sebab di dalam mandi janabah
sudah terdapat wudhu sebagai syarat sahnya salat, selama yakin bahwa
dalam proses mandi tadi wudhu tidak batal. Akan tetapi, apabila ragu
batal atau tidaknya wudhu dalam proses mandi janabah, maka ia harus
mengulang wudhu setelah mandi.
3) Niat Mandi Wajib
‫ث ْاالَ ْكبَ ِر فَرْ ضًا ِهللِ تَ َعالَى‬
ِ ‫ْت ْال ُغس َْل لِ َر ْف ِع ْال َح َد‬
ُ ‫نَ َوي‬
Nawaitul ghusla liraf'il hadatsil akbari fardhan lillaahi ta’aala. 
Artinya:
‘’Aku berniat mandi junub untuk menghilangkan hadats besar karena
fardu Allah ta’ala’’an haid’’ atau ‘’untuk menghilangkan nifas’’
B. Wudhu
1) Pengertian Wudhu
Secara bahasa, kata wudhu berasal dari kata al-wadha’ah yang
artinya bersih dan cerah. Jika kata ini dibaca al-wudhu artinya aktifitas
wudhu, sedangkan jika di baca al-wadhu artinya air yang dipakai untuk
berwudhu.
Menurut istilah, wudhu adalah membersihkan anggota tubuh
tertentu (wajah, dua tangan, kepala dan kedua kaki) dengan
menggunakan air, dengan tujuan untuk menghilangkan hadas kecil atau
hal-hal yang dapat menghalangi seorang muslim melaksanakan ibadah
salat atau ibadah lainnya. (Moh. Rifa’i: 2009: 17)
C. Tayammum
1) Pengertian Tayammum

Menurut bahasa, kata tayammum berarti sengaja. Sedangkan


menurut istilah (syariat) tayammum berarti beribadah kepada Allah
SWT. yang secara sengaja menggunakan debu yang bersih dan suci
untuk mengusap wajah dan tangan dibarengi niat menghilangkan hadas
bagi orang yang tidak mendapati air atau tidak bisa menggunakannya. (1
Sa’id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani: 2006 :157)
2) Tata cara Tayammum
Tayammum sama halnya dengan berwudhu yang masing-masing
memiliki cara tertentu dalam pelaksanaannya, yang harus diketahui oleh
seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, apabila hendak
melaksanakannya. Berikut ini cara-cara dalam tayammum:
a) Membaca basmalah dengan berniat
b) Meletakkan kedua tangan ke tanah atau debu yang suci, apabila
tidak ada tanah yang khusus disediakan, maka boleh ke dinding atau
jendela atau kaca yang dianggap ada debunya, boleh pasir, batu atau
yang lainnya
c) Debu yang ada di tangan kemudian ditiup dengan tiupan ringan,
baru mengusapkan debu ke wajah sekali usapan.
d) Apabila seseorang menambah usapan ke lengan sampai siku, maka
kembali diletakkan tangan ke debu kemudia diusapkan kedua
telapak tangannya ke lengannya hingga ke siku. Dan jika hanya
mengusap kedua telapak tangannya saja, maka hal itu dianggap
sudah cukup baginya.
3) Niat Tayammun

َّ ‫ْت التَّيَ ُّم َم اِل ْستِبَا َح ِة ال‬


‫صاَل ِة هللِ تَ َعالَى‬ ُ ‫نَ َوي‬
"Nawaitut Tayammuma Lisstibaahatish Shalaati Fardlol Lillaahi
Ta'aalaa."
Artinya: ‘’Aku berniat tayamum agar diperbolehkan sholat karena Allah
ta'ala’’.
B. Thaharah dengan Najis

Najasah atau najis menurut bahasa ialah kotoran dan lawan suci
menurut syara’, yang membatalkan shalat, seperti kotoran manusia dan
kemih. Najis berarti sesuatu yang tidak suci yang dapat menghalangi
seseorang dalam melakukan ibadah kepada Allah. Sedangkan jenis-jenis
najis secara garis besar dibagi menjadi:
1) Bangkai, yaitu sesuatu yang mati secara alami dan bukan karena
disembelih.
2) Darah, baik darah segar maupun darah haid dan lainnya, ini sesuai
dengan firman Allah QS. Al-Anam:145.
3) Nanah dan nanah yang bercampur darah, keduanya dihukumkan najis
dengan diqiyaskan terhadap darah, kecuali jika jumlahnya sedikit
maka termasuk yang dimaafkan karena sulit menghindarinya.
4) Muntah, muntahan hukumnya najis, baik muntahan manusia atau
selainnya.
5) Kencing dan kotoran manusia keduanya adalah najis, kecuali menurut
ulama syafiiyah dan hanabilah, mnurut mereka jika kencingnya adalah
kencing anak laki-laki yang belum makan makanan pokok(selain air
susu ibu), maka dihukumkan suci dengan memercikan air pada bagian
yang terkena kencing dan tidak wajib mencucinya.
6) Kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, seperti bighlal,
himar, dan lainya adalah najis berdasarkan riwayat dari Abdullah bin
mas’ud.
7) Anjing dan babi serta yang dilahirkan dari keduanya atau salah satu
darinya walaupun bersama selain spesiesnya. Untuk menyucikan najis
anjing, maka diperintahkan agar menuangkan air pada tempat yang
dijilat dan mencuci bejananya.
8) Kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan. Ulama syafi’iyah dan
hanafiyyah berpendapat bahwa kotoran tersebut hukumnya najis. akan
tetapi ulama hanafiyah memberikan pengecualian terhadap hewan
yang membuang kotoran di udara seperti burung maka kotorannya
adalah suci. Sementara itu ulama malikiyah dan hanabilah
mengatakan bahwa kotoran dan kencing hewan yang dagingnya boleh
dimakan adalah suci, kecuali hewan tersebut telah makan najis.
9) Madzi dan wad’i. Madzi adalah cairan bening dan lendir yang keluar
ketika sedang bercumbu dan lainnya, adapun wadi adalah air berwarna
putih dan kental yang keluar setelah kencing, keduanya adalah najis
berdasarkan hadits dari riwayat Ali.
10) Benda cair yang memabukkan, seperti khamar.
11) Telur busuk, yaitu telur yang rusak dan berbau busuk, atau yang telah
berubah jadi darah, atau telah menjadi embrio tetapi mati sebelum
menetas.
12) Susu hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, seperti keledai
betina.
13) Abu dan asap najis yang terbakar. Keduanya adalah najis karena
mengikuti hukum asalnya. Kecuali ulama malikiyah yang mengatakan
bahwa keduanya adalah suci. (Abdul Qadir Ar-Rahbawi: 2007: 50-59).
Berdasarkan keterangan tersebut di atas jenis -jenis najis, dapat kita
diklasifikasikan menjadi:
1) Najasah mukhaffafah ialah najis yang disucikan cukup dengan
memercikkan air pada najis, yang termasuk dalam najis ini adalah air
kencing anak laki-laki yang belum makan makanan lain kecuali susu
ibunya.
2) Najasah mutawasithah ialah najis yang disucikan dengan hanya dengan
mengalirkan air di atasnya saja, kalau di hukmi dan dengan menghilangkan
a’in najis dan hilang rasa, warna dan bau dari najis.
3) Najasah mughalladhah ialah najis yang perlu dibasuh tujuh kali, salah
satunya dengan air yang bercampur dengan tanah, yaitu jilatan anjing
(menurut as syafi‟i). Klasifikasi najis tersebut dijelaskan mengenai najis-
najis dan cara menyucikannya.
C. Istinja

Istinja adalah bersuci dengan air atau yang lainnya untuk


membersihkan najis yang berupa kotoran yang ada atau menempel pada
tempat keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur) seperti berak dan kecing.
Jadi segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur adalah sesuatu yang
dianggap kotor dan wajib dibersihkan atau dihilangkan, dengan menggunakan
air atau yang lainnya.
Dari keterangan hadis di atas, dipahami bahwa bersuci dari kotoran
(istinja) penting dilaksanakan sebab hal ini terkait dengan adanya azab kubur di
hari kemudian, apabila istinja tidak dilaksanakan.

4. Tujuan Thaharah
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya:
1. Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2. Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
Thaharah memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta
pembersih diri dari berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam
aktifitas ibadah seorang hamba.
Seorang hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki
keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan oleh Allah di akhirat nanti. Thaharah
juga membantu seorang hamba untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan
ibadah-ibadah kepada Allah. Sebagai contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia
sedang menghadap kepada Allah, karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba
bisa siap untuk beribadah dan bisa terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi,
maka diwajibkanlah wudhu sebelum shalat karena wudhu adalah sarana untuk
menenangkan dan meredakan fikiran dari kesibukan-kesibukan duniawi untuk
siap melaksanakan sholat.

5. Pentingnya Pemahaman Tata Cara Bersuci bagi Umat islam


Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam syari`at Islam.
Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT
tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara
mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah, maka tidak akan
diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-
siaan.
Thaharah sangat penting dalam Islam, baik thaharah secara hakikat yaitu
menyucikan pakaian, badan dan tempat shalat dari najis, maupun secara hukum
yaitu menyucikan anggota badan dari hadats, dan menyucikan seluruh tubuh dari
janabah. Hal ini karena ia merupakan syarat untuk sahnya shalat yang dilakukan
lima kali sehari, dan shalat adalah berdiri menghadap Allah ta’ala, melakukannya
dalam keadaan suci merupakan sikap ta’zhim (pengagungan) kepada Allah. Islam
juga sangat menyukai kebersihan dan kesucian. Allah ta’ala memuji orang-orang

yang bersuci:

‫اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِي َْن َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّري َْن‬
Artinya: ‘’...Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
orang- orang yang menyucikan diri’’. (Q.S. al-Baqarah ayat 222)
Hampir dalam setiap kitab fiqh, para fuqaha selalu menyimpan
pembahasan thaharah sebagai sesuatu yang dibahas di awal bab. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kebersihan atau kesucian dalam Islam. Selain
dapat menjaga ummatnya dari berbagai penyakit, thaharah dalam Islam juga
berperan sebagai syarat dari sahnya sebuah peribadahan. Seseorang tidak dapat
beribadah saat ia memiliki hadats. Ia pun tidak dapat beribadah saat pakaian atau
tempat yang akan dilaksanakannya peribadahan terkena najis. Dalam al-Quran,
Allah SWT. menegaskan betapa pentingnya thaharah dalam Islam. Allah SWT.
Berfirman:

‫ك فَطَه ِّۡر‬
َ َ‫َوثِيَاب‬
Artinya: Dan pakaianmu bersihkanlah (QS. Al-Muddatstsir, 74: 4)

Žَ ‫﴾ َوقَ ْد َخ‬٩  ﴿ ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬


﴾١٠  ﴿ ‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan


sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. Asy-Syams : 9-
10)

Allah juga berfirman tentang kewajiban berwudhu untuk membersihkan


hadats kecil serta mandi untuk membersihkan hadats besar. Sebagaimana Allah
berfirman:

ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُ ْوا ُوج ُْوهَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
‫ق‬
‫َوا ْم َسح ُْوا بِ ُر ُء ْو ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَ ْي ۗ ِن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّر ُْو ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
‫ضى اَ ْو َع ٰلى َسفَ ٍر اَ ْو َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّم َن ْال َغ ۤا ِٕى ِط اَ ْو ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم تَ ِج ُد ْوا‬ ٓ ٰ ْ‫َّمر‬
‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسح ُْوا بِ ُوج ُْو ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْنهُ ۗ َما ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ لِيَجْ َع َل‬ َ ‫َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُم ْوا‬
‫ج َّو ٰل ِك ْن ي ُِّر ْي ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر ُْو َن‬
ٍ ‫َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح َر‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakitatau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maa’idah, ayat 6)
Ayat di atas menerangkan bahwasanya tidak akan diterima setiap ibadah
yang kita lakukan jika tidak dilakukan dalam kondisi badan yang suci dan bersih.
Begitulah Islam mengajarkan sebuah sikap agar senantiasa menjaga kebersihan
dan kesucian. Kebersihan dan kesucian adalah hal yang thayyib yang akan
menjadi syarat diterimanya segala sesuatu. Maka dari itu, tidak ada alasan bagi
setiap mu’min untuk tidak menjaga kebersihan dan kesucian diri dan
lingkungannya. Jika seorang mu’min tidak peduli terhadap kondisi
lingkungannya, maka tentulah imannya belum sempurna sebagaimana seorang
yang sedang shalat yang kemudian melupakan salah satu dari rukun shalat. Sudah
tentu shalatnya tidak diterima. Jangan sampai, keimanan kita tidak diterima oleh
Allah SWT. dikarenakan kita lalai dalam menjaga kebersihan dan kesucian, baik
diri maupun lingkungan kita.

6. Hikmah dan Manfaat Thaharah

Hikmah dan manfaat thaharah sangatlah banyak, tidak hanya


berhubungan dengan masalah ritual ibadah semata, tetapi mengandung banyak
hikmah dan manfaat yang lebih mendalam dan luas. Secara garis besar manfaat
thaharah mencakup manfaat jasmani yaitu kesehatan badan seseorang dan
manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik (Suad Ibrahim shalih: 2011: 83).
1. Manfaat jasmani
Pertama, membasuh seluruh tubuh dan Seluruh ruas yang ada dapat
menambah kesegaran dan semangat, menghilangkan keletihan dan kelesuan
sehingga ia dapat mengerjakan shalat secara sempurna, khusyuk dan merasa
diawasi Allah SWT. Kedua, bersuci dapat meningkatkan kesehatan jasmani,
karena kotoran biasanya membawa banyak penyakit dan wabah. Kaum muslimin
sangat layak untuk menjadi orang yang paling sehat fisiknya, jauh dari penyakit
karena agama Islam telah mengajarkan mereka untuk menjaga kebersihan tubuh,
pakaian dan tempat tinggal. Ketiga. Bersuci berarti memuliakan diri seorang
muslim, keluarga dan masyarakatnya.
2. Manfaat ukhrawi bagi thaharah fisik
Pertama, semua orang yang memiliki ghirah agama sepakat dapat
melakukan tugas ini, tidak memandang kaya atau miskin, orang desa atau kota.
kedua, thaharah dapat mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah
menghilangkan kotoran dari diri mereka. ketiga, dengan melihat seorang
mukmin melaksanakan perintah Allah, beramal shaleh mencari keridhaan,
mengerjakan perintah secara sempurna sesuai dengan syari‟at yang ada, akan
memupuk keimanan, melahirkan rasa diawasi Allah sehingga setiap kali ia
melakukan thaharah dengan niat mencari keridhaan Allah SWT. Keempat,
kesepakatan seluruh kaum muslimin untuk melakukan thaharahdengan cara dan
sebab yang sama dimanapun mereka berada dan berapapun jumlahnya, serta
kesepakatan umat dalam beramal adalah sebab terjalinnya keterpautan antar hati,
semakin kompak dalam beramal akan semakin kuat persatuan mereka.

Sedangkan esensi thaharah yang lengkap bagi seluruh tubuh, ialah:

a. Menghilangkan semua bau busuk yang menjadikan tidak


nyaman, selain tidak disenangi malaikat dan orang shalat
bersama dalam jamaah, dan menyebabkan mereka benci
kepada orang yang berbau busuk. contohnya pada disyariatkan
mandi pada hari raya dan mandi jumat.

b. Supaya tubuh segar dan jiwa bersemangat, tidak dapat


diragukan lagi bahwa hubungan antara kebersihan tubuh
dan ketentraman jiwa sangat erat. Contohnya apabila tubuh
dibersihkan setelah mubasyarah (berhubungan intim), maka
kembalilah ruh kepada kesegaran dan hilanglah kemalasan dari
tubuh.

c. Memalingkan jiwa dari keadaan bahimiyah kepada


malakiyah, keseimbangan jiwa dengan syahwat jima’, menarik
jiwa pada sifat ke-bahimiyah-an, apabila terjadi demikian kita
segera mandi (thaharah), maka jiwa kita akan kembali pada
sifat malakiyyah.

d. Menyucikan diri dari hadats dan najis memberi isyarat supaya


kita senantiasa menyucikan jiwa dari dosa dan segala perangai
yang keji.Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah tersebut
memberikan pengetahuan kepada kita bahwa betapa pentingnya
thaharah tidak hanya sekedar untuk melaksanakan ibadah,
tetapi juga untuk menjaga kesehatan tubuh manusia.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Thaharah merupakan salah satu syarat sah dalam pelaksanaan ibadah baik
Shalat, puasa maupun haji juga ibadah – ibadah -ibadah sunat lainnya.maka
ibadah yang paling sering dilaksanakan terutama shalat wajib lima waktu, jika
dalam pelaksanaannya shalat tersebut tidak sah kecuali seluruh keadaan, pakaian,
badan, tempat dan sebagainya dalam keadaan bersih dan suci, baik suci dari hadas
besar, maupun hadas kecil, dan najis.
Hadas menghalangi salat, maka bersuci adalah seperti kunci yang
diletakkan kepada orang yang berhadas. Jika ia berwudhu, otomatis kunci itu pun
terbuka. Hal ini juga ditunjukkan oleh ijtihad para fuqaha dalam tulisan-tulisan
mereka yang selalu diawali dengan pembahasan thaharah.

2. Saran

Dalam kehidupan, ada sebagian umat Islam yang masih kurang


tepat dalam melakukan praktek thaharah, dikarenakan kurangnya
pengetahuan atau semata-mata salah dalam pelaksanaannya maka dari itu
penulis sangat harap pembaca dapat memahami isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://ejurnal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/sarwah/article/view/18/16
Kementriaan Agama RI Maawiyah,Aisyah.2016 “.Thaharah sebagai kunci ibadah”

Anda mungkin juga menyukai