Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FIQIH IBADAH

Tentang

THARAH DARI HADAS: WUDHU, TAYAMUM, DAN MANDI

Dosen Pengampu : Darwani M.Pd.I

Disusun Oleh:

Nurul Fadila (201230148)

Sari Ayu Astuti (201230149)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGUGURAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT, yang dengan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Segala puji bagi-Nya atas segala karunia-Nya yang tiada henti mengalir kepada
kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan
makalah ini. Tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kami tidak akan
mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Khususnya, kami ingin
menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada para dosen yang telah
memberikan arahan, masukan, dan pembimbingan yang sangat berharga bagi
kami. Dedikasi mereka dalam membimbing kami tidak hanya meningkatkan
pengetahuan kami, tetapi juga menginspirasi kami untuk terus belajar dan
berkembang.
Kami menyadari bahwa setiap hasil karya pasti memiliki kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami mengajukan
permohonan maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Kami
berharap agar pembaca dapat memaklumi dan menerima makalah ini sebagai hasil
usaha kami yang terbaik. Meskipun demikian, kami berkomitmen untuk terus
belajar dan meningkatkan kualitas karya kami di masa yang akan datang. Dengan
demikian, kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat dalam bidang ilmu yang kami teliti, serta menjadi landasan untuk
penelitian lebih lanjut di masa depan. Terima kasih atas perhatian dan
pengertiannya.

Jambi, April 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................3

A. Wudhu...................................................................................................3

B. Tayamum...............................................................................................6

C. Mandi Wajib..........................................................................................8

D. Mandi Sunnah.....................................................................................13

BAB III PENUTUP......................................................................................15

A. Kesimpulan..........................................................................................15

B. Saran....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam
mengenai tiga konsep penting dalam agama Islam yang berkaitan dengan
kebersihan dan ibadah, yaitu Wudhu, Tayamum, dan Mandi Wajib. Konsep-
konsep ini memiliki peran yang sangat vital dalam kehidupan seorang
Muslim karena mereka merupakan bagian dari kewajiban ritual dalam
menjalankan ibadah sehari-hari.
Wudhu, sebagai salah satu kewajiban ritual, mempersiapkan seorang
Muslim secara fisik dan spiritual untuk menjalankan shalat, ibadah utama
dalam Islam. Tayamum, di sisi lain, menjadi alternatif dalam kondisi di mana
air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan untuk bersuci. Sementara itu,
Mandi Wajib atau Ghusl Janabah menjadi kewajiban bagi seorang Muslim
setelah mengalami kondisi tertentu, seperti hubungan suami istri, keluarnya
mani, atau menstruasi.
Dalam makalah ini, kita akan mengeksplorasi pengertian, syarat-syarat,
rukun, sunnah, hal-hal yang membatalkan, serta tata cara pelaksanaan dari
masing-masing konsep tersebut. Pemahaman yang komprehensif mengenai
konsep-konsep ini akan membantu seorang Muslim dalam menjalankan
kewajiban agamanya dengan baik dan benar sesuai ajaran Islam.
Melalui pembahasan yang mendetail dan terstruktur, diharapkan
makalah ini dapat menjadi panduan yang berguna bagi umat Islam dalam
memahami dan melaksanakan tiga kewajiban ritual ini dengan penuh
kesadaran dan keberkahan.

iv
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Wudhu dan Tayamum
2. Apa saja syarat Wudhu dan Tayamum?
3. Bagaimana Rukun dan Sunnah Wudhu serta Tayamum?
4. Apa saja yang dapat membatalkan wudhu?
5. Apakah pengertian dari Mandi Wajib

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Wudhu dan Tayamum
2. Untuk mengetahui syarat Wudhu dan Tayamum
3. Untuk mengetahui Rukun dan Sunnah Wudhu serta Tayamum
4. Untuk mengetahui hal yang dapat membatalkan wudhu
5. Untuk mengetahui pengertian dari Mandi Wajib

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wudhu
1. Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih, indah dan bagus. Menurut
syara’, wudhu ialah membasuh, mengalirkan dan membersihkan dengan
menggunakan air pada setiap bagian dari anggota-anggota wudhu untuk
menghilangkan hadast kecil.
Menurut Sayyid Sabiq, definisi wudhu adalah kegiatan bersuci
dengan menggunakan air. Anggota badan yang disucikan di dalam wudhu
adalah wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki. Sedangkan menurut
abu sangkan, wudhu adalah ibadah zikir yang merupakan sarana
pembersihan jiwa, yang dimulai dari sisi paling luar (fisik) sampai ke
dalam rohaninya.1
Perintah wajib wudhu bersamaan dengan perintah wajib shalat lima
waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun hijriah. Firman Allah
Swt dalam QS. AlMaidah: 6 :
‫يَأُّيَه ا ٱَّل ِذ يَن َء ا ُن َٰٓو ۟ا َذ ا ُقْم ُتْم َلى ٱلَّص َل وِة َفٱْغ ِس ُلو۟ا ُو ُج وَهُك ْم َو َأْي ِدَيُك ْم َلى ٱْل َر اِف َو ٱْمَس ُحو۟ا‬
‫َم ِق‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫َم‬
ۚ ‫ِبُر ُء وِس ُك ْم َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى ٱْلَكْع َبْيِن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)2
2. Syarat Wudhu
Terdapat beberapa syarat sah wudhu, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Islam

1
Lela dan Lukmawati. “Ketenangan” : Makna dawamul wudhu. (Palembang: PSIKIS-Jurnal
psikologi islam. 2015. Vol. 1. No. 2) hal 55-56
2
H. Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2018). hal 24

vi
b. Mumayiz, karena wudhu itu merupakan ibadah yang wajib diniati,
sedangkan orang yang tidak beragama islam dan orang yang belum
mumayiz tidak diberi hak untuk berniat.
c. Tidak berhadas besar.
d. Dengan air yang suci dan menyucikan.
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah
dan sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu.3
3. Fardhu Wudhu
a. Niat.
b. Membasuh muka.
c. Membasuh dua tangan sampai ke siku.
d. Menyapu sebagian kepala.
e. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki.
f. Menertibkan rukun-rukun diatas.
4. Sunnah Wudhu
a. Membaca “bismillah” pada permulaan wudhu.
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum
berkumur-kumur.
c. Berkumur-kumur
d. Memasukkan air ke hidung.
e. Menyapu seluruh kepala
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalan
g. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan
menyilangnyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai
dari kelingking kaki kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri.
Sunah menyilangi jari, kalau air dapat sampai di antara jari dengan
tidak disilangi. Tetapi apabila air tidak sampai diantaranya kecuali
dengan disilangi, maka menyilangi jari ketika itu menjadi wajib,
bukanlah sunnah.

3
Ibid., hal 24

vii
h. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. Suka
memulai dengan anggota yang kanan daripada anggota yang kiri
dalam beberapa pekerjaan beliau. Nawawi berkata, “Tiap pekerjaan
yang mulia dimulai dari kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina,
seperti masuk kamar mandi hendaklah dimulai dari kiri.”
i. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga
kali, tangan tiga kali, dan seterusnya.
j. Berturut-turur antara anggota. Maksudnya dengan berturut-turut
disini ialah “sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah
dibasuh”, dan sebelum anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh
pula, dan seterusnya.
k. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa
karena berhalangan, misalnya sakit.
l. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin
m. Menggosok anggota wudhu agar lebih bersih.
n. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan.
o. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudhu, kecuali apabila ada hajat.
p. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat,
selain bagi orang yang berpuasa sesuadah tergelincir matahari.
q. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
r. Berdoa sesudah selesai wudhu.
s. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.
5. Hal Yang Membatalakan Wudhu
a. Keluar sesuatu dari dubur maupun qubul, baik berupa zat ataupun
angina, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah; baik yang
keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat.
b. Hilang akal. Hilang akal karena mabuk atau gila. Demikian pula
karena tidur dengan tempat keluar angina yang tidak tertutup.
Sedangkan tidur dengan pintu keluar angina yang tertutup, seperti
orang tidur dengan duduk yang tetap, tidaklah batal wudhunya.

viii
c. Adapun tidur dengan duduk yang tetap keadaan badannya, tidak
membatalkan wudhu karena tiada timbul sangkaan bahwa ada
sesuatu yang keluar darinya.
d. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan. Dengan
bersentuhan itu batal wudhu yang menyentuh dan yang disentuh,
dengan syarat bahwa keduanya sudah sampai umur atau dewasa, dan
diantara keduanya bukan “mahram”, baik mahram turunan, pertalian
persusuan, ataupun mahram perkawinan.
e. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik
kemaluan sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang
dewasa ataupun kemaluan anak-anak. Menyentuh ini hanya
membatalkan wudhu yang menyentuh saja.

B. Tayamum
1. Pengertian Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah kemuka dan kedua tangan
sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu
atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat
memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu:
a. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah sakitnya atau
lambat sembuhnya.
b. Karena dalam perjalanan.
c. Karena tidak ada air4
2. Syarat Tayamum
a. Sudah masuk waktu shalat. Tayamum disyariatkan untuk orang yang
terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum terpaksa, sebab salat
belum wajib atasnya ketika itu.
b. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu
sudah masuk. alasannya adalah kita disuruh bertayamum bila tidak
ada air sesudah dicari dan kita yakin tidak ada kecuali orang sakit

4
Ibid., hal 39

ix
yang tidak diperbolehkan memakai air, atau ia yakin tidak ada air di
sekitar tempat itu, maka mencari air tidak menjadi syarat baginya.
c. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat Imam Syafii
tidak sah tayamum selain dengan tanah menurut pendapat imam yang
lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir, atau batu.
d. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum itu
hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat sebagian ulama;
tetapi menurut pendapat yang lain tidak.5
3. Fardhu Tayamum
a. Niat. orang yang akan melakukan tayamum hendaklah berniat karena
hendak mengerjakan salat dan sebagainya, bukan semata-mata untuk
menghilangkan hadas saja sebab sifat tayamum tidak dapat
menghilangkan hadas hanya diperbolehkan untuk melakukan salat
karena darurat.
b. Mengusap muka dengan tanah
c. Sikap kedua tangan sampai siku dengan tanah
d. Menertibkan rukun-rukun. Artinya mendahulukan muka dari tangan.6
4. Sunnah Tayamum
a. Membaca bismillah. Dalilnya adalah hadits sunnah wudhu, tayamum
merupakan pengganti wudhu.
b. Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang diatas
tangan itu menjadi tipis.
c. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum sebagaimana
sesudah selesai berwudhu7
5. Hal Yang Membatalkan Tayamum
a. Tiap hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum
b. Ada air. Mendapatkan air sebelum salat, batallah tayammum bagi
orang yang tayamum, karena ketiadaan air bukan karena sakit.8

5
Ibid., hal 39-40
6
Ibid., hal 40
7
Ibid., hal 42-43
8
Ibid., hal 43

x
C. Mandi Wajib
1. Pengertian Mandi Wajib
Sebenarnya istilah mandi wajib ini agak kurang familiar didalam
kitab-kitab fiqih, para ulama lebih sering menyebutnya dengan istilah
ghusl janabah atau mandi janabah. Secara bahasa, Ibnu Faris dalam
kamus Maqayis AlLughah menjelaskan bahwa janabah itu sendiri berarti
jauh, lawan dari kata dekat. Disebut jauh karena seseorang yang sedang
berstatus janabah dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan)
sebagian ritual ibadah, semisal shalat, membaca AlQuran serta berdiam
diri di masjid, dst. istilah janabah digunakan untuk menunjukkan kondisi
seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan
hubungan suami istri, ataupun sebab-sebab lainnya, janabah dan hadats
besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama. Jika ada
seseorang yang berkata: “Saya sedang dalam kondisi janabah” , itu
berarti dia sedang dalam keadaan berhadats besar.
Mereka yang sedang dalam kondisi janabah ini hukumnya wajib
mandi terlebih dahulu agar bisa menjadi suci kembali sehingga bisa
melaksanakan ibadah lainnya, semisal shalat, membaca AlQuran,
berdiam diri di masjid, dst. Karena hukum wajib inilah akhirnya orang-
orang kita lebih sering menyebutnya dengan istilah mandi wajib sebagai
lawan dari mandi yang tidak wajib, penggunaan istilah mandi wajib ini
juga mempunyai nilai posistif, setidaknya untuk lebih menguatkan bahwa
memang dalam kondisi janabah (berhadats besar) seseorang wajib mandi
agar bisa suci kembali.
2. Sebab Mandi Wajib
Diantara hal yang bisa membuat seseorang berada dalam kondisi
hadats besar adalah sebagai berikut:
a. Keluar mani

xi
Mani itu adalah benda cair yang keluar dari kemaluan
dengan aroma yang khas, agak amis, sedikit kental dan mudah
mengering seperti telur bila telah mengering. Perkara mani bukan
hanya bersumber dari laki-laki, dari perempuan juga ada, dan bagi
perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani keluar
dari mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda: Dari
Ummi Salamah radhiyallahu anha bahwa Ummu Sulaim istri Abu
Thalhah bertanya: "Ya Rasulullah sungguh Allah tidak malu bila
terkait dengan kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila
bermimpi? Rasulullah SAW menjawab: "Ya, bila dia mendapati air
mani". (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Bertemunya dua kemaluan
Ini adalah bahasa lain dari hubungan intim sepasang suami
istri (bukan hanya sebatas menempel), baik disertai keluarnya mani
atau tidak, yang jelas sebatas bertemunya dua kemaluan, maka
kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bila dua kemaluan bertemu
atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu
mewajibkan mandi janabah”
c. Keluarnya Haidh
Haidh adalah darah yang kelur dari seorang perempuan, ini
pertanda bahwa mereka sudah sampai umur, umumnya keluarnya
diusia remaja, tapi tidak sedikit walaupun masih umur setingkat
kelas empat Sekolah Dasar sebagaian dari mereka sudah mendapati
darah haidh. Darah ini agak berbeda dari jenis darah pada
umumnya. Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah swt :
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang
haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu
jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah
mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah

xii
kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan
menyukai orang yang menyucikan diri.”
Suci yang dimaksud adalah setelah mereka berhenti dari
haidhnya dan mandi, demikian At-Thabari menjelaskan dalam kitab
tafsirnya. Itu artinya halalnya hubungan suami istri setelah para
istri mandi, berarti mandi itu hukumnya wajib. Rasulullah saw
bersabda “Apa bila haidh tiba tingalkan shalat apabila telah selesai
(dari haidh) maka mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari dan
Muslim).
d. Keluarnya Nifas
Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi
juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini
mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam
keadaan meninggal dunia. Yang jelas setelah darah ini berhenti,
maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas
ibadah yang selama ini tertinggal. Kewajiban mandi ini didasarkan
kepada ijma’ (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan oleh
Ibnul Mundzir.
e. Melahirkan
Sebagian ulama menilai bahwa melahirkan juga bagian dari
hal yang mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya
tidak disertai nifas.
f. Meninggal dunia
Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib
mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk
mandi sendiri, maka kewajiban memandikan berada dipundak
mereka yang masih hidup, tentunya dengan adabadabnya.
Rasulullah saw berkata saat salah satu putri beliau meninggal
dunia: “Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih dari
sana” (HR. Bukhari dan Muslim)
g. Masuk Islamya Kafir

xiii
Perkara Islamnya kafir ini memang menjadi perdebatan
diantara para ulama, apakah mereka wajib mandi atau tidak. Para
ulama dari madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa orang
kafir yang masuk Islam wajib mandi , setidaknya :ini tukireb was
hallulusaR adbas helo irasadid “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra
bahwa Tsumamah bin Atsal ra dahulunya baru masuk Islam, lalu
Rasulullah saw berkata: “Bawalah ia ke salah satu dinding bani
fulan, dan perintahkanlah ia untuk mandi” (HR. Ahmad). Selain itu
besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu pernah mengalami
status janabah baik karena mimpi, atau hubungan suami istri, dst,
sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi, kalaupun sebab
janabah itu sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi
sebab mandi. Dan dalam kedua madzhab ini kewajiban mandi ini
tidak membedakan antara mereka yan kafir asli dan murtad.
3. Rukun Mandi Wajib
Sederhananya, ada hal yang penting untuk diketahui dan tentunya
wajib untuk dilakukan sehingga aktivitas mandi wajib dinilai sah adalah:
a. Niat Mandi Wajib
Memang semua ulama sepakat bahwa niat itu letaknya di
hati, sebagai tekad dan azam utuk melaksanakan suatu ibadah ,
namun sebagian ulama lainnya membolehkan bahkan menyarankan
jika memang niat itu diawali atau disertai dengan lafazh niat.
b. Meratakan Air Keseluruh Tubuh
Meratakan yang dimaksud adalah memastian bahwa air
mandi itu sampai ke seluruh tubuh, tanpa harus memakai sabun
atau sampo.9
4. Tata Cara Mandi
Niat, dilakukan pada waktu memulai pekerjaan membersihkan
baganbagian badan yang pertama, dan tidak batal bila diniatkan lebih
9
Mahadhir, m saiyid. 2018. Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi?. Jakarta : Rumah
Fiqih Publishing

xiv
awal, dalam jarak waktu yang tidak terlalu lama.
Mengalirkan air ke seluruh tubuh sampai merata. Apabila masih
belum dianggap merata, maka boleh disiram beberapa kali.
Selain rukun mandi tersebut, ada beberapa amaliah sunnah yang
lebih afdhol dikerjakan ketika mandi. Sunnah-sunnah tersebut yaitu
membaca “Basmalah” pada permulaan mandi, berwudlu sebelum mandi
menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan mendahulukan yang
kanan daripada yang kiri, tertib. Kemudian ada juga hal-hal yang
dipandang makruh dalam mandi yaitu : 1. Berlebih-lebihan dalam
menggunakan air, karena berlebihan itu sesuatu yang mubadzir, tidak
sesuai dengan perbuatan Nabi SAW. 2. Mandi di air yang tergenang.
Berdasarkan riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi
SAW berkata: “Jangan mandi salah seorang di antara kalian di air yang
diam, sementara dia sedang berjunub.”
5. Hikmah Mandi
Berdasarkan Kitab Fikih Manhaji, ada beberapa hikmah atau
manfaat dengan disyariatkannya mandi bagi orang Islam. Adapun
beberapa hikmah mandi tersebut yaitu :
Memperoleh pahala : Mandi dalam pengertian syar’i merupakan
ibadah karena di dalamnya ada penerapan perintah syara’ dan
pengamalan hukumnya. Di dalam mandi ada pahala besar, karena itu,
Rasulullah SAW bersabda: “Kesucian setengah dari iman” (Diriwayatkan
Muslim: 222), yaitu separuh atau bagian darinya, kesucian itu mencakup
wudlu dan mandi.
Mendapatkan kebersihan : Ketika seorang muslim mandi, ia
membersihkan kotoran yang mengenai tubuhnya, daki yang menempel,
atau keringat yang menyebabkan bau.
Membawa Kesegaran Badan : Mandi menyebabkan seseorang
memperoleh kehidupan dan kesegaran. Hilanglah keloyoan, kelemahan,
dan kemalasan, terlebih setelah adanya sebab-sebab yang mewajibkan,
seperti bersetubuh.1

xv
D. Mandi Sunnah
Selain mandi wajib tersebut, dalam kitab Fikih Manhaji jug membahas
mandi-mandi sunnah. Mandi sunnah merupakan mandi yang lebih afdhol
(baik) dikerjakan dan tidak berdosa jika tidak mengerjakannya. Mandi sunnah
tersebut ada beberapa, yaitu :
a. Mandi hari Jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud akan
mengerjakan shalat Jum’at, agar baunya yang busuk tidak
mengganggu orang di sekitar tempat duduknya. Kesunatan mandi
Jumat ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw : Dari
Ibnu Umar. Ia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda “Apabila
salah seorang hendak pergi shalat Jum’at, hendaklah ia mandi (HR.
Muslim).
b. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha Dari Faqih bin Sa’di.
Sesungguhnya Nabi SAW mandi pada hari Jum’at, hari Arafah, hari
raya
c. Idul Fitri, dan pada hari raya Idul Adha (hari haji). (HR. Abdullah
bin Ahmad) 3. Mandi orang gila apabila ia sudah sembuh dari
gilanya. Hal ini dikarenakan ada kemungkinan orang tersebut pada
masa gilanya keluar mani (junub).
d. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah Dari Zaid bin Tsabit,
sesungguhnya rasulullah SAW, membuka pakaian beliau ketika
hendak ihram, dan beliau mandi. (HR. Turmudzi)
e. Mandi sehabis memandikan mayat. Orang yang ikut memandikan
jenazah, setelah selesai maka orang tersebut disunnahkan untuk
mandi. Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa memandikan
mayat, hendaklah ia mandi; dan barang siapa membawa mayat,
hendaklah ia berwudlu. (HR. Turmudzi).
f. Mandi Gerhana. Pada waktu gerhana, baik gerhana matahari maupun
gerhana bulan seorang muslim disunnahkan untuk mandi.
Disunnahkan mandi untuk shalat gerhana matahari dan gerhana
bulan, dalilnya adalah qiyas kepada hari Jum’at. Salat Jum’at sama

xvi
pengertiannya dengan salat gerhana dari segi bahwa di dalamnya
disyariatkan Jamaah dan berkumpul.
g. Mandi Istisqa’. Mandi Istisqa’ mandi yang disunnahkan sebelum
mengerjakan salat istisqa’. Disunnahkan mandi sebelum keluar
untuk shalat istisqa’, dikiyaskan kepada mandi untuk shalat gerhana.

xvii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebelum melakukan ibadah shalat harus membersihkan tubuh dari
hadas kecil dan hadas besar, seperti melaksanakan ibadah wudhu’, mandi dan
tayammum. Wudhu’ adalah salah satu ibadah yang dilakukan dengan cara
mencuci sebahagian anggota tubuh dengan air dengan sarat dan rukun sebagai
syarat sah sholat yang dilaksanakan sebelum melaksanakan sholat dan ibadah
yang lainnya. Mandi (al-ghusl) adalah mencuci seluruh tubuh dengan
menggunakan air yang disertai dengan rukun mandi. Sedangkan tayammum
adalah mengusapkan tanah ke sebagian anggota tubuh (muka dan tangan)
sebagai ganti wudhu’ yang dilakukan karena adanya uzur bagi orang yang
tidak dapat memakai air, yang mempunyai sarat dan rukun.

B. Saran
Kami menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami pengertian
wudhu, tayamum,dan mandi. landasan hukum wudhu, tayamum dan mandi
serta pembagian wudhu, tayamum dan mandi. Bagi pembaca lain yang ingin
mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai materi ini, maka dapat
menjadikan makalah ini sebagai referensi.

xviii
DAFTAR PUSTAKA
A.Zainuddin,s.Ag.Muhamad Jamhari,s.Ag. 1999. Al-Islam (akidah dan ibadah).
Bandung : CV.pustaka setia
Lela dan Lukmawati. “Ketenangan” : Makna dawamul wudhu. (Palembang:
PSIKIS-Jurnal psikologi islam. 2015. Vol. 1. No. 2) 55-56
Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh. Cetakan pertama, Tahun 1438 H. Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin;
Mahadhir, m saiyid. 2018. Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi?. Jakarta :
Rumah Fiqih Publishing
Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Penerbit Dar Al-Wafa’
Rasjid, Sulaiman H. 2018. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Samidi. Konsep Al Ghuslu Dalam Kitab Fikh Manhaja. Jurnal Analisa. XVII (01),
101-103
Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin
‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj, hlm. 65-67
Tim Al-Azhar. 2011. Fiqih. Driyorejo Gresik: Pustaka Kembar JMawsu’ah Al-
Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Agama Kuwait;

xix

Anda mungkin juga menyukai