Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“MANDI”

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah HADIST AHKAM KETATANEGARAAN 1

Dipresentasikan Di kelas HTN B

Dosen Pengampu:

GONZALES, M.A

Disusun Oleh Kelompok 3:

1. Aditia Irwanto 1321067


2. Muhammad Ridho Ilahi 1321042
3. Yesi Oktaviani Putri 1321049

PRODI HUKUM TATANEGARA

FAKULTAS SYARIAH

UIN SMDD BUKITTINGGI

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, dan tak lupa pula penulis mengucapkan
salam dan sholawat kepada Nabi Junjungan yakni Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa dari alam yang tak berpendidikan kealam yang penuh berpendidikan, seperti
yang dirasakan saat sekarang ini.sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “MANDI.

Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “Hadist Ahkam” pada program
studi Hukum Tatanegara, Fakultas Syariah UIN SMDD Bukittinggi. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Gonzales, M.A selaku dosen
pembimbing, serta kepada pihak yang membantu dan membimbing penulis dalam
menyusun makalah ini.

Adapun dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak


kekurangan-kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Atas kritik dan saran
penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Bukittinggi, 29 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mandi .......................................................................................... 3
B. Dalil Tentang Mandi...................................................................................... 4
C. Sebab-sebab Mandi ....................................................................................... 5
D. Rukun dan Sunnah Mandi ............................................................................. 7
E. Mandi Sunnah ............................................................................................... 8
F. Syarat Sah Mandi .......................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................10
B. Saran ............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perihal thaharah/kesucian adalah hal utama yang biasanya dibahas oleh
para ulama dalam hampir seluruh kitab fiqih yang ada. Mungkin ada makna
tersirat dari sana, namun sederhananya bahwa bersuci itu adalah syarat yang harus
dipenuhi oleh banyak ibadah sehingga ibadah yang dikerjakan sah, dan yang
namanya syarat pasti dia hadirnya duluan.

Thaharah (kesucian) adalah bagian dari agama yang sangat penting,


mengingat perkara ini tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, dimana
pelaksanaannya menjadi kewajiban individu (fardhu ‘ain). Thaharah ini juga
menjadi syarat diterimanya sebagian ibadah lainnya, sebut saja misalnya shalat,
maka sah dan tidak sahnya shalat ini yang pertama sekali dilihat dari apakah
pelakunya dalam keadaan suci atau tidak, sehingga kita bisa memastikan bahwa
jika thaharahnya bermasalah (tidak sah) maka shalatnya pun pasti bermasalah
(tidak sah).

Mandi janabah atau mandi wajib dalam lisan orang kita adalah bagian
yang terpenting untuk diketahui secara dini, mengingat perkara ini sudah harus
dilakukan pada hari pertama seorang muslim ketika ia sampai umur (baligh),
jangan sampai anakanak sudah bujang-gadis tapi tidak faham bagaimana cara
mandi wajib, atau bahkan ada sebagian yang sudah mempunyai anak, tapi masih
belum faham ritual mandi janabah.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini disajikan dengan tujuan untuk memahami suatu materi


perkuliahan dalam mata kuliah Hadis Ahkam Ketatanegaraan 1 yang sesuai
dengan sub judulnya. Pada kesempatan kali ini, khususnya penulis akan
membahas materi yang berkaitan tentang Mandi.

1
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Mandi?
2. Apa saja dalil-dalil tentang Mandi?
3. Apa yang menjadi sebab-sebab Wajib Mandi?
4. Apa saja Rukun dan Sunnah Mandi?
5. Apa saja macam-macam Mandi Sunnah?
6. Bagaimana Syarat Sah Mandi?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian mandi
2. Untuk mengetahui dalil-dalil tentang mandi
3. Untuk mengetahui sebab-sebab mandi wajib
4. Untuk mengetahui bagaimana Rukun dan Sunnah Mandi
5. Untuk mengetahui macam-macam Mandi Sunnah
6. Untuk mengetahui Syarat Sah Mandi

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mandi
Menurut bahasa yaitu al-ghasl atau al-ghusl yang berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Menurut istilah yaitu meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut
sampai ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin
untuk menghilangkan hadats besar atau mandi sunnah. Pengertian mandi besar
adalah mandi untuk bersuci dari hadats besar.
Secara bahasa, Ibnu Faris dalam kamus Maqayis Al-Lughah menjelaskan
bahwa janabah itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat. Disebut jauh karena
seseorang yang sedang berstatus janabah dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa
melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal shalat, membaca Al-Quran serta
berdiam diri di masjid, dan lainnya. Lebih lanjut istilah janabah digunakan untuk
menunjukkan kondisi seseorang yang sedang berhadats besar karena telah
melakukan hubungan suami istri, ataupun sebab-sebab lainnya, janabah dan
hadats besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama. Jika ada
seseorang yang berkata: Saya sedang dalam kondisi janabah, itu berarti dia
sedang dalam keadaan berhadats besar.1
Mereka yang sedang dalam kondisi janabah ini hukumnya wajib mandi
terlebih dahulu agar bisa menjadi suci kembali sehingga bisa melaksanakan ritual
ibadah lainnya, semisal shalat, membaca Al-Quran, berdiam diri di masjid, dan
lainnya. Karena hukum wajib inilah akhirnya orang-orang kita lebih sering
menyebutnya dengan istilah mandi wajib sebagai lawan dari mandi yang tidak
wajib, dan menurut penggunaan istilah mandi wajib ini juga mempunyai nilai
posistif, setidaknya untuk lebih menguatkan bahwa memang dalam kondisi
janabah (berhadats besar) seseorang wajib mandi agar bisa suci kembali.

1
M. Saiyid Mahadhir, Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu lagi?, (Jakarta, Rumah Fiqih
Publishing, 2018). Hlm 9

3
Imam Syafi’i berkata: Saya lebih menyukai seseorang menggosok tubuhnya
sesuai dengan kemampuannya ketika mandi. Namun apabila ia tidak mengerjakan
hal itu dan air telah merata pada kulitnya, maka hal itu sudah cukup baginya. 2

B. DALIL-DALIL MANDI
1. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6, sebagai berikut:
‫صلوةِ اِلَى قُ ْمت ُ ْم اِذَا ا َمنُ ْٰٓوا الَّ ِذيْنَ يٰٓاَيُّ َها‬ ِ ِ‫س ُح ْوا ْال َم َراف‬
َّ ‫ق اِلَى َوا َ ْي ِديَكُ ْم ُو ُج ْو َهكُ ْم فَا ْغ ِسلُ ْوا ال‬ ْ ‫َوا َ ْر ُجلَكُ ْم بِ ُر ُء ْو ِسكُ ْم َو‬
َ ‫ام‬
‫ط َّه ُر ْوا ُجنُبًا كُ ْنت ُ ْم َوا ِْن ْال َك ْعبَي ِْن اِلَى‬َّ ‫على ا َ ْو ى ٰٰٰٓ َّم ْرض كُ ْنت ُ ْم َوا ِْن فَا‬ َ ‫سفَر‬ َ ‫ا َ ْو ْالغ َۤاىِٕطِ ِِّمنَ ِِّم ْنكُ ْم ا َ َحد َج ۤا َء ا َ ْو‬
‫س ۤا َء ل َم ْست ُ ُم‬
َ ِِّ‫ص ِع ْيدًا فَتَيَ َّم ُم ْوا َم ۤا ًء ت َِجد ُْوا فَلَ ْم الن‬ َ ‫س ُح ْوا‬
َ ‫طيِِّبًا‬ َ ‫ام‬ ْ َ‫ّللاُ ْيد ُِٰيُر َما ِِّمنْهُ َوا َ ْي ِد ْيكُ ْم بِ ُو ُج ْو ِهكُ ْم ف‬ ٰ ‫علَ ْيكُ ْم ِليَ ْجعَ َل‬َ
‫ط ِِّه َر ُك ْم ي ُِّر ْيد ُ َّولك ِْن َح َرج ِِّم ْن‬ َ ‫علَّ ُك ْم َٰل‬
َ ُ‫ع َل ْي ُك ْم نِ ْع َمت َه َو ِليُتِ َّم ِلي‬ َ َ‫ش ُك ُر ْون‬
ْ َ‫ت‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
2. Hadist

، ‫ع َلى َيدَ ْي ِه‬ َ ‫ فَأ َ ْف َر‬، ‫سو ِل َّللاَّ ِ – صلى هللا عليه وسلم – َما ًء َي ْغت َ ِس ُل ِب ِه‬
َ ‫غ‬ ُ ‫ت ل َِر‬ َ ‫ت َم ْي ُمونَةُ َو‬
ُ ‫ض ْع‬ ْ َ‫َّاس َقا َل قَال‬
ٍ ‫عب‬ َ ‫ع ِن اب ِْن‬
َ
‫ض‬
َ ‫ض َم‬ ْ ‫ ث ُ َّم َم‬، ‫ض‬ ِ ‫ ث ُ َّم دَلَكَ يَدَهُ بِاأل َ ْر‬، ُ‫ِيره‬ َ َ‫ فَغ‬، ‫علَى ِش َما ِل ِه‬
َ ‫سلَ َمذَاك‬ َ ‫ ث ُ َّم أ َ ْف َر‬، ‫سلَ ُه َما َم َّرتَي ِْن َم َّرتَي ِْن أ َ ْو ثَالَثًا‬
َ ‫غ بِيَمِينِ ِه‬ َ َ‫فَغ‬
‫س َل قَدَ َم ْي ِه‬ ْ ‫ ث ُ َّم تَنَحَّى‬، ‫س ِد ِه‬
َ َ‫مِن َمقَا ِم ِه فَغ‬ َ ‫ع َلى َج‬َ ‫غ‬ َ ْ‫سلَ َرأ‬
َ ‫ ث ُ َّم أ َ ْف َر‬، ‫سهُ ثَالَثًا‬ َ ‫غ‬َ ‫س َل َوجْ َههُ َويَدَ ْي ِه ث ُ َّم‬ َ ‫غ‬َ ‫ ث ُ َّم‬، َ‫َوا ْست َ ْنشَق‬
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah
menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua
kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada
telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau

2
Ibid, hal 12

4
menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua
tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur
seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci
kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan
Muslim no. 317)3

C. SEBAB-SEBAB MANDI
Sebab-sebab wajib mandi ada enam, tiga di antaranya biasa terjadi pada
lakilaki dan perempuan, dan tiga lagi tertentu (khusus) pada perempuan saja,
sebagai berikut :

1. Keluar Mani
Keluarnya mani apakah karena syahwat atau karena sebab yang
lainnya. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam sabda beliau sebagai
berikut : Dari Abi Sa’id Al Khudri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala
aalihi wasallam, bahwa beliau bersabda: “Hanyalah air itu (yakni mandi)
adalah karena air pula (yakni karena keluar air mani”. (HR. Muslim dalam
Shahihnya). Dalam menerangkan hadits ini Al Imam Abu Zakaria
Muhyiddin bin Syaraf An Nawawi menyatakan: “Dan Maknanya ialah:
Tidak wajib mandi dengan air, kecuali bila telah keluarnya air yang kental,
yaitu mani”.
2. Berhubungan Seks
Berhubungan seks baik keluar mani atau tidak keluar mani. Hal ini
sebagaimana yang dinyatakan Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wa‘ala
aalihi wasallam dalam sabdanya sebagai berikut : Dari Abi Hurairah
radhiyallahu‘anhu, dari Nabi Shallallahu‘alaihi wa‘ala aalihi wasallam,

3
Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab al-Umm, terjemahan Mohammad Yasir Abd Mutholib,
(Jakarta, Pustaka Azzam). Hlm 58

5
bahwa beliau bersabda: “Apabila seorang pria telah menindih diantara
empat bagian tubuh perempuan (yakni berhubungan seks) kemudian dia
bersungguh-sungguh padanya (yakni memasukkan kemaluannya pada
kemaluan perempuan itu), maka sungguh dia telah wajib mandi
karenanya”. (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
3. Haid
Apabila seorang perempuan telah berhenti atau selesai dari haid, maka
ia diwajibkan untuk mandi wajib agar ia dapat shalat dan melakukan
ibadah lainnya .
Rasulullah SAW Bersabda:
“Apa bila haid tiba tingalkan shalat apabila telah selesai (dari haidh) maka
mandilah dan shalatlah”. (HR Bukhari dan Muslim)
4. Keluarnya Nifas
Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah
yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi
walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia.
Yang jelas setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah untuk mandi,
agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang selama ini tertinggal.
5. Melahirkan
Baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti
keguguran. Maka diwajibkan bagi seorang perempuan untuk mandi wajib.
6. Meninggal Dunia
Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi,
karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri,
maka kewajiban memandikan berada dipundak mereka yang masih hidup
kecuali meninggal dalam keadaan Syahid.

6
D. RUKUN DAN SUNNAH MANDI
1. Rukun Mandi
a) Niat
Memang semua ulama sepakat bahwa niat itu letaknya di hati, sebagai
tekad dan azam utuk melaksanakan suatu ibadah, namun sebagian ulama
lainnya membolehkan bahkan menyarankan jika memang niat itu diawali
atau disertai dengan lafazh niat.
Lafazh niat mandi wajib yaitu :
"nawaitul ghusla liraf'il hadatsil akbari janabati fardlal lillaahi ta'aalaa"
(artinya: aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar dan
najis fardlu karena Allah).
b) Menghilangkan Najis Yang Melekat Di Badan
Khususnya najis-najis yang mungkin masih menempel ditubuh setelah
haidh dan nifas, atau setelah berhubungan suami istri, atau najis-najis
lainya yang mungkin ada.
c) Meratakan Air Keseluruh Tubuh
Meratakan yang dimaksud adalah memastian bahwa air mandi itu
sampai ke seluruh tubuh, tanpa harus memakai sabun atau sampo. Jika
tigal hal ini dilakukan, maka mandi wajib yang dilakukan sudah sah, dan
kondisi hadats besar sudah hilang.4
2. Sunnah Mandi
a) Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
b) Membaca "Bismillaahirrahmaanirrahiim" pada permulaan mandi.
c) Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan yang kanan daripada
yang kiri.
d) Membasuh badan sampai tiga kali
e) Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudlu.

4
Op.Cit, Hlm 23

7
f) Mendahulukan mengambil air wudlu, yakni sebelum mandi disunnatkan
berwudlu lebih dahulu.5

E. MACAM-MACAM MANDI SUNNAH


Mandi sunat adalah mandi yang sah sholat tampanya. Syara’ menghukumya
sunat dan digalakkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Adapun bentuk mandi-mandi
sunat yaitu:
1. Sunat mandi hari Jumaat Disunatkan mandi pada hari jumaat sebelum
melaksanakan sholat jumaat, dan juga bagi orang yang tidak melaksanakan
sholat jumaat seperti orang musafir, perempuan dan anak-anak. Waktu mandi
sunat jumaat setelah azan subuh, dan yang lebih utama adalah sebelum
berangkat melaksanakan sholat jumaat.
2. Sunat mandi dua Hari Raya Sunat mandi sebelum melaksanakan sholat ‘Idil
Fitri dan ‘Idil Adha bagi siapa saja yang hendak melakukan sholat hari raya
atau yang tidak melakukan sholat juga disunatkan untuk mandi.
3. Sunat mandi Gerhana Matahari dan Bulan Sebelum melakukan sholat gerhana
matahari, atau gerhana bulan disunatkan untuk mandi bagi yang
melaksanakan dan juga bagi yang tidak mengikuti sholat gerhana matahari
atau gerhana bulan.
4. Sunat mandi minta hujan Mandi sunat ini dilakukan sama seperti mandi sholat
gerhana matahari atau gerhana bulan.
5. Mandi karena memandikan manyat Disunatkan mandi bagi siapa saja yang
memandikan manyat, setelah selesai memandikan manyat tersebut.
6. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada sangkaan
(kemungkinan) ia keluar mani.
7. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam.

5
Romlah, Pendidikan Islam Informal, (Lampung, Harakindo Publishing, 2012). Hlm 42

8
F. SYARAT SAH MANDI
1. Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu juga berlaku pada sahnya
mandi, kecuali muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke
bawah.
2. Orang yang berkewajiban beberapa mandi bisa melakukan satu mandi saja
dengan beberapa niat mandi wajib.
3. Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan
salat, maka dia tidak perlu berwudu. Akan tetapi pada selain mandi janabah,
maka untuk menunaikan salat dia harus berwudu terlebih dahulu.
4. Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi
tartibi, seluruh badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang
hendak dibasuh itu disucikan terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup.
5. Mandi jabiroh seperti wudu jabiroh, hanya saja berda-sarkan ihtiyath wajib,
mandi ini harus dilakukan secara tartibi.
6. Orang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang
yang berpuasa tidak boleh mema-sukkan seluruh kepalanya ke dalam air.
Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi karena lupa, puasanya tetap sah.
7. Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan,
tetapi cukup hanya dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan.

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mandi junub itu ialah mandi yang diwajibkan oleh agama Islam atas orang-
orang mukallaf dari kalangan pria maupun wanita untuk membersihkan diri dari
hadats besar. Dan menurut aturan Syari’at Islamiyah, mandi junub itu dinamakan
mandi wajib dengan mengalirkan air ke seluruh bagian tubuh. Mandi junub ini
adalah termasuk dari perkara syarat sahnya shalat kita, sehingga bila kita tidak
mengerjakannya dengan cara yang benar maka mandi junub kita itu tidak
dianggap sah sehingga kita masih belum lepas dari hadats besar. Akibatnya shalat
kita dianggap tidak sah bila kita menunaikannya dalam keadaan belum bersih dari
hadats besar dan kecil. Sedangkan mandi junub yang benar itu ialah mandi junub
yang dilakukan dengan mengamalkan cara-cara mandi junub yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wasallam.

B. SARAN
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan dan sumber yang di dapat, untuk itu pemakalah mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca agar kedepannya makalah ini jauh dari sempurna. Dan
kami berharap makalah yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

M. Saiyid Mahadhir,2018. Sudah Mandi Wajib Haruskah Wudhu Lagi?.


Jakarta:Rumah Fiqih Publishing.

Imam Syafi’i,2009. Ringkasan Kitab al-Umm, terjemahan Mohammad Yasir Abd


Mutholib. Jakarta:Pustaka Azzam.

Romlah,2012. Pendidikan Islam Informal. Lampung:Harakindo Publishing.

11

Anda mungkin juga menyukai