Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TATA PERGAULAN
( Larangan Berduaan Tanpa Mahram, Sopan Santun dan Duduk di
Jalan, Menyebarluaskan Salam )
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi
Dosen Pengampu :
Drs.H. Bustomi Ibrohim, M.Ag.

Di susun oleh :
Kelompok 11 TBI 4B
Wulan Maharani ( 201230058 )
Ihsan Maulana Febriani ( 201230062 )
Hadifa Maulidya Haya ( 201230043 )

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya  sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan
untuk menyelesaikan makalah Hadist Tarbawi yang berjudul “ Tata Pergaulan”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadist Tarbawi
program studi Pendidikan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Kami menulis makalah ini
untuk membantu mahasiswa supaya lebih  memahami mata kuliah khususnya mengenai
Bab Tata Pergaulan.

            Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman  yang
telah berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan materi untuk menyusun tugas ini
sehingga memungkinkan terselesaikannya makalah ini, meskipun banyak terdapat
kekurangan.

Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan


sumbangan pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati,
kami menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Serang, 13 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
A. Latar Belakang..................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
A. Larangan Berduaan Tanpa Mahram....................................................................................4
1) Penjelasan Hadist............................................................................................................4
B. Sopan Santun dan Duduk diJalan...................................................................................5
1. SOPAN SANTUN DUDUK DIJALAN.........................................................................5
C. Meyebarluaskan Salam........................................................................................................6
BAB III...........................................................................................................................................8
PENUTUP......................................................................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................................................8
B. Saran..................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan sehari-hari
dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian dikalangan kebanyakan
remaja saat ini. Gaul menurut dimensi remaja-remaja yang katanya modern itu adalah ikut
dalam trend, mode, dan hal lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk
kedalam geng-geng, sering nongkrong dan berpergian diberbagai tempat seperti mall, tempat
wisata, game center dan lain-lain. Yang mana pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan
menimbulkan budaya konsumtif. Yang patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan
remaja saat ini adalah standar nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup
masyarakat nonmuslim. Contoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-
mode yang berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat pakaian-pakaian
tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian yang pantas secara islam.
Dalam hal ini juga islam mengatur bagaimana cara pergaulan yang baik dan benar dengan
adanya hadist-hadist yang mengatur tata pergaulan kita bisa mengetahui hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah hadist dari tata pergualan?
2. Bagaimana cara pergaulan dalam islam?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui hadist tata pergaulan.
b. Untuk mengetahui cara pergaulan yang benar menurut islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Larangan Berduaan Tanpa Mahram

‫ اَل يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بَِأ ْم َرَأةٌ ِإاَّل‬:‫ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْخطُبُ يَقُوْ ُل‬
َ ِ‫ْت َرسُوْ ُل هللا‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ِ ‫َو َع ْنهُ َر‬
‫ت‬ْ ‫ يَا َرسُوْ ُل هللاِ ِإ َّن ا ْم َرَأتِى خَ َر َج‬:‫ال‬ َ َ‫ فَقَا َم َر ُج ٌل فَق‬,‫َو َم َعهَا ُذوْ َمحْ َر ٍم َواَل تُ َسافِ ُر ْال َمرْ َأةُ ِإاَّل َم َع ِذى َمح َر ٍم‬
َ‫ ا ْنطَلِ ْق فَ ُح َّج َم َع ا ْم َرَأتِك‬:‫ قَا َل‬,‫ْت فِى َغس َْو ِة َك َذا َو َك َذا‬ُ ‫ َحاجَّتَ َوِإنِّى ا ْكتُتِب‬.
Artinya : “Dan dari padanya r.a. ia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah saw.
berkhutbah dan bersabda: ‘Janganlah seorang pria manapun berada di tempat sepi dengan
seorang wanita, kecuali jika wanita tersebut bersama dengan muhrimnya, dan janganlah
wanita bepergian kecuali beserta mahramnya’. Lalu berdiri seorang laki-laki dan berkata: ‘Ya
Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji, sedangkan saya telah mendaftarkan diri untuk
perang kesana sini’. Beliau menjawab: ‘pergilah dan kerjakanlah haji beserta istrimu.” (Sahih
Muslim) . 1

1) Penjelasan Hadist
Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan antara
lawan jenis demi menghindari fitnah. Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata
untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban
manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap
terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah
preventif (bersifat mencegah) agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah
ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat.
Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram, terjadi perbedaan
pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa harangan tersebut sifatnya
mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun yang jauh, harus
disertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh
yang memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan
tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang
sudah tua diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya.
Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar
(perjalanan) adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan
meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan merepotkan mahramnya
setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya dibolehkan. Misalnya pergi untuk kuliah, kantor
dan lain-lain. Namun demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan
dan menganggunya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan. Begitu pula
pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada saat ini telah ada petugas pembimbing
haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran para jamaah haji,
maka seorang wanita yang pergi haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang
dia sudah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.

4
B. Sopan Santun dan Duduk diJalan
1. SOPAN SANTUN DUDUK DIJALAN

 ‫َما‬ ، ‫رسو َل هَّللا‬ َ ‫ َيا‬:‫ ف َقالُوا‬،ِ‫الطرُقات‬ ُّ ‫وس في‬ َ ُ‫ِإيَّا ُكم َو ْال ُجل‬ :‫ عن ال َّن ِبيِّ ﷺ َقا َل‬، ّ‫عنْ َأ ِبي َسعي ٍد ْال ُخ ْد ِري‬
:‫ قالوا‬،ُ‫ريق َح َّقه‬ َ ‫الط‬ َّ ‫طوا‬ ُ ْ‫ َفِإ َذا َأ َب ْي ُت ْم ِإاَّل ْال َمجْ لِس َفَأع‬ :‫ َف َقا َل رسو ُل هَّللا ﷺ‬،‫ث فِي َها‬ ُ ‫ َنتح َّد‬،‫لَ َنا مِنْ َمجالِس َنا ُب ٌّد‬
ُ‫ وال َّنهْي‬، ِ‫بال َمعْ روف‬ ْ ‫ َواَأل ْم ُر‬،‫ور ُّد السَّالم‬
َ ،‫ و َكفُّ اَأل َذى‬،‫صر‬ َ ‫ َغضُّ ْال َب‬ :‫يق َيا رسو َل هَّللا ؟ َقا َل‬ َّ ‫و َما َح ُّق‬
ِ ‫الط ِر‬
ِ
)‫عن ْال ُم ْن َك ِر(رواه البخاري ومسلم وأبوداود‬ ِ
Terjemahan Hadits : "Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami
semua harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di
jalan – mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk
mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu
tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi
bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam,
memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran." (H.R Bukhari, Muslim, dan
Abu Dawud)
2. Tinjauan Bahasa ‫ت الطُرقَا‬Jama dari ‫ق‬
ُ ‫ الطُ ُر‬yang juga merupakan jama’ yang berarti
ُّ ‫ ال‬:
‫طرق‬
jalan. Memejamkan, menundukkan, menahan pandangan mata. Mencegah, menjauhkan
dari Bahaya, sesuatu yang membahayakan atau merugikan.
3. Penjelasan Hadits Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat
duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan
tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk
di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen
bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya
dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini.
1) Menjaga Pandangan Mata Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi
setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an :
Artinya : "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan.
Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai uisa dan berbagai tipe.
Maka bagi para lelaki jangalah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang
bukan muhrim dengan pandanagan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang dengan
pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak hanya akan
melanggar aturan Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan
memarahan dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung.
Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga
pandangannya.

5
2) Tidak Menyakiti Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan,
tangan, kaki, dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya,
dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kesil atau benda apa saja yang akan
menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air, dan lain-lain
yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung perasaannya.
3) Menjawab Salam Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun
mengucapkan- nya sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika
duduk dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang salam ini,
akan dibahas di bawah.
4) Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran. Apabila
sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau
sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, diwajibkan
menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena
kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kesombongannya.

C. Meyebarluaskan Salam
Secara etimologis, kata ‫ سالم‬berasal dari kata dasar salima (‫ )سلم‬yang berarti selamat dan
bebas dari bahaya. Al-Qur’an menggambarkan kata ini untuk aneka makna, salah satunya
yaitu sebagai ucapan “salam” yang bertujuan mendoakan orang lain agar mendapat
keselamatan dan kesejahteraan (QS. Adz-Dzariyat [51]: 25). Kata as-salam ” ‫ “ السالم‬juga
termasuk salah satu dari sifat-sifat Allah, sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an,
yaitu pada QS. Al-Hasyr [59]: 23. Allah as-salam berarti Dia Yang Mahaesa itu terhindar dari
segala aib, kekurangan dan kepunahan yang dialami oleh para makhluk
Salam adalah salah satu perbuatan yang istimewa dibandingkan dengan yang lainnya.
Menurut kaidah umum perbuatan yang hukumnya fardu itu lebih utama dari pada perbuatan
yang hukumnya sunnah, tetapi sebaliknya bagi salam. Walaupun menjawab salam hukumnya
adalah wajib dan memulai salam hukumnya sunnah, tetapi memulai salam lebih utama dari
pada menjawab salam.

‫حدثنا هناد أخبرنا أبومعاوية عن االعمش عن أبي صالح عن أبي هريرة قال قال رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫وسلم والذي نفسي بيده ال تدخلوا الجنةحتى تؤمنوا وال تؤمنوا حتى تحابوا أال أدلكم على أمر إذا أنتم فعلتموه‬
‫ هذا حديث حسن صحيح‬.‫تحاببتم أفشوا السالم بينكم‬.
Hanna menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah memberitahukan kepada kami, dari Al-
A’masyi dari Abu Saleh dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat
yang diriku dalam kekuasaanNya kamu tidak masuk surga kecuali beriman dan kamu tidak
beriman (dengan sempurna) sehingga kamu saling mencintai. Maukah aku menunnjukkan
kepadamu atas suatu perkara apabila kamu melakukannya, niscaya kamu saling mencintai?
Sebarkanlah salam diantara kamu. (Hadis ini adalah hadis hasan shahih)

Dalam hadis diatas dapat disimpulkan bahwa salam memiliki nilai kebaikan yang tinggi
dalam islam. Dalam salam tertanam sikap tawadu’ dan pudarnya sifat sombong kepada
muslim lain. Menyebarkan salam termasuk perbuatan yang dapat menumbuhkan benih-

6
benih mahabbah, menggalang persatuan diantara kaum muslim, dan meneguhkan keimanan
dalam hati. Melalui ucapan salam pula, jalan seorang muslim untuk masuk surga bisa
bertambah mulus dan terhalang dari api neraka

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemamparan tersebut dapat disimpulkan bahwa tata pergaulan kita sebagai muslim telah
diatur oleh agama dengan adanya hadist-hadist sebagai pedoman hidup umat manusia. Tata
pergaulan disini membahas tentang larangan bagi umat islam berduaan antara lawan jenis
tanpa mahram, yang mana dijelaskan dalam hadist bahwa seorang laki-laki dilarang berduaan
apalagi ditempat sepi dengan seorang wanita tanpa mahram dari seorang wanita tersebut. dan
hendaknya laki-laki mendampingi istrinya agar ia tidak berpergian sendiri. selanjutnya,
tentang kesopanan duduk dijalan atau yang sering kita sebut nongkrong dalam hal ini nabi
menganjurkan bagi yang ingin duduk dijalan agar memenuhi hak jalan, yaitu "Menjaga
pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada
kebaikan dan larangan kemunkaran." dan yang terakhir dibahas dalam tata pergaulan yakni
menyebarluaskan salam.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat semata mata hanya untuk memenuhi tugas kuliah dan
menambah wawasan mengenai Tata pergaulan. Mohon maaf jika masih banyak kesalahan
penulisan dalam makalah ini, karena kami masih dalam tahap pembelajaran dan kami
mohon saran dari pembaca untuk kedepan nya bisa menjadi lebih baik.

8
DAFTAR PUSTAKA
Nashiruddin Al-Albani Muhammad. Shahih sunan ibnu majah, (Jakarta, Ebook C reator,
2008).
Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia,
2003

Anda mungkin juga menyukai