Oleh Kelompok 1 :
1. Khalid Abdurrahman 18.02.0089
2. Muhamad Muhdi 18.02.0036
3. Hamdan Khaeroni 18.02.0025
4. Muhammad Ridwan 18.02.0042
5. Irpan Abdul Maula 18.02.0088
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Fiqih Ibadah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bersuci dari hadats bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 1
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
1. Pengertian Thaharah dan Hadats...................................................... 4
2. Macam-Macam Hadats..................................................................... 5
3. Cara Bersuci dari Hadats.................................................................. 6
Wudhu.......................................................................................6
o Syarat Wudhu............................................................... 8
o Rukun Wudhu............................................................... 9
o Sunnah Wudhu..............................................................12
o Hal-hal yang membatalkan wudhu............................... 17
Mandi Janabah.......................................................................... 18
o Rukun dan sunnah mandi janabah................................ 18
Tayammum............................................................................... 23
o Syarat-Syarat yang Membolehkan Tayammum........... 24
o Rukun Tayammum....................................................... 27
o Sunnah Tayammum...................................................... 28
o Hal yang membatalkan Tayammum............................. 30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 34
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh lima imam kecuali An-
Nasa‟i yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
4
Thaharah memiliki empat tingkatan :
Ini adalah puncak tertinggi bagi orang yang memiliki mata batin yang
kuat, maka ia dapat sampai kepada maksud tersebut. Adapun orang yang buta
mata hatinya, maka ia tidak dapat memahami peringkat-peringkat tersebut
kecuali hanya peringkat yang pertama saja.
Hadats berasal dari bahasa Arab yang artinya suatu peristiwa, sesuatu
yang terjadi, sesuatu yang tidak berlaku. Sedangkan dalam istilah adalah
keadaan tidak suci bagi seseorang sehingga menjadikannya tidak sah dalam
melakukan ibadah.2
2. Macam-macam Hadats
Hadats ada dua macam, yaitu Hadats Kecil dan Hadats Besar.
a. Hadas Kecil
Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci
maka ia harus berwudu, dan apabila tidak ada air maka diganti dengan
tayamum. Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil adalah :
Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur
Karena hilang akalnya, yang disebabkan mabuk, gila atau sebab
lainnya seperti tidur
Persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan
mahramnya tanpa ada batas yang menghalanginya
Karena menyentuh kemaluan, baik kemaluan sendiri ataupun
kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari
2
Ibid., hlm. 125-126
5
b. Hadas Besar
Yaitu keadaan seseorang tidak suci, dan supaya ia menjadi suci
maka ia harus mandi besar. Apabila tidak ada air maka diganti tayamum.
Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
Karena bertemunya dua kelamin laki-laki dengan perempuan
(jima‟ atau bersetubuh), baik keluar mani ataupun tidak
Karena keluar mani, baik karena bermimpi atau sebab lain
Karena haid, yaitu darah yang keluar dari perempuan sehat yang
telah dewasa pada setiap bulannya
Karena nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis
melahirkan
Karena wiladah, yaitu darah yang keluar ketika melahirkan
Karena meninggal dunia, kecuali yang meninggal dunia dalam
perang membela agama Allah, maka dia tidak dimandikan.3
Kaum muslim sepakat bahwa bersuci secara hukum ada dua macam;
bersuci dari hadats dan bersuci dari najis. Mereka pun sepakat bahwa bersuci
dari hadats terbagi tiga bagian : wudhu, mandi janabah, dan tayammum sebagai
pengganti keduanya, dalilnya adalah ayat tentang wudhu (Q.s. al-Maidah [5] :
6) yang mencakup semuanya, sekarang kita mulai dengan wudhu.
a. Wudhu
Kata wudhu ()الوضوء
ُ –dengan huruf waw yang dhommah- dalam
bahasa Arab, berasal dari kata al-wadha'ah (اءة
َض َ )الو
َ yang bermakna al-hasan
( )الحسنyaitu kebaikan, dan juga bermakna an-nadhzafah ( )النظافةyaitu
kebersihan. Selain itu, dikenal pula dalam fiqih istilah wadhuu ()الوضوء
َ
3
Kementrian Agama RI 2014, Buku Siswa Fikih Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 Madrasah
Tsanawiyah VII, (Jakarta : Kementrian Agama, 2014) hlm. 5-6
6
dengan mem-fathah-kan huruf waw, yang bermakna air yang digunakan
untuk berwudhu.
Sedangkan pengertian wudhu dalam fiqih, para ulama
mendefinisikannya dengan beberapa redaksi berbeda, di antaranya:
Ibnu Maudud al-Maushuli al-Hanafi, seorang ulama bermazhab Hanafi,
mendefinisikan wudhu sebagaiamana berikut:
وصة
َ ص َ الم ْس ُح َعلَى أَ ْع
ُ ضاء َم ْخ َ الغَ ْسل َو
Membasuh dan menyapu pada anggota badan tertentu.
سُ ْالرأ
َّ ان َو ِ (و ِىي الْوجوُ والْي َد
َ َ َْ َ َ ض ِاء األَ ْربَ َع ِة
َ استِ ْع َمال َماء طَ ُهور فِي األَ ْع ْ
بِأَ ْن يَأْتِ َى بِ َها ُم َرتَّبَةً ُمتَ َوالِيَةً َم َع رع
ِ الش َّ صة فِي َ ص ْو
ِ ِ ِّ
ُ والر ْج ََلن) َعلَى ص َفة َم ْخ
ضِ بَاقِي الْ ُف ُرْو
7
Penggunaan air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah,
kedua tangan, kepala, dan kedua kaki; dengan tata cara tertentu sesuai
dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan bersama dengan
fardhu-fardhu wudhu lainnya.
Dari beberapa definisi di atas, setidaknya titik temunya adalah
bahwa wudhu merupakan ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats
kecil dengan menggunakan media air atas beberapa anggota tubuh. Di
mana ibadah itu kemudian ada yang menjabarkannya melalui satu sisinya,
yaitu dengan menyebutkan caranya seperti membasuh dan mengusap. Dan
ada pula yang menjabarkan secara langsung rukun-rukunnya, seperti niat,
tertib, dan lainnya.
Disamping itu, dari definisi di atas juga dipahami bahwa wudhu
bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan anggota tubuh secara fisik
dari kotoran, melainkan juga sebuah ritual ibadah yang telah ditetapkan
tata aturannya lewat wahyu (syara‟) dari Allah swt. 4
Syarat Wudhu, Syarat adalah ketentuan yang wajib dilakukan
sebelum praktek ibadah dilakukan. Terkait syarat wudhu, para ulama
membedakannya menjadi dua jenis: syarat wajib dan syarat sah. Maksud
dari syarat wajib wudhu adalah syarat-syarat yang apabila terpenuhi pada
diri seseorang, maka wudhu itu hukumnya menjadi wajib. Adapun syarat
sah adalah hal-hal yang apabila belum terpenuhi, maka wudhu itu
hukumnya menjadi tidak sah.
8
mud air dan mandi dengan satu sha‟ hingga lima mud air. (HR.
Bukhari Muslim).
6. Mampu menggunakan air.
7. Masuknya waktu ibadah yang mensyaratkan wudhu, khusus bagi
wanita yang mendapati istihadhah dan kasus semisal.
8. Adanya hadats.
9. Sampainya dakwah Nabi saw.
5
Ibid., hlm. 20-21
6
Muhammad Ajib, Lc., MA, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi‟iy, (Jakarta Selatan : Rumah
Fiqih Publising, 2019) hlm. 9
9
،س ِّ َوَم ْس ُح ُربُ ِع، َوغَ ْس ُل الْيَ َديْ ِن َم َع ال ِْم ْرفَ َق ْي ِن، غَ ْس ُل ال َْو ْج ِو:ُضو
ِ ْالرأ ُ َوفَ ْر
.الر ْجلَْي ِن َم َع الْ َك ْعبَ ْي ِن
ِّ َوغَ ْس ُل
Fardhu wudhu adalah: membasuh wajah, membasuh tangan dan juga
kedua siku, mengusap seperempat kepala, dan membasuh kaki dan
juga kedua mata kaki.
2. Madzhab Maliki
7
Isnan Ansory, Lc., MA, Wudhu Rasulullah SAW menurut empat mazhab, (Jakarta Selatan :
Rumah Fiqih Publishing, 2018) hlm. 21-22
10
Imam Abu an-Naja al-„Asymawi (w. Sebelum Abad 10
H), seorang ulama bermazhab Maliki, dalam kitab matan-nya; Matan
al-„Asymawiyyah, yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab
Maliki, menetapkan praktik wudhu dari sisi rukunnya sebagaimana
berikut :
3. Madzhab Syafi’i
Imam Abu Syuja‟ al-Ashfahani (w. 593 H), seorang ulama
bermazhab Syafi‟i, dalam kitab matan-nya; al-Ghayah wa at-Taqrib,
yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Syafi‟i, menetapkan
praktik wudhu dari sisi rukunnya sebagaimana berikut:
11
النية عند غسل الوجو وغسل الوجو:وفروض الوضوء ستة أشياء
وغ سل اليدين مع المرفقين ومسح بعض الرأس وغسل الرجلين إلى
الكعبين والترتيب على ما ذكرناه
Fardhu wudhu ada 6: (1) Niat saat membasuh wajah, (2) Membasuh
wajah, (3) Membasuh kedua tangan dan juga kedua siku, (4)
Mengusap sebagian kepala, (5) Membasuh kedua kaki dan juga
kedua mata kaki, (6) Tertib anggota wudhu sebagaimana telah
disebutkan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Mar‟i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H), seorang
ulama bermazhab Hanbali, dalam kitab matan-nya; Dalil ath-Thalib
li Nail al-Mathalib, yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab
Hanbali, menetapkan praktik wudhu dari sisi rukunnya sebagaimana
berikut:
12
tersebut. Yaitu antara tata cara yang dihukumi wajib sebagai syarat sahnya
ibadah wudhu, atau semata dihukumi sunnah yang dianjurkan.
Sunnah Wudhu menurut empat madzhab,
1. Madzhab Hanafi
Imam Ibnu Maudud al-Maushili (w. 683 H), seorang
ulama bermazhab Hanafi, dalam kitab matan-nya; Mukhtar al-Fatwa,
yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Hanafi, menetapkan
praktik wudhu dari sisi sunnahnnya, sebagaimana berikut:
“Sunnah-sunnah wudhu: membasuh kedua tangan sampai
kepergelangan tangan sebanyak tiga kali sebelum mencelupkan
tangannya ke dalam wadah air bagi yang baru bangun dari tidur,
membaca tasmiyyah di awal wudhu, bersiwak, madhmadhah,
istinsyaq, mengusap seluruh kepala dan kedua telinga dengan satu
usapan air, takhlil jenggot dan ruas jari, membasuh tiga kali.”
2. Madzhab Maliki
Imam Abu an-Naja al-„Asymawi (w. Sebelum Abad 10
H), seorang ulama bermazhab Maliki, dalam kitab matan-nya; Matan
al-„Asymawiyyah, yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab
Maliki, menetapkan praktik wudhu dari sisi sunnahnnya,
sebagaimana berikut:
“Sedangkan sunnah-sunnah wudhu, ada 8: (1) Membasuh kedua
tangan sampai pergelangan, (2) Madhmadhah, (3) Istinsyaq, (4)
Istintsar; yaitu membuang air yang dimasukkan ke dalam hidup, (5)
Mengusap kepala dengan membalikkannya dari belakang, (6)
Mengusap sisi luar dan dalam telinga, (7) Mengusap telinga dengan
air yang baru, dan (8) Tertib.
Adapun fadhilahnya (anjuran di bawah kualitas sunnah), ada 7: (1)
Tasmiyyah, (2) Berwudhu di tempat yang suci, (3) Meminimalkan
penggunaan air, (4) Meletakkan wadah air di atas tangan kanan, (5)
Basuhan kedua dan ketiga, jika telah sempurna pada basuhan
13
pertama, (6) Memulai usapan kepada dari arah depan, (7) Bersiwak.
Wallahua’lam.”
3. Madzhab Syafi’i
Imam Abu Syuja‟ al-Ashfahani (w. 593 H), seorang ulama
bermazhab Syafi‟i, dalam kitab matan-nya; al-Ghayah wa at-Taqrib,
yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Syafi‟i, menetapkan
praktik wudhu dari sisi sunnahnnya, sebagaimana berikut:
“Dan sunnah-sunnahnya ada 10: (1) Tasmiyyah, membasuh kedua
telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air,
madhamadhah, istinsyaq, membasuh sisi dalam dan luar telingan
dengan air yang baru, takhlil jenggot yang tebal, takhlil ruas-ruas
jari tangan dan kaki, mendahulukan anggota tubuh yang kanan atas
yang kiri, melakukan wudhu tiga kali-tiga kali, dan muwalah.”
4. Madzhab Hanbali
Imam Mar‟i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H), seorang
ulama bermazhab Hanbali, dalam kitab matan-nya; Dalil ath-Thalib
li Nail al-Mathalib, yang menjadi salah satu rujukan dalam mazhab
Hanbali, menetapkan praktik wudhu dari sisi sunnahnnya,
sebagaimana berikut:
“Sunnah wudhu ada 18: (1) Menghadap kiblat, (2) Bersiwak, (3)
Membasuh telapak tangan 3 kali, (4) Mendahulukan madhmadhah
dan istinsyaq sebelum membasuh wajah, (5) Memperbanyak hirupan
air dalam madhmadah dan istinsyaq, kecuali bagi orang yang
berpuasa, (6) Menekan anggota wudhu yang dibasuh (dalk), (7)
Memperbanyak basuhan di wajah –hingga ke sisi luar dan dalam-,
(8) Takhlil jenggot yang tebal, (9) Takhlil ruas-ruas jari, (10)
Membasuh telinga dengan air yang baru, (11) Mendahulukan
anggota wudhu yang kanan atas kiri, (12) Melebihkan wilayah
basuhan (tahjil), (13) Basuhan kedua dan ketiga, (14) Senantiasa
berniat hingga wudhu selesai, (15) Berniat saat membasuh telapak
14
tangan, (16) Membaca niat secara sirr, (17) Membaca dua kalimat
syahadat setelah berwudhu dengan menghadapkan wajah ke langit,
(18) Mandiri dalam berwudhu, tanpa bantuan orang lain.”
15
4 Madzhab
No. Praktik Wudhu
Hanafi Maliki Syafi'i Hanbali
14 Tiga Kali Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
15 Dalk Sunnah Wajib Sunnah Sunnah
16 Muwalah Sunnah Wajib Sunnah Wajib
17 Tertib Sunnah Wajib Wajib Wajib
18 Doa Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
19 Shalat Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
Hanafi Maliki Syafi'i Hanbali
4 wajib, 8 wajib, 6 wajib, 10
TOTAL
15 11 13 wajib, 9
sunnah sunnah sunnah sunnah
16
4. Madhmadhah, istinsyaq, dan istintsar.
5. Membasuh telinga.
6. Dalk atau menggosok badan.
7. Muwalah.
8. Tertib.8
... ...
8
Ibid., hlm. 24-34
9
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid jilid 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) hlm. 70
17
b. Mandi Janabah
Dalam bahasa Arab, mandi janabah disebut dengan ghusl
janabah ( )غسل الجنابةatau biasa disingkat dengan al-ghusl ()الغسل. Secara
ِ
َ )ض ُّد. Di mana istilah janabah dalam fiqih dipakai untuk
dari dekat (القرابَة
“Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu
dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.”10
10
Isnan Ansory, Lc., M.Ag., Mandi Janabah Rasulullah SAW menurut 4 Mazhab, (Jakarta
Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018) hlm. 6-7
18
sahnya ibadah mandi janabah, atau semata dihukumi sunnah yang
dianjurkan.
Terkait detail pandangan ulama tersebut, berikut beberapa
praktik mandi janabah dari aspek hukum, yang tertulis dalam kitab-kitab
fiqih matan empat mazhab.
Rukun dan sunnah mandi janabah menurut empat madzhab :
1. Madzhab Hanafi
Imam Burhanuddin al-Marghinani (w. 593 H), seorang
ulama bermazhab Hanafi, yang kitab matan-nya menjadi rujukan
mazhab Hanafi, menetapkan praktik mandi janabah dari sisi rukun
dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
2. Madzhab Maliki
Imam Abu an-Naja al-„Asymawi (w. Sebelum Abad 10
H), seorang ulama bermazhab Maliki, yang kitab matan-nya menjadi
salah satu rujukan dalam mazhab Maliki, menetapkan praktik mandi
janabah dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
“Bab tentang fardhu mandi janabah, sunnah-sunnahnya,
dan fadhoilnya. Fardhu mandi ada lima: niat, membasuh seluruh
19
tubuh dengan air, dalku (menggosok badan), fawr (muwalah), dan
menyela-nyela rambut.
Sedangkan sunnahnya ada empat: mencuci tangan
terlebih dahulu (sebelum mandi) sampai pergelangan, madhmadhah,
istinsyaq, mengusap daun telinga.
3. Madzhab Syafi’i
Imam Abu Syuja‟ al-Ashfahani (w. 593 H), seorang ulama
bermazhab Syafi‟i, yang kitab matan-nya menjadi salah satu rujukan
dalam mazhab Syafi‟i, menetapkan praktik mandi janabah dari sisi
rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
“Fardhu mandi janabah ada tiga: niat, membersihkan
badan dari najis, dan mengalirkan air ke seluruh rambut dan
permukaan kulit.
Dan sunnah-sunnahnya ada lima: tasmiyyah, berwudhu
sebelum mandi, gosokan tangan di atas badan (dalk), muwalah, dan
mendahulukan anggota tubuh yang kanan atas yang kiri.”
4. Madzhab Hanbali
Imam Abu an-Naja al-Hijawi (w. 968 H), seorang ulama
bermazhab Hanbali, yang kitab matan-nya menjadi salah satu
rujukan dalam mazhab Hanbali, menetapkan praktik mandi janabah
dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
“Dan standar cukupnya (sah) mandi janabah adalah
berniat, kemudian membaca tasmiyyah, dan membasuh seluruh
badang dengan sekali basuhan
20
Adapun mandi janabah yang sempurna: berniat,
kemudian membaca tasmiyyah, mencuci kedua tangan tiga kali, dan
mencuci anggota tubuh yang terkotori najis, berwudhu, menyiram
kepala tiga kali dengan menyela-nyela kepala, membasuh seluruh
tubuh tiga kali, melakukan dalk (menggosok badan dengan tangan),
mendahulukan anggota tubuh yang kanan, dan membasuh kedua
kaki di tempat lain.
21
Madhmadah dan
6 Wajib Sunnah Sunnah Wajib
Istinsyaq
Meratakan Air ke
7 Wajib Wajib Wajib Wajib
Seluruh Tubuh
8 Menyela-nyela Rambut Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
9 Menyiram Kepala Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
10 Mendahulukan Kanan Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
11 Dalk Sunnah Wajib Sunnah Sunnah
12 Membasuh 3 Kali Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
13 Muwalah Sunnah Wajib Sunnah Sunnah
Hanafi Maliki Syafi'i Hanbali
2 wajib, 4 wajib, 3 wajib, 5 wajib,
TOTAL
11 9 11 8
sunnah sunnah sunnah sunnah
SUNNAH-SUNNAH LAINNYA
14 Tertutup Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
15 Doa Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
16 Shalat Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah Sunnah
22
2. Tasmiyyah atau membaca basmalah.
3. Madhmadhah dan Istinsyaq.
4. Dalk atau menggosok badan.
5. Muwalah.11
c. Tayamum
Secara bahasa, makna kata tayammum itu ada beberapa
terjemah, antara lain :
▪ Al-Qashdu ( )القصد: artinya adalah bertujuan atau yaitu bermaksud
▪ At-Ta'ammud ( )التع ّمد: artinya adalah melakukan sesuatu dengan sengaja
▪ At-Tawakhi ( )التوخي: artinya membayangkan sesuatu
11
Ibid., hlm. 19-27
23
berhadats itu seseorang terhalang dari melakukan shalat dan beberapa
ibadah lainnya.
24
Yang benar adalah ketika seseorang merasa yakin
mengenai ketiadaan air baik setelah berusaha mencarinya terlebih
dahulu ataupun tidak maka ia termasuk dalam kategori orang yang
tidak mendapatkan air. Adapun bagi orang yang hanya menduga-
duga, maka ia tidak termasuk orang yang tidak mendapatkan air,
karena itulah, pendapat Malik yang menyatakan harusnya
mengulang-ulang pencarian pada satu tempat adalah lemah, yang
kuat adalah mencari di awalnya saja ketika tidak ada keyakinan
mengenai ketiadaan air.
3. Masuk waktu
Sebagaian ulama mensyaratkan telah masuknya waktu
(shalat), ini adalah pendapat Malik dan Syafi‟i. Sebagian yang lain
tidak mensyaratkannya, ini adalah pendapat Abu Hanifah, ahlu
zhahir, dan Ibnu Sya'ban yang termasuk pengikut Imam Malik.
25
dilakukan sebelum masuk waktu, melainkan apabila diqiyaskan
dengan shalat, karena itu yang paling tepat dikatakan: Sesungguhnya
sebab perbedaan pendapat disini adalah pengqiyasan tayammum
terhadap shalat.
26
bahwa tayammum tidak bisa dilakukan kecuari di akhir waktu,
renungkanlah!13
Rukun Tayammum
Ada dua versi tata cara tayammum yang berbeda di tengah para
ulama. Perbedaan itu terkait dengan jumlah tepukan apakah sekali tepukan
atau dua kali. Dan juga perbedaan dalam menetapkan batasan tangan yang
harus diusap.
1. Cara Pertama
2. Cara Kedua
13
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid jilid 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006) hlm. 138-141
27
terdiri dari satu tepukan saja yang dengan satu tepukan itu diusapkan
ke wajah langsung ke tangan hingga kedua pergelangan tidak sampai
ke siku.
Sunnah Tayammum
Ada beberapa hal yang disunnahkan dalam bertayammum,
antara lain :
1. Membaca Basmalah
28
Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan, cukup dengan
ِ سم
lafadz yang singkat saja, yaitu الل ِ ِب
b. Mazhab Al-Malikiyah
Sedangkan dalam pandangan Mazhab Al-Malikiyah,
bacaan basmalah itu hukumnya fadhilah bukan sunnah.
Fadhilah dalam pandangan mazhab ini mirip dengan sunnah,
tetapi levelnya lebih di bawahnya.
c. Mazhab Asy-Syafi‟iyah
Mazhab Asy-Syafi‟iyah menyebutkan disunnahkan
membaca basmalah dengan lengkap, yaitu :
ِ الرِح
يم َّ حم ِن
َ الر
ِ سم
َّ الل ِ ِب
d. Mazhab Al-Hanabilah
Dan yang paling berbeda adalah Mazhab Al-
Hanabilah, dimana mereka mewajibkan bacaan basmalah
sebelum tayammum dikerjakan.
2. Tertib
29
3. Berkesinambungan
2. Ditemukannya Air
30
Bila ditemukan air maka tayammum secara otomatis
menjadi gugur. Yang harus dilakukan adalah berwudhu dengan air
yang baru saja ditemukan.
3. Hilangnya Penghalang
31
bersucinya dengan tayammum, tiba-tiba ditemukan cara untuk
mendapatkan air dari dalam sumur. Maka shalat yang sedang
dikerjakan batal dengan sendirinya.
14
Ahmad Sarwat, Lc., MA, Tayammum, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018) hlm.
42-51
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadats dibedakan menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
Hadats kecil disucikan dengan wudhu dan tayammum dengan keadaan tertentu.
Sedangkan hadats besar disucikan dengan mandi janabah dan tayammum
dengan keadaan tertentu .
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini
dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Agama RI. 2014. Buku Siswa Fikih Pendekatan Saintifik Kurikulum
2013 Madrasah Tsanawiyah VII. Jakarta: Kementrian Agama
Ansory, Lc., MA, Isnan. 2018. Wudhu Rasulullah SAW menurut empat mazhab.
Jakarta Selatan : Rumah Fiqih Publishing
Ansory, Lc., MA, Isnan. 2018. Mandi Janabah Rasulullah saw Menurut 4
Mazhab. Jakarta Selatan : Rumah Fiqih Publishing
Ajib, Lc., MA, Muhammad. 2019. Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi‟iy. Jakarta
Selatan : Rumah Fiqih Publishing
Sarwat,, Lc., MA, Ahmad. 2018. Tayammum. Jakarta Selatan : Rumah Fiqih
Publishing
34