Anda di halaman 1dari 6

Para ulama sepakat bahwa cara bersuci ada bersuci menurut syara’ ada dua

macam: bersuci dari hadas dan bersuci dari najis. Bersuci dari hadas terdapat 3
cara : wudhu, mandi, janabat/tayamum yang menjadi ganti keduanya ketentuan
tayamum ini berdasarkan ayat al-qur’an tentang cara berwudhu. Marilah kita rinci
cara bersuci tersebut sebagai berikut ada yang berpendapat dari beberapa buku
mengatakan bahwa pembagian hadas itu dibagi menjadi 2, yaitu a. hadas kecil, b.
hadas besar, hadas besar meliputi hadas menengah dan besar itu dimasukkan jadi
satu dan ada juga yang menyatakan bahwa hadas itu dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Hadas Kecil (Hadas Asghfar)adalah hadas yang terjadi karena keluarnya
sesuatu dari salah satu di antara 2 lubang pembuangan sekalipun jarang
sekali, hilang akal, bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram tanpa ada penghalang dan disertai dengan syahwat dan menyentuh
kemaluan/dubur anak adam dengan bagian telapak tangan/bagian dalam jari.
Dalam keadaan hadas seseorang mengharamkan sholat, thawaf, menyentuh
dan membawa mushaf.
b. Hadas Menengah (hadas ausath) adalah jinabat yang terjadi karena
keluarnya mani atau karena memasukkan hasyafah (pucuk zakar) ke dalam
farji (klamin pr), karena melahirkan walaupun prematur. Hadas menengah
menyebabkan terlarangnya 4 hal yang telah disebutkan di atas, ditambah
dengan membaca al-qur’an dan berdiam di masjid.
c. Hadas Besar (hadas akbar) yang terjadi karena haid dan nifas. Hadas besar
menyebabkan terlarangnya 4 hal di atas, ditambah dengan puasa. Lewat di
masjid jika takut mengotorinya, jima’ (melakukan hubungan suami istri)
antara pusat dan lutut.
(Hal 3. Ibnu Rusy, buku: “Bidayatul Mujtahid 1995 Jakarta, Pustaka Amam)

I.Hal-hal yang diharamkan ketika hadas keluar adalah:


1. Sholat

“ An abuw huroiyrota ro’a(a;hamzah) qola : qolu an nabiyyi (shod/saw) laa


yuqobbilu allahu sholati ahadu kam adaa ahaddasu hatta yutawaddho’a
(a;hamzah).” (rowahul albukhoriy wa muslim)

Dari Abu Huraiarah berkata, Rasulullah SAW bersabda, Allah tidak akan
menerima sholat seseorang yang telah berhadas, hingga ia berwudhu
kembali. (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Thawaf dilarang karena thowaf di ka’bah merupakan hukum agama adalah


shalat juga.

“ An Ibnu Abbasyin ro’a qola: qolu annabiiyi at thowaafu bil bayti sholatu illa
innaallaha yaa ha fiiyha al kalamu” (rowahul albaiyhaqi)

Dari Abdullah din abbas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Thawaf di


rumah Allah (Ka’bah) itu sholat. Bedanya, sesungguhnya Allah
memperbolehkan berkata-kata ketika melakukannya. (H.R. Baihaqi).

3. Menyentuh Al-Qur’an
“ an uwmaru bin hazaamin an nabiiyyi shod mim qola: laa tumussyu al-
qur’ana illa wa amta thohirun”. (rowahul maliki wa albaiyhaqi: hadiysa
mursal)

Dari umar bin hizam, dari nabi saw berkata: “janganlah kamu menyentuh al-
qur’an itu, melainkan apabila kamu dalam keadaan suci” (H.R. Malik dan
Baihaqi).

Dalam firman Allah SWT ditambahkan:


“laa yamassyuhuu illa almuthahharuwna”
Tidaklah boleh menyentuh al-qur’an itu, melainkan orang yang suci.

Jumhur Ulama’ memaknainya sebagai larangan, tapi sebagian ulama


memaknainya sebagai kabar saja bukan larangan. Sedangkan di sini
jumhurul ulama’ (imam syafi’I, mazhab imam malik, abu hanifah) ia
memaknainya sebagai bersuci yang menjadi syarat dalam perkara
menyentuh mushaf. Akan tetapi menurut ahluz zahir (kaum zahiriah yang
melihat secara lahir ayat al-qur’an saja)berpendapat bahwa bersuci seperti
ini tidak menjadi syarat dalam menyentuh mushaf. Karena dia memaknai al-
mutaharun sebagai manusia (anak adam)/ malaikat.
Selanjutnya pengarang kitab bidayatul mujtahid berkata : “ Bila pendirian
masing-masing tidak beralasan kitab dan sunnah dalam memberi ketetapan,
maka masalah ini akan dikembalikan seperti semula yaitu boleh menyentuh
mushaf tanpa bersuci dahulu, dalam hal ini jumhurul ulama’ mengambil alas
an dengan hadis umar bin hazm yang telah disebutkan diatas. Dalam kitab
“Nailul Authar” dijelaskan beberapa arti dari kata-kata tahir.
Berkata pengarang kitab ushul fiqh Al-Bayan, “menggunakan kalimat
yang musytarak untuk dua atau beberapa maknanya adalah dibolehkan”, ini
menurut mazhab jumhur ulama’ syafi’I, al-qadi abu bakar, dan abu ali al-
jabbari. Dengan melihat pendapat ini, orang yang boleh menyentuh al-qur’an
(mushaf) hanyalah orang-orang yang suci dari semua yang telah disebutkan
di atas. (hal 71-75) buku: fiqih madzhab syafi’i.

Hadast Besar

Pembagian hadas besar:


1. Jima’ adalah persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, baik keluar
mani ataupun tidak. Jima’ disebut juga junub dalam firman Allah:
“wa in kanatum junubann faa thohharuuw”
Dan apabila kamu dalam keadaan junub, maka mandilah kamu.

-Dalam hadis lain disebutkan:


“ An aa (hamzah) isyatu ro’a qoolat: qolu rosululloh shod (saw) : idzaa
jalasya bayna syu’abihaa al-arbai wa massya ilkhitaana faqod wajaba al-
ghusyla. Wa fiiy riwayatin wa anlam yanzilun “ (rowahul muslim)

Dari Aisyah r.a. , Ia berkata, rasulullah SAW bersabda “Bila seseorang


telah duduk (menelungkup) antara cabang-cabang yang empat (dari
badan perempuan), dan khitan telah menyentuh khitan, maka sungguh
telah wajib mandi. Dan satu riwayat, “sekalipun tidak keluar mani” (H.R.
Muslim).

2. Keluarnya mani karena bersetubuh ataupun tidak, seperti bermimpi atau


sengaja mengeluarkan mani, dan sebagainya. Dalam sebuah hadis
disebutkan:

“An ummu syalamatu ro’a qoolat: jaa a(hamzah) t ummu syulaiymin ilaa
rosuuwlillahi shod(SAW) faqoolat : inna allaha laa yasytahiiy minal haqqi
hal a(hamzah)la almar ati min ghusyalin idaa hiya ihtamalat? Qoola
rosuwlullohi : na’am idea ro’ati al maa’a” (rowahul albukhoriy wa muslim)

Dari Ummu Salamah r.a. Ia berkata , “Ummu Salim pernah datang kepada
rasulullah SAW lalu ia bertanya , “Sesungguhnya Allah tidak malu tentang
pertanyaan yang hak , apakah wajib atas perempuan mandi, bila ia
bermimpi? (maksudnya keluar air mani). Rasulullah SAW menjawab “ya,
bila ia melihat air mani” (H.R. Bukhari dan Muslim).

3. Haid, artinya darah yang keluar dari farji perempuan tiap-tiap bulan ketika
badannya sehat.
Dalam sebuah hadis disebutkan:

“ an aa’isyatu ro’a qoolat: qoolu rosuwlullahi shod lifatimata binti


hubaiysyin: idea aqbalatsi aalhaydhotuu fada iy assholaata waa daa ad
barat faa ghtasyiliiy”

“Dari Aisyah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada Fatimah


binti Hubaisyi, “Bila datang haid, maka ditinggalkan shalat, dan bila telah
habis, maka mandilah kamu dan shalatlah.” (H.R. Bukhari)

4. Darah nifas, pada hakikatnya darah nifas itu anak sedang dikandung
semacam darah haid juga. Darah nifas terkumpul di dalam rahim ketika
dan kemudian darah itu keluar menyertai kelahiran bayi.

5. Wiladah, artinya kelahiran yang belum sampai waktunya walaupun yang


gugur/lahir itu masih merupakan segumpal darah, karena keduanya itu
pada hakikatnya merupakan mani yang sudah berkumpul. Namun, karena
ada suatu hal iapun keluar sebelum waktunya. (75-77 fiqih madzhab
syafi’i)

II.Hal-hal yang diharamkan ketika junub:

a. Sholat (Q.S. An-Nisa : 43)


b. Membaca al-qur’an dan membawanya

“ An ibnu umara ro’a annabiiyya shod qoola: laa yuqiroo al-junubu wa laa
alhaa a(hamzah)dhu syay ann(hamzah) minal al-qur’aani” (rowahul attirmidzi
wa ibnu maajahu bisyanadi shohiyh)
Dari ibnu umar r.a. bahwasanya nabi SAW bersabda “tidak boleh membaca
suatu ayat al-qur’an bagi orang yang junub dan tidak pula bagi perempuan-
perempuan yang haid”.
c. Menyehtuh Al-qour’an, sebab dia termasuk orang yang belum suci dari
hadas, Allah berfirman:
“laa yamsyahi illa almuthohharuwna” (al waa qiatu : 79)
Tidak boleh menyentuh al-qur’an kecuali orang-orang suci
d. Thawaf di ka’bah ketika mengerjakan ibadah haji
e. Diam di dalam masjid
“ an aaisyatu ro’a qoolat: qoolu rosuwlillahi shod faa’i(hamzah)nniiy laa
uhhillu almasjada alhaa idhi walaa junubin” (rowahul abuw daawud bisyaja
dhoiyfun)

Dari aisyah r.a. berkata rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya aku tidak
membolehkan masjid bagi orang yang haid dan tidak pula bagi orang junub”
(H.R. Abu Dawud)
(Hal 85-86 fiqh madzhab syafi’i)

III.Hal-hal yang diharamkan ketika haid dan nifas:


1. Shalat
2. Puasa
“an abu sa’iydi alkhudriy ro’a qoola: qoolu annabiiyu shod : alaysya idzaa
aahaadhat lam tusholla walam tashum qulna: yala fadzaalika man
nuqshooni” ( rowahul albukhori)

Dari abu said al-khudri r.a. ia berkata, rasulullah bersabda , “bukankah bila
perempuan-perempuan itu haid ia tidak boleh shalat dan tidak boleh puasa?”
perempuan-perempuan itu menjawab, “ya”. Itulah tanda berkurangnya
kewajiban agama” (H.R. Bukhari)
3. Membaca al-qur’an, menyentuhnya, membawanya, sebagai mana
keterangan dalam perkara hal-hal yang diharamkan ketika junub.
4. Melalui masjid, jika saja dikhawatirkan darahnya mengotori lantai masjid itu,
namun bila tidak dikhawatirkan tidaklah haram hukumnya. Hal ini karena
masjid itu gunanya untuk melakukan shalat dan beritikaf. Oleh sebab itulah,
masjid harus dijaga supaya selalu bersih.
5. Thawaf di ka’bah
6. Bersetubuh (jima’) keterangannya terdapat pada firman Allah Q.S. Al-
Baqarah :222
7. Talak (menjatuhkan talak)

(87-89 Fiqh Imam Syafi’i)

ARTI MANDI

Mandi artinya menyiramkan air pada anggota tubuh untuk kesempurnaannya


adalah menggosok anggota itu dengan tangan supaya kotoran/najis yang melekat
pada bahan menjadi hilang adapun mandiitu ada dua bagian:
1. Mandi wajib
2. Mandi sunnah
-Mandi wajib adalah mandi disebabkan hadas besar sebagaimana yang telah
disebutkan di muka. Sedangkan mandi sunnah akan dijelaskan pada pasal
tersendiri
Dalam al-qur’an, mandi diibaratkan Allah dengan kalimat-kalimat: tagtasilu,
fattaharu dan tatahharu
Dalam perkara haid, Allah mengibaratkan dengan firmannya:

Dan janganlah kamu mendekati mereka (istri sedang haid) hingga mereka mandi
lebih dahulu. Bila mereka telah mandi, maka kamu boleh mendatangi mereka,
menurut cara yang diperintahkan oleh Allah (Q.S. Al – Baqarah:222)
Dalam perkara junub. Allah berfirman pada surat al-maidah
“walaa taqra buuw hunna hatta yathhurna faa dzaa tuthoharuwna faa’a tawhunna
min haytsu amara kum allahu” (al-baqarah:222)
Dan jika kamu sedang junub maka mandilah kamu

-wajib mandi haid dan mandi junub


Hal-hal yang wajib dikerjakan ketika madi adalah:
1. Berniat
2. Menghilangkan najis yang melekat di badan
3. Menyampaikan air ke semua kulit dan rambut kalau mandi itu hukumnya
mandi wajib.

Dari abu hurairah r.a. dari nabi SAW, beliau bersabda “sesungguhnya dibawah tiap-
tiap helai rambut itu ada junubnya. Oleh sebab itu, mandikanlah rambut itu dan
bersihkanlah kulitnya” (H.R. Bukhari dan Abu Dawud)
“an abiiy huroyrota ro’a anin nabiyyi shod qoola: inna tahta kulli sya’rotin
janaabatan faaghsyiluw lsya’ra waa nquw albasyara” ( rowahul al-bukhari wa abu
dawud)
Adapun tentang mandi haid rasulullah SAW menyatakan pada sabdanya: dari anas
ia berkata, rasulullah SAW bersabda bila perempuan mandi sehabis haid,
hendaknya membiarkan rambutnya tergerai sama sekali dan menggosokkannya
dengan daun bidara dan air liamu dan bila ia mandi junub siramkanlah air itu dari
atas kepalanya, lalu guyurkan. (H.R. Daruqutmi dan Tabrani)

Cara mensucikan:
a. pada hadas yang pertama ini cara mensucikannya dengan berwudhu.
b. cara mensucikan hadas yang ke-2 ini dengan cara mandi besar / mandi jinabat.
c. cara mensucikan hadas yang ke-3 ini sama dengan hadas yang ke-2 yaitu dengan
cara mandi besar.

***** Judul = mengenal mudah rukun islam, rukun iman, rukun ihsan secara terpadu
Penulis habib zain bin Ibrahim bin sumaith dari kitab hidayatuth thalibin fibayan
muhimmatid din
Penerjemah: Dr. H. Afif Muhammad M.A.
Cetakan I Jumada Al-Ula 1419/September 1998
Penerbit: Al-Bayan (kelompok penerbit mizan).
Jln Yodkali no.16 Bandung 40124. *****
Dalam keadaan tertentu, baik karena sakit atau khawatir jika terkena air, maupun
karena tidak tersedia air. Maka ke-2 cara bersuci: wudhu dan mandi di atas dapat
digantikan dengan cara tayamum, tayamum hanya berlaku untuk satu (waktu)
shalat. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
“ min assyunnati an laa yusholliy arrojulu bii lattayammumi illa sholatan waahidatan
tsumma yatayammamu liissholaati al’uhro (u;hamzah) ”

“Menurut sunnah, tidaklah dibenarkan orang sholat dengan tayamum, selain untuk
satu sholat saja kemudian ia bertayamum lagi untuk sholat berikutnya” (H.R. Al-
Daruquthi)

Hadis yang menjelaskan tentang cara tayamum:


“ attayammumu dhorbatun lilwajhi wa lkaffayni”

Tayamum itu (cukup) negusao wajah dan kedua tangan (H.R. Ahmad dan Abu
Dawud. (hal 50-52)

** H.E. Hasan Saleh, judul= Kajian fiqih nabawi dan fiqih kontemporer. Jakarta 2008,
rajawali pers.

Anda mungkin juga menyukai