Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH THAHARAH ( WUDHU, MANDI, DAN TAYAMUM)

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Ibadah

Dosen Pengampu : Mushbihah Rodliyatun, S. PdI, M.PdI

Disusun oleh :

1. Halimatus Syadiyah (23010220018)


2. Luthfi Imam Fauzi (23010220022)
3. Atania Rusyda (23010220040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian. Dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai “Thaharah ( Wudhu, Mandi, Dan Tayamum)”.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Mushbihah Rodliyatun, S. PdI, M.PdI selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Islam Indonesia
dan semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis berharap pembaca dapat memberikan saran serta kritik yang
membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Demikian pengantar dari penulis, apabila terdapat kesalahan penulis mohon maaf,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Salatiga, 3 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Tujuan Masalah....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2

A. Wudhu...................................................................................................................................2

B. Mandi....................................................................................................................................6

C. Tayamum............................................................................................................................12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15

Kesimpulan dan Saran...............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk selalu menjaga
kebersihan baik kebersihan dirinya maupun kebersihan sekitarnya. Juga menjaga kebersihan
lahir maupun kebersihan batin. Menjaga kebersihan lahir/ luar dapat dilakukan dengan
berbagai cara, akan tetapi untuk membersihkan batin dari hadas hanya dapat dilakukan
sesuai dengan apa yang telah digariskan Tuhan melalui Nabi-Nya.
Ketika seseorang hendak berhubungan dengan Tuhannya harus dalam keadaan bersih
baik bersih lahirnya dari segala macam najis maupun bersih batin atau jiwanya dari hadas
baik hadas yang besar maupun hadas kecil. Menghilangkan hadas besar adalah dengan cara
mandi atau tayammum, sedangkan untuk menghilangkan hadas kecil adalah dengan
berwudlu atau tayammum. Kesemuanya telah diatur tentang tatacara pelaksanaannya, syarat
rukunnya, maupun segala hal yang berkaitan dengannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Wudhu, Rukun dan Sunnah Wudhu ?


2. Apa Pengertian Mandi, Rukun dan Sunnah Mandi ?
3. Apa Pengertian Tayamum, Rukun dan Sunnah Tayamum ?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Pengertian Wudhu, dan apa saja Rukun dan Synnah Wudhu.
2. Mengetahui Pengertian Mandi, dan apa saja Rukun dan Sunnah Mandi.
3. Mengetahui Pengertian Tayamum, dan apa saja Rukun dan Sunnah Tayamum.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wudhu

1. Definisi Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih, indah dan bagus. Menurut syara’, wudhu
ialah membasuh, mengalirkan dan membersihkan dengan menggunakan air pada setiap
bagian dari anggota-anggota wudhu untuk menghilangkan hadast. 1 Sedangkan secara
istilah syar’i menurut Imam Asy-Syirbini dalam kitab Mughnil Muhtaj Ilaa Ma’rifati
Ma’aani alfadzi al-Minhaj mengatakan bahwa, Adapun wudhu menurut istilah syar’i
adalah aktifitas khusus yang diawal dengan niat. Atau aktifitas menggunakan air pada
anggota badan khusus yang diawali dengan niat. Dalam definisi lain, wudhu juga
dimaknai dengan proses kebersihan yang dilakukan oleh seseorang untuk membasuh
bagian-bagian tubuh sebanyak lima dalam sehari.
2. Rukun Wudhu
Rukun wudhu adalah sesuatu yang harus ada atau wajib ketika berwudhu. Rukun
ini menetukan sah atau tidaknya wudhu seseorang. Adapun rukun wudhu berdasarkan
madzhab Syafi’I ada 6 antara lain sebagai berikut :
a. Niat Ketika Membasuh Wajah
Niat dibagi kepada dua yaitu yang hukumnya wajib dan sunnah. Niat yang
hukumnya wajib yaitu niat yang dihadirkan dalam hati pada saat membasuh wajah.
Adapun niat yang dilafadzkan sebelum berwudhu adalah sunnah.Niat dalam hati itu
minimal menyebutkan, “Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil
fardhu karena Allah”.
b. Membasuh Wajah
Untuk batasan wajah adalah bagian atas atas kening tempat tumbuhnya
rambut sampai bagian dagu. Kemudian dari bagian telinga kanan sampai telinga yang
kiri.
c. Membasuh Kedua Tangan Hingga Siku

1
Akrom, Terapi Wudhu: Sempurna sholat, Bersihkan Penyakit, Vol 1, No 1, April 2021

2
Tidak aturan khusus cara membasuhnya. Boleh dari ujung jari kemudian
kearah siku atau sebaliknya dari siku menuju ujung jari tangan.
d. Mengusap Sebagian Kepala
para ulama Syafi’iyah membolehkan usapan sebagian kepala walaupun hanya
beberapa rambut saja, tidak harus semua kepala.
e. Membasuh Kedua Kaki Hingga Mata Kaki
membasuh kedua kaki hingga mata kaki
f. Tartib Atau Urut
Maksudnya adalah 4 anggota tubuh yang sudah kita sebutkan diatas yaitu
wajah, kedua tangan, kepala dan kaki harus berurutan.4 anggota tubuh tersebut tidak
boleh dilompat lompat. Misalnya ada orang berwudhu membasuh kaki dulu baru
membasuh tangan maka wudhunya tidak sah karena tidak tertib.
3. Sunnah Sunnah Wudhu
Sunnah wudhu maksudnya adalah hal-hal yang disunnahkan atau dianjurkan
dalam wudhu. Akan tetapi seandainya sunnah wudhu ini tidak dilakukan juga tidak apa-
apa. Wudhunya tetap sah hanya saja tidak mendapatkan pahala sunnah yang sempurna
dalam wudhu.Intinya walaupun hukumnya hanya sunnah namun alangkah baiknya tetap
kita lakukan mengingat ada pahala yang kita dapatkan jika kita kerjakan sunnah wudhu
tersebut.Diantara yang termasuk sunnah wudhu dalam Madzhab Syafi’i adalah sebagai
berikut:
a. Menghadap kiblat
Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab dan kitab al-Fiqhu al-
Manhaji Alaa Madzhabi al-Imam Asy-Syaafi’iy disebutkan bahwa disunnahkan
ketika berwudhu untuk menghadap ke arah kiblat.Sebab arah kiblat adalah termasuk
arah yang mulia. Sehingga disunnahkan untuk menghadap kiblat.Namun jika tidak
bisa menghadap kiblat tidak masalah. Wudhunya tetap sah, hanya saja tidak
mendapatkan pahala sunnah menghadap kiblat.
b. Bersiwak
Di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam an-Nawawi
dan kitab Kaasyifatus Sajaa karya Syaikh Nawawi al-Bantani disebutkan bahwa
disunnahkan bersiwak atau sikat gigi setiap kali hendak wudhu.

3
c. Membaca Basmallah
Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan
bahwa termasuk sunnah wudhu adalah membaca basmallah sebelum berwudhu.
Dalilnya adalah hadits hasan riwayat Imam anNasa'i: Dari sahabat Anas
Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda: Berwudhulah dengan menyebut
nama Allah. (HR. An-Nasa’i).
d. Melafadzkan Niat Wudhu
Disunnahkan melafadzkan niat wudhu sebelum berwudhu.Niatnya adalah
sebagai berikut;
‫َر فَرْ ضًا هّٰلِل ِ تَ َعالَي‬
ِ ‫ث ْاالَصْ غ‬
ِ ‫ْت ْال ُوضُوْ َء لِ َر ْف ِع ْال َح َد‬
ُ ‫نَ َوي‬
Saya niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardhu karena Allah ta’ala
e. Membasuh Kedua Telapak Tangan
Di dalam kitab taqrib karya Imam abu syuja' disebutkan bahwa sunnah
wudhu adalah membasuh kedua telapak tangan sebelum berwudhu. Dalilnya adalah
hadist shahih riwayat Imam Bukhari & Muslim: Dari sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW beliau bersabda: Jika salah satu dari kalian
bangun dari tidur maka janganlah memasukkan kedua tangan kedalam wadah air
hingga dia mencucinya terlebih dahulu.Sebab dia tidak tau dimana tangannya tadi
malam.(H.R Bukhari&Muslim).
f. Kumur-kumur
Berkumur-kumur tiga kali. Berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah bahwa
Nabi bersabda, "Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah." (HR. Abu Dawud dan
Al-Baihaqi)
g. Al-Istinsyaq
yaitu saat berkumur, sambil menghirup sedikit air ke hidung, lalu
menyemprotkannya keluar tiga kali. Berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Nabi
bersabda, "Jika salah satu kalian berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke
dalam hidungnya kemudian berwudhu, maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam
hidungnya kemudian dikeluarkan lagi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
h. Membersihkan Sela-sela Jenggot

4
Berdasarkan hadits Utsman, bahwa Nabi -ketika berwudhu- menyela
jenggotnya dengan air.
Dari Anas, bahwa Nabi, apabila berwudhu beliau mengambil satu telapak
tangan air kemudian dimasukkannya ke dalam janggutnya kemudian digunakan
untuk membersihkan sela-sela jenggotnya dan berkata, "Beginilah Allah
memerintahkanku." (HR. Abu Dawud dan lainnya).
i. Melakukan Tiga Kali Membasuh Daam Wudhu
Ini adalah sunnah yang paling sering dilakukan Nabi isa. Adapun hadits yang
menegaskan selain itu, maka hal itu hanya menunjukkan bahwa "tiga kali"
membasuh hukumnya boleh. Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya ia
berkata, "Seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah SAW bertanya tentang
wudhu? Maka beliau memperlihatkan wudhu dengan membasuh tiga kali tiga kali
dan berkata, "Inilah wudhu yang benar.Barangsiapa yang menambahkan lebih dari
itu maka ia telah berbuat buruk, melampaui batas dan zhalim." (HR. Ahmad dan An-
Nasa'i).
j. Mendahulukan bagian kanan.
Mendahulukan bagian kanan. Memulai membasuh anggota wudhu bagian
kanan, kemudian bagian kiri, pada saat membasuh tangan dan kaki.
k. Mengusap kedua telinga
Disunnahkan mengusap bagian dalam (kuping) telinga dengan telunjuk dan
bagian luarnya dengan ibu jari, dengan air yang sebelumnya dipakai mengusap
kepala.
Dari Miqdam bin Ma'dikarib bahwa Rasulullah Saw dalam wudhunya
mengusap kepalanya dan kedua telinganya, bagian luar dan dalam, beliau
memasukkan jari-jarinya di kedua telinga. (HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi)
l. Memperluas pembasuhan wajah dan kaki
Yaitu membasuh bagian depan kepala melebihi apa yang diwajibkan saat
membasuh muka.Saat membasuh kaki, dibasuh juga bagian atasnya melebihi batas
mata kaki. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah dari Nabi bersabda:
"Sesungguhnya umatku datang pada Hari Kiamat dalam keadaan cerah bersinar
muka dan tangannya, karena bekas wudhu." Abu Hurairah berkata, "Barangsiapa

5
yang mampu di antara kalian untuk memperluas pembasuhan wudhunya,
lakukanlah!." (HR. Bukhari dan Muslim).
m. Berdoa Setelah Berwudhu
Berdasarkan hadits Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah
seseorang di antara kalian berwudhu, lalu dia menyempurnakanya kemudian berdoa ,
melainkan akan dibukakan baginya 8 pintu surga, terserah dia mau masuk dari mana
saja." (HR. Muslim).
Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang
berwudhu lalu berdoa maka dia akan diberikan rasa belas kasihan,tidak akan berubah
hal itu sampai Hari Kiamat." (HR. At-Thabrani).
Ketika kita telah memahami sunnah-sunnah wudhu di atas, maka hukumnya
makruh (tidak disukai) meninggalkan sunnah-sunnah itu, sehingga seseorang
terhalang dari memperoleh pahalanya.

B. Mandi

Mandi ialah membasuh seluruh badan, dari atas sampai bawah, dengan air yang
mensucikan. Mandi disyariatkan berdasarkan firman Allah SWT
‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا‬
"Dan jika kalian mengalami junub, naka bersucilah (dengan mandi)." (Al- Maa`idah:
6).
1. Perkara yang Mewajibkan Mandi
a. Keluarnya sperma dengan syahwat, baik dalam kedaan tidur atau tersadar, baik
laki-laki atau perempuan.
Ini adalah pendapat umumnya ahli fiqh berdasarkan hadits Abu Said,
Rasulullah bersabda, "Mandi itu wajib karena keluar air sperma." (HR. Muslim).
Ada beberapa kondisi yang terkait dengan hukum keluarnya sperma (air mani) ini:
1) Jika mani keluar tanpa syahwat, namun karena sakit, atau kedinginan,
maka tidak wajib melakukan mandi.

6
2) Jika seseorang mimpi basah saat tidur, namun tidak menemukan keluar
sperma, maka dia tidak wajib mandi. Ibnul Mundzir berkata, "Ulama
sepakat atas hal ini."
3) c. Jika seseorang bangun dari tidur kemudian menemukan cairan basah,
namun tidak ingat apakah ia bermimpi atau tidak, maka jika ia yakin
bahwa cairan itu sperma, maka ia wajib mandi. Bisa jadi, keluarnya
cairan air mani itu karena mimpi basah yang ia lupa. Namun jika ia ragu-
ragu dan tidak mengetahui apakah itu mani atau lainnya, maka dia tetap
harus mandi sebagai langkah kehati-hatian.
4) Jika seseorang merasa cairan mani hendak keluar, kemudian dia meremas
kemaluannya sehingga ia tidak sampai keluar, maka ia tidak wajib mandi.
Namun jika ia kemudian berjalan dan kemudian keluar maninya, maka
dia tetap wajib mandi.
5) Jika seseorang melihat mani di celananya sehingga dapat disangka, dia
baru keluar mani; namun ia tidak mengetahui kapan keluarnya mani itu,
sementara ia sudah menjalankan shalat; maka dia wajib mengulangi
shalatnya sejak waktu terakhir dia bangun tidur. Kecuali jika ada tanda-
tanda bahwa keluarnya mani itu terjadi sebelumnya."2
b. Bertemunya dua kemaluan laki-laki dan wanita
hubungan senggama dengan ditandai masuknya kepala penis ke dalam
vagina perempuan, meski tidak keluar sperma. Hal ini berdasarkan firman Allah;
"Dan jika kalian junub, maka mandilah." (Al-Maidah: 6).
Imam Asy-Syafi'i berkata, "Menurut makna hakiki dalam bahasa Arab,
istilah janabat secara mutlak diartikan sebagai bersenggama (coitus), meski tidak
keluar sperma. Jika dikatakan, 'Si Fulan janabat dengan Fulanah', maka yang
dipahami dari kalimat ini ialah Si Fulan meniduri Si Fulanah, meski tidak keluar
sperma. Ulama tidak berbeda pendapat bahwa zina yang wajib dihukum cambuk
adalah karena bersetubuh, meski tidak keluar sperma." Dalam hadits Abu

2
Al-Faifi, Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya (2013), Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar : 998

7
Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Jika seseorang duduk di antara empat
anggota tubuh wanita, maka dia wajib mandi, baik keluar sperma atau tidak" (HR.
Muslim),
Tidak bisa dipungkiri, bahwa poin utama perkara ini ialah terjadinya
senggama. Sedangkan kalau sekadar bersentuhan, tanpa adanya senggama maka
tidak wajib mandi bagi kedua laki-laki dan wanita, berdasarkan ijma' ulama.

c. Berhentinya darah haid dan nifas. Berdasarkan firman Allah Ta'la,


َ‫ َر ُك ُم هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِ ْين‬z‫ْث اَ َم‬ ْ َ‫َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬
ُ ‫ْأتُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬zَ‫اِ َذا تَطَهَّرْ نَ ف‬zَ‫رْ نَ ۚ ف‬zzُ‫طه‬
َ‫َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬
"Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci, Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang Allah perintahkan kepada
kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-
orang yang mensucikan diri." (Al-Baqarah: 222).
Dan berdasarkan sabda Rasulullah kepada Fathimah binti Abu Hubaisy,
"Tinggalkan shalat selama hari-hari kamu dalam keadaan haid, kemudian
mandilah dan shalatlah." (Muttafaq Alaih).
d. Kematian
Jika seorang muslim meninggal dunia, maka dia harus dimandikan
berdasarkan ijma' ulama. Pembahasan lebih terperinci tentang masalah ini akan
dibawakan pada bab-bab ke depan nanti.
e. Orang yang semula kafir, lalu masuk Islam
Jika ada orang kafir masuk Islam, maka dia harus mandi. Berdasarkan
hadits Abu Hurairah bahwa Tsumamah Al-Hanafi ditawan oleh kaum muslimin.
Rasulullah datang kepadanya dan berkata, "Apa yang terjadi denganmu wahai
Tsumamah?" Dia menjawab: "Jika kamu membunuhku, maka kamu membunuh
orang yang memiliki darah. Jika kamu memberi kebaikan, maka kamu telah
memberi kebaikan kepada orang yang berterima kasih, dan jika kamu
menginginkan harta, maka kami akan memberimu apa yang kamu inginkan."
Adalah para sahabat Rasulullah menginginkan tebusan dari penawanan itu dan
mereka berkata: "Apa yang bisa kita perbuat dengan membunuh ini?" Maka
Rasulullah melewatinya, dan akhirnya dia masuk Islam sehingga dibebaskan. Lalu

8
dia disuruh pergi ke kebun Abu Thalhah dan diperintahkan mandi. Maka dia
mandi dan shalat dua rakaat. Maka Nabi bersabda, "Keislaman saudara kalian ini
sudah baik." (HR. Ahmad dan asalnya dari Bukhari Muslim).

2. Hal-hal yang Diharamkan bagi Orang Junub


Bagi orang yang sedang junub, diharamkan melakukan beberapa perbuatan di bawah
ini:
a. Shalat.
b. Thawaf mengelilingi Ka'bah.
c. Menyentuh mushaf Al-Qur'an dan membawanya. Keharamannya sudah disepakati
oleh para Imam yang empat dan tidak ada seorang pun sahabat yang menyelisihi
pendapat itu.
d. Membaca Al-Qur'an. Diharamkan bagi orang yang junub membaca Al- Qur'an
meski sedikit." Ini pendapat jumhur ulama. Sementara menurut Al-Bukhari, Ath-
Thabarani, Abu Dawud, dan Ibnu Hazm membolehkan membaca Al-Qur'an bagi
orang junub. Al-Bukhari berkata, "Ibrahim berkata, "Tidak apa-apa bagi orang yang
haid membaca ayat Al-Qur'an," Ibnu Abbas juga berpendapat, orang junub tidak
apa-apa membaca Al- Qur'an, karena Rasulullah berdzikir mengingati Allah dalam
setiap keadaan.
e. Berdiam (iktikaf) di masjid
Bagi orang yang junub dilarang masuk ke masjid. Namun bagi orang haid
dan junub diberi keringanan (rukhshah) untuk melewatinya. Dalilnya ialah: "Hai
orang-orang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk,
sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan. Dan orang-orang junub (jangan
pula menghampiri masjid), kecuali hanya sekadar berlalu, sehingga kalian mandi
besar (terlebih dulu)." (An-Nisaa': 43).
3. Rukun-rukun Mandi
Mandi secara Syariat tidak sah, kecuali memenuhi dua hal berikut:
f. Adanya niat.
la untuk membedakan mandi yang bersifat biasa dengan mandi ibadah. Niat
adalah pekerjaan hati, tidak perlu diucap dengan perkataan.

9
g. Membasuh seluruh anggota tubuh.
Berdasarkan dalil Al-Qur'an, "Dan jika kalian junub, maka bersucilah." (Al-
Maidah: 6). Pengertian bersucilah disini ialah mandilah. Hal itu dijelaskan dalam
dalil lain, "Hai orang- orang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam
keadaan mabuk. sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan. Dan orang-orang
junub (jangan pula menghampiri masjid), kecuali hanya sekadar berlalu, sehingga
kalian mandi besar (terlebih dulu)." (An-Nisaa': 43). Dan hakikat mandi adalah
membasuh seluruh anggota tubuh.
4. Mandi Sesuai Sunnah
Mandi yang bersifat ibadah pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Tata-cara
beliau ini menjadi Sunnah yang perlu kita ikuti. Berikut cara mandi sesuai Sunnah Nabi:
a. Nabi memulai mandi dengan membasuh kedua telapak tangan tiga kali.
b. Kemudian beliau mencuci kemaluan. (Begitu juga bagi kaum wanita yang mandi
besar, setelah haid atau nifas).
c. Kemudian berwudhu secara sempurna seperti layaknya wudhu sebelum
melaksanakan shalat. Namun boleh mengakhirkan membasuh kaki sampai selesai
mandi, jika dia mandi di bak atau semisalnya.
d. Kemudian menyiram kepala dengan air, disertai menggosok sela-sela rambut dan
pangkalnya.
e. Lalu membasuh seluruh tubuh dimulai dari sebelah kanan kemudian bagian kiri,
antara lain membasuh ketiak, kedua telinga, pusar, jari-jari kaki, dan memijit dan
menggosok apa yang bisa digosok dari anggota tubuh.
Hal ini dijelaskan dalam hadits 'Aisyah, bahwa Rasulullah # apabila mandi
janabat, beliau memulai dengan membasuh kedua tangan, lalu menuangkan air dengan
tangan kanan ke tangan kiri, kemudian mencuci kemaluan. Setelah itu berwudhu seperti
wudhu untuk shalat, lalu membasahi pangkal rambutnya dengan memasukkan jari-
jemarinya. Kemudian beliau menciduk dengan kedua tangan dan dibasuhkan ke kepala,
sebanyak tiga cidukan, kemudian mengguyur seluruh tubuh. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
5. Masalah-masalah Seputar Mandi
Berikut ini beberapa faidah penting seputar mandi:

10
a. Satu kali mandi bisa untuk bersuci dari haid sekaligus janabat, mandi Jumat, bahkan
mandi Hari Raya ('Id) sekaligus; atau untuk mandi janabat dan mandi Jumat, jika
seseorang berniat untuk semua itu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, beliau
bersabda, "Dan bagi setiap orang akan mendapatkan sesuai yang dia niatkan." (HR.
Al-Bukhari, Abu Dawud, Al-Baihaqi, dan lainnya).
b. Jika seseorang mandi janabat, sementara dia belum wudhu, maka mandi itu sudah
mencukupi jika tidak wudhu lagi. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah, dia berkata,
"Adalah Rasulullah tidak berwudhu setelah mandi (janabat)." (HR. Ahmad, At-
Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa'i, Baihaqi, Al-Hakim, dan lainnya. Al-Albani
berkata, "Hadits shahih.").
c. Dibolehkan bagi orang yang junub dan haid untuk menghilangkan bulu (rambut),
memotong kuku, keluar ke pasar, dan lainnya. Hal itu tidak makruh dilakukan. Atha'
berkata: "Dibolehkan bagi orang yang junub untuk berbekam, memotong kukunya,
mencukur rambutnya, meski setelah itu tidak berwudhu." (HR. Bukhari).
d. Tidak masalah seseorang masuk kamar mandi umum, jika dia tidak bisa melihat
aurat-aurat orang lain, dan orang lain tidak bisa melihat auratnya. Imam Ahmad
berkata: "Jika kamu tahu bahwa semua orang yang ada di kamar mandi umum itu
memakai kain penutup aurat, maka silakan masuk; namun jika tidak, jangan masuk."
e. Tidak masalah mengelap tubuh dengan handuk atau semisalnya, setelah mandi atau
wudhu, baik di musim panas atau dingin.
f. Dibolehkan bagi laki-laki mandi dari air bak yang sebelumnya digunakan oleh
wanita untuk mandi, begitu juga sebaliknya. Begitu juga dibolehkan bagi keduanya
(suami-istri) mandi bersama dari air bak yang sama. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
dia berkata: "Sebagain istri Rasulullah mandi dari sebuah bak. Lalu Rasulullah
datang untuk berwudhu atau mandi dari air di bak itu. Maka salah satu
istri beliau berkata: "Wahai Rasulullah saya dalam keadaan junub dan tadi
menggunakan air dari bak itu. Beliau menjawab, 'Sesungguhnya air itu tidak
mengalami junub." (HR. Ahmad dan lainnya. Dishahihkan 17 oleh Syaikh Al-Albani
dalam Irwaul Ghalil).
g. Tidak dibolehkan mandi telanjang bulat di hadapan manusia, sebab membuka aurat
hukumnya haram. Akan tetapi jika ia memakai penutup seperti kain dan semisalnya,

11
maka tidak masalah. Rasulullah pernah mandi dan ditutupi oleh Fatimah dengan
kain. Namun jika ia mandi telanjang jauh dari penglihatan manusia, maka itu tidak
dilarang. Nabi Musa pernah mandi telanjang jauh dari penglihatan manusia, seperti
diriwayatkan dalam hadits Imam Al-Bukhari.

C. Tayamum

1. Pengertian Tayamum
Secara etimologi, tayamum berarti “sengaja”, adapun secara terminologi adalah
sengaja menggunakan debu yang suci untuk mengusap muka dan telapak tangan dalam
konteks beribadah kepada Allah SWT,3 Sedangkan menurut Kahar Masyhur di dalam Buku
Shalat Wajib Menurut Mazhab yang empat, kata tayamum menurut bahasa arabnya ialah
‫ القصد‬yang artinya sengaja. Adapun menurut syara’ tayamum berarti menyapu muka dan
dua tangan dengan debu yang menyucikan menurut cara tertentu. Syafi’iyah dan
Malikiyah menambahkan kaedah ini dengan niat karena ia termasuk rukunnya dan cara
pengusapannya yaitu hanyalah meletakkan tangan di tanah atau debu yang menyucikan.
Bertayamum disyari’atkan di waktu ketiadaan air atau tidak boleh memakainya dan ada
sebab yang memerlukan demikian. Tayamum tersebut ditetapkan berdasarkan dalil, baik
dari al-qur’an dan hadits rasul SAW, serta ijma’ para ulama.4
Menurut Syekh Muhammad Ibn Qasim Al-Ghazzi menjelaskan bahwa tayamum

ialah : ‫ القصد‬: ‫المعنى اللغوي للتيمم‬


Artinya : Tayamum secara bahasa bermakna menyengaja, Sedangkan menurut syara’ ialah
menyengaja tanah untuk penghapus muka dan kedua tangan dengan maksud dapat
melakukan sholat dan lain-lainnya.5
Adapun rukun, sunnah berserta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah
sebagai berikut:
2. Rukun Tayamum
a. Niat.
Adapun niat tayamum yaitu sebagai berikut:

ً ‫صالَ ِة فَ ْر‬
‫ض ِهللِ تَ َعالَى‬ َّ ‫اح ِة ال‬ ْ ‫نَ َو ْيتُ التَّيَ ُّم َم ِال‬
َ َ‫ستِب‬
Artinya: "Saya niat tayamum agar diperbolehkan melakukan fardu karena Allah."

12
b. Meletakkan dua telapak tangan ke atas debu, misalnya debu pada dinding atau
permukaan tanah lalu usapkan sebanyak dua kali ke bagian wajah.
c. Mengusap dua belah tangan hingga siku sebanyak dua kali

d. Tertib. Saat melakukan tayamum tidak perlu digosok sampai berlumur, cukup
dimenyapukan debu saja.
3. Sunnah Tayamum
Adapun, sunnah tayamum sebagaimana dijelaskan dalam kitab Minhajul Muslimin ada 3
sebagai berikut:
a) Membaca basmalah.
b) Tepukan kedua. Tepukan pertama adalah fardhu dan sudah cukup, sedangkan yang
kedua adalah sunnah.
c) Mengusap kedua hasta bersama kedua telapak tangan. Mengusap telapak tangan
saja sudah memadai atau dianggap sah. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
pendapat mengenai arti "kedua tangan" dalam ayat tayamum.
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan tayamum adalah sebagai berikut;
a) Mendapatkan sumber air
Tayamum dilakukan ketika tidak bisa menemukan air, Maka jika kemudian tepat
sebelum shalat justru mendapatkan sumber air, maka hal tersebut membatalkan
tayamum yang sudah dilakukan. Dengan begitu, Bunda wajib berwudhu
menggunakan air tersebut sebelum melaksanakan shalat.
b) Murtad merupakan hal yang membatalkan tayamum
Murtad atau keluar dari agama Islam tentunya juga merupakan hal yang
membatalkan tayamum. Sebab tayamum hanya diperuntukkan bagi orang Muslim
saja. Maka otomatis jika murtad, menjadikan tayamum yang sudah dilaksanakan
tidak lagi sah atau berlaku.
c) Tidak sadar atau hilang akal
3
Abdullah Ath-Thayyar, Tuntunan Shalat Lengkap Ensiklopedia Shalat, (Jakarta :
Maghfirah Pustaka, 2006), Cet 1, hlm. 63
4
Kahar Masyhur, Salat Wajib Menurut Mazhab yang Empat, (Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2004), Cet. 1, hlm. 116-117.
5Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo : Maktabah Dar Al-Turas, t.th), juz. 1, hlm. 76

13
Hal yang membatalkan tayamum selanjutnya adalah hilang akal berpikir karena
gila atau mabuk dan tidak sadar karena pingsan. Jika merasakan salah satu dari hal-
hal tersebut maka otomatis tayamum yang sudah dilakukan sebelumnya akan
dianggap batal. Ketika sudah sadar, wajib melakukan tayamum kembali jika belum
mendapatkan sumber air.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu, pada dasarnya islam
merupakan agama yang sangat menjaga kebersihan. Oleh karena itu, setiap akan
melaksanakan ibadah diwajibkan melaksanakan wudhu dengan benar. Jika wudhu
nya benar maka sholatnya pun sah. Agama islam juga memberikan keringanan
kepada pemeluknya, yaitu jika tidak bias melaksanakan wudhu dikarenakan udzur
tertentu umat muslim bisa menggantinya dengan tayamum. Tayamum memang
merupakan sebuah rukhsah, namun kita juga tidak boleh bertindak semena-semana
atas rukhsah yang diberikan oleh Allah Swt. Karena pentingnya ibadsh inilah sehingga
Allah Swt.membrikan keringanan kepada hambanya.
Adapun kekurangan yang terdapat dalam makalah ini baik berupa isi, penulisan dan lain
sebagai nya penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Oleh karena
itu, besar harapan penulis agar pembaca memberikan masukan dan saran yang
membangun terhadap penulis. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Ajib, M. (2019). Fiqih wudhu versi madzhab Syafi’i. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing.
Al-Qutthubi, Tafsir Al-Qurthubi, jilid 6.
Fachrurrazi, S. (2021). Aplikasi Tata Cara Berwudhu Menurut 4 (Empat) Mazhab Berbasis
Android. Jurnal Teknologi Terapan and Sains 4.0, 2(2).
Al-Faifi, Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya (2013), Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar : 998

15

Anda mungkin juga menyukai