RUKHSAH PUASA
Dosen Pengampu: DR. Nawari Ismail, M.Ag
Disusun oleh:
20140120189
2. Danang Widiyantoro
20140120192
3. Rifki Subarkah
20140120191
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Segala puji kepada Allah SWT tuhan semesta alam, yang senantiasa
melimpahkan rahmad dan rezeki-Nya. Shalawat beserta salam kepada baginda
Rasullah Salallahu alaihi wa Salam sebagai suri tauladan terbaik yang
mencerahkan pola pikir manusia yang sebelumnya tenggelam dalam kejahillan.
Alhamdulillahhi rabbil alamin, dengan ridha Allah SWT kami telah
menyelesaikan tulsan ini sebagai syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Agama
II. Tulisan ini membahas tentang ibadah puasa dan aturan tentang rukhsah dalam
ibadah puasa dengan judul Rukhsah Puasa.
Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat dan mmembantu mengurangi
ketidak tahuan atau keraguan tentang kemudahan atau keringanan yang diberikan
Allah SWT dalam melaksanakan ibadah puasa. Selain itu, diharapkan agar semua
persepsi tentang ibadah puasa itu menyulitkan berbagai pihak dapat dihapuskan.
Wassalamualaikum wr.wb.
Hormat Kami,
Penyusun
Rukhsah Puasa | 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI 2
A. IBADAH PUASA
3
1. Pengetian Puasa 3
2. Rukun dan Syarat Puasa 4
3. Hal-Hal yang Membatalkan dan Mengurangi Nilai Puasa
B. RUKHSAH PUASA
8
1. Musafir 8
2. Sakit
10
3. Haid dan nifas
10
4. Kakek dan nenek yang lanjut usia
5. Wanita hamil dan menyusui
C. KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA
14
11
12
Rukhsah Puasa | 2
A. IBADAH PUASA
Sangat penting rasanya membahas tentang apa itu ibadah puasa dan
bagaimana menyelenggarakannya
sebelum menguak
tentang
keringanan-
Pengertian Puasa
Ulama Fiqh mendefenisikan ibadah sebagai hal-hal yang dikerjakan
berarti
atau
, secara bahasa
terhadap apa saja, tergantung pada keinginan hati ingin berpuasa terhadap apa.
Sedangkan menurut istilah Syari puasa adalah:
"Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya
fajar sampai dengan terbenamnya matahari yang disertai niat.(Sabiq,
Fiqh as-Sunnah I, hlm 364).
Al-Sharfani dalam Subul al-Salam menambahkan bahwa puasa atau menahan diri
tersebut tidak hanya sebatas menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
tetapi juga menahan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa seperti
perbuatan dan perkataan sia-sia, dusta, jorok dan bertengkar, semacamnya, dari
sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari yang disertai niat.
2.
Umumnya ulama fiqh berpendapat bahwa rukun puasa itu hanya satu,
yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari sejak terbitnya fajar
sampai dengan terbenamnya matahari. Hal ini mereka dasarkan pada Al-Qur'an
surat Al-Baqarah: 187 yang memang hanya menunjuk hal tersebut.
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan
istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.(QS Al-Baqarah 187)
Sementara itu ulama Mazhab Syafi'i dan Maliki menambahkan satu rukun
lagi yaitu niat. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw:, "Sesungguhnya setiap
amalan itu ada niatnya. Dan setiap sesuatu akan dibalas sesuai dengan niatnya."
(HR. Bukhari-Muslim). Menurutnya, kedudukan niat ini sama dengan kedudukan
niat dalam ibadah-ibadah mahdhah lainnya (seperti shalat) yakni sangat penting
Rukhsah Puasa | 4
sehingga tdak sah suatu ibadah tanpa didahului dengan niat. Jadi niat menurut
pendapat ini menjadi salah satu rukun di samping menahan diri tersebut.
Adapun syarat puasa, ulama fiqh biasa membaginya menjadi dua, yakni
syarat wajib dan syarat sah puasa.Namun dalam prakteknya para ulama berbeda
pendapat tentang mana yang syarat wajib dan mana syarat sah puasa. Dalam hal
ini pembahasan dimulai dari syarat wajib puasa, yaitu:
a) Muslim, yaitu orang yang beragama Islam (Mazhab Hanafi).
Dasarnya adalah orang yang diseru dalam QS. Al-Baqarah/2:183
hanyalah orang yang beriman atau muslim. Berdasarkan ayat ini maka
orang Non- muslim tidak wajib berpuasa, dan sekiranya dia tetap
berpuasa maka puasanya dianggap tidak sah. Karena alasan ini pula
jumhur ulama mengatakan bahwa keislaman seseorang termasuk
syarat sah puasa.
b) Mumayyiz(orang yang sudah sempurna), yaitu orang yang sudah
dewasa(baligh) dan berakal(aqil). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
c) Kuat berpuasa(qadir). Secara syar'i, orang yang tidak kuat berpuasa
dalam pengertian ini adalah orang yang sedang sakit, bepergian jauh,
orang tua renta, ibu hamil atau baru melahirkan, dan semacamnya. Di
luar orang-orang tersebut masuk dalam kategori orang yang
mampu/kuat berpuasa.
Adapun syarat sah puasa, di samping dua syarat di atas yakni harus
beragama Islam dan tamyiz(baligh dan berakal), masih ditambah dua syarat sah
lagi, yaitu:
a) Bagi wanita, harus suci dari haid, nifas atau pun wiladah.
b) Dikerjakan pada hari yang dibolehkan berpuasa. Boleh berpuasa atau
mengganti puasa selain pada hari yang diharamkan berpuasa, seperti
pada dua hari raya Ied dan hari Tasyrik.
Orang yang sudah terkena kewajiban puasa dalam arti sudah memenuhi
syarat-syarat puasa dan dia sengaja tidak berpuasa atau membatalkan puasanya,
tanpa ada halangan syar'i, maka dia berdosa besar. Sekedar disebutkan bahwa ada
riwayat dari Abu Hurairah yang mengatakan: "Barangsiapa berbuka puasa di
bulan Ramadhan tanpa udzur (halangan), dia tidak bisa mengganti puasanya
sepanjang masa meskipun dia sangat ingin berpuasa." (HDR. Tirmidzi, Abu
Daud, Ibn Majah).
Rukhsah Puasa | 5
3.
Rukhsah Puasa | 6
"...Puasa itu benteng, (ian apabila waktu puasa maka janganlah salah
seorang kalian berkata kotor, jangan marah. Jika seseorang mencacinya
atau memasukinya, maka hendaklah ia katakan, "Sesungguhnya saya sedang
berpuasa." (HR. Imam yang Lima, dari Abu Hurairah)
Intinya, bila seluruh panca indra dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan
terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan dilarang oleh Allah SWT maka
dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk
orang yang merugi.
Rukhsah Puasa | 7
B. RUKHSAH PUASA
Secara etimologi, rukhshah berarti kemudahan, kelapangan, dan
kemurahan. Sedangkan kata rukhshah menurut terminologi adalah sesuatu
hukum yang diatur syara karena ada satu udzur yang berat dan menyukarkan
atau hukum yang telah ditetapkan untuk memberikan kemudahan bagi mukallaf
pada keadaan tertentu yang menyebabkan kemudahan.
Pada dasarnya rukhshah itu adalah pembebasan seorang mukallaf dari
melakukan tuntutan hukum azimah(hukum yang disyariatkan Allah sejak semula
bersifat umum yang bukan tertentu pada satu keadaan atau kasus tertentu dan
bukan pula berlaku hanya kepada mukallaf tertentu, seperti ibadah shalat, puasa,
zakat, dan haji) dalam keadaan darurat. Dengan sendirinya hukumnya boleh,
baik dalam mengerjakan sesuatu yang terlarang maupun meninggalkan sesuatu
yang disuruh. Namun dalam hal menggunakan hukum rukhshah bagi orang yang
telah memenuhi syarat untuk itu terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum menggunakan rukhshah itu tergantung
kepada bentuk udzur yang menyebabkan adanya rukhshah itu. Dengan demikian,
menggunakan hukum rukhshah dapat menjadi wajib atau sunah bahkan mubah.
Dalam ibadah puasa terdapat beberapa udzur atau penyebab berlakunya
hukum ruhkshah bagi mukallaf yang telah menerima kewajiban melaksanakan
ibadah puasa ramadhan, yaitu sebagai berikut:
1.
Musafir
Banyak hadits shahih membolehkan musafir untuk tidak puasa, kita tidak lupa
bahwa rahmat ini disebutkan di tengah-tengah kitab-Nya yang Mulia, Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berfirman (yang artinya) : Dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain.
Allah mengendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
Rukhsah Puasa | 8
Rukhsah Puasa | 9
(maka) itu baik (baginya), dan barangsiapa yang merasa lemah kemudian
berbuka (maka) itu baik (baginya) [Hadits Riwayat Tirmidzi 713, AlBaghawi 1763 dari Abu Said, sanadnya Shahih walaupun dalam sanadnya ada
Al-Jurairi, riwayat Abul Ala darinya termasuk riwayat yang paling shahih
sebagaimana dikatakan oleh Al-Ijili dan lainnya.]
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) :
Bukanlah suatu kebajikan melakukan puasa dalam safar [Hadits Riwayat
Bukhari 4/161 dan Muslim 1110 dari Jabir].
2.
Sakit
Allah membolehkan orang yang sakit untuk berbuka sebagai rahmat dari-Nya,
dan kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang membolehkan
berbuka adalah sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu
madharat atau menjadi semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan
terlambat kesembuhannya. sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain". [al-Baqarah/2:184].
3.
Rukhsah Puasa | 10
4.
Rukhsah Puasa | 11
5.
maka
keduanya
boleh
berbuka
dan
memberi
makan
Rukhsah Puasa | 12
C. KESIMPULAN
Ibadah puasa terutama puasa ramadhan diwajibkan Allah SWT kepada
setiap orang Islam yang sudah memenuhi seluruh persyaratan yaitu seorang
muslim yang berakal, baligh, sehat, dan mabit/mukim (menetap di tempat
tinggalnya). Meskipun demikian, Allah SWT selalu memberikan peraturan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan hamba-Nya. Karena itulah, Allah SWT juga
memberikan rukhsah(keringanan) kepada orang-orang yang wajib berpuasa akan
tetapi tidak memungkinkan untuk melaksanakan sebagaimana mestinya.
Rukhsah atau keringanan yang diberikan kepada mukallaf yang tidak
dapat melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan bukan berarti memberi
keleluasaan bagi mukallaf untuk meninggalkan kewajibannya terhadap perintah
Allah SWT. Namun ada aturan-aturan dan syarat-syarat tertentu yang
memperbolehkan mukallaf untuk memperoleh rukshah. Oleh karena itu sangat
penting bagi pemeluk agama Islam untuk memahami aturan-aturan dan syaratsyarat yang mengatur tentang rukhsah dalam berpuasa.
Rukhsah Puasa | 13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim dan Terjemahan
Asyrafuddin,Nurul Mukhlis.2011. Makna Rukhsah dan Pembagiannya.
Melalui Internet: http//almanhaj.or.id/content/3000/slash/0/maknarukhshah-dan-pembagiannya
Aljaami.2011. Wanita Hamil dan Nifas Dilarang Berpuasa Ranadhan.
Melalui Internet://aljaami.wordpress.com/2011/11/13/wanita-haiddan-nifas-dilarang-berpuasa
Faturohman.2010.Rukhsah (Kelapangan dan Kemudahan) dalam
Puasa Ramadhan. Melalui Internet: https://coretantanpakertas.
wordpress.com/2010/07/04/rukhsah-kelapangan-dan-kemudahandalam-puasa-ramadhan
Ihwansalafi.2008. Puasa Wanita Hamil dan Menyusui. Melalui Internet:
https: / / ihwansalafy.wordpress.com /2008 /08 /27 /puasa -wanitahamil-dan-menyusui
Jamaluddin,Syakir.2010. Kuliah Fiqh Ibadah. Yogyakarta: LPPI UMY
Nashr,Al-Alim.2002.
Muhammad
Meniti
Kesempurnaan
Ibadah.
Solo:
Nur
Rukhsah Puasa | 14