Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

THAHARAH
Disusun Untuk Memenuhi Dan Melengkapi Tugas
Pada Mata Kuliyah Bahsul Kutub
Dosen Pengampu
Bapak Minhajudin, M.Pd.I

Di Susun Oleh ;
Aziz Abdullah Npm : 192210158
Ahmad Saifudin Hasan Npm : 101210016
Adi Setiawan Npm : 191210006

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF (IAIM ) NU
METRO – LAMPUNG
2022

i
KATA PENGATAR

Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan

makalah ini sebagai tugas kelompok dalam Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan

yang dibimbing oleh Bapak Minhajudin, M.Pd.I Tema yang akan dibahas di

makalah ini sengaja dipilih oleh Dosen Pembimbing kami, untuk kami pelajari

lebih dalam.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari

sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,

sehingga kami dapat berusaha lebih baik lagi sesuai kemampuan yang kami miliki

dalam penyusunan tugas di masa yang akan datang. Atas kritik dan saran dari para

pembaca kami ucapkan terimakasih.

24 September 2022

PENULIS

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ,.............................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

A. Latar Belakang Penulisan.......................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................

A. Pengertian Thaharah................................................................. 3

B. Pengertian Wudlu....................................................................... 3

C. Pengertian Mandi........................................................................ 4

D. Pengertian Tayamum................................................................... 5

BAB III PENUTUP................................................................................. 17

A. Keseimpulan............................................................................... 17

B. Saran........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan
dimuliakan, seperti tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh Allah bukan sekedar
untuk hidup didunia ini kemudian meninggal tanpa pertanggung jawab,
tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk beribadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56). “Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al-
Bayyinah ayat 5). Karena Allah Maha Mengetahui tentang kejadian
manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi kewajiban
ibadah. Tegasnya manusia diwajibkan beribadah, agar manusia itu
mencapai taqwa.
Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu Abidin, membagi persoalan
ibadah pada lima kitab, yakni : Sholat, Zakat, Shiyam, Hajji, dan Jihad.
Umumnya Ulama memasukan soal Thaharah pada pembahasan ibadah.
Prof.Hashbi dalam Pengantar Fiqh mengemukakan bahwa yang wajar,
pembahasan ibadah itu meliputi : Thaharah, Shalat, Jinayah, Shiyam,
Zakat, Zakat Fitrah, Hajji, Jihad, Nazar, Qurban, Dzabihah, Shaid, Aqiqah,
makanan dan minuman.(1)
Pada isi pembahasan ibadah menurut Prof.Hashbi disebutkan yang
pertama adalah pembahasan mengenai thaharah. Thaharah bagi umat
muslim adalah hal yang sangat mendasar dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi pada kenyataannya masih banyak umat muslim yang masih minim
pengetahuannya tentang thaharah. Untuk itu, makalah ini dapat dijadikan

1 Djamal Murni, Ilmu Fiqh, Jakarta, 1983, hlm.9.

1
media pembelajaran dalam mempelajari thaharah yang sesuai dengan
kaidah-kaidah islamiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Thaharah?
2. Apa yang dimaksud dengan Wudlu, Mandi dan Tayamum?
3. Bagaimana tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum?
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Thaharah.
2. Mengetahui pengertian Wudlu, Mandi dan Tayamum.
3. Menjelaskan tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN , THAHARAH, WUDHU, MANDI DAN TAYAMUM


A. Pengertian Thaharah
Ath-Thaharah, menurut bahasa, artinya kebersihan atau bersih dari
berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa
air seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah, seperti aib
dan perbuatan maksiat. At-Tathir bermakna tanzhif (membersihkan), yaitu
pembersihan pada tempat yang terkotori.(2)
Menurut pengertian syari’at (terminologi), thaharah berarti
tindakan menghilangkan hadats dengan air atau debu yang bisa
menyucikan. Juga berarti upaya meglenyapkan najis dan kotoran. Berarti,
thaharah menghilangkan sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi
penghalang bagi pelaksanaan shalat dan ibadah semisalnya.(3)
Ulama Fiqh menyatakan bahwa thaharah adalah membersihkan diri
dari segala hal baik hadas maupun najis yang menghalangi seseorang
untuk melakukan sholat, dengan menggunakan air atau tanah. Menurut Al-
Hanafiah thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Pengertian thaharah
pun dikemukakan oleh Al-Malikiyah yakni suatu sifat yang menurut
pandangan syara membolehkan orang yang mempunyai sifat itu
mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakananya di tempat yang ia
gunakan untuk mengerjakan sholat, sedangkan menurut Asy-Syafi’iah
adalahsuatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan sholat
seperti whudu, mandi dan menghilangkan najis serta hilangnya hadast,
najis atau semisalnya seperti tayamum dan mandi sunah.
B. Pengertian Wudlu
Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk
menghilangkan hadas kecil. Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang

2Allubab Syarh al-Kitab (1/10); dan ad-Dur al-Mukhtar (1/79)


3kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam min Buluughil Maraam
karya Abdullah al-Basam (I/87)

3
artinya seseorang dinilai tidak sah sholatnya jika dia melakukan tanpa
berwudlu.(4)
Sementara menurut istilah fiqih, para ulama mazhab
mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian. Mazhab Al-Hanafiah
mendeskripsikan Wudlu adalah membasuh dan menyapu dengan air pada
anggota badan tertentu. Al-Malikiah mendeskripsikan Wudlu adalah
thaharah dengan menggunakanair yang mencakup anggota badan tertentu,
yaitu empat anggota badan, dengan tata cara tertentu.( 5) Sedangkan Asy-
Syafi’iyah mendeskripsikan Wudhu’ adalah penggunaan air pada
anggotabadan tertentu dimulai dengan niat.(6) Serta Hambaliyah
mendeskripsikan Wudhu adalah penggunaan air yang suci pada keempat
anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan,kepala dan kedua kaki, dengan
tata cara tertentu seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan
dengan sisa furudh.(7)
C. Pengertian Mandi
Mandi merupakan aktivitas mengalirkan air pada seluruh anggota
tubuh dengan niat tertentu.(8 ) Menurut arti syara’ mandi adalah sampainya
air yang suci keseluruh badan dengan cara tertentu.
Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab Sayafi’i mendefisikan
mandi yaitu mengalirkan air keseluruh badan disertai dengan niat. Adapun
ulama’ bermadzhab Maliki juga membuat suatu pengertian mandi yakni
sampainya air keseluruh badan disertai dengan proses menggosok dengan
niatdiperbolehkannya untuk melakukan sholat.
Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu selain kita melaksanakan suatu
‘ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi kita juga
membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan

4 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 7.
5 Al-Ikhtiar jilid 1 halaman 7.
6 Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1 halaman 104.
7 Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 47.
8 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 13.

4
oleh nabi seperti dalam hadist yang artinya “Kesucian adalah sebagian dari
iman”.
D. Pengertian Tayamum
Tayamum secara harfiah memiliki arti menyengaja. Sedangkan
menurut syara, tayamum adalah menempelkan debu yang suci pada wajah
dan tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau membasuh anggota
tubuh dengan syarat-syarat tertentu.(9)
Di dalam Kamus Istilah Fiqh pula mendefinisikan tayammum yaitu
menyapukan debu atau tanah ke wajah dan kedua tangan hingga kedua
siku dengan beberapa syarat, yang berfungsi sebagai pengganti wudlu atau
mandi sebagai rukhsah (kemudahan) bagi mereka yang berhalangan atau
tidak dapat menggunakan air.(10)

9Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib,
Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 18.
10 M. Abd. Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi'iyah Am. 1997: 382-383

5
2. ANALISIS PEMBAHASAN

A. Thaharah
Thaharah atau bersuci, dalam hukum islam soal bersuci dan segala
seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama
karena diantara syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang
akan mengerjakan sholat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan,
pakaian, dan tempatnya dari najis.
Bersuci hukumnya wajib, berdasar firman Allah swt dan sunnah
Nabi SAW. Adapun firman Allah swt dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222
yang artinya “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat
dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” Dan Sabda Rasulullah
SAW yang artinya “Bersuci adalah separuh dari Iman.”
Thaharah menurut bahasa artinya bersih dan suci. Menurut istilah
(ahli fikih) berarti membersihkan diri dari hadas atau najis, seperti mandi,
berwudlu atau tayamum. Thaharah sendiri secara harfiah juga memiliki
arti sisa air yang telah digunakan (musta’mal) karena berfungsi sebagai
pembersih untuk bersuci.(11) Banyak para ahli atau ulama mendefinisikan
thaharah, namun dapat disimpulkan bahwa Thaharah adalah tindakan
membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan najis.
Air yang dapat digunakan untuk bersuci secara sah atau benar
dikategorikan ke dalam 7 macam, antara lain:
 Air hujan
 Air laut atau air asin
 Air sungai
 Air sumur
 Air sumber
 Air es atau salju
 Air embun

11Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 2.

6
Ketujuh air tersebut terbagi menjadi dua golongan, yaitu air yang
turun dari langit dan air sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi
menjadi empat macam, yakni air mutlak, air suci yang menyucikan, air
suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, dan air najis (mutanajjis).(12)

Air Mutlak adalah air yang keberadaannya suci dan dapat dipakai
untuk bersuci, serta dapat menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain
air mutlak adalah air yang menyucikan dan tidak makruh untuk bersuci.
Air mutlak ini bisa untuk menghilangkan hadas dan najis. Contoh air
mutlak adalah air hujan, air salju dan air es, air laut, dan air zamzam.

Air suci yang menyucikan. Jika digunakan untuk menyucikan


badan hukumnya bisa berubah menjadi makruh. Namun jika digunakan
untuk menyucikan pakaian, hukumnya tidak makruh. Air ini adalah air
musyammas, yaitu air yang panas akibat terkena sinar matahari. Hukum
makruh ini menggunakan dasar bahwa air ini berbahaya untuk kesehatan
manusia. Namun, menurut Imam Nawawi menjelaskan bahwa air panas
yang akibat terkena sinar matahari, hukumnya mutlak dan tidak makruh,
kecuali air itu dalam keadaan terlalu panas atau terlalu dingin.

Air suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, disebut air
musta’mal. Air musta’mal adalah air sisa yang mengenai badan manusia
karena telah digunakan untuk wudlu dan mandi. Apabila air itu tidak
bertambah jumlahnya setelah digunakan, air itu tetap suci namun tidak
bisa digunakan untuk bersuci.

Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya najis dan jelas
tidak bisa digunakan untuk bersuci. Air yang sedikit atau banyak yang
terkena najis sehingga berubah warna dan baunya. Kalau air itu sedikit,
menjadi najis sebab bercampur dengan najis, baik berubah atau tidak.
Tetapi kalau air itu banyak, menjadi najis sebab bercampur dengan najis
sampai berubah rasa atau baunya. Yang dimaksud air yang sedikit ialah air

12Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 3.

7
yang kurang dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah sampai dua
kulah. Ukuran dua kulah kurang lebih 200 liter.(13)

B. Wudlu
Wudlu, menurut bahasa berarti baik dan bersih. Menurut istilah
syara’, wudlu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku,
mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki yang sidahului dengan niat
dan dilakukan dengan tertib.(14)
Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk
menghilangkan hadas kecil. Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang
artinya seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia melakukan tanpa
berwudlu.(15) Syarat sah wudlu ada 5 perkara, yaitu islam,tamyiz( 16) ,
airnya suci, tidak ada halangan bathin (seperti akal tidak sehat), tidak ada
halangan dari agama (seperti sedang haid, nifas, dan lain-lain. Fardhu
wudhu meliputi enam perkara, yakni :
1. Niat didalam hati, yang dilakukan diawal membasuh muka, bukan
sebelum membasuh muka. Ketika membasuh muka, dalam hati
niatkan berwudlu untuk menghilangkan hadas kecil, sehingga
wudlunya menjadi benar atau sah. Apabila dalam berwudlu tidak
disertai niat, wudlu itu menjadi tidak sah.
2. Membasuh seluruh bagian muka secara merata. Batas bagian muka
dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dagu bagian
bawah dan antara telinga kanan dan telinga kiri. Hal ini berarti
pada janggut yang tertutup oleh jenggot tipis yang terlihat yang
nyata kulitnya oleh orang yang diajak bicara, maka wajib dibasuh
pada bagian kulitnya, yakni tempat tumbuhnya jenggot
tersebut.Wajib membasuh satu kali dan sunnah membasuh
kebanyak tiga kali.

13Abdul Fatah Idris, abu ahmadi, Fikih Islam Lengkap,Jakarta, Rineka Cipta, hlm.4.
14Ilmu Fiqh, Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982, hlm. 40.
15Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 7.
16Bisa membedakan atau sudah berakal.

8
3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku serta wajib
membasuh apa saja yang ada pada tangan seperti bulu-bulu,
lipatan-lipatan, dan kotoran yang mencegah masuknya atau
meresapnya air, termasuk kotoran yang ada pada kuku.
4. Mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air. Sedang dalam
mengusap kepala dapat difahami tidak seluruh kepala, tetapi
dengan mengusap sebagiannya cukup. Atau cukup mengusap
sebagian rambut sebatas kepala. Namun dalam hal ini banyak
hadist yang berbeda memberikan pengertian dalam menyapu
kepala, ada yang berpendapat hanya sebagian dan ada pula yang
menyatakan seluruh bagian kepala. Seperti Hadist yang
ditakhrijkan (berasal dari kata takhrij) (17) oleh Imam Bukhari dan
muslim dan Al-Mughirah bin Syu’bah yang bertentangan dengan
Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Jam’ah dari Abdullah bin Zaid.
5. Membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki, berdasar firman
Allah swt yang artinya “Dan (basuhlah) kakimu beserta kedua mata
kaki.”. Bagi umat yang memakai muzah (sepatu) maka wajib
membasuh kedua muzah dan membasuh kedua kaki. Membasuh
kedua kaki ini juga termasuk membasuh bulu bulu, jari-jari dan
lipatannya, seperti ketentuan pada membasuh tangan diatas.
6. Tertib atau berurutan sesuai urutan ketentuan rukun atau fardhunya
wudlu yang telah ditetapkan. Apabila seseorang lupa bahwa
wudhunya tadi tertib atau tidak, maka wudlunya harus di ulang.
Demikian juga ketika seseorang sakit dan diwudlukan oleh empat
saudaranya secara bersamaan, masing-masing membasuh muka,
tangan, sebagian kepala, dan kaki. Maka yang dianggap sah dalam
ketentuan tertib berwudlu adalah yang membasuh muka.

Wudlu juga memiliki sunnah dalam menjalankannya, diantaranya


adalah :

a. Membaca Basmallah ketika mulai berwudlu.

9
b. Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan terlebih
dahulu sebelum memasukkan kedua tangan kedalam air dua
kulah yang akan dipergunakan untuk berwudlu.
c. Berkumur, setelah mencuci kedua telapak tangan.
d. Memasukan air ke hidung, juga beralasan pada amal Rasulullah
SAW yang diriwayatkan Bukhari dan muslim.
e. Mengusap seluruh bagian kepala dengan air. Untuk yang
berkerudung atau memakai surban cukup diusap sebagian tanpa
membukanya.
f. Mengusap dua telinga, yaitu daun telinga bagian luar dan dalam
dengan air yang baru diambil, bukan dengan air bekas basuhan
muka atau kepala. Caranya adalah dengan memasukan jari
telunjuk ka bagian dalam telinga. Kedua jari ini dijalankan
untuk membersihkan telinga bagian dalam dan bagian luar.
Yang terakhir, kedua telapak tangan digosok-gosokkan ke
telinga sampai terasa bersih.
g. Mengusap air ke sela-sela jenggot dengan jari diletakkan ke
sela-sela jenggot. Hal ini ditujukan untuk lebih memudahkan
kulit tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh air ketika membasuh
seluruh muka.
h. Mengusap sela-sela jari dan membasahinya.
i. Mendahulukan bagian yang kanan dan mengakhirkan bagian
yang kiri.
j. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibersihkan dan
diusap.
k. Bersambung antara membasuh anggota yang satu dan anggota
yang berikutnya, dalam artian tidak berhenti antara keduanya.
l. Menjaga agar percikan air itu jangan kembali ke badan.
m. Menggosok anggota wudlu agar menjadi lebih bersih.
n. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika
wudlu.

10
o. Berdoa sesudah selesai wudlu.
p. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudlu.

Selain sunnah dalam menjalankan wudlu, apa pula hal-hal yang


dapat merusak wudlu atau disebut juga hal-hal yang menyebabkan hadas
kecil. Diantaranya adalah lima perkara sebagai berikut :

1) Adanya sesuatu yang keluar dari jalan depan (qubul) atau jalan
belakang (dubur) orang yang memiliki wudlu, yang berbentuk
nyata, baik air maupun feses atau yang menyerupainya seperti
darah dan batu, atau hewan kecil dan air mani.
2) Tidur, Kecuali tidur itu dalam keadaan duduk di tanah atau
lantai yang apabila ia terbangun masih dalam posisi yang tetap.
3) Hilangnya ingatan akibat mabuk, gila, kambuhnya ayan,
pingsan dan lain-lain.
4) Seorang pria yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya
walaupun yang dipegangnya itu adalah mayat.
5) Memegang farji atau alat vital dengan telapak tangan, baik pria
maupun wanita.
C. Mandi
Mandi berarti mengguyur air ke seluruh badan. Berdasarkan firman
Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya : “Dan jika kamu junub
maka mandilah”.Pengertian lain mengenai mandi adalah aktivitas
mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat tertentu.( 17) Adapun
sebab-sebab yang mewajibkan mandi, yakni :

1. Bersetubuh, berdasar Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Apabila kamu


sekalian dalam keadaan junub maka mandilah.” Dalam hal ini, baik
keluar mani atau tidak tetap diwajibkan mandi.(Sabda Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Muslim).

17Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 13.

11
2. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam). Yakni keluarnya
sperma dari penis (laki-laki) atau vagina (bagi perempuan), baik disertai
kenikmatan yang nyata maupun yang tidak nyata, misalnya orang
mimpi basah yang mendapati kemaluannya basah namun tidak
merasakan syahwat.Kewajiban ini berdasarkan hadits narasi Abu
Sa’id(18), ia berkata : Rasulullah bersabda , yang
artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib) karena keluarnya air
(sperma)”.

3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang bulan atau melahirkan
anak, apabila telah berhenti tidak lagi mengeluarkan darah, maka ia
wajib mandi. Adapun kewajiban mandi bagi wanita yang selesai nifas
didasarkan pada ijma’ sahabat bahwa nifas sama dengan haid.

4. Persalinan Tanpa Pendarahan. Kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab


Maliki, mazhab Syafi’I menyatakan kewajiban mandi atas perempuan
yang melahirkan, meskipun ia tidak melihat adanya bercak darah. Hal
ini demi sikap kehati-hatian, karena tidak mungkin perempuan
melahirkan tanpa disertai bercak darah.Sedangkan Imam Abu Yusuf,
Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab Hanafi), dan ulama-
ulama mazhab Hanbali berpendapat bahwa tidak dijumpai bercak darah
maka tidak wajib mandi, sebab dalam hal ini tidak ada nash maupun
yang semakna dengan nash yang menyatakan kewajiban demikian.

5. Meninggal Dunia. Para ulama sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah


bagi orang-orang yang hidup untuk memandikan mayat muslim yang
yang tidak dilarang untuk dimandikan.

6. Masuk islam. Jika orang kafir masuk islam maka ia wajib mandi , sebab
ketika beberapa orang sahabat masuk islam , mereka disuruh Nabi
mandi. Menurut hadis,”Dari Qais bin Asim. Ketika ia masuk islam ,
Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara.”

18HR. Imam Muslim, dalam shahih Muslim, Kitab Al-Haidh, dalam bab Bayan Anna Al-Ghusla
Yajibu bi Al-Jima’

12
 Hal-hal yang diharamkan bagi orang junub
Orang yang sedang dalam keadaan junub tidak diperbolehkan dan
diharamkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Shalat
2. Thawaf
3. Menyentuh dan membawa mushaf (Al-Qur’an)
4. Membaca Al-Qur’an
5. Berdiam diri dimasjid

 Mandi-mandi sunnah
Mandi sunnah adalah mandi yang dilakukan orang mukallaf maka ia
mendapatkan pujian atas tindakannya , dan jika meninggalkan maka ia
tidak terkena celaan atau hukuman.
Adapun yang termasuk mandi sunnah adalah sebagai berikut:
1. Mandi hari jum’at
Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud akan
mengerjakan shalat jum’at, agar bau yang kurang enak tidak
mengganggu orang disekitar tempat duduknya.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada
kemungkinan ia keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah
5. Mandi sehabis memandikan mayat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Yang artinya : “Barang siapa
memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang siapa yang
membawa mayat, hendaklah ia berwudhu.” (riwayat Tirmidzi dan
dikatakan Hadits Hasan).
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika
beberapa orang sahabat masuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk
mandi.
 Fardu (rukun) Mandi
1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja)
menghilangkan hadas junubnya, perempuan yang baru selesai haid
atau nifas hendaklah berniat menghilangkan hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air ke seluruh badan.
3. Bagi orang yang bernajis pada bagian tubuhnya, maka wajib
menghilangkan najisnya terlebih dahulu, baru kemudian berniat mandi
untuk menghilangkan hadas.
4. Membasahi seluruh rambut dan kulit diseluruh tubuh dengan air.

 Sunah-sunah Mandi

13
1. Membaca basmallah pada permulaan mandi.
2. Berwudhu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. Berurutan.

D. Tayamum
Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan
sembahyang, orang tadi tidak mendapatkan air untuk mandi atau untuk
wudlu, maka sebagai ganti untuk menghilangkan hadast besar atau kecil
tadi dengan melakukan tayamum.
Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad artinya menuju.
Secara harfiah memiliki arti menyengaja, sedangkan menurut syara,
tayamum adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan tangan
sebagai pengganti wudlu, mandi, atau membasuh anggota tubuh dengan
syarat-syarat tertentu.
Sebab / Alasan Melakukan Tayamum adalah :
 Dalam perjalanan jauh
 Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
 Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
 Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang
kemudharatan.
 Air yang ada hanya untuk minum.
 Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat
shalat
 Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
 Sakit dan tidak boleh terkena air

Adapun Syarat Sah Tayamum adalah sebagai berikut :

 Telah masuk waktu sholat.


 Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran.
 Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum.

14
 Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu.
 Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan.
 Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

Selain Syarat sah Tayamum, ada pula Sunah etika melaksanakan


Tayamum :
 Membaca basmalah
 Menghadap ke arah kiblat
 Membaca doa ketika selesai tayamum
 Medulukan kanan dari pada kiri
 Meniup debu yang ada di telapak tangan
 Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

Rukun Tayamum, meliputi :


 Niat Tayamum
 Menyapu muka dengan debu atau tanah.
 Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke
siku.
Hal-hal yang membatalkan tayamum, antara lain :
1. Segala sesuatu yang membatalkan wudlu, berlaku pula pada
tayamum.
2. Melihat air. Bagi orang yang bertayamum karena kesulitan
mendapatkan air lalu melihat air sebelum masuk waktu
sholat maka tayamumnya batal. Apabila seorang yang
bermukim bertayamum dan sedang sholat, dan dia melihat
air, sholat itu harus diulang. Namun, bila orang itu adalah
musafir, sholatnya tidak harus diulang. Apabila seorang
bertayamum karena sakit kemudian ia melihat air,
tayamumnya tidak batal dan tetap sah sholatnya.(19)

19Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-
Maghfirah, 2012, hlm. 20.

15
3. Murtad, artinya terputus Islamnya.
Bagi orang yang sakit, jika tangannya diperban maka cukup
perbannya saja yang diusap debu. Setiap bertayamum hanya
berlaku satu kali sholat fardhu, atau satu kali tawaf.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

16
Pengertian Thaharah adalah tindakan membersihkan atau
menyucikan diri dari hadast dan najis. Thaharah atau Bersuci beberapa
macam-macamnya adalah wudlu, mandi, dan tayamum.
Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk
menghilangkan hadas kecil. Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang
artinya seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia melakukan tanpa
berwudlu. Yang didalamnya ada ketentuan atau syarat-syarat serta rukun
dan hal-hal yang merusak wudlu.
Mandi adalah aktivitas mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan
niat tertentu. Sedangkan tayamum adalah mengusapkan tanah ke muka dan
kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah
pengganti wudlu atau mandi, sebagai rukhsah(keringanan) untuk orang
yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu Uzur
karena sakit, karena dalam perjalanan dan karena tidak ada air.
B. Saran
1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari
thaharah atau bersuci yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti
wudlu, mandi dan tayamum, untuk itu aplikasikan ilmu sesuai dengan
syariat islam, dan tentunya menyempurnakan ibadah kita terhadap Allah
swt.
2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun
mengenal beberapa mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab
Maliki, Mazhab Syafi’I dan Mazhab Hanbali. Hal ini menyebabkan
beberapa perbedaan didalam mazhabnya termasuk perbedaan dalam fiqh
ibadah, namun semua itu kembali pada diri setiap individu umat muslim
mana yang dipilihnya, karena setiap mazhab sama-sama bersumber pada
Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula dengan Ijma’ dan Qiyas.

DAFTAR PUSTAKA

 Djamal Murni, Ilmu Fiqh, Jakarta, 1983

17
 Allubab Syarh al-Kitab (1/10); dan ad-Dur al-Mukhtar (1/79)
 kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam
min Buluughil Maraam karya Abdullah al-Basam (I/87)
 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul
Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012,
 Al-Ikhtiar jilid 1
 Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1
 Mughni Al-Muhtaj jilid 1
 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul
Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012,.
 Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul
Qarib Al-Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012

18

Anda mungkin juga menyukai