Anda di halaman 1dari 11

Makalah Dosen Pengampu

Fiqih Risvan Akhir Roswandi, S.Sy, M.H.,

FIQIH

THAHARAH

Disusun Oleh

Kelompok 3

AYU ANJANI (12070320709)


LAILAN NAZLINA (12070320642)

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKAN BARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang tak terhitung
jumlahnya, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak. Solawat beserta salam
semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya,
maupun kita semua yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat kelak.

Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta sangat banyak kekurangan-kekurangannya, untuk itu besar harapan kami agar teman-teman
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun supaya kami dapat menyempurnakan
makalah-makalah kami di lain waktu.

Harapan yang paling besar bagi penulis adalah bahwa makalah yang berjudul
(Thaharah) ini dapat memberi manfaat, baik untuk diri pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil hikmah dari makalah ini, atau sebagai tambahan dalam menambah referensi yang
telah ada.

Pekanbaru, 28 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah .................................................................................... 3


B. Pembagian Thaharah .................................................................................... 3
C. Macam-Macam Thaharah ............................................................................ 4
D. Kedudukan Thaharah Dalam Islam.............................................................. 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................................7
B. Saran ............................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan
badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka
melakukan ibadah menghadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar
umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara
sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa
bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci
lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah”
mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari hadas dan
najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat syahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya
banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Taharah sebagai bukti
bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian.
Usaha-usaha menjaga kebersihan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
pekarangan rumah, termasuk bak mandi, bak wudhu, tempat belajar, dan yang paling utama
ialah menjaga kebersihan tempat ibadah. Yang tidak kalah pentingnya ialah menjaga
kebersihan badan dan pakaian karena seseorang dapat dikatakan bersih apabilah dapat
menjaga kebersihan badan dan pakaian. Membersihkan pakaian menurut sebagian para ahli
tafsir ialah membersihkan rohani dari segala watak dan sifat-sifat tercela.1 Seperti yang
terungkap dalam syair arab.

‫النظافة من اإلیمان‬.
Artinya:

“Kebersihan adalah setengah dari iman.” 2

1
Aminuddin, dkk. Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), h. 16.
2
Azar Arsyad, Retorika Kaum Bijak (Cet. II; Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2005),

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan thaharah?
2. Apa sajakah pembagian thaharah?
3. Apa sajakah macam-macam thaharah?
4. Bagaimana kedudukan thaharah dalam Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian thaharah.
2. Untuk mengetahui pembagian thaharah.
3. Untuk mengetahui macam-macam thaharah.
4. Untuk mengetahui kedudukan thaharah dalam islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Thaharah
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’
thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan
mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum
dan menghilangkan najis.3
Thaharah secara umum dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:
1) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam badan.
2) Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
3) Membersihkan hati dari akhlak tercela.
4) Membersihkan hati dari selain Allah.

Hukum taharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw,
menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.

Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang.
Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan
membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu
tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara mandi
janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di
antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting
untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah
(sarana) untuk meraih kesucian batin.

B. Pembagian Thaharah
Thaharah pun terbagi menjadi dua bagian seperti berikut:
1. Thaharah Ma'nawiyah

3
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hal. 9

3
Thaharah ma'nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya membersihkan
segala penyakit hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya. Pasalnya, thaharah
ma'nawiyah ini penting dilakukan sebelum melakukan thaharah hissiyah, karena
ketika bersuci harus dalam keadaan bersih dari sifat-sifat sirik tersebut.

2. Thaharah Hissiyah
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh
dari sesuatu yang terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadas (kecil dan
besar). Untuk membersihkan dari najis dan hadas ini, bisa dilakukan dengan
menggunakan air seperti berwudu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi
tidak ada air). Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan
sembarang air. 4

C. Macam-Macam Thaharah
Macam-macam Thaharah Secara umum, para ahli fiqih membagi thaharah atau
bersuci menjadi dua yaitu bersuci dari hadas dan najis.
1. Bersuci dari hadas, yaitu bersuci yang berkenaan dengan kondisi dimana seseorang
dalam keadaan tidak suci atau keadaan badan tidak suci. Mengalami sesuatu baik
itu hadas kecil (buang air kecil, buang air besar, menyentuh kubul dan dubur) cara
bersucinya dengan wudhu atau tayammum. Adapun hadas besar (haid, nifas,
berhubungan suami isteri, meninggal dunia, dan lain-lain). Cara bersucinya dengan
mandi wajib
2. Bersuci dari najis, yaitu bersuci berkenaan dengan benda kotor yang
menyebabkan seseorang tidak suci, seperti bangkai, darah, nanah dan lain-lain.
Cara bersucinya dengan dicuci atau dibersihkan sesuai dengan tingkatan
najisnya.5 Najis menurut tingkatannya, dibedakan menjadi tiga.
a. Najis mukhaffafah (najis ringan), misalnya kencing anak laki-laki yang belum
memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah
memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir.
Adapun air kencing anak perempuan yang belum memakan makanan lain selain

4
Pembagian thaharah [CNN Indonesia] https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201207113219-284-
578834/pengertian-thaharah-dan-pembagiannya
5
Jamhari dan Tasimin, Op.Cit, hlm. 4

4
ASI, kaifiyat mencucinya hendaklah dibasuh samapi air mengalir di atas benda
yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
b. Najis mutawasitah (sedang), najis ini dibagi menjadi dua; pertama najis ainiyah
yaitu najis yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa dan
warnanya. Seperti kencing yang sudah kering, sehingga sifat-sifatnya telah
hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang
kena itu. Keduanajis hukmiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan
baunya. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa,
warna, dan baunya.
c. Najis mugallazah (berat), yaitu najis anjing dan babi. Benda yang terkena najis
ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh
dengan air yang dicampur dengan tanah.6

D. Kedudukan Thaharah Dalam Islam


Kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama yang sangat memerhatikan
kesucian dan kebersihan. Baik kebersihan dan kesucian batin maupun kebersihan lahir.
Segala yang mengotori iman dan hati seseorang diharamkan di dalam Islam. Seperti
kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, hasad, tamak, kikir, bakhil, dan beragam dosa
lainnya.
Manusia secara umum, dan khususnya orang yang beriman diperintahkan
Alloh subhanahu wata’ala untuk menyucikan dan membersihkan diri dari kotoran dan
najis batin yang menodai iman atau disebut juga thoharoh maknawi. Karenanya, Islam
senantiasa memerintahkan untuk bertaubat.
Sebab taubat adalah cara bersuci dan membersihkan diri dari kotoran dan najis
maknawi. Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surah at-Tahrim ayat 8:

‫سيِئ َاتِ ُك ْم َویُد ِْخلَ ُك ْم‬ َ ‫سى َربُّ ُك ْم أ َ ْن یُك َِف َر‬
َ ‫ع ْن ُك ْم‬ َ ‫ع‬ ُ َ‫ِین آ َمنُوا تُوبُوا ِإلَى اللَّ ِه ت َ ْوبَةً ن‬
َ ‫صو ًحا‬ َ ‫اأَیُّ َها الَّذ‬
ُ ‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِ َها ْاْل َ ْن َه‬
‫ار‬ ٍ ‫َجنَّا‬

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat


yang sebenar-benarnya. Mudah-mudahan Robb kalian mengampuni kesalahan-
kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya

6
1Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm. 21-22

5
sungai-sungai.”
(QS. at-Tahrim: 8)
Agama Islam juga sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian secara lahir.
Bahkan, thaharah secara lahir yaitu membersihkan diri dari najis dan hadats serta
memiliki kedudukan penting dalam beribadah. Di antara kedudukan agung thaharah
secara maknawi tersebut adalah:
1. Suci dari najis dan hadats adalah syarat sahnya sholat seorang hamba.
Sholat merupakan bentuk ibadah pendekatan diri seorang hamba kepada
Alloh subhanahu wata’ala. Dalam ibadah sholat, seorang hamba sedang bermunajat
kepada Alloh subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, hamba yang hendak sholat
diwajibkan dalam keadaan suci dari najis dan hadats
Mengerjakan sholat dengan bersuci adalah bentuk pengagungan kepada
Alloh subhanahu wata’ala. Seorang hamba wajib suci dari najis dan hadats. Najis
harus dibersihkan karena ia adalah kotoran. Sementara hadats harus diangkat
dengan bersuci yang sudah ditentukan. Seperti mandi bagi yang junub dan
berwudhu. Suci dari hadats ketika hendak beribadah adalah bentuk pengagungan
kepada Alloh subhanahu wata’ala.
2. Orang yang bersuci dicintai dan dipuji Alloh subhanahu wata’ala.
Senantiasa bersuci secara lahir dan batin merupakan sebab meraih kecintaan
Alloh subhanahu wata’ala dan Rosul-Nya. Hal ini berdasarkan firman
Alloh subhanahu wata’ala dalam surat al Baqoroh ayat 222:

َ‫ب ا ْل ُمتَ َط ِه ِرین‬ ُّ ‫إِنَّ اللَّهَ یُ ِح‬


ُّ ‫ب الت َّ َّوابِينَ َویُ ِح‬
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai
orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. al Baqoroh: 222)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna orang-orang bertaubat dalam ayat ini
adalah taubat dari dosa dan orang yang menyucikan diri adalah orang-orang yang
membersihkan diri dari kotoran-kotoran.
Syekh Abdurrahman bin nashir as-Sa’di rohimahulloh menjelaskan bahwa
bersuci dalam ayat ini mencakup secara maknawi dan pula mencakup makna
indrawai, yaitu bersuci dari najis dan hadats.7

7
Kedudukan thaharah, dari https://www.hasmi.org/kedudukan-thaharah-dalam-islam/

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan masalah yang
sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam beribadah yang
menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang
lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam
menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan
bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang
mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan
tempat ibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia.

B. Saran
Kami menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa
menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang ulumul hadis dan ruang lingkupnya, dan
kami sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Dosen
Pembimbing dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih baik lagi.

7
DAFTAR PUSAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-mulawarman/analisis-kuantitatif-untuk-
manajemen/makalah-kel-1-fiqh-thaharah-1/23784527. Diakses pada 28 september 2022, pukul
18.23 WIB

Al-Qur’an Karim

Sirajuddin. 2011. Thaharah, dari,


http://repositori.uin-alauddin.ac.id/6504/1/SIRAJUDDIN.pdf. Diakses pada 28
september 2022, pukul 18.23 wib
Anonim. dari, http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8632/5/BAB%20II.pdf. Diakses pada 28
september 2022, pukul 18.55 wib

Agama, Departemen RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005.

Al-Din, Zaki Abd Al-Azhim Al-Mundziri. Ringkasan Shahih Al-Bukhari; Arab


Indonesia. Malaysia: Crescent News, 2004.

https://www.hasmi.org/kedudukan-thaharah-dalam-islam/. Diakses pada 28 september


2022, pukul 19.55 wib

Anda mungkin juga menyukai