Dosen Pengampu:
Disusun Oleh :
Akhmad Farid (12030215321 )
Alhamdi Thoib Hasibuan (12030215213 )
Imam Firdaus (12030215113 )
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita dan tidak lupa pula kita mengirim salam shalawat kepada baginda Nabi
Muhammad ﷺyang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu ajaran
islam, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” HUKUM
DAKWAH DALAM AL-QURAN DAN HADIST SERTA HUBUNGAN ILMU
DAKWAH DENGAN ILMU LAINNYA” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Ilmu Dakwah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang ”HUKUM DAKWAH DALAM AL-
QURAN DAN HADIST SERTA HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU
LAINNYA” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada ayahanda Fajri S. dan ibunda
Hasniwati orang tua dari ananda Akhmad Farid, ayahanda Mulyadi dan ibunda
Nurmiah orang tua dari ananda Gusti Mulya Alamsyah dan ayahanda Sugeng Riyadi
dan ibunda Maryati orang tua dari ananda Rina Yuniawati yang telah mendidik,
merawat, menjaga, menasehati dan mensupport kami sedari kecil sampai saat ini
mereka juga selalu mendo’akan kami supaya kami menjadi orang yang berguna
dimasa yang akan datang. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada saudara-
saudari kami yang selalu mensupport, membantu, memberikan solusi, dan
memberikan nasehat kepada kami. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan,
keberkahan dan umur yang panjang kepada kedua orang tua dan saudara-saudari
kami.
C. Tujuan Penelitian........................................................................................2
A. Kesimpulan ...............................................................................................13
Daftar Pustaka..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
َوC ُك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗ ُن اِ َّن َربَّكَ ه َ ِّع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َرب
ُ اُ ْد
َض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْينَ اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن
Semoga karya ilmiyah ini dapat menambah wawasan kita bersama, bila
terdapat suatu kesalahan ataupun kekurangan kami selaku pemakalah mohon maaf.
1
Depertemen Agama RI, Al-Qur,an Dan Terjemahnya, (Bandung :PT.Syaamil Cipta
Media : 2005), h. 421
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus
untuk berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT, akan
tetapi dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada
umat Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka
dakwah juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena
hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang
maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan
dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan
Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrîm
(66) : 6, sebagai berikut:Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari apineraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nyakepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka
dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai
kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut
ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara
menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak
aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa
dakwah hanya sekedaruntuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya
kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam
secara menyeluruh.
Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam
yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh
kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai
keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau
model yangdigunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat
ع اِ ٰلى َسبِي ِْل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗنُ اِ َّن َربَّكَ هُ َو ُ اُ ْد
َض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوه َُو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْين
َ اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن
ْن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ ۗ َولَوCَ ْف َوتَ ْنهَو ِ ْاس تَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْال َم ْعرُو ِ َّت لِلن ْ ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر اُ َّم ٍة اُ ْخ ِر َج
َم ْال ٰف ِسقُوْ نCُ ُب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُ ْم ۗ ِم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َواَ ْكثَ ُرهِ ٰا َمنَ اَ ْه ُل ْال ِك ٰت
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Abli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang orang yang fasik.”
Pada ayat di atas ditegaskan bahwa umat Muhammad (umat Islam) adalah
umat yang terbaik dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Kelebihan di
atas disebabkan umat Islam memiliki tiga ciri sekaligus tugas pokok, yaitu:
Dengan demikian manakala tiga ciri utama dalam kehidupan umat manusia di
atas ditinggalkan, maka lepaslah predikat Khairu Ummah (umat terbaik) dari
umat Islam. Sebaliknya, jika umat Islam memegang teguh dan mengamalkan
ketiga ciri dan tugas utama di atas, maka umat Islam tetap berpredikat Khairur
Ummat.
3. Al-Maidah : 78-79
Artinya: “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan
(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah
perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa
yang mereka perbuat.
Kemaksiatan atau kemunkaran adalah penyakit yang sangat membahayakan
bagi individu dan keutuhan tatanan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
kemunkaran harus sedapat mungkin dicegah dan dihapuskan secara dini oleh
umat manusia.
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa sebab-sebab dilaknatnya kaum kafir dari
Bani Israil adalah karena mereka berpangku tangan dan membiarkan
kemaksiatan itu merajalela. Umat Islam itu akan terkena hukuman yang
serupa kalau mereka acuh tak acuh terhadap kemaksiatan seperti sikap Bani
Israil di atas.
Masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk
berdakwah dengan janji-janji pahala dan surga bagi mereka yang
melaksanakan amr ma'ruf nahi munkar.
1. Hadits Riwayat Imam Muslim; "Dari Abi Sa'id Al Khudhariyi ra. berkata;
Aku telah mendengar Rasulullah bersabda; Barang siapa di antara kamu
melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya
(dengan kekuatan atau kekerasan); jika ia tidak sanggup dengan demikian
(sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka dengan lidahnya: dan
jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan
dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
2. Hadits Riwayat Imam Tirmizi; Dari Khudzaifah ra. dari Nabi bersabda,
"Demi Dzat yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada
kebaikan dan haruslah kamu mencegah perbuatan yang munkar, atau Allah
akan menurunkan siksa-Nya kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya di
mana Allah tidak akan mengabulkan permohonanmu". (HR. Imam Tirmidzi)
Kedua hadits di atas yang didahului dengan sumpah nabi menunjukkan bahwa
hanya ada dua alternatif bagi umat Islam. Berbuat amr ma'ruf atau nahi
munkar atau kalau tidak mereka akan mendapat malapetaka dan siksa dari
Allah serta Allah tidak lagi menghiraukan permohonan mereka, karena
mereka telah dianggap Allah sebagai umat yang telah mengabaikan tugas
agama yang sangat esensi. Lebih jauh, perlu diingat jika Allah telah murka
kepada umat yang membiarkan kemunkaran, maka yang kena siksa bukan
orang perorangan tetapi umat secara keseluruhan. Firman Allah dalam surah
al-Anfal ayat 25:
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat
keras siksa-Nya.”
Tafsir itu ialah menerangkan ma’na ma;na Al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-
hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
Tafsir pada hakekatnya ialah mensyarahkan lafadh yang sukar dipahamkan oleh
pendengar dengan uraian yang menjelaskan maqsud. Yang demikian itu adakalanya
dengan menyebut murodifnya, atau yang mendekatinya, atau ia mempunyai
pewtunjuk kepadanya melalui sesuatu jalan adalah (petunjuk).
Tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Pada istilah syara’ ialah
menjelaskan makna ayat, urusannya, kisah-kisahnya dan sebab karenanya diturunkan
ayat, dengan lafadh yang menunjuk kepadanya secara terang.
2. Ilmu Hadits
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi
hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah. Disini
akan menjelaskan sedikit tentang jenis-jenis hadits yaitu :
A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad
yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat
dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam
itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu
hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
1. Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para
ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits
Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga
macam, yaitu:
a) Hadits Shahih
5. Tidak syadz
b) Hadits Hasan
c) Hadits Dha'if
Hubungan hadits dengan ilmu dakwah adalah didalam kandungan hadits juga
banyak mendapat dalil-dalil tentang materi pembahasan yang disampaikan oleh
seorang da’i, karena seorang da’i harus mampu menguasai beberapa hadits untuk
dijadikan sebagai pedoman dalam penyampainya.
3. Fiqh
2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut
bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang
ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh,
ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah
untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung
dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun,
kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya)
Maka disanalah terdapat hubungan antara fiqh dengan ilmu dakwah, kerena dalam
dakwah harus memecahkan satu persatu, tentang hukum-hukum fiqh yang merupakan
kebutuhan manusia dalam beramal kepada Allah.
4. Filsafah
Falsafah ialah satu disiplin yang mengusahakan kebenaran yang umum dan
asas. Perkataan falsafah dalam bahasa Melayu berasal daripada bahasa Arab فلسفة
yang juga berasal daripada perkataan yunani philosophia, yang bermaksud "cinta
kepada hikmah"
Hubungan falsafah dengan ilmu dakwah, yaitu sama-sama memiliki ciri atau
pemikiran seorang da’i dalam menuntaskan sesuatu dan menegakkan kebenaran.
Ilmu nahu ialah suatu ilmu dengan mempunyai kaidah-kaidah yang bisa
diketahui olehnya setiap bentuk kalimah bahasa arab hal-hal ihwalnya, baik pada kata
demi kata, maupun pada susunan kalimatnya.
Ilmu Saraf adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang peraturan dan
undang-undang dalam penetapan kalimat-kalimat dalam bahasa arab.
Ilmu nahu dan saraf sangat penting kedudukanya, bahkan jadi dasar bagi setiap orang
yang akan memahami bahasa arab. Kita tahu bahwa, pada setiap bahasa menjadi cara
pemakaiyan yang tersendiri, termasuk didalamnya bahsa arab.Alat pertama untuk
dasar mempelajari dan memahami kaidahnya, adalah ilmu nahu.
Dengan jalan memmplajari ilmu nahu walaupun masih memerlukan ilmu-ilmu
lannya.Al-quran dan Al-Hadits sebagai pokok dasar utama pegangan ummat islam
dan ilmu-ilmu lainnya yang berhubungannya, kebiasaan dan kebanyakan di susun
oleh para ulama islam dalam bahasa arab.
Hubungan dakwah dan komunikasi dapat dilihat dari suatu proses yang
melibatkan beberapa unsur yang terkait, yang meliputi dai sebagai subyek, mad’u
sebagai obyek, pesan atau materi, sarana atau media, dan metode. Sedangkan dalam
istilah komunikasi juga meliputi beberapa unsur yang mesti ada yaitu, komunikator,
komunikan, materi, metode dan media.
3
Widjaja, A.W, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm: 12
Dengan demikian jelas bahwa ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi ada
hubungan dan kaitan. Dimana jika dilihat dari segi proses, dakwah tiada lain adalah
komunikasi ajaran Islam, di mana da’i menyampaikan pesan ajaran Islam melalui
lambang-lambang kepada mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan
kemudian meresponnya. Dalam prosesnya terjadi transmisi pesan oleh da’i dan
interpretasi pesan oleh mad’u (objek dakwah). Proses transmisi dan interpretasi
tersebut tentunya mengharapkan terjadinya effects berupa perubahan kepercayaan,
sikap dan tingkah-laku mad’u ke arah yang lebih baik, lebih Islami.4
1. Kredibilitas atau kepercayaan diri yang tinggi. Baik dari sisi karakter, emosi
diri yang terkendali, maupun kemampuan berargumentasi. Ini merupakan hal
yang paling bagi seorang komunikator ataupun Da’i.
2. Daya tarik seperti dalam kesamaan bahasa atau daerah, disukai, populer,
kamampuan mengolah, atau mengemas materi pembahasan.
3. Kekuatan. Yakni memiliki pengaruh yang besar dan luas5
4
Ali Abdul Halim, DR, Prof, Fiqhud Dakwah Al-fardiyah, (Jakarta: Gema Insani, 1995) hlm: 47
5
Ahmad Yani, Drs, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, (Jakarta: Al-Qalam, 2008) hlm: 31
6
H. Ahmad Yani, Drs, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, (Jakarta: Al-Qalam, 2008) hlm: 33
DAFTAR PUSTAKA
Ali Abdul Halim, DR, Prof,1995, Fiqhud Dakwah Al-fardiyah, Jakarta: Gema
Insani
H. Ahmad Yani, Drs, 2008, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, Jakarta:
AlQalam, 2008.