Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Praktek Ibadah
Disusun Oleh:
Zahra Tullatifah:2122112
Dosen Pengampu:
Dr.Rahmi, MA.
BUKITTINGGI
1445 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT. Yang mana telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bimbingan dan Praktek Ibadah yang berjudul ”
Wudhu ”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibuk Dr. Rahmi,MA selaku dosen pengampu
mata kuliah Bimbingan dan Praktek Ibadah, yang telah memberikan arahan kepada saya dalam
menyusun makalah ini sesuai tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan
baik dalam hasil maupun sistematika penulisannya. Oleh sebab itu, penulisan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi penulis
kesempurnan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Khoirul Abror, Fiqih Ibadah,(Yogyakarta: Phoenix Publisher, 2019), hlm.35.
2
Syakir Jamaluddin, Fiqih Ibadah, (Yogyakarta: Latifah, 2010), hlm.40.
5
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka
jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur”.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan tentang bagaimana berwudhu`
sangatlah banyak yang diantaranya adalah sebagai berikut:3
a. HR. Bukhari dan Muslim
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Allah SWT tidak akan menerima shalat salah seorang
diantara kalian apabila memiliki hadats sehingga ia berwudhu`.
b. HR. Al-Baihaqi
Diriwayatkan dari Salman, bahwa apabila seorang hamba
berwudhu`, maka gugur dosa-dosa darinya seperti gugurnya daun
dari pohon ini.
c. HR. Ahmad dan Abu Dawud
Bahwa Rasulullah s.a.w., bersabda: “Tidak sah shalatnya seseorang
yang tidak mempunyai wudhu`, dan tidak sah wudhu bagi orang
yang tidak menyebutkan nama Allah SWT”.
d. HR. Imam Malik dan Asy-Syafi’i
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila tidak memberatkan atas
umatku, tentu sudah aku perintahkan mereka supaya bersiwak pada
tiap-tiap wudhu`”.
3
Ibid, hlm.42.
4
Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah, (Jakarta: Du Center Press, 2010), hlm.119.
6
س ُح ْوا ِ ِص ٰلوةِ فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َواَ ْي ِد َي ُك ْم اِلَى ْال َم َراف
َ ق َوا ْم َّ ٰيْٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْْٓوا اِذَا قُ ْمت ُ ْم اِلَى ال
َّ ِب ُر ُء ْو ِس ُك ْم َواَ ْر ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْع َبي ِْن َوا ِْن ُك ْنت ُ ْم ُجنُبًا فَا
ط َّه ُر ْوا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak
melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai
ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke
kedua mata kaki.”
b. Menyentuh Mushaf
Jumhur ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan
menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats
kecil, atau dalam kata lain bila tidak punya wudhu'.5 Al-Malikiyah
dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram bagi orang yang
dalam keadaan hadats kecil untuk menyentuh mushaf meski pun
dengan alas atau batang lidi. Sedangkan Al-Hanafiyah meski
mengharamkan sentuhan langsung, namun bila dengan
menggunakan alas atau batang lidi, hukumnya boleh. Syaratnya, alas
atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis.
5
Ibid, hlm.120.
6
Ibid, hlm.122.
7
2.4 Rukun Wudhu’
1. Niat, yaitu suatu kemauan yang tertuju kepada perbuatan (berwudu)
demi memenuhi ketentuan perintah Allah dan mengharap ridha-
Nya.7 Dasarnya adalah hadis berikut:
“Dari Umar bin Khaththab r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah
bersabda: Bahwa sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niat;
dan bagi tiap urusan menurut apa yang diniatkan”. (H. R.Bukhari dan
Muslim).
2. Membasuh muka
Para Ulama telah sepakat bahwa membasuh muka itu, pada dasarnya
adalah: rukun dalam wuḑu‟. Perintah membasuh muka terdapat
dalam Q.S. 5 Al-Maidah: 5.
فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم
Artinya: “maka basuhlah wajahmu”
7
Nasri Hamang Najed, Fikih Islam dan Metode Pembelajarannya, (Bandung: Elex Media
Komputindo, 2018), hlm.33.
8
Hadiś yang mengutarakan tentang menyapu kepala cukup
sebagiannya, adalah hadiś yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Al-
Mughirah sbb:
“Sesungguhnya Nabi s.a.w berwuḑu”, maka mengusap ubun-
ubunnya dan lalu menyapu surbannya juga beliau menyapu atas dua
khufnya”.
Kepala yang dimaksud adalah yang biasa ditumbuhi rambut, mulai
dari atas dahi sampai pada tengkuk (bagian belakang kepala), Jika
rambut tidak ada,8 maka cukup menyapu kulit kepala saja, karena
hal itu dipandang sebagai pengganti rambut.
8
Op.Cit, hlm.41.
9
Muhammad Fauzil Adzim, Fikih Materi Thaharah,(Yogyakarta: Mizan Pustaka,2020, hlm.9.
9
5. Tertib dalam Mengerjakan Wuḑu
Tertib dalam mengerjakan wuḑu‟ (pelaksanaan wuḑu‟) itu,
dimaksud untuk mensucikan anggota tubuh satupersatu sesuai
dengan urutannya sebagaimana dikehendaki dalam Al-Qur‟an; yaitu
diawali dengan membasuh muka, kedua tangan, menyapu kepala dan
diakhiri dengan membasuh kaki.
10
Muhammad Ajib, Fiqih Wudhu Versi Mazhab Syafi’I,(Jakarta: Rumah Fiqih Publishing,2019),
hlm.30.
11
Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah,(Jakarta:Amzah,2013), hlm.56.
10
beberapa waktu, wudhu'nya batal. Kalau mau shalat harus
mengulangi wudhu'nya.
1. Sentuhan Kulit Dengan Yang Bukan Mahram.
Perlu diketahui bahwa jika sentuhan yang terjadi adalah menyentuh
kuku, gigi dan rambut wanita maka wudhunya tidak batal.Apabila
sentuhan kulit dengan kulit yang ada kain yang menghalangi maka
wudhunya juga tidak batal.12 Begitu juga sentuhan dengan sesama
mahram wudhunya juga tidak batal.
2. Bagi yang masih bingung apa itu mahram. Mudahnya mahram
adalah orang yang haram kita nikahi seperti ibu kandung kita
misalnya. Maka
sentuhan dengan ibu kandung tidak batal.Dan sebaliknya bukan
mahram adalah orang yang halal kita nikahi. Seperti wanita lain yang
bukan keluarga kita misalnya. Maka jika sentuhan kulit dengan kulit
maka wudhunya batal.
3. Menyentuh Qubul.
Adapun yang termasuk membatalkan wudhu adalah menyentuh
kemaluan depan dengan telapak tangan tanpa penghalang.13 Adapun
jika ada kain yang menghalangi maka wudhunya tidak batal.Dalil
yang melandasi hal ini adalah hadits:
“Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu” (HR.
Ahmad dan At-Tirmizy)
4. Menyentuh Dubur.
menyentuh kemaluan belakang (dubur) dengan telapak tangan tanpa
penghalang.Adapun jika ada kain yang menghalangi maka
wudhunya tidak batal.
12
Ibid, hlm.31.
13
Ibid, hlm.33.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wudhu merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah shalat. Maka
dari kita harus mempelajari dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan
wudhu agar ibadah kita kepada Allah Swt tidak sia-sia. Baik itu sunnah wudhu,
rukun wudhu, hal-hal yang membatalkan wudhu himgga kekeliruan dalam
wudhu semuanya harus kita perhatikan dan amalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Wudhu bertujuan untuk menyucikan diri dan membersihkan diri dari
kotoran agar pada saat melaksanakan ibadah, sudah dalam keadaan bersih.
Wudhu bukan hanya pelengkap ibadah shalat saja, melainkan kunci utama yang
menentukan sah atau tidaknya shalat , maka dari itu wudhu harus dilakukan
secara baik dan benar sesuai dengan tata cara yang berlaku
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini ditulis, Penulis banyak berharap untuk para
pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya demi membangun
kesempurnaan makalah pengamatan ini. Saran penulis kepada pembaca adalah
perlunya pemahaman mengenai wudhu yang telahdijelaskan diatas dan
menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang mebacanya dan dapat dipahami serta diambil
kesimpulannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ajib, Muhammad. 2019. Fiqih Wudhu versi Mazhab Syafi’i. Jakarta: Rumah
Fiqih Publishing.
13