Dosen Pengampu:
Saifullah M.Ag.
MAKALAH
Penyusun:
FAKULTAS TARBIYAH
2022
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Tak
lupa, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang, yakni agama Islam.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Saifullah M.Ag. selaku dosen mata
kuliah Fiqih Di Madrasah yang telah memberikan bimbingan, serta teman-teman yang
telah memberikan semangat dan membantu penyelesaian tugas ini. Semoga makalah
ini, dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi semua orang, khususnya
para pembaca dan pendengar.
Kami berpesan kepada siapapun yang telah membaca dan mendengarkan
makalah ini, untuk berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki dan melengkapi apabila terdapat kekurangan. Atas perhatiannya, kami
ucapkan terimakasih.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat mencintai kebersihan dan keindahan seperti dalam firman Allah SWT
dalam ……. yang artinya “Sesungguhnya Allah itu indah, dan menyukai keindahan”. Dari
sini, dapat diambil kesimpulan bahwa kebersihan dan keindahan merupakan salah satu
ajaran Islam yang bersumber dari Allah SWT.
Salah satu cara untuk menjaga kebersihan adalah dengan thaharah. Apakah
thaharah itu? Thaharah merupakan bersuci dari hadats dan najis sebelum kita
melaksanakan ibadah. Thaharah memiliki makna yang sangat penting bagi seluruh umat
manusia, khususnya umat Islam. Karena sebelum melaksanakan ibadah sholat ataupun
ibadah lainnya harus dalam keadaan suci, baik lahir, batin, pakaian, tempat, dan lain-lain.
Namun, kini banyak dikalangan umat Islam yang menyepelekan perihal thaharah.
Mereka memandang perihal thaharah hanya sekilas, ada yang melaksanakan sholat dengan
pakaian yang tidak suci, tempat yang tidak suci, dan lain-lain. yang dikatakan suci disini
bukan hanya terlihat bersih luarnya, namun juga bersih secara syar’i. maksudnya tempat
untuk sholat yang terlihat bersih, tetapi terdapat bau kotoran cicak. Meskipun kotoran cicak
sudah tidak ada, tetapi masih ada bau kotoran cicak, maka tempat tersebut tetap dikatakan
najis, dan harus disucikan.
Macam-macam najispun beragam, diantaranya najis mukhofafah, najis
mutawasithah, dan najis mughaladzah. Ketiga jenis najis tersebut memiliki cara-cara yang
berbeda untuk mensucikannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari thaharah?
2. Apa tujuan thaharah?
3. Bagaimana cara melakukan thaharah?
4. Apa pengertian dari najis?
5. Ada berapa macam-macam najis?
6. Mengapa harus berthaharah dari najis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari thaharah
2. Untuk mengetahui tujuan dari thaharah
3. Menjelaskan pengertian dari najis
4. Mengetahui macama-macam najis dan cara penyuciannya
5. Menjelaskan pentingnya melakukan thaharah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Thaharah secara bahasa artinya bersuci, sedangkan secara istilah artinya adalah
bersuci dari hadatas dan najis dengan cara yang sesuai syariat Islam. Kata thaharah bisa
juga berarti membersihkan diri dari kotoran dan najis.
Kata thaharah tidak dapat disamakan dengan kata bersih. Karena, kalau sekedar
bersih ia hanya bersih secara luarnya, dan belum bisa dikatakan suci. Sedangkan thaharah
atau bersuci sudah pasti bersih. Sebagai contoh, tempat yang terkena kotoran ayam, lalu
kotoran ayam tersebut diambil sampai tidak ada bekas wujud kotoran ayam. Tempat itu
sudah bisa dikatakan bersih, namun belum suci karena bekas kotoran tersebut masih
menyisakan bau, maka dari itu harus disucikan agar tempat tersebut bisa digunakan untuk
beribadah.
Dalam melakukan thaharah tidak dapat dilakukan secara sembarangan, karena tidak
semua benda dapat digunakan untuk berthaharah, dan cara untuk melakukan thaharahpun
ada ketentuannya. Bentuk-bentuk thaharah antara lain,
1. Wudlu
2. Tayamum
3. Mandi
4. Menghilangkan najis
Sedangkan alat-alat untuk berthaharah antara lain,
1. Air mutlak suci dan mensucikan
2. Tanah suci dan mensucikan yang mengandung debu (ghubar)
3. Alat penyamak kulit. Dengan ketentuan rasanya pedas dan bisa menghilangkan sisia-
sisa darah, daging, dan perkara yang dapat membuat kulit dapat membusuk
4. Sejenisnya batu saat istinja’, yaitu barang-barang yang digunakan untuk
menghilangkan najis, dengan ketentuan barang tersebut agak kasar, padat, suci, dan
tidak dimuliakan secara syariat.
Diantara beberapa alat yang dapat digunakan untuk bersuci yang paling efektif
adalah air. Karena, sifat air adalah mengalir, dan mudah untuk menghilangkan najis sampai
benar-benar bersih.1
Selain ketentuan alat-alat yang dapat digunakan untuk bersuci, bagian dari bersuci
juga harus diperhatikan.
1. Bersuci dari hadats. Bagian ini khusus untuk badan, seperti wudlu, mandi, dan
tayamum
2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat2
1
Muhammad Hamim HR., Fiqih Sistematis, (Lirboyo: Zamzam, 2018), hlm. 30.
2
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), hlm. 13
3
Najis secara bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan secara istilah
adalah sesuatu perkara atau benda yang menjijikkan dan dapat mencegah sahnya shalat
ketika tidak ada kemurahan.
Maksud dari mencegah sahnya shalat adalah karena perkara atau benda tersebut
mengandung hal-hal yang harus disucikan. Seperti halnya kotoran cicak, ia menjijikkan
dan menyebabkan tempat yang terkena menjadi najis dan harus disucikan.
Sedangkan kata: “ketika tidak ada kemurahan” memiliki pengertian
mengecualikan najis-najis yang dima’fu, seperti darah dengan jumlah sangat sedikit dan
najis yang tak terlihat mata (karena sangat sedikit), maka dimurahkan oleh syariat.3
1. Najis Mughalladhah
Di dalam Islam sendiri, najis merupakan kotoran yang dapat membatalkan dan
membuat ibadah sholat menjadi tidak sah. Najis mughalah merupakan najis yang berat.
Najis ini berasal dari air liur anjing dan babi atau keturunan dari keduanya. 4 Dalam
menyucikan najis berat ini, diperlukan cara khusus. Jadi, tidak boleh sembarangan dalam
menyucikannya agar najisnya benar-benar bersih dan suci.
Najis mughalladhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya menggunakan air
sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan tanah. Namun sebelum
dibasuh menggunakan air mesti dihilangkan terlebih dulu ‘ainiyah atau wujud najisnya.
Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau
dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih terdapat pada
tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air. Untuk benar-benar
menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh
kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan tanah.
Pencampuran air dengan tanah ini bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1. Mencampur air dan tanah secara bersamaan baru kemudian diletakkan pada tempat yang
terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebih utama dibanding cara lainnya.
2. Meletakkan tanah di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur
keduanya, baru kemudian dibasuh.
3. Memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya tanah dan
mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
Artinya:
3
Ibid, hlm. 93
4
Lukman Zain, Modul Pembelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah (Cet. 1, Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Aagam RI, 2009), H. 63.
4
“Abu Hurairoh ra berkata,Rasulullah saw bersabda,Sucinya bejana seseorang di
antara kamu apabila telah dijilat anjing maka hendaklah dibasuh tujuh kali yang salah satu
dari tujuh itu dicampur dengan tanah.(HR.Muslim).5
2. Najis Mutawassithah
Najis Mutawasithah atau disebut juga dengan Najis menengah artinya pertengahan
antara Najis Ringan dengan Najis Berat.
5
Muslim, Shahih Muslim, (t.t, Dar Ihya al- Arabiyah, t.th), juz 1, h.132
5
1. Najis hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak tampak zat dan
warnanya, baunya, atau rasanya, seperti air kecing yang sudah kering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang kena najis.
2. Najis ‘ainiyah, yaitu najis yang masih jelas zat dan warnanya, baunya, atau rasanya.
Cara mensucikannya dengan menghilangkan zat, warna, bau, dan rasanya.6
➢ Cara menyucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang wujud, bau dan rasanya
(kecuali jika wujudnya sangat sulit dihilangkan).7
،ان ِ َ «أُحِ َّلتْ لكم َم ْيتَت:-صلى هللا عليه وسلم- قال رسول هللا: قال-رضي هللا عنهما- عن عبد هللا بن عمر
ِ ان َو َد َم
ان فالكبد والطحال ِ وأما ال َّد َم، ُفأما الميتتان َفا ْلج ََرا ُد وا ْلحُوت
Artinya: Ibnu Umar mengabarkan hukum syariat fikih yang berkaitan dengan kehalalan
memakan beberapa hal. Pertama, dihalalkan mengkonsumsi bangkai belalang dan ikan.
Kedua, dihalalkan mengkonsumsi dua jenis darah, yaitu hati dan limpa. Dua hukum ini
merupakan dua pengecualian dari pengharaman makan bangkai dan darah.8
3. Najis Mukhafafah
1. Pengertian
Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis
mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia kurang dari
2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu, belum mengonsumsi makanan
jenis lainnya.
Selain itu, contoh selanjutnya dari najis ringan adalah madzi (air yang keluar
dari lubang kemaluan akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat.
2. Cara Membersihkan
Rasulullah saw bersabda:
ُداود ابو ُرواه ْ
الغُ ََل ُِم بَ ْو ُِل ُْ ِم
ن َُويُ َرش َُاريَ ِة ْ
ِ الج بَ ْو ُِل ُْ ِم
ن َ يُ ْغ
س ُُل
Artinya: kencing anak perempuan itu dibasuh, sedangkan kencing anak
laki-laki itu diperciki. (HR. Abu Dawud).9
Cara membersihkan najis ini tergolong cukup mudah. Karena termasuk ke dalam najis
ringan, maka hanya perlu dibersihkan dengan cara yang singkat.
1. Menggunakan Percikan Air
Cara membersihkan najis ringan yang pertama yaitu dengan percikan air ke area tubuh,
pakaian, atau tempat yang terkena najis mukhaffafah. Lalu diikuti dengan mengambil
wudhu. Maksud dari percikan air yang disebutkan sebelumnya yaitu air mengalir yang
6
Dr. Marzuki, M.Ag, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMP, (hal.77)
7
Hendi Sugianto, Inovasi Pembelajaran PAI Pada Mapel Fiqih (Dari Teori Praktik), Vol. 07. No. 02.
8
https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/8362
9
Abu Dawud Sulaiman,Sunan Abi Dawud (al-Maktabah al-Shamilah)
6
membasahi seluruh tempat yang terkena najis. Dan air tersebut harus lebih banyak
dibandingkan najisnya (misal air kencing bayinya).
Misalnya yang terkena najis mukhaffafah adalah pakaian, maka ketika pakaian tersebut
telah diperciki air, maka selanjutnya dapat langsung dijemur dengan dikeringkan di
bawah sinar matahari seperti biasa.
2. Mandi dan Berwudhu
Apabila yang terkena najis mukhaffafah adalah anggota tubuh, maka jika yang terkena
sedikit bisa disucikan dengan berwudhu. Namun, jika yang terkena najis adalah banyak,
maka Islam menganjurkan untuk mandi agar najis tersebut benar-benar hilang.
3. Mencuci Dengan Sabun
Cara terakhir untuk bersuci dari najis mukhaffafah adalah mencuci yang terkena najis
(misalnya anggota tubuh) dengan sabun hingga tidak berbau lalu dilanjutkan dengan
berwudhu.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thaharah secara bahasa artinya adalah bersuci, sedangkan secara istilah adalah
bersuci dari hadats dan najis dengan cara yang sesuai syariat Islam. Bentuk-bentuk dari
bersuci adala wudlu, mandi, tayamum, dan menghilangkan najis. Sedangkan alat yang
boleh digunakan untuk bersuci antara lain, air, penyamak kulit, tanah suci, dan sejenisnya
batu atau benda padat.
Tujuan dari thharah adalah untuk bersuci, karena tanpa kita bersuci maka tidak akan
sah ibadah yang akan dilaksanakan. Kesucian atau kebersihan dalam beribadah diantaranya
adalah kebersihan anggota badan, pakaian dan tempat.
Dalam Islam najis dibagi menjadi 3, yaitu najis mughalladhah, najis
muthawassithah, dan najis mukhofafah. Najis mughalladhah adalah najis yang sangat berat,
cara mensucikannya tidak cukup dengan membasuh dengan air mengalir. Tetapi, dengan
membasuh benda atau tempat yang terkena najis tersebut dengan air sebanyak tujuh kali,
dan salah satunya disertai dengan pasir yang suci. Contohnya adalah air liur anjing dan
babi.
Keadaan tanah yang digunakan untuk membersihkan najis mughalladhah adalah,
bebas dari najis serta bukan tanah (debu) musta’mal. Sedangkan keadaan air yang
digunakan untuk membersihkan najis mughalladhah adalah, air mutlak, bukan air
musta’mal, dan bebas dari najis
Najis mutawassithah, yaitu najis yang cara mensucikannya dengan mebersihkan
benda atau tempat dari najis sampai benar-benar hilang wujudnya, rasanya, dan baunya.
Contohnya adalah Bangkai binatang selain dari binatang laut (ikan) dan binatang darat
yang tidak berdarah seperti belalang, darah baik merah maupun putih selain hati dan limpa
air kencing selain yang tidak termasuk najis mukhaffafah, air madzi, , semua yang keluar
dari lubang qubul dan dubur, kecuali air mani, khamer atau minuman keras yang
memabukkan, muntah, serta darah haidl, nifas, dan istihazhah.
Najis Mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis mukhaffafah
adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia kurang dari 2 tahun. Dan
bayi tersebut hanya meminum air susu ibu, belum mengonsumsi makanan jenis lainnya.
Menggunakan percikan air, mandi, dan wudlu, serta mencuci dengan sabun
B. Saran
Islam sangatlah menyukai kesucian dan kebersihan, maka dari itu sebagai umat
manusia dan umat Islam marilah saling menjaga kebersihan diri dan orang lain. karena dengan
pandai menjaga kebersihan diri maka akan menjadikan kita sebagai insan yang baik. Terutama
dalam hal beribadah sangat penting untuk mepelajari masalah thaharah.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi semua khalayak
kususnya para pembaca. Dan kita sebagai umat manusia dapat menjalankan ibadah sesuai
dengan tuntunan Islam
8
DAFTAR PUSTAKA
Hasanah, U. “Perilaku Bersuci Masyarakat Islam: Etika Membersihkan Najis (Studi Sosiologi
Hukum di Masyarakat Pulo Gerbang Jakarta Timur)”. Jakarta: Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Muslim, Shahih Muslim, (t.t, Dar Ihya al- Arabiyah, t.th), juz 1, h.132
Santika, E.D. “Pemahaman Masyarakat Tentang Bersuci Dari Najis Mughallazah (Studi Kasus
Masyarakat Paddengngeng di Desa Congko Kecamatan Marioriwawo Kabupaten
Soppeng)”. Makassar: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Alauddin Makassar, 2019.
Sugianto H., “ inovasi Pembelajaran PAI Pada Mapel Fiqih (Dari Teori Ke Praktik)”, Vol. 07,
No. 02 (https://ejournal.unuja.php/pedagogik), diakses tanggal 28 Februari 2022.
Zain, Lukman,. Modul Pembelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2009.