Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

FIQIH THAHARAH WUDHU DAN TAYAMUM


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu : Arif Nursihah, M.A

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Aditya Putra 1202090112


Anna Yulia Apriyani 1202090114
Aliqa Ajriya Fasya 1202090139
Yusnia Oktovi Nurhidayah 1202090145

Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah


Fakultas Tarbiyah dan Keguran
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah,puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ulumul Fiqih

Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Arief Nursihah yang telah


membantu kami baik secara moral ataupun materi.Terimakasih juga saya ucapkan
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari,bahwa laporan tugas mata kuliah Ulumul Fiqih yang kami
buat ini masih jauh darin kata sempurna baik segi penyusunan,bahasa,maupun
penulisannya. Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan tugas mata kuliah Ulumul Fiqih ini bisa menambah wawasan
para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Bandung, 10 November 2020

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

2.1 Fiqih Thaharah .................................................................................................... 3

2.2 Fiqih Wudhu ...................................................................................................... 12

2.3 Fiqih Tayamum ................................................................................................. 21

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 25

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 25

3.2 Saran .................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam hukum islam terdapat suatu hal dimana segala seluk beluknya termasuk bagian
ilmu dan amalan yang sangat penting yakni bersuci, atau dalam fiqih disebut dengan thaharah.
Yang dimaksud dengan thaharah ini tidak hanya suci secara lahiriyah namun dapat juga
membersihkan secara batiniyah.

Thaharah lebih sering dimaknai sebagai suatu hal yang dilakukan sebelum beribadah
kepada Allah SWT saja ataupun suatu cara untuk menghilangkan hadas dan juga najis, tetapi
thaharah juga berkaitan erat dengan kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dan keindahan
lingkungan. Sering kali kita sebagai manusia lalai dalam hal menjaga kebersihan.

Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang memelihara kesucian dirinya.Thaharah


merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat, tanpa thaharah pintu
tersebut tidak akan terbuka artinya tanpa thaharah ibadah shalat baik yang fardhu maupun yang
sunnah tidak sah.

Dalam memahami pengertian wudhu, diperlukan pemahaman terhadap beberapa


elemen internal wudhu itu sendiri dimulai dari yang terkecil yaitu kosa kata yang digunakan
sampai dengan tata cara wudhu itu sendiri. Wudhu merupakan kunci kita ketika kita akan
melaksanakan shalat maupun ibadah yang ada ketentuan bersih dari hadast. Wudhu kita
mempengaruhi sah tidaknya shalat kita, tidak hanya shalat kita tetapi semua amalan ibadah
yang membutuhkan suatu keadaan suci dari hadat kecil, semua kuncinya adalah wudhu.

Ketika kita tidak bisa bersuci dari hadats dengan berwudhu atau mandi karena
sebab/keadaan darurat, maka kita masih dapat untuk menghilangkan hadats dengan cara
tayamum. Tayamum ini adalah bentuk kecintaan Allah kepada umat Islam dengan memberikan
keringanan (rukhsah) dalam beribadah menurut kemampuan masing-masing.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa arti dari Thaharah Wudhu dan Tayamum ?


2. Apa saja ayat-ayat yang membahas tentang Fiqih Thaharah Wudhu dan Tayamum ?
3. Apa saja tata cara Thaharah Berwudhu dan Tayamum ?

1.3 Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah Fiqih


2. Agar dapat mengetahui dan memahami cara-cara bersuci (thaharah) yang dikehendaki oleh
syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari
3. Mengetahui tata cara wudhu yang baik dan benar, sesuai dengan ajaran dan hukum islam
yang berlaku
4. Mengetahui mengenai tayamum, beserta ketentuan nya.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Fiqih Thaharah

• Pengertian thaharah
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan najis.
Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara’) adalah menghilangkan hukum hadats
untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk
bersuci dengan air atau pengganti air, yaitu tayammum.Jadi, pengertian thaharah atau bersuci
adalah mengangkat kotoran dan najis yang dapat mencegah sahnya shalat, baik najis atau
kotoran yang menempel di badan, maupun yang ada pada pakaian, atau tempat ibadah seorang
muslim. Firman ALLAH SWT :
‫طهَّرْ نَفَأْتُوهُنَّمِ ْن َح ْيثُأ َ َم َركُ ُماللَّ ُۚ ُهإِنَّاللَّ َهيُحِ بُّالتَّ َّوابِين ََويُح‬
َ َ‫ط ُهرْ ِۖنَفَإِذَات‬
ْ َ‫يض َو ََلتَ ْق َربُوهُنَّ َحتَّ ٰىي‬ ْ ‫يضقُ ْل ُه َوأَذًىفَا ْعت َِزلُواالنِ َسا َءف‬
ِۖ ِ ِ‫ِيال َمح‬ ِۖ ِ ِ‫َويَ ْسأَلُونَ َكعَن ِْال َمح‬
َ َ‫ب ُّْال ُمت‬
ِ َ‫ط ِه ِرين‬
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu penyakit”.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-
Baqarah: 222)

• Perihal bersuci meliputi beberapa perkara,yaitu :


a.Alat bersuci seperti air,tanah,dan sebagainya
b.Kaifiat atau cara bersuci
c.Macam dan jenis-jenis najis yang perlu di sucikan
d.Benda yang wajib di sucikan
e.Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

3
• Bersuci Ada Dua Bagian

1.Bersuci dari hadas.Bagian ini khusus untuk badan,seperti mandi berwudu dan tayamum
2.Bersuci dari najis.Bagian ini berlaku pada badan,pakaian,dan tempat.

• Macam-Macam Air dan Pembagiannya

Dalam ilmu fikih, air memiliki beberapa jenis yang sering digunakan dalam keseharian
manusia, jika dilihat dari segi hukum air tersebut. Hal ini berarti ada jenis air yang dianggap
sah untuk bersuci dan ada air yang tidak sah digunakan untuk bersuci atau bahkan ada macam
air yang tidak dibolehkan untuk bersuci.

Air merupakan salah satu hal pokok bagi umat manusia di dunia dalam kehidupan
sehari-hari. Semua orang membutuhkan air tanpa terkecuali ummat islam dalam hal beribadah
untuk bersuci dari hadas maupun najis. Meskipun dalam suatu kondisi tertentu, untuk bersuci
juga bisa tanpa menggunakan air atau tayamum.

Pembagian air dalam fiqih menurut madzhab Imam Syafi’i dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :

1. Air Suci Mensucikan (Air Mutlak)


Air suci mensucikan adalah jenis air yang tidak berubah bentuk dasarnya. Air suci
mensucikan atau air asli atau air mutlak adalah air yang dapat digunakan untuk bersuci.
Jenis air ini, hukumnya suci karena dapat digunakan untuk bersuci dan mensucikan. Air
suci belum tentu termasuk air yang mensucikan, seperti contoh air yang suci mensucikan
namun makhruh untuk digunakan mensucikan anggota badan (bukan pakaian). Seperti
air asli yang berada dalam satu wadah terbuat dari emas dan perak, yang sengaja
dipanaskan dengan pancaran sinar matahari. Jenis air ini dimakhruhkan karena bisa
mengganggu kesehatan kulit manusia.

2. Air Musyammas

4
Air musyammas adalah air yang dipanaskan secara langsung dibawah panas matahari
dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, contohnya
besi atau tembaga. Hukum air musyammas adalah suci dan mensucikan, namun
makhruh digunakan untuk bersuci. Secara umum, jenis air ini makhruh digunakan
sebagai antisipasi agar anggota badan manusia atau hewan yang terkena kusta, namun
air musyammas diperbolehkan untuk digunakan mencuci pakaian atau lainnya.
Meskipun begitu, air musyammas tidak makhruh jika digunakan untuk bersuci ketika
kembali menjadi dingin.

3. Air Suci yang Tidak Mensucikan


Air suci namun tidak mensucikan atau thohir ghoiru muthohhir ini adalah jenis air yang
suci namun tidak dapat digunakan untuk bersuci, baik untuk bersuci hadast besar, najis
maupun hadas besar. Ada dua jenis air yang suci namun tidak mensucikan, diantaranya
:
a. Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci, baik untuk
menghilangkan hadast seperti wudhu dan mandi junub maupun untuk
menghilangkan najis. Biasanya macam air yang seperti ini hanya dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan selain bersuci, contohnya minum, masak dan lain
sebagainya.Untuk itu, ketika melakukan wudhu dan airnya kurang dari dua kullah,
maka diharapkan untuk menggunakan gayung dan tidak mengambil air secara
langsung, hal tersebut dilakukan untuk menjaga kemurnian air. Dalam hal ini
perbedaan pendapat dari beberapa ulama. Ada yang mengatakan air musta’mal suci,
namun tidak mensucikan karena sudah terpakai. Ada juga yang berpendapat
macam-macam air ini suci dan masih mensucikan selama tidak ada perubahan
warna, bau dan rasa.
b. Air Mutaghayar
Air mutaghayar adalah jenis air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya
akibat telah tercampur dengan barang suci yang membuat nama air tersebut jga
berubah dan menghilangkan kemutlakan air tersebut.Contoh macam air ini adalah
air hujan masih disebut dengan air mutlak yang mensucikan, namun ketika air hujan
dicampur dengan air susu sehingga ada perubahan pada sifatnya dan namanya
berubah menjadi air susu, maka air tersebut dinamaka air mutaghayar.Lalu
bagaimana hukum air mineral kemasan? Air mineral dalam kemasan masih dalam
5
kemutlakannya atau kemurniannya karena tidak dicampur dengan barang suci yang
menjadikan air tersebut mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun
penamaan air dengan berbagaii macam nama air hanya terletak pada merek dagang
yang tidak berpengaruh pada kemutlakan air itu sendiri.

4. Air Mutanajis (Air Najis)


Air mutanajis merupakan jenis air yang terkena najis dan takarannya kurang dari dua qullah
atau takarannya sudah mencapai dua qulla atau lebih namun salah satu sifatnya (bau, rasa
dan warna) berubah karena terkena najis.Air yang takarannya sedikit dan terkena najis,
maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang
berubah.

Macam macam air yang takarannya banyak, kemudian terkena najis tidak menjadi mutanajis
ketika jenis air tersebut tetap pada kemutlakannya atau tidak ada sifat yang berubah. Namun,
jika ada salah satu sifat yang berubah, maka air tersebut dikatakan sebagai air mutanajis.Air
mutanajis tidak dapat digunakan untuk bersuci, karena dzat air itu sendiri itu sudah tidak
suci dan tidak dapat digunakan untuk mensucikan.

• Pada bagian ini, dijelaskan urutan benda najis yang disepakati oleh para ulama’
berdasarkan dalil al-Qur’an dan hadits, yaitu :

1. Bangkai (selain bangkai ikan)


Dalil tentang kenajisan bangkai dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 173 dan al-
An’am (6) ayat 145:
‫ح‬ ٌ ُ‫عا ٍدفَلَ ِإثْ َم َعلَ ْي ِهإِنَّاللَّ َهغَف‬
ِ ‫ور َر‬ ْ ‫ير َو َماأ ُ ِهلَّ ِب ِه ِلغَي ِْراللَّ ِهفَ َمنِا‬
َ ‫ضطُ َّر‬
َ َ‫غي َْربَاغ ٍَوَل‬ ِ ‫إنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْيكُ ُم ْال َم ْيتَةَ َوالدَّ َم َولَحْ َم ْالخِ ْن ِز‬
‫ي ٌم‬
Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang disebut selain Allah . Tetapi siapa saja dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173)
‫سأ َ ْوفِ ْسقًاأ ُ ِهلَّ ِلغَي ِْرالل‬
ٌ ْ‫يرفَإِنَّ ُه ِرج‬ ْ َ‫طاعِمٍ ي‬
ِ ِ‫ط َع ُم ُهإَِلَّأَنيَكُونَ َم ْيتَةًأَ ْودَ ًما َّم ْسفُوحًاأَ ْولَحْ َمخ‬
ٍ ‫نز‬ َ ‫قُللَّأَ ِجدُفِي َماأ ُ ْوحِ يَإِلَيَّ ُم َح َّر ًما‬
َ ‫علَى‬
ٌ ُ‫عا ٍدفَإِنَّ َربَّ َكغَف‬
‫ور َّرحِ ي ٌم‬ َ ‫ضطُ َّر‬
َ َ‫غي َْر َباغ ٍَوَل‬ ْ ‫ِه ِب ِهفَ َمنِا‬
6
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)”.(QS.
Al-An’am : 145)

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab fiqh as-Sunnah bahwa yang dimaksud dengan bangkai
(‫ )ميتة‬adalah “hewan yang matinya tidak disembelih dengan cara disembelih dengan tata cara
syari’at Islam”.

Ada dua macam kematian bangkai. Pertama, bangkai itu mati oleh sebab tindakan manusia.
Dalam hal ini, yang cara penyembelihannya tidak sesuai dengan syari’at Islam. Kedua, mati
bukan karena tindakan manusia, seperti terbunuh, mati karena tua, atau dimangsa hewan
lain, dan semisalnya.Termasuk haram dan juga najis adalah potongan dari anggota badan
hewan yang hidup. Sebagaimana dalil hadits yang berbunyi:
” ٌ‫قَ َاَللنَّبِيُّصلىاللهعليهوسلم “ َماقُطِ عَمِ ن َْالبَ ِهي َمة َِو ِهيَ َحيَّةٌفَ ُه َو َم ْيتَة‬،ِ‫يواقِدٍاللَّ ْيثِي‬
َ ِ‫ع ْنأَب‬
َ .
Dari Abu Waqid al-Laisiyyi, Rasulullah Saw bersabda: “sesuatu yang dipotong dari binatang
ternak, sedang ia masih hidup, maka itu adalah bangkai”.

2. Darah
Kenajisan darah tidak hanya terletal pada darah hewan saja tapi juga darah manusia. Tapi
perlu diketahui bahwa yang termasuk najis adalah darah yang mengalir keluar dalam jumlah
yang besar dari dalam tubuh. Maka hati, jantung dan limpa tidak termasuk najis, karena
bukan berbentuk darah yang mengalir.

Dalil tentang kenajisan darah, juga terdapat pada dalil kenajisan bangkai pada pembahasan
ddi atas yaitu dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 173 dan al-An’am (6) ayat 145, juga
terdapat dalam surat an-Nahl (16) ayat 115.
ٌ ُ‫عا ٍدفَإِنَّاللَّ َهغَف‬
‫ور َرحِ ي ٌم‬ ْ ‫ير َو َماأ ُ ِهلَّ ِلغَي ِْراللَّ ِهبِ ِهفَ َمنِا‬
َ ‫ضطُ َّر‬
َ َ‫غي َْربَاغ ٍَوَل‬ ِ ‫ِإنَّ َما َح َّر َمعَلَ ْيكُ ُم ْال َم ْيتَةَ َوالدَّ َم َولَحْ َم ْالخِ ْن ِز‬
Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan apa yang
disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa
memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nahl : 115).

7
Sebagimana telah dijelaskan pada pembahasan bangkai, bahwa bangkai ikan itu halal dan
tidak najis, maka jika ada darah keluar dari tubuh ikan (hewan air laut) secara banyak, tidaklah
najis.
4. Daging babi
Dalil tentang kenajisan daging babi, terdapat pada dalil kenajisan bangkai dan darah dalam
al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 173, al-An’am (6) ayat 145, dan surat an-Nahl (16) ayat
115.Daging babi hukumnya tetap haram dan najis, meskipun disembelih sesuai
syari’at. Dan juga meskipun dalam al-Qur’an menggunakan redaksi lahm al-
khinzir (‫ )حْ ما َ ْلخِ ْن ِزيْر َ ل‬yang maknanya daging babi, bukan berarti yang haram dan najis hanya
dagingnya saja.

Berdasarkan teori ithlaaq al-juz’ wa iraadah al-kull (‫ءو ِإ َرادَة ُ ْالكُل ِ إ‬


َ ‫)طلَقُ ْالج ُْز‬
ْ artinya “menyebut
sebagian yang dimaksud adalah keseluruhan”, maka maksud lahm al-khinzir (‫)حْ ما َ ْلخِ ْن ِزيْر َ ل‬,
selain yang dimaksud adalah daging babi, masuk juga di dalamnya darah, air susu, tulang,
lemak, kotoran dan semua bagian dari tubuh babi.

5. Air kencing manusia, muntah dan kotoran manusia


Sayyid Sabiq dalam fiqh as-Sunnah mengatakan bahwa para ulama’ sepakat dalam
kenajisan ketiga benda ini. Kecuali apabila muntah dalam jumlah yang sangat sedikit, maka
kategori najis yang dimaafkan. Dan juga air kencing bayi laki-laki yang belum makan
apapun kecuali susu ibunya. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
ْ ‫ض َح ُهعَلَ ْي ِه َولَ ْميَ ْغ‬
ُ‫سِله‬ َ َ‫ُوَلللهصلىاللهعليهوسلمفَبَالَعَلىَثَ ْوبِ ِهفَد‬
َ َ‫عابِ َماءٍ فَن‬ َّ ‫ص ِغي ٍْرلَ ْميَأْكُ ِلل‬
َ َ‫طعَا َمإِل‬
ِ ‫ىرس‬ َ ‫ع ْنأ ُ ِمقَيْسٍ أَنَّ َهاأَتَتْبِا ْبنٍلَ َها‬
َ
Dari Ummi Qais Ra bahwa dia datang kepada Rasulullah Saw dengan membawa bayi laki-
lakinya yang belum bisa makan. Bayi itu lalu kencing lalu Rasulullah Saw meminta
diambilkan air dan beliau memercikkannya tanpa mencucinya.

6. Nanah
Dalam bahasa arab disebut dengan redaksi qaih (‫)يْح َ ق‬. Nanah adalah kondisi darah yang
sudah rusak. Apabila seseorang terkena nanah, harus dicuci bekas nanahnya sebelum boleh
untuk melakukan ibadah yang mensyaratkan kesucian (wudhu` atau mandi).

7. Madzi dan wadi


8
Madzi (‫ِي َ م‬
ْ ‫ )ذ‬adalah cairan putih atau bening encer yang keluar karena bergejolak syahwat
akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari kemaluan laki-laki. Madzi biasa keluar sesaat
sebelum mani keluar dan keluarnya tidak memancar.Wadi (‫ِي َ و‬
ْ ‫ )د‬adalah cairan yang kental
berwarna putih yang keluar mengiringi air kencing.

8. Khamr
Dalam fiqh as-Sunnah karya dijelaskan bahwa para ulama’ sepakat tentang
kenajisankhamr.Dalilnya ada dalam al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 90.
َ‫طانِفَاجْ تَنِبُوهُلَعَلَّكُ ْمت ُ ْف ِلحُون‬
َ ‫صاب َُواأل َ ْزَلَ ُم ِرجْ س ٌِم ْنعَ َم ِلل َّش ْي‬ ُ ‫االخ َْم ُر َو ْال َمي‬
َ ‫ْسِر َواألَن‬ ْ ‫يَاأَيُّ َهاالَّذِينَآ َمنُواْإِنَّ َم‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib
dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)

Dalam Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab, bahwa khamr (‫ )خمر‬adalah segala sesuatu
yang memabukkan, apapun bahan mentahnya. Minuman yang berpotensi memabukkan
apabila diminum dengan kadar normal oleh seorang normal, maka, minuman itu
adalah khamar sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak maupun sedikit
serta baik ketika ia diminum memabukkan secara faktual atau tidak. Jika demikian,
keharaman minuman keras bukan karena adanya bahan alkoholik pada minuman itu, tetapi
karena adanya potensi memabukkan. Dari sini bisa dipahami bahwa makanan dan minuman
apapun yang berpotensi memabukkan apabila dimakan atau diminum oleh orang yang normal
-bukan orang yang telah terbiasa meminumnya- maka ia adalah khamr
.
• Cara mencuci benda yang terkena najis

1. Najis Mughallazah,atau najis tebal.Yaitu najis anjing,benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali,satu diantaranya di campur dengan tanah.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َ ُ ‫أَ ْن َي ْغسِ لَ ُه َس ْب َع َم َّراتٍأ‬، ُ‫ور ِإنَاءِ أَ َح ِدكُ ْمإِذَ َاولَغَفِي ِه ْالك َْلب‬
ِ ‫وَلهُنَّ ِبالتُّ َرا‬
‫ب‬ َ
ُ ‫ط ُه‬
“cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan
mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no.
182, Muslim no. 279)
Banyak dalil lain yang juga menunjukkan cara mensucikan najis mughallazah yang
sama,
9
ِ ‫ور ِإنَاءِ أَ َح ِدكُ ْمإِذْ َولَغَفِي ِها َ ْلك َْلبُأ َ ْن َي ْغسِ لَ ُه َس ْب َع َم َّراتٍأُوَلهُنَّ ِبالتُّ َرا‬
‫ب – أَ ْخ َر َج ُه ُم ْس ِل ٌم‬ َ
ُ ‫ط ُه‬
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sucinya wadah
air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali salah satunya
dengan tanah. (HR. Muslim)
2. Najis mutawassithah adalah jenis najis tingkatan sedang yang termasuk dari najis sedang
ini diantaranya adalah kotoran manusia, darah haid, air mani, minuman keras, kotoran
hewan, dan bangkai hewan selain ikan dan belalang.Najis ini dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu najis ‘Ainiyah dan najis hukmiyah ialah najis sedang yang terlihat
rupanya, rasa, dan tercium baunya.Sementara itu, najis hukmiyah adalah najis yang tidak
tampak rupanya, seperti bekas kencing dan minuman keras.

3. Najis Mukhaffafah, atau najis ringan. Contoh dari najis ini antara lain air kencing bayi
laki-laki yang belum berusia dua tahun. Madzi atau air yang keluar dari kemaluan akibat
terangsang. Namun madzi ini keluar tidak dengan cara memuncrat.Najis ini masih
tergolong dalam najis ringan. Maka untuk membersihkannya pun cukup mudah.
Walaupun masih tergolong najis ringan, harus tetap kembali mensucikan diri dengan
membersihkannya, hanya perlu memercikan air ke bagian yang terkena najis
tersebut.Meskipun masih terdapat bekas najis yang melekat, najis tersebut sudah dianggap
bersih atau suci sekali lagi karena najis Mukhaffafah ini adalah najis ringan.

4. Najis Ma’fu adalah jenis najis yang dimaafkan dan tidak perlu dibersihkan atau
dibasuh.Contoh dari najis ini adalah bangkai yang tidak mengeluarkan darah dan darah
atau nanah yang berjumlah sedikit.

• Adab Ketika Membuang Hajat

Buang hajat atau buang air merupakan salah satu kegiatan manusia sehari-hari. Mengenai
ini, Islam telah mengajarkan umatnya adab-adab ketika buang air, yaitu :
1.
1. Mencari tempat yang sepi dan jauh dari penglihatan orang. Karena, ketika Nabi
Muhammad hendak buang air besar, beliau pergi hingga tidak dilihat siapapun. (HR
Abu Daud dan Tirmidzi)

10
2. Hendaklah memakai alas kaki karena Nabi apabila masuk toilet beliau memakai sepatu.
(HR Baihaqi)
3. Tidak membawa masuk apa saja yang di dalamnya terdapat zikir kepada Allah. Karena,
Nabi Muhammad mengenakan cincin yang ada tulisan Rasulullah, namun jika beliau
masuk ke toilet, maka beliau melepasnya. (HR Tirmidzi)
4. Masuk ke toilet/WC mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa:
“Bismillahi Innii A’uudzubka Minal Khubutsi Wal Khobaaitsi” yang artinya Dengan
nama Allah sesungguhnya aku berlindung diri kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan
wanita. Imam Bukhari meriwayatkan Nabi selalu membaca doa itu ketika hendak
masuk ke dalam toilet.
5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air, karena Nabi bersabda
“Janganlah kiblat atau membelakanginya ketika buang air besar ataupun buang air
kecil.” (Mutaffin Alaih)
6. Tidak buang air kecil atau besar di tempat berteduh manusia, atau di jalan mereka, atau
di air mereka, atau di pohon-pohon mereka yang berbuah. Nabi bersabda:
"Takutlah kepada tiga tempat laknat; buang air besar di aliran air, di tengah jalan, dan
di tempat berteduh.” (HR Al-Hakim)
7. Tidak buang air di lubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binatang yang
tersakiti dalam lubang itu. (HR Abu Daud)
8. Tidak mengobrol ketika busng sir besar, Nabi bersabda : “Jika dua orang buang air
besar, maka hendaklah setiap orang dari keduanya bersembunyi dari orang satunya, dan
keduanya jangan mengobrol karena Allah membenci hal tersebut." (HR Ahmad)

11
2.2 Fiqih Wudhu

• Pegertian Wudhu

Definisi Wudhu ( ‫الوضُو ُء‬


ُ ) secara bahasa berasal dari kata wadha-ah ( ‫الوضَا َءة‬
َ ), yang
berarti baik dan bersih. Wudhu ( ‫الوضُو ُء‬
ُ ) adalah mashdar, yang berarti perbuatannya.
Sedangkan Wadhu ( ‫الوضُو ُء‬
َ ) adalah air yang digunakan untuk berwudhu.

Definisi Wudhu secara istilah adalah menggunakan air yang dapat mensucikan pada
empat anggota tubuh (Wajah, tangan, kepala, kaki) dengan sifat yang khusus menurut syariat.

• Syarat-Syaratv Wudhu

1. Islam

2. Mumayiz, karena wudhu itu merupakan ibadah yang wajib diniati, sedangkan

orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belum mumayiz tidak diberi

hak untuk berniat

3. Tidak berhadas besar

4. Dengan air yang suci dan menyucikan

5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan

sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudhu

6. Hendaklah berniat ( mesengaja ) menghilangkan hadas atau menyengaja


berwudhu.
7. Sabda Rasulullah,

‫ إِنَّ َما أاْل َ أع َما ُل بِالنِيَّات‬.8


9. “Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat “ (HR. Bukhari dan
Muslim)
10. Yang dimaksud dengan niat menurut Syara’ yaitu kehendak sengaja melakukan
pekerjaan atau amal karena tunduk kepada hukum Allah SWT.

• Rukun Wudhu

12
1. Niat
Firman Allah SWT.

ِ ‫َو َماأُمِ ُروا ِإ ََّل ِليَ ْعبُدُوااللَّ َه ُم ْخل‬


َ‫ِصينَلَ ُهال ِدين‬
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepadanya.”(Al Bayyinah : 5)

2. Membasuh muka
Berdasarkan surat Al Maidah ayat 6. Batas muka yang wajib dibasuh ialah dari tempat
tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintang nya,
dari telinga ke telinga; seluruh bagian muka yang tersebut tadi wajib dibasuh, tidak boleh
tertinggal sedikit pun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya.
Menurut kaidah ahli fiqh, “ Sesuatu yang hanya dengan dia dapat disempurnakan yang
wajib, maka hukumnya juga wajib. “

3. Membasuh kedua tangan sampai siku


Maksudnya, siku juga wajib dibasuh. Keterangan nya pun adalah ayat tersebut diatas ( Al
Maidah : 6 )

4. Menyapu sebagian kepala


Walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubunubun, baik yg
disapu itu kulit kepala ataupun rambut. Alasannya juga ayat tersebut.
.
5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
Maksudnya, dua mata kaki wajib juga dibasuh. Keterangan nya pun juga ayat tersebut
diatas.

6. Menertibkan rukun-rukun di atas. Selain dari niat dan membasuh muka, keduanya wajib
dilakukan bersama-sama dan didahulukan dari yang lain.

• Sunnah Wudhu

13
1. membaca “bismillah” pada permulaan wudhu
2. Menghadap Kiblat, di dalam kitab al-Majmu’ Syarhal-Muhadzdzab dan kitab al-
Fiqhual-Manhaji Alaa Madzhabial-Imam Asy-Syaafi’iy disebutkan bahwa
disunnahkan ketika berwudhu untuk menghadap ke arah kiblat, sebab arah kiblat adalah
termasuk arah yang mulia. Sehingga disunnahkan untuk menghadap kiblat. Namun jika
tidak bisa menghadap kiblat maka tidak mengapa. Wudhunya tetap sah, hanya saja
tidak mendapatkan pahala sunnah menghadap kiblat.
3. Bersiwak, di dalam kitab al-Majmu’ Syarhal-Muhadzdzab karya Imam an-Nawawi (w.
676 H) dan kitab KaasyifatusSajaa karya Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H)
disebutkan bahwa disunnahkanbersiwak atau sikat gigi setiap kali hendak wudhu.
Dalilnya adalah haditsshahih riwayat Imam Bukhari & Muslim :

‫لوَلأنأشقعلىأمتيألمرتهمبالسواكمعكلوضوء‬: "‫ قال‬- ‫ صلىاللهعليهوسلم‬- ‫ عنالنبي‬- ‫ رضياللهعنه‬- ‫عنأبيهريرة‬.


‫رواهالبخاريومسلم‬.

Dari sahabat Abu HurairahRadhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW beliau bersabda:
Seandainya tidak memberatkan ummatku maka sungguh akan aku perintahkan mereka
untuk bersiwak setiap kali wudhu. (HR. Bukhari & Muslim)

4. Melafadzkan Niat Wudhu, di dalam kitab al-Majmu’ Syarhal-Muhadzdzab karya Imam


an-Nawawi (w. 676 H) disebutkan bahwa disunnahkanmelafadzkan niat wudhu
sebelum berwudhu. Biasanya lafadz niat wudhu yang diucapkan redaksinya sebagai
berikut:

‫ضاِلل ِهتَعَالَى‬ ْ َ‫ن ََو ْيت ُ ْال ُوض ُْو َءل َِر ْفع ِْال َحدَثِاَْل‬
ً ْ‫صغ َِرفَر‬

“Saya niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardhu karena Allah ta’ala.”Hal
ini dilakukan agar bisa membantu niat dalam hati ketika membasuh wajah.

5. Membasuh Kedua Telapak Tangan, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w.
593 H) disebutkan bahwa termasuk sunnahwudhu adalah membasuh kedua telapak
tangan terlebih dahulu sebelum berwudhu. Dalilnya adalah haditsshahih riwayat Imam
Bukhari & Muslim:

‫إذااستيقظأحدكممنمنامهفليغمسيدهفياإلناءحتىيغسلهافإنهليدريأينباتتيده‬: ‫عنأبيهريرةرضياللهعنهأنالنبيصلىاللهعليهوسلمقال‬.
‫رواهالبخاريومسلم‬.

14
Dari sahabat Abu HurairahRadhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi SAW beliau bersabda: Jika
salah satu dari kalian bangun dari tidur maka janganlah memasukkan kedua tangan ke
dalam wadah air hingga dia mencucinya terlebih dahulu. Sebab dia tidak tahu dimana
tangannya tadi malam. (HR. Bukhari & Muslim).

6. Berkumur-kumur, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan
bahwa termasuk sunnahwudhu adalah berkumur-kumur. Dalilnya adalah haditsshahih
riwayat Imam Bukhari & Muslim:

‫ ث ُ َّمقَا َل‬... ‫ َوا ْستَ ْنثَ َر‬،َ‫ َوا ْستَ ْنشَق‬،‫ض‬ َ َ‫ أَنَّعُثْ َمانَد‬:َ‫ع ْنح ُْم َران‬
ْ ‫ ث ُ َّم َم‬... :ٍ‫عا ِب َوضُوء‬
َ ‫ض َم‬ َ :
‫ضأَنَحْ َو ُوضُوئِي َهذَا(متفقعليه‬
َّ ‫ُوَلللَّ ِهت ََو‬
َ ‫َرأَ ْيت ُ َرس‬

Dari Humran bahwa Utsman ra meminta air wudhu : “Lalu berkumur-kumur dan
menghirup air dengan hidung dan menghembuskannya keluar” Kemudian Utsman
berkata: “Saya melihat Rasulullah sawberwudhu seperti wudhu-ku ini.” (HR. Bukhari
Muslim)

7. Istinsyaq, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa
termasuk sunnahwudhu adalah menghirup air ke dalam hidung atau yang disebut
dengan Istinsyaq. Dalilnya adalah haditsshahih riwayat Imam Bukhari & Muslim:

‫ ث ُ َّمقَا َل‬... ‫ َوا ْستَ ْنثَ َر‬،َ‫ َوا ْستَ ْنشَق‬،‫ض‬ َ ‫ أَنَّ ُعثْ َمانَ َد‬:َ‫ع ْنح ُْم َران‬
ْ ‫ ث ُ َّم َم‬... :ٍ‫عا ِب َوضُوء‬
َ ‫ض َم‬ َ :
‫ضأَنَحْ َو ُوضُوئِي َهذَا(متفقعليه‬
َّ ‫ُوَلللَّ ِهت ََو‬
َ ‫َرأَ ْيت ُ َرس‬

Dari Humran bahwa Utsman ra meminta air wudhu: … Lalu berkumur-kumur dan
menghirup air dengan hidung dan menghembuskannya keluar … Kemudian Utsman
berkata: “Saya melihat Rasulullah sawberwudhu seperti wudhu-ku ini”. (HR. Bukhari
Muslim)

8. Mengusap Seluruh Kepala, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H)
disebutkan bahwa
9. Mengusap Kedua Telinga, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H)
disebutkan bahwa termasuk sunnahwudhu adalah mengusap kedua telinga.
Disunnahkan ketika mengusap telinga menggunakan air yang baru lagi. Maksudnya

15
tidak menggunakan air bekas usapan kepala. Dalilnya adalah haditsshahih riwayat
Imam Ibnu Majah:

‫ظاه ِِرأُذُنَ ْي ِه‬


َ ‫ َوخَالَفَإِ ْب َها َم ْي ِهإِلَى‬،‫صلَّىالل ُه َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َس َحأُذُنَ ْي ِهدَاخِ لَ ُه َما ِبال َّسبَّا َبتَي ِْن‬
َ ‫ُوَلللَّ ِه‬
َ ‫ «أَنَّ َرس‬،‫َّاس‬
ٍ ‫عنِا ْبنِ َعب‬
َ ،
َ ‫فَ َم َس َح‬
َ ‫ظاه َِرهُ َم‬
(‫اوبَاطِ نَ ُه َما» )رواهابنماجه‬

Dari Ibnu Abbas: Bahwa Nabi saw mengusap kepala dan dua telinganya. Beliau
memasukkan dua jari telunjuk (ke bagian dalam daun telinga), sedangkan kedua
jempolnya ke bagian luar daun telinga. Beliau mengusap sisi luar dan dalam telinga.
(HR. Ibnu Majah)

10. Menyela Jenggot & Jari, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H)
disebutkan bahwa termasuk sunnahwudhu adalah menyela jenggot yang lebat dan
menyela jarijari tangan dan kaki. Dalilnya adalah haditsshahih riwayat Imam Abu
Dawud & Imam al-Baihaqi:

‫ َوقَا َل‬،»ُ‫ أَ َخذَ َكفًّامِ ْن َماءٍ فَأَدْ َخلَ ُهتَحْ تَ َحنَ ِك ِهفَ َخلَّلَبِ ِهلِحْ يَتَه‬،َ‫ضأ‬
َّ ‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو َسلَّ َمكَانَإِذَات ََو‬
َ ‫ُوَلللَّ ِه‬
َ ‫ أَنَّ َرس‬: ٍ‫ع ْنأَنَسٍ ْبنَ َمالِك‬
َ :
َ ‫هَ َكذَاأَ َم َرن‬
»(‫ِيربِيعَ َّز َو َجلَّ» )رواهأبوداودوالبيهقي‬

Dari Anas bin Malik: Bahwa Nabi saw bila berwudhu mengambil secukupnya dari air,
dan memasukkannya ke bawah dagunya dan meresapkan air ke jenggotnya. Beliau
bersabda: "BeginilahTuhanku memerintahkanku.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi)

Adapun dalil kesunnahan menyela pada jari tangan dan kaki, (takhlilal-ashabi’), adalah
hadits berikut:

َ َ ‫ «إِذَات ََوضَّأْتَفَأ َ ْسبِغ ِْال ُوضُو َء َوخَل ِْلبَ ْين َْاأل‬:‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫صابِ ِع‬ َ ‫ُوَلللَّ ِه‬
ُ ‫ قَالَ َرس‬:َ‫ع ْنأَبِي ِهقَال‬
َ ،ٍ‫اصمِ ْبنِلَقِيط‬
ِ َ‫ع ْنع‬
َ «
(‫)رواهالترمذيوالنسائيوأبيداود‬

Dari ‘Ashim bin Laqith, dari ayahnya (Laqith), ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Jika engkau berwudhu, ratakanlah wudhu dan basahi sela-sela jari dengan air. (HR.
Tirmizi, Nasa’i, dan Abi Dawud)

11. Mendahulukan Bagian Kanan

16
Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa termasuk
sunnahwudhu adalah mendahulukan bagian kanan baru kemudian yang kiri. Dalilnya
adalah haditsshahih berikut ini:

‫ فَا ْبدَ ُءوابِأَيَامِ نِكُ ْم‬،‫ َوإِذَات ََوضَّأْت ُ ْم‬،‫ «إِذَالَبِ ْست ُ ْم‬:‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ُوَلللَّ ِه‬
ُ ‫ قَالَ َرس‬:َ‫ قَال‬،َ‫ع ْنأَبِي ُه َري َْرة‬
َ «
(‫)رواهأحمدوأبوداودوابنماجهوابنخزيمةوابنحبانوالبيهقي‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Bila kalian berpakaian dan
berwudhu maka mulailah dari bagian-bagian kananmu. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)

12. Membasuh & Mengusap 3 Kali, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593
H) disebutkan bahwa termasuk sunnahwudhu adalah membasuh atau mengusap 3 kali.
Dalilnya adalah haditsshahih berikut ini:

‫ص َلةَإِ ََّلبِ ِه‬ َّ ‫ «هَذَ ُاوضُو ُء َم ْن َليَ ْقبَ ُلللَّ ُهمِ ْن ُهال‬:َ‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّرةً َم َّرةً َوقَال‬ َ ‫ُوَلللَّ ِه‬
ُ ‫ضأ َ َرس‬
َّ ‫ ت ََو‬:َ‫عنِا ْبنِعُ َم َرقَال‬ َ «.
َ ً‫ضأَثَ َلثًاثَ َلث‬
‫اوقَا َل‬ َّ ‫ ث ُ َّمت ََو‬.»‫عفُاللَّ ُهلَ ُه ْاألَجْ َر َم َّرتَ ْينِ َم َّرتَي ِْن‬ َ ُ‫ «هَذَ ُاوضُو ُء َم ْني‬:َ‫ضأ َ َم َّرتَ ْينِ َم َّرتَ ْين َِوقَال‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫ث ُ َّمت ََو‬:
»(‫ِيو ُوضُو ُء ْال ُمرْ َسلِينَمِ ْنقَ ْبلِي» )رواهالدارقطني‬
َ ‫هَذَ ُاوضُوئ‬

Dari Ibnu Umar, ia berkata: Bahwa Nabi saw membasuh anggota wudhu masing-
masing satu kali lalu bersabda: “Ini adalah amal yang Allah swt tidak akan
menerimanya kecuali dengan cara ini.” Kemudian beliau membasuh masing-masing
dua kali dan bersabda: "Ini yang membuat Allah melipat-gandakan amal dua kali lipat."
Kemudian beliau membasuh masing-masing tiga kali dan bersabda: “Ini adalah
wudhu'ku dan wudhu'nya para Nabi sebelumku.” (HR. Daruquthuni)

13. Berdoa Setelah Wudhu, di dalam kitab Imta’ulAsmaa’ FiiSyarhiMatni Abi Syujaa’
karya Dr. Syifaa’ binti Dr. Hasan Hitou disebutkan bahwa termasuk sunnahwudhu
adalah berdoa setelah wudhu.Dalilnya adalah haditsshahih berikut ini :

ُ‫ )أَ ْش َهدُأَ ْن َل ِإلَ َهإِ ََّلاللَّ ُه َوحْ دَه َُلش َِري َكلَه‬:ُ‫ ث ُ َّميَقُول‬،‫ فَيُ ْسبِغُ ْال ُوضُو َء‬،ُ‫ َمامِ ْنكُ ْممِ ْنأ َ َح ٍديَت ََوضَّأ‬:‫َّلل‬ ُ ‫ قَالَ َرس‬:َ‫ع ْنعُ َم َرقَال‬
ِ َّ ‫ُوَل‬ َ ،
َ‫ )اللَّ ُه َّماجْ َع ْلنِيمِ نَالتَّ َّوا ِبين‬:‫ َوزَ ادَالترمذي‬.(‫ي‬
ُّ ‫ )أَ ْخ َر َج ُه ُم ْس ِل ٌم َوالتِرْ مِ ِذ‬.ِ‫ ِإ ََّلفُتِ َحتْلَ ُهأَب َْواب ُْال َجنَّة‬،(ُ‫ع ْبدُه َُو َرسُولُه‬
َ ‫وأَ ْش َهدُأَنَّ ُم َح َّمدًا‬،
َ

17
َ َ‫)واجْ َع ْلنِيمِ ن َْال ُمت‬.
َ‫ط ِه ِرين‬ َ

Dari Umar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Siapa pun di antara kalian yang
berwudhu, dan menyempurnakan wudhunya, lalu membaca:
“asyhaduallailaahaillallahuwahdahuulaasyariikalah,
waasyhaduannamuhammadanabduhuwarasuuluh”, pasti akan dibukakan baginya
pintu-pintu surga. (HR. Muslim dan Tirmizi). Dalam riwayat Tirmizi ditambahkan
bacaan: “Allahummaj’alni minat tawwabiinawaj’alni minal mutathohhiriin.” (HR.
Tirmizi)

14. Ad-Dalku, di dalam kitab al-Fiqhual-Manhaji Alaa Madzhabial-Imam Asy-Syaafi’iy


disebutkan bahwa disunnahkan ketika berwudhu memijit atau menggosok-gosok
dengan tangan (ad-Dalku). Dalilnya adalah haditsshahih berikut ini:

َ ‫صلَّىالل ُهعَلَ ْي ِه َو َسلَّ َمأُتِيَبِثُلُثَ ْي ُم ٍدفَ َجعَلَيَدْلُكُذ َِرا‬


(‫ إسنادهصحيح‬:‫عهُ» )رواهابنخزيمةوقالقاَلألعظمي‬ َ َّ‫ «أَنَّالنَّبِي‬،ٍ‫ع ْنعَ ْبدِاللَّ ِه ْبنِزَ ْيد‬
َ

Dari Abdullah bin Zaid: bahwa Nabi saw mengambil seperti mud air, yang digunakan
untuk menggosok lengannya. (HR. Ibnu Khuzaimah. AlA’zhami berkata: Isnadnya
shahih).

15. Muwala, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa
termasuk sunnahwudhu adalah muwalah. Muwalah adalah berwudhu dengan
berkesinambungan tanpa dijeda atau tanpa diputus-putus.

• Pembatal Wudhu

Dalam MadzhabSyafi’iy hal yang membatalkan wudhu ada 6 perkara. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Sesuatu Yang Keluar Dari Kemaluan, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’
(w. 593 H) disebutkan bahwa yang termasuk membatalkan wudhu adalah apapun yang

18
keluar dari dua kemaluan (Qubul& Dubur). Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk
benda cair seperti air kencing, air mani, wadi, madzi, darah, nanah, atau cairan apapun.
Juga bisa berupa benda padat seperti kotoran manusia, batu ginjal, batu akik, cacing
dan lainnya. Dan termasuk juga najis yang wujudnya berupa benda gas seperti kentut.
Semuanya itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan dubur maka wudhunya menjadi
batal. Dalilnya adalah firman Allah SWT :

‫أَ ْو َجا َءأَ َحدٌمِ ْنكُ ْممِ ن َْالغَائِط‬


Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air. (QS. Al-Maidah : 6)
2. Tidur Dalam Keadaan Tidak Duduk
Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa yang
termasuk membatalkan wudhu adalah tidur dalam keadaan tidak menempatkan
bokong/pantat ke lantai.
3. Hilang Akal
Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w.593 H) disebutkan bahwa yang
termasuk membatalkan wudhu adalah hilang akal sebab mabuk, gila, pingsan dll. Dalil
yang melandasi hal ini adalah qiyas pada masalah tidur. Orang yang tidur itu tidak
sadarkan diri apalagi hilang akal karena mabuk misalnya. Yang sama sama tidak
sadarkan diri. Maka wudhunya juga batal.
4. Sentuhan Kulit Dengan Yang Bukan Mahram
Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa yang
termasuk membatalkan wudhu adalah sentuhan kulit antara pria dan wanita yang bukan
mahram. Perlu diketahui bahwa jika sentuhan yang terjadi adalah menyentuh kuku, gigi
dan rambut wanita maka wudhunya tidak batal. Apabila sentuhan kulit dengan kulit
yang ada kain yang menghalangi maka wudhunya juga tidak batal. Begitu juga sentuhan
dengan sesama mahram wudhunya juga tidak batal.
5. Menyentuh Qubul, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H)
disebutkan bahwa yang termasuk membatalkan wudhu adalah menyentuh kemaluan
depan dengan telapak tangan tanpa penghalang.
6. Menyentuh Dubur, di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H)
disebutkan bahwa yang termasuk membatalkan wudhu juga adalah menyentuh
kemaluan belakang (dubur) dengan telapak tangan tanpa penghalang. Adapun jika ada
kain yang menghalangi maka wudhunya tidak batal.

19
• Menyapu sepatu

Orang yang terus menerus memakai sepatu, apabila ia berwudhu boleh menyapu atau
mengusap bagian atas kedua sepatunya saja dengan air. Hal itu sebagai pengganti membasuh
kaki dengan syarat yang akan diterangkan.

Waktunya ialah sehari semalam bagi orang yang tetap didalam negeri, dan diga hari tiga
malam bagi orang yang musafir. Masa tersebut terhitung dari ketika berhadas sudah memakai
sepatu.

Dari Shafwan bin ‘Assal, ia berkata,


َ‫مِن غَائِطٍ َوال‬ َ ‫علَى أال ُخفَّي ِأن ِإذَا نَحأنُ أَدأخ أَلنَاهُ َما‬
‫علَى طُ أه ٍر ثَالَثا ً ِإذَا َسافَرأ نَا َو َي أوما ً َولَ أيلَةً ِإذَا أَقَ أمنَا َوالَ ن أَخلَ َع ُه َما أ‬ َ ‫فَأ َ َم َرنَا أَ أن ن أَم َس َح‬
‫بَ أو ٍل َوالَ ن أَو ٍم َوالَ ن أَخلَعَ ُه َما إِالَّ أ‬
‫مِن َجنَابَ ٍة‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami untuk mengusap khuf
yang telah kami kenakan dalam keadaan kami suci sebelumnya. Jangka waktu mengusapnya
adalah tiga hari tiga malam jika kami bersafar dan sehari semalam jika kami mukim. Dan kami
tidak perlu melepasnya ketika kami buang hajat dan buang air kecil (kencing). Kami tidak
mencopotnya selain ketika dalam kondisi junub.” (HR. Ahmad)
Tidak boleh menyapu salah satu kaki dan membasuh yang lain, sebab ada kaidah yang
mengatakan, “ Apabila agama menyuruh memilih antara dua perkara, tidak boleh
mengadakan cara yang ketiga. “

Syarat-Syarat Menyapu Sepatu

1. Kedua sepatu itu hendaklah dipakai sesudah suci secara sempurna. Dalilnya ialah
hadistdiatas
2. Kedua sepatu itu hendaklah sepatu panjang yaitu menutupi bagian kaki yang wajib di
basuh ( dari tumit sampai ke mata kaki ).
3. Kedua sepatu itu kuat, bisa dipakai berjalan jauh, dan terbuat dari benda yang suci.

20
Yang membatalkan menyapu sepatu

1. Apabila keduanya atau salah satu diantaranya terbuka. Baik dibuka dengan sengaja
ataupun tidak sengaja
2. Habis masa ditentukan (sehari semalam bagi orang tetap, tiga hari tiga malam bagi
orang musafir)
3. Apalabila dia berhadas besar yang mewajibkan mandi.

2.3 Fiqih Tayamum

• Pengertian

Secara etimologi, tayamum berarti 'sengaja', adapun secara terminologi adalah sengaja
menggunakan debu yang suci untuk mengusap muka dan telapak tangan dalam konteks
beribadah kepada Allah SWT.

21
Bertayamum disyari’atkan di waktu ketiadaan air atau tidak boleh memakainya dan ada
sebab yang memerlukan demikian. Tayamum tersebut ditetapkan berdasarkan dalil, baik dari
al-qur’an dan hadits Rasul SAW, serta ijma’ para ulama, diantaranya :
1. Menurut Sayyid Sabiq di dalam kitabnya :
‫القصد‬: ‫المعنىاللغويللتيمم‬
Artinya : “Tayamum secara bahasa bermakna menyengaja.”
Mmenurutsyara’ ialah menyengaja tanah untuk penghapus muka dan kedua tangan dengan
maksud dapat melakukan sholat dan lain-lainnya.
2. Menurut Syekh Muhammad Ibn Qasim Al-Ghazzi, menjelaskan bahwa tayamum
ialah :
‫التيمملغةالقصد و شرعاايصالترابطهورللوجوواليدينبدالعنوضؤ‬
‫اوغسلوغسلعضوبشرائطمخصوصة‬
Artinya :” menurut syara’ tayamum ialah menyampaikan debu yang suci ke wajah dan
kedua tangan sebagau pengganti wudhu, mandi atau membasuh anggota disertai syarat-
syarat yang telah ditentukan.”

Tayamum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudhu atau mandi, apabila
berhalangan memakai air.

• Dasar Hukum

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan tayamum , dibagi menjadi dua,
diantaranya :
1. Al-Qur’an, adapun ayat -ayatnya sebagai berikut :
a. Q.S An-nisa ayat 43.
b. Q.S Al-maidah ayat 6.

2. Hadist, diantaranya sebagai berikut :

a. adist riwayat Aisyah


Yang artinya :Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasululah SAW telah mengutus Usaid bin
Hudhair dan beberapa orang bersama dia untuk mencari kalung yang Aisyah RA yang
hilang. Setelah waktu shalat tiba, mereka mengerjakan shalat tanpa berwudhu. Maka
ketika mereka kembali menghadap Rasulullah SAW, mereka mengutarakan hal itu
22
kepada beliau SAW. Lalu turunlah ayat tentang tayamum. Dalam suatu riwayat: Maka
Usaid bin Hudhair berkata kepada Aisyah RA, "Semoga Allah melimpahkan rahmat
kepadamu. Tidaklah terjadi sesuatu yang tidak kamu inginkan, melainkan Allah telah
menjadikannya suatu kelapangan untuk orang-orang Islam dan kamu.”
b. Hadist riwayat Amar bin Yasir
Yang artinya: Dari Ammar bin Yasir, beliau berkata, "Saya bertanya kepada Nabi SAW
tentang tayammum, maka beliau memerintahkan kepadaku (bertayammum) dengan
sekali tepukan untuk muka dan kedua telapak tangan.
c. Hadist riwayat Bukhari
Telah mengabarkan kepada kami Al Hasan bin Ismail bin Sulaiman dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Husyaim berkata; Telah memberitakan kepada kami
Sayyardari Yazid Al Faqir dari Jabir bin Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda : "Aku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan
kepada nabi-nabi sebelumku, yaitu, aku ditolong (oleh Allah) dengan rasa takut yang
dicampakkan pada musuh-musuhku selama satu bulan, dijadikannya bumi sebagai
tempat bersujud dan bersuci, maka di manapun seseorang dari kalangan umatku
mendapati (waktu) shalat, shalatlah di situ, dan aku beri syafa'at yang tidak diberikan
kepada nabi sebelumku, dan aku juga diutus kepada seluruh manusia, sedangkan nabi-
nabi sebelumku khusus diutus hanya kepada kaumnya.”
• Syarat Sahnya Tayamum

Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :


1. Adanya udzur (halangan), yang membolehkan tayamum.
2. Telah datang (masuk) waktu shalat.
3. Mencari air terlebih dahulu, bagi sebabnya yang ketiadaan air.
4. Dengan debu yang suci.

• Rukun Tayamum

Adapun fardu tayamum, adalah sebagai berikut :

1. Niat, yakni sengaja bertayammum, agar sah shalatnya karena allahta’ala


2. Mengusap muka dengan debu tanah, dari tangan yang baru dipukulkan atau dilekatkan
ke debu

23
3. Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu tanah dari tangan yang dipukulkan
atau dilekatkan ke debu
4. Tertib, artinya berurutan menurut aturan tersebut

• Sunat Tayammum

1. Membaca basmallah.
2. Mendahulukan anggota yang kanan.
3. Menipiskan debu di telapak tangan.
4. Berturut-turut.

• Tata Cara Tayammum

1. Lebih dahulu dicari debu atau tanah yang berdebu


2. Membaca basmallah
3. Berniat, “sengaja saya bertayammum agar sah shalat saya, karena allah”
4. Menepuk kedua belah telapak tangan ke atas debu
5. Mengusapkan tangan yang berdebu itu ke muka
6. Menepuk kedua belah telapak tangan lagi ke atas debu
7. Mengusapkan tangan yang berdebu itu ke tangan.

• Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum

1. Semua yang membatalkan wudhu


2. Melihat air bagi yang sebabnya ketiadaan air
3. Murtad.

24
Sesudah tayammum boleh atau sah mengerjakan shalat fardhu sekali saja, dan
seterusnya boleh mengerjakan shalat sunah. Apabila hendak shalat fardhu lagi, wajiblah
bertayammum lagi.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian materi di atas yang telah diungkapkan pada halaman
sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

25
1. Bersuci (taharah) merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu
bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan
hukum ditetapkan oleh syara’ dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci
dan bersih baik lahir maupun batin.
2. Bersuci juga sangat ditekankan dalam Islam, baik dari hadats kecil, hadats besar, atau
najis yang datangnya dari luar tubuh. Islam telah mengatur hal ini dengan sebaik-
baiknya, karena bersuci adalah kegiatan awal yang harus dilakukan sebelum melakukan
ibadah.
3. Cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhu atau tayammum jika memang
tidak menemukan air. Sedangkan mensucikanhadats besar adalah dengan mandi,
namun jika seorang yang junub tidak menemukan air, boleh baginya untuk
bertayammum seperti halnya berwudhu.
4. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari anggota badan
dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk menghadap Allah SWT
(mendirikan shalat) dan suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum
seseorang mengerjakan shalat.
5. Tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk
mendirikan shalat atau lainnya.

3.2 Saran

Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari thaharah atau bersuci
yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudhu, mandi dan tayamum, untuk itu
aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya menyempurnakan ibadah kita
terhadap Allah swt.

26
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat serta kami mengharapkan kritik
dan saran agar bisa jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Islam, W. E. (2020). Wudhu. Dipetik November Kamis, 2020, dari Wikimuslim.or.id:


https://wikimuslim.or.id/wudhu/

27
Rasyid, H. S. (2017). Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Zarkasyi, K. I. (1954). Fiqih 1. Gontor-Ponorogo: Trimurti Press.

28

Anda mungkin juga menyukai