Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-qur’an Hadits

DOSEN PENGAMPUH:

Dr. Ilyas Daud. MSI

Disusun Oleh Kelompok 8:

Eko Samfatwa Mokodompit (2102585365)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN AMAI GORONTALO

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

2021/2022
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrohmanirrohim

ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هَّللا ُ فَالَ ُم‬.‫ت َأ ْع َمالِنَا‬


‫ض َّل‬ ِ ‫ َو َسيَِّئا‬,‫ُور َأ ْنفُ ِسنَا‬
ِ ‫ َونَعُو ُذ بِاهَّلل ِ ِم ْن ُشر‬,ُ‫ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬,ُ‫ َونَ ْستَ ِعينُه‬,ُ‫ نَحْ َم ُده‬,ِ ‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل‬
ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُه‬,ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هَّللا ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَه‬,ُ‫ي لَه‬
َ ‫ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد‬,ُ‫لَه‬

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nyu, memohon pertolongan dan
ampunan kepada-Nya kami berlindungkepada Allah dari kejahatan diri-diri kami
dan kejelekan hmal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi beri petunjuk, maka
tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka
tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada illah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya
Nabi Muhammad shallallaahu'alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya

Tidak lupa pula ucapan terimah kasih saya kepada dosen pengampu kami
Bapak kami Dr. Ilyas Daud. MSI yang mengajarkan kami mengenai al-qur’an
hadits dan yang telah pula memberikan saya kesempatan dan kepercayaan dalam
menyusun makalah ini yang In Syaa Allah bisa bermanfaat kepada banyak ummat
muslim.

Dengan kuasa Allah Ta’ala dan juga disusul dengan ketekunan Hamba-mu ini
Ya Allah, Sehingga makalah ini bisa tersusun dengan baik dan harapan saya
sebagai penyusun makalah ini adalah semoga mendatangkan banyak manfaat
bagi kita semua serta membangkitkan rasa semangat dan kami semua dalam
menggali ilmu yang bermanfaat.

Terlepas dari itu, Saya Eko Samfatwa Mokodompit meminta maaf yang
sebesar-besarnya jika dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan
yang mungkin kurang berkenan dihati hati anda, Akhir kata dari saya Syukron
Jazakumullahu Khoyron, Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita Semua…

Gorontalo, , 2021

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………….

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………..

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………................................
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………………..
D. Manfaat…………………………………………………………………………………………………..

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Hadits…………………………………………………………………………………
B. Kedudukan Al-Hadits…………………………….………………………………………………….
C. Fungsi Al-Hadits Terhadap Al-Qur’an…………………………………………………………
D. Hubungan Al-Hadits Dengan Al-Quran………………………………………………………

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………
B. Saran………………………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..

BAB 1 - PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua setelah Al-Qur’an.


Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir, Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. 
Terkait dengan pembuatan makalah, semua merupakan hal yang harus kita
jalani sebagai mahasiswa/i dan harus pula kita peka dengan tugas-tugas yang
telah dibebankan kepada kami, karena dengan diberikannya tugas ini kepada
kami menandakan sepengajar mempercayai ini kepada kita, disamping itupun tak
luput pula dengan syarat kami dalam meraih suatu kesuksesan, seperti misalnya
Studi S1 harus membuat skripsi, S2 membuat tesis dan S3 membuat disertasi.
Oleh sebab itu wajib bagi kita untuk mempelajari kedudukan dan fungsi hadits
terhadap Al-Qur’an yang dengan pengetahuan tersebut maka akan membuahkan
hasil yang luar biasa bagi kita semua.

Dan juga banyak sekali orang-orang pasa zaman sekarang ingin


mengembangkan skill mereka dalam bidang dakwah, terkhususnya dalam
mensyiarkan syiar islam, tapi semua itu kita bisa raih dengan ketekunan kita dan
kesabaran kita dalam belajar, dan tidak luput pula dari doa kita kepada Sang
kuasa sebagai makhluk yang bertuhan.

Oleh sebabnya, Saya Eko Samfatwa Mokodompit sebagai penyusun


Makalah ini mewasiatkan untuk kita semua untuk bersabar dalam menempuh
dunia perkuliahan dan perbanyaklah untuk bertanya akan hal-hal yang belum kita
ketahui tentang islam kepada orang yang lebih tahu, sebab hal tersebut
merupakan perintah Allah Ta’ala yang diabadikan dalam Al-Qur’an, Allahu A’lam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. APA ITU AL-HADITS?
2. APA KEDUDUKANNYA?
3. APA FUNGSINYA?
4. APA HUBUNGANNYA DENGAN AL-QUR’AN?

C. TUJUAN
1. AGAR MENJADI FAHAM DAN TAU MENGENAI DEFINI AL-HADITS
2. MENGETAHUI ARTI DARI KEDUDUKAN SUATU HADITS
3. MENGETAHUI ARTI DARI FUNGSI SUATU HADITS
4. MENGETAHUI HUBUNGANNYA DENGAN AL-QUR’AN

D. MANFAAT

Beranjak dari Hadits Rosulullah ‫“ ﷺ‬Barangsiapa yang menunjuki kepada


kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mengerjakannya” (H.R. Muslim no. 1893) Maka dengan memahami seputar
definisi Al-Hadits, kita dapat memberikan pemahaman terhadap orang-orang
awam yang belum memahaminya serta mendapatkan pahala berdasarkan janji
Allah dan juga Rosul-Nya, Allahu A’lam

Makalah ini dibuat bukan hanya dengan tujuan menuntaskan tugas yang telah
menjadi kewajiban kami sebagai maha siswa melainkan dengan harapan agar bisa
memotivasi banyak orang bahwa yang namanya belajar merupakan sesuatu yang
penting dalam hidup kita ini, Imam Al-Ghozali pernah berkata, “Jika kalian tidak
ingin merasakan lelahnya belajar maka kalian harus siap menanggung pahitnya
kebodohan”.

Juga sebagai tuntunan dalam akademik bagi para pejuang (Pelajar) yang ingin
tetap ada pada garis keinginannya dalam hidupnya (Yakni terus Belajar) yang
dengan perjuangan merekalah sehingga bisa menghasilkan keturunan yang penuh
dengan pengetahuan terhadap masa depan agama dan Negara kita tercinta ini.

BAB 2 - PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hadits

Secara bahasa, hadis berarti berbicara, perkataan, percakapan. Hadis disebut


juga 'Sunnah', yang secara istilah berarti segala perkataan (sabda), perbuatan,
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang dijadikan landasan
syariat Islam, Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan sebagai catatan
yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang
dijadikan landasan syariat islam.

Secara garis beras, hadits mempunyai makna segala perkataan (sabda),


perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul hadits,
diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Ahmad,
Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.

Sebagai manusia yang tidak luput dari yang namanya perbedaan pendapat bisa
kita maklumi bersama bahwa para ulama dalam memandang definisi Hadits,
mereka memiliki perbedaan pendapat, Yakni:

- Menurut Para Ahli Hadits

Menurut para ahli hadits, hadits merupakan segala perkataan (sabda), perbuatan,
hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang disandarkan
kepada Nabi Muhahmmad SAW.

- Menurut Ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun)

Pengetian hadits juga dijelaskan oleh ahli ushul fiqh (Ushuliyyun). Menurut ahli
ushul fiqh, hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan
hukum-hukum islam.

- Menurut Jumhur Ulama


Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan (sabda),
perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.

B. Kedudukan Al-Hadits

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits merupakan sumber hukum


kedua setelah Alquran. Menurut Al-Ghouri dalam Mu’jam al-Mushthalahat al-
Haditsah, yang dimaksud hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir (keputusan), dan sifat.
Hadits kadang-kadang memperluas dan memperjelas hukum dalam Al-Qur’an.
Keabsahan hadits sebagai sumber hukum Islam ini dijelaskan dalam
beberapa ayat Alquran. Dalam surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr: 7)".
Ayat ini menekankan bahwa umat Islam harus mengikuti hal-hal yang
disampaikan Rasulullah SAW dan menjadikannya tauladan dalam kehidupan
sehari-hari.
Perintah untuk menaati Rasul juga tercantum dalam surat An Nisa ayat 59 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau
dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya
dengan beberapa dalil, di antaranya :

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul, Ketaatan kepada
rasulullah ‫ ﷺ‬sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah

Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa orang yang


mentaati Rasul berarti mentaati Allah.
Allah Ta’ala berfirman sebagaimana tersirat dalam surat An-Nisa ayat 80:
Artinya : “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati
Allah dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah
mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam
Hadits-Nya
Generasi awal kaum muslimin telah sepakat, bahwa hadits Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬memiliki kedudukan yang sangat mulia dimata islam berupah
rujukan kedua dalam syari’at Islam, dalam masalah aqidah, hukum-hukum fikih,
siyasah (politik), dan pendidikan.

Terkait dengan penjelasan kedudukan hadits di atas, Maka tidak boleh bagi
seorang muslim menyelisihinya sunnah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬hanya karena
mengikuti pendapat yang bathil, sebagaimana perkataan Imam Asy-Syafi’i di akhir
kitab ar-Risalah, ”Tidak halal menggunakan Analogi, padahal ada dalil (nash)”.

Dan serupa dengan perkataan beliau adalah apa yang telah dikenal di
kalangan ulama masa kini dari kalangan ulama pakar ushul, ”Apabila ada atsar
(hadits) maka batallah analogi (qiyas)”. Maka pendapat ini juga masuk dalam
kategori kedudukan hadits.

C. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an

Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian dari ayat-
ayat dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah
belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits yang pada dasarnya,
hadits memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan
hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-Qur’an. Para ulama sepakat semua
ummat islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadits-hadits
terkhususnya hadits yang shahih.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َرسُوْ لِ ِه‬ ِ َ‫ت فِ ْي ُك ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫ ِكت‬: ‫ضلُّوْ ا َما تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما‬ ُ ‫تَ َر ْك‬
"Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm.
Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil
Intisharis Sunnah.

Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-
Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl ayat 64:
َ ‫ك ْال ِك ٰت‬
ْ ‫ب اِاَّل لِتُبَيِّنَ لَهُ ُم الَّ ِذى‬
‫اختَلَفُوْ ا فِ ْي ۙ ِه َوهُدًى َّو َرحْ َمةً لِّقَوْ ٍم يُّْؤ ِمنُوْ ن‬ َ ‫َو َمٓا اَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي‬
“Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur'an) ini kepadamu (Muhammad),
melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman”.
Juga firman Allah Ta’ala dalam suroh An-Nisa ayat 59:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل‬
‫ࣖ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذلِكَ خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْياًل‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Dinukil dari jurnal Fungsi Hadits Terhadap Alquran karya Hamdani Khairul
Fikri, berikut ini adalah fungsi-fungsi hadits:
1. Menguatkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tersirat dalam Al-Qur’an
atau dikenal dengan istilah Bayan Taqrir.
Bayan Taqrir artinya hadits berfungsi untuk memantapkan dan mengokohkan
apa yang telah ditetapkan Alquran sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan
lagi.
Contohnya seperti pada surat Al-Maidah ayat 6:
‫ق َوا ْم َسحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى‬ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
‫ْال َك ْعبَي ۗ ِْن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub,
maka mandilah”.
Kemudian Nabi Muhammad SAW memperjelasnya. “Rasulullah SAW
bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu”
(HR.Bukhori dan Abu Hurairah).

Contoh lainnya dari Bayan at-Taqrir adalah terkait perintah sholat. Allah
SWT berfirman, “Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman”. (QS. 4/An-Nisa`: 103)

“Bacalah Kitab (Al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad)


dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan)
keji dan juga mungkar.” (QS. 29/Al-Ankabut: 45).

Dalam dua ayat diatas Allah SWT tidak memberikan penjelasan tentang
jumlah rakaat didalam shalat dan juga bagaiman tata cara pelaksanaannya. Maka
dari itu Rosulullah SAW menjelaskan dengan berupa perbuatan/praktek ataupun
dengan perkataan. Rasulullah SAW bersabda, ” Sholatlah kalian sebagaimana
kalian melihat aku sholat. ” (HR. Bukhori), Hadits tersebut maknanya sama
dengan Alquran, namun lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.
2. Menafsirkan isi kandungan yang ada pada Al-Qur’an yang diistilahkan
dengan Bayan Tashir.

Bayan At-Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an, Fungsi
hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi
Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-
batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid).
Contohnya beranjak dari firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah ayat 38:

ِ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوْ ااَ ْي ِد يَهُ َما َجزَ ا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاالً ِمنَ هللا‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah” (QS.Al-Maidah:38)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri
dengan memotong tangannya, Namun ayat ini masih bersifat umum, kemudian
disusul dengan hadits Nabi ‫ﷺ‬:

ِّ‫ص ِل ْالكَف‬ ِ ‫َأتَى بِ َسا ِر‬


َ ‫ق فَقَطَ َع يَ َدهُ ِم ْن ِم ْف‬

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau


memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”.

3. Mengkhususkan yang bermakna umum atau Takhshish al-am

Takhshish Al-’am artinya mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang


bermakna umum, Salah satu contohya adalah dalil tentang keharaman bangkai
dan darah.

Mengenai hukum mengonsumsi darah, para ulama membagi dua jenis darah,
yakni darah yang mengalir dan darah yang tidak mengalir. Jenis darah yang haram
untuk dimakan adalah darah yang mengalur.

Sementara darah yang halal untuk dimakan adalah darah yang tidak mengalir.
Darah yang tidak mengalir tersebut maksudnya adalah hati, limpa dan darah yang
tersisa di urat daging, Hal tersebut juga pernah dijelaskan oleh Nabi Muhammad
SAW dalam haditsnya:

Salah satu contohya adalah beranjak dari dalil tentang keharaman bangkai dan
darah, Dalam qur’an surat Al Maidah ayat 3:

“Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”.


Kemudian Rasulullah SAW mengecualikan darah dan bangkai tertentu. Beliau
bersabda, “Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam
darah. Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai
belalang, sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa”
(Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bayhaqi).
4. Bayan tabdila

Bayan Tabdil artinya mengganti hukum yang telah lewat keberlakuannya.


Contoh sunnah yang dianggap Bayan Tabdil adalah zakat pertanian.

Dalam Alquran disebutkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya,


namun tidak dijelaskan batasan nisabnya.

Rasulullah SAW memperjelasnya. Beliau bersabda: “Tidak ada kewajiban zakat


dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

D. Hubungan Al-Hadits Dengan Al-Quran

Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum
dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah
SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam
pengalaman itulah terletak tujuan yang maksudkan. Tetapi pengalaman hukum
Allah diberi penjelasan oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah


dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat diterapkan oleh ummat islam dengan
gamblang dan mudah.

Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian


besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan
demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah berfungsi untuk
menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber
asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani.
Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya dengan Al-
Qur’an, hubungan antara Al-Hadits dengan Al-Qur'an ialah :

1. Hadits menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur'an.

2. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Qur'an yang bersifat


global

3. Hadits membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Qur'an

4. Hadits memberikan pengecualian terhadap penguasaan Al-Qur'an yang


berisifat umum.

5. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapan oleh Al-Qur'an.


BAB 3 - PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahawa:

- Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu


yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada
orang lain.
- Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah
penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
- Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber
atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati
serta mengikat untuk semua umat Islam.
- Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an
- Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-
hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan
di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk
diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang
digariskan.

B. Saran

Sesungguhnya yang dijadikan kalimat terakhir ialah sabar dan teguh serta
bersungguh-sungguh dalam menempuh dunia pemkuliahan serta memperbanyak
untuk menghadiri kajian-kajian yang dapat menambah wawasan kita selaku insan
yang tetap memerlukan yang namanya ilmu.

Saya Eko Samfatwa Mokodompit diakhir makalah ini sangat berharap dengan
komentar-komentar dari lisan anda sebagai pembaca untuk dapat memberikan
masukan-masukan yang positif yang dengannya bisa menambah kreatifitas dan
wawasan saya sebagai penyusun makalah ini, Saya juga sadar bahwa apa yang
saya buat ini masih sangat jauh dari yang namanya sempurna untuk itu saya
memohon maaf jika ada kesalahan dalam isi makalah saya ini ‫جزاكم هللا خيرا‬
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997
Drs, Mudasir,Haji, Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia, 1999
Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5.
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002
Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999

Anda mungkin juga menyukai