Anda di halaman 1dari 20

HUKUM DAKWAH DALAM AL-QURAN DAN

HADIST SERTA HUBUNGAN ILMU DAKWAH


DENGAN ILMU LAINNYA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Dakwah

Dosen Pengampu:

Kaliandara Saputra Pulungan.,SH.,MH

Disusun Oleh :
Akhmad Farid (12030215321 )
Alhamdi Thoib Hasibuan (12030215213 )
Imam Firdaus (12030215113 )

Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Tahun Ajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada
kita dan tidak lupa pula kita mengirim salam shalawat kepada baginda Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu ajaran
islam, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” HUKUM
DAKWAH DALAM AL-QURAN DAN HADIST SERTA HUBUNGAN ILMU
DAKWAH DENGAN ILMU LAINNYA” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Ilmu Dakwah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang ”HUKUM DAKWAH DALAM AL-
QURAN DAN HADIST SERTA HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU
LAINNYA” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada ayahanda Fajri S. dan ibunda
Hasniwati orang tua dari ananda Akhmad Farid, ayahanda Mulyadi dan ibunda
Nurmiah orang tua dari ananda Gusti Mulya Alamsyah dan ayahanda Sugeng Riyadi
dan ibunda Maryati orang tua dari ananda Rina Yuniawati yang telah mendidik,
merawat, menjaga, menasehati dan mensupport kami sedari kecil sampai saat ini
mereka juga selalu mendo’akan kami supaya kami menjadi orang yang berguna
dimasa yang akan datang. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada saudara-
saudari kami yang selalu mensupport, membantu, memberikan solusi, dan
memberikan nasehat kepada kami. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan,
keberkahan dan umur yang panjang kepada kedua orang tua dan saudara-saudari
kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Kaliandara Saputra Pulungan.,


SH., MH yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Dan kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami meminta kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 7 Oktober 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..........................................................................................................i

Daftar Isi ..................................................................................................................ii

BAB I : Pendahuluan ...............................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian........................................................................................2

BAB II : Pembahasan .............................................................................................. 3

A. Pengertian Hukum Dakwah........................................................................3

B. Hukum Dakwah dalah Al-Qur’an dan Hadits.............................................5

a. Hukum Dakwah dalam Al-Qur’an........................................................5

b. Hukum Dakwah dalam Hadits..............................................................8

C. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Keislaman.....................................10

D. Hubungan Ilmu Dakwah dengan Ilmu Komunikasi..................................14

BAB III : Penutup ...................................................................................................13

A. Kesimpulan ...............................................................................................13

Daftar Pustaka..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah memiliki kedudukan penting dalam kehidupan bermasyarakat, secara


hukum dakwah menjadi suatu kewajiban yang di emban oleh setiap pribadi muslim.
Ada banyak dalil yang bisa dijadikan rujukan yang mendungkun pernyataan tentang
kewajiban melaksanakan tugas dakwah ini, baik dari Al-Qur’an maupun dari Hadits
Nabi ‫ﷺ‬, diantaranya dalil sebagai berikut, surat An-Nahl 125, yang berbunyi :

‫ َو‬C ُ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗ ُن اِ َّن َربَّكَ ه‬ َ ِّ‫ع اِ ٰلى َسبِ ْي ِل َرب‬
ُ ‫اُ ْد‬
َ‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوهُ َو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْين‬َ ‫اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran


yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”1

Dalam perspektif dakwah, Al-Qur’an merupakan kitab rujukan pertama dan


paling utama, Al-Quran menyebutkan beberapa istilah penting yang menjadikan
konsep dasar dalam dakwah. Dalam

Kami sebagai pemakalah senantiasa bekerja sama untuk memuaskan


pertanyaan-pertanyaan yang mungkin saja sudah terlintas di benak teman-teman
sekalian. Seperti, siapa jalaluddin al-Sayuti?, apa metode yang digunakan dalam kitab
ini?, Bagaimana cara mengaplikasikan kitab ini untuk mencari hadis?.

Semoga karya ilmiyah ini dapat menambah wawasan kita bersama, bila
terdapat suatu kesalahan ataupun kekurangan kami selaku pemakalah mohon maaf.

1
Depertemen Agama RI, Al-Qur,an Dan Terjemahnya, (Bandung :PT.Syaamil Cipta
Media : 2005), h. 421
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hukum dakwah alam Al-Qur’an dan Hadits


2. Apa hukum dakwah dalam Al-Qur’an dan Hadits
3. Apa hubungan ilmu dakwah dengan ilmu keislaman
4. Apa hubungan ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi
BAB I
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM DAKWAH

Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus
untuk berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT, akan
tetapi dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada
umat Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka
dakwah juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.

Mengenai hukum dakwah masih terjadi kontradiksi apakah jenis kewajiban


dakwah ditujukan kepada setiap individu atau kepada sekelompok manusia,
perbedaan pendapat tersebut disebabkan perbedaan pemahaman terhadap dalil naqli
(Alquran dan Hadis), dan karena kondisi pengetahuan dan kemampuan manusia yang
beragam dalam memahami Alquran.

Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena
hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang
maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan
dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan
Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrîm
(66) : 6, sebagai berikut:Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari apineraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nyakepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara


kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan
aktivitas dakwah,maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang
lainnya. Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat
Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.

Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka
dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai
kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut
ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara
menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak
aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa
dakwah hanya sekedaruntuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya
kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam
secara menyeluruh.

Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada semua umat Islam untuk


salingmengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai dengan
kemampuannya masing-masing, sehingga dalam perilaku yang baik sudah termasuk
dalam kategori berdakwah. Secara umum berdakwah atau dapat dikatakan
pengembangan masyarakat ada empat strategi yaitu:

1. The Growth Strategy (strategi pertumbuhan); dimaksudkan untuk mencapai


peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan
perkapita penduduk, produktivitas, sektor pertanian, permodalan serta
kesempatankerja yang diiringi kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di
pedesaan.

2. The Welfare Strategy (strategi kesejahteraan); pada dasarnya dimaksudkan


untukmemperbaiki kesejahteraan masyarakat.

3. The Responsive Strategy (strategi reaksi atau respon); dimaksudkan untuk


menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri dengan bantuan pihak
luar untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi dan sumber
yang relevan.

4. The Integrated or Holistic Strategy (strategi gabungan atau menyatukan) secara


sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur yang
diperlukan demi pencapaian tujuan.

Pihak yang mampu melakukan aktivitas dakwah dengan


memaksimalkankemampuan serta pengetahuan yang dimiliki, akan mendapatkan
kedudukan yang terhormat dari Allah SWT seperti yang tertera di dalam Alquran
surah Fuşşilat (41) : 33 sebagai berikut:

Artinya:“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yangmenyeru


kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:“Sesungguhnya aku
Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”

Dakwah pada hakikatnya merupakan proses perubahan dan perbaikan, yaitu


perubahan yang berazaskan cerminan dari nilai-nilai Islam, sehingga aktivitas
dakwah inherent [22] dengan sisi antropologi masyarakat sehingga dakwah harus
dapat berperansebagai pemandu perkembangan budaya masyarakat.

Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam
yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh
kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai
keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau
model yangdigunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat

B. HUKUM DAKWAH DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS

a. Hukun dakwah dalam Al-Qur’an

Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang secara implisit


menunjukkan suatu kewajiban melaksanakan dakwah, antara lain:
1. QS. An-Nahl : 125

‫ع اِ ٰلى َسبِي ِْل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَحْ َس ۗنُ اِ َّن َربَّكَ هُ َو‬ ُ ‫اُ ْد‬
َ‫ض َّل ع َْن َسبِ ْيلِ ٖه َوه َُو اَ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِد ْين‬
َ ‫اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.

Ayat di atas di samping memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah


sekaligus memberi tuntunan bagaimana cara-cara pelaksanaannya yakni
dengan cara yang baik yang sesuai dengan petunjuk agama

2. Q.S. Ali-Imran : 110

ْ‫ن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ ۗ َولَو‬Cَ ْ‫ف َوتَ ْنهَو‬ ِ ْ‫اس تَْأ ُمرُوْ نَ بِ ْال َم ْعرُو‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر اُ َّم ٍة اُ ْخ ِر َج‬
َ‫م ْال ٰف ِسقُوْ ن‬Cُ ُ‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُ ْم ۗ ِم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ َواَ ْكثَ ُره‬ِ ‫ٰا َمنَ اَ ْه ُل ْال ِك ٰت‬

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Abli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang orang yang fasik.”
Pada ayat di atas ditegaskan bahwa umat Muhammad (umat Islam) adalah
umat yang terbaik dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya. Kelebihan di
atas disebabkan umat Islam memiliki tiga ciri sekaligus tugas pokok, yaitu:

a. Beramr ma'ruf (mengajak kepada kebaikan).

b. Bernahi Munkar (mencegah kemunkaran).

c. Beriman kepada Allah untuk landasan utama bagi segalanya.

Dengan demikian manakala tiga ciri utama dalam kehidupan umat manusia di
atas ditinggalkan, maka lepaslah predikat Khairu Ummah (umat terbaik) dari
umat Islam. Sebaliknya, jika umat Islam memegang teguh dan mengamalkan
ketiga ciri dan tugas utama di atas, maka umat Islam tetap berpredikat Khairur
Ummat.

Pada ayat di atas dengan tegas dikatakan bahwa orang-orang yang


melaksanakan amr ma'ruf dan nahi munkar akan selalu mendapatkan
keridhaan Allah karena berarti mereka telah menyampaikan ajaran Islam
kepada manusia dan meluruskan perbuatan yang tidak benar kepada akidah
dan akhlaq Islamiah.

3. Al-Maidah : 78-79

َ ِ‫ان د َٗاو َد َو ِع ْي َسى ا ْب ِن َمرْ يَ َم ٰۗذل‬ ۤ ۢ


‫َصوْ ا‬
َ ‫ك بِ َما ع‬ ِ ‫لُ ِعنَ الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا ِم ْن بَنِ ْٓي اِ ْس َرا ِء ْي َل ع َٰلى لِ َس‬
َ‫س َما َكانُوْ ا يَ ْف َعلُوْ ن‬َ ‫ َكانُوْ ا اَل يَتَنَاهَوْ نَ ع َْن ُّم ْن َك ٍر فَ َعلُوْ ۗهُ لَبِْئ‬79 َ‫َّو َكانُوْ ا يَ ْعتَ ُدوْ ن‬

Artinya: “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan
(ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling mencegah
perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa
yang mereka perbuat.
Kemaksiatan atau kemunkaran adalah penyakit yang sangat membahayakan
bagi individu dan keutuhan tatanan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
kemunkaran harus sedapat mungkin dicegah dan dihapuskan secara dini oleh
umat manusia.

Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa sebab-sebab dilaknatnya kaum kafir dari
Bani Israil adalah karena mereka berpangku tangan dan membiarkan
kemaksiatan itu merajalela. Umat Islam itu akan terkena hukuman yang
serupa kalau mereka acuh tak acuh terhadap kemaksiatan seperti sikap Bani
Israil di atas.

Masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk
berdakwah dengan janji-janji pahala dan surga bagi mereka yang
melaksanakan amr ma'ruf nahi munkar.

b. Hukum dakwah dalam Hadits

Di samping ayat-ayat al-Qur'an, banyak juga hadits nabi yang mewajibkan


umatnya untuk amr ma'ruf nahi munkar, antara lain;

1. Hadits Riwayat Imam Muslim; "Dari Abi Sa'id Al Khudhariyi ra. berkata;
Aku telah mendengar Rasulullah bersabda; Barang siapa di antara kamu
melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya
(dengan kekuatan atau kekerasan); jika ia tidak sanggup dengan demikian
(sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka dengan lidahnya: dan
jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan
dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)

Selemah-lemahnya keadaan seseorang, setidak-tidaknya ia masih tetap


berkewajiban menolak kemunkaran dengan hatinya, kalau ia masih dianggap
Allah sebagai orang yang masih memiliki iman. Penolakan kemungkaran
dengan hati tempat bertahan yang minimal, benteng penghabisan tempat
berdiri.2

2. Hadits Riwayat Imam Tirmizi; Dari Khudzaifah ra. dari Nabi bersabda,
"Demi Dzat yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada
kebaikan dan haruslah kamu mencegah perbuatan yang munkar, atau Allah
akan menurunkan siksa-Nya kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya di
mana Allah tidak akan mengabulkan permohonanmu". (HR. Imam Tirmidzi)

Kedua hadits di atas yang didahului dengan sumpah nabi menunjukkan bahwa
hanya ada dua alternatif bagi umat Islam. Berbuat amr ma'ruf atau nahi
munkar atau kalau tidak mereka akan mendapat malapetaka dan siksa dari
Allah serta Allah tidak lagi menghiraukan permohonan mereka, karena
mereka telah dianggap Allah sebagai umat yang telah mengabaikan tugas
agama yang sangat esensi. Lebih jauh, perlu diingat jika Allah telah murka
kepada umat yang membiarkan kemunkaran, maka yang kena siksa bukan
orang perorangan tetapi umat secara keseluruhan. Firman Allah dalam surah
al-Anfal ayat 25:

‫هّٰللا‬ َّ ‫ص ْيبَ َّن الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُموْ ا ِم ْن ُك ْم خ َۤا‬


ِ ‫صةً ۚ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ ِ ُ‫َواتَّقُوْ ا فِ ْتنَةً اَّل ت‬

Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat
keras siksa-Nya.”

C. HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU KEISLAMAN


2
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, (Semarang, Ramadani, 1984), h. 113
1. Ilmu Tafsir

Tafsir ialah mensyarahkan Al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan apa yang


dikehendakinya dengan nasahnya atau dengan isyaratnya, atau dengan najuannya.
Beberapa pendapat tentang tafsir :

Menurut pendapat As Zarkasi dalam Al-Burhan :

Tafsir itu ialah menerangkan ma’na ma;na Al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-
hukumnya dan hikmah-hikmahnya.

· Menurut pendapat As Shahibut Taujih, Asy Syikh al Jazairi :

Tafsir pada hakekatnya ialah mensyarahkan lafadh yang sukar dipahamkan oleh
pendengar dengan uraian yang menjelaskan maqsud. Yang demikian itu adakalanya
dengan menyebut murodifnya, atau yang mendekatinya, atau ia mempunyai
pewtunjuk kepadanya melalui sesuatu jalan adalah (petunjuk).

· Menurut pendapat Al-Jurjany :

Tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Pada istilah syara’ ialah
menjelaskan makna ayat, urusannya, kisah-kisahnya dan sebab karenanya diturunkan
ayat, dengan lafadh yang menunjuk kepadanya secara terang.

Hubungan tafsir dengan ilmu dakwah adalah Dengan adanya mempelajari


ilmu Tafsir dapatlah mengetahui isi yang terkandung dalam Al-Qur’an, dan lebih
mudah untuk disampaikan kepada orang-orang. Bagi seorang da’i sangat
membutuhkan ilmu tafsir yang mana pada ilmu tersebut banyak terkandung beberapa
percikan ilmu pengetahuan penting untuk menjadi bahan bicara seorang da’i.

2. Ilmu Hadits

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum
dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-
Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Qur'an.

Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi
hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu
Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah. Disini
akan menjelaskan sedikit tentang jenis-jenis hadits yaitu :

A. Hadits Mutawatir

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad
yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat
dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam
itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu
hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:

1. Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.

2. Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada


kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.

3. Perawi terdapat pada semua generasi yang sama.

B. Hadits Ahad

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para
ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits
Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga
macam, yaitu:

a) Hadits Shahih

Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung


sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya)
hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut :

1. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.

2. Harus bersambung sanadnya

3. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.


4. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)

5. Tidak syadz

6. Tidak cacat walaupun tersembunyi.

b) Hadits Hasan

Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan


perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.

c) Hadits Dha'if

Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh


orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.

Hubungan hadits dengan ilmu dakwah adalah didalam kandungan hadits juga
banyak mendapat dalil-dalil tentang materi pembahasan yang disampaikan oleh
seorang da’i, karena seorang da’i harus mampu menguasai beberapa hadits untuk
dijadikan sebagai pedoman dalam penyampainya.

3. Fiqh

Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :

“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami


pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa :78)

Dan sabda Rasulullah Saw :

Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan


tanda akan kepahamannya. (Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)

Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:

1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan


dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama),
yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an
dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.

2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut
bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang
ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh,
ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah
untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung
dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun,
kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya)

Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya meliputi


semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan
masyarakat.

Maka disanalah terdapat hubungan antara fiqh dengan ilmu dakwah, kerena dalam
dakwah harus memecahkan satu persatu, tentang hukum-hukum fiqh yang merupakan
kebutuhan manusia dalam beramal kepada Allah.

4. Filsafah

Falsafah ialah satu disiplin yang mengusahakan kebenaran yang umum dan
asas. Perkataan falsafah dalam bahasa Melayu berasal daripada bahasa Arab ‫فلسفة‬
yang juga berasal daripada perkataan yunani philosophia, yang bermaksud "cinta
kepada hikmah"

Secara umumnya, falsafah mempunyai ciri-ciri seperti berikut:

a. Merupakan satu usaha pemikiran yang tuntas

b. Tujannya adalah untuk mendapatkan kebenaran

Hubungan falsafah dengan ilmu dakwah, yaitu sama-sama memiliki ciri atau
pemikiran seorang da’i dalam menuntaskan sesuatu dan menegakkan kebenaran.

5. Nahu dan Saraf

Ilmu nahu ialah suatu ilmu dengan mempunyai kaidah-kaidah yang bisa
diketahui olehnya setiap bentuk kalimah bahasa arab hal-hal ihwalnya, baik pada kata
demi kata, maupun pada susunan kalimatnya.

Ilmu Saraf adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang peraturan dan
undang-undang dalam penetapan kalimat-kalimat dalam bahasa arab.

Ilmu nahu dan saraf sangat penting kedudukanya, bahkan jadi dasar bagi setiap orang
yang akan memahami bahasa arab. Kita tahu bahwa, pada setiap bahasa menjadi cara
pemakaiyan yang tersendiri, termasuk didalamnya bahsa arab.Alat pertama untuk
dasar mempelajari dan memahami kaidahnya, adalah ilmu nahu.
Dengan jalan memmplajari ilmu nahu walaupun masih memerlukan ilmu-ilmu
lannya.Al-quran dan Al-Hadits sebagai pokok dasar utama pegangan ummat islam
dan ilmu-ilmu lainnya yang berhubungannya, kebiasaan dan kebanyakan di susun
oleh para ulama islam dalam bahasa arab.

D. Hubungan Dakwah dan Komunikasi

Hubungan dakwah dan komunikasi dapat dilihat dari suatu proses yang
melibatkan beberapa unsur yang terkait, yang meliputi dai sebagai subyek, mad’u
sebagai obyek, pesan atau materi, sarana atau media, dan metode. Sedangkan dalam
istilah komunikasi juga meliputi beberapa unsur yang mesti ada yaitu, komunikator,
komunikan, materi, metode dan media.

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi adalah


bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak ia dilahirkan, seorang
bayi laki-laki di adzankan oleh ayahnya dan sudah berkomunikasi dengan
lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda
komunikasi. 3

Dari pengertian di atas, secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa


dakwah adalah kegiatan untuk mengkomunikasikan kebenaran ilahiah (agama Islam)
yang diyakininya kepada pihak lain. Komunikasi ajaran itu dilakukan sebagai upaya
mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku Islami.

Sementara itu komunikasi adalah aktivitas pengiriman dan penerimaan pesan


yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, dan berlangsung dalam sebuah konteks,
dan mengharapkan adanya efek. Komunikasi juga merupakan suatu transaksi, proses
simbolik yang memungkinkan setiap individu berhubungan satu sama lain dan saling
mengatur lingkungannya. Ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan dengan
komunikasi, seperti memantapkan hubungan kemanusiaan, memperteguh sikap dan
perilaku orang lain, maupun mengubah sikap dan perilaku orang lain.

3
Widjaja, A.W, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm: 12
Dengan demikian jelas bahwa ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi ada
hubungan dan kaitan. Dimana jika dilihat dari segi proses, dakwah tiada lain adalah
komunikasi ajaran Islam, di mana da’i menyampaikan pesan ajaran Islam melalui
lambang-lambang kepada mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan
kemudian meresponnya. Dalam prosesnya terjadi transmisi pesan oleh da’i dan
interpretasi pesan oleh mad’u (objek dakwah). Proses transmisi dan interpretasi
tersebut tentunya mengharapkan terjadinya effects berupa perubahan kepercayaan,
sikap dan tingkah-laku mad’u ke arah yang lebih baik, lebih Islami.4

Adapun hal-hal yang mempererat dakwah dan komunikasi adalah seorang


komunikan atau dalam dakwah disebut Da’i harus terampil, kaya akan ide-ide dan
memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk mencapai keberhasilan, komunikator
atau Da’i harus memiliki tiga hal penting, yakni:

1. Kredibilitas atau kepercayaan diri yang tinggi. Baik dari sisi karakter, emosi
diri yang terkendali, maupun kemampuan berargumentasi. Ini merupakan hal
yang paling bagi seorang komunikator ataupun Da’i.
2. Daya tarik seperti dalam kesamaan bahasa atau daerah, disukai, populer,
kamampuan mengolah, atau mengemas materi pembahasan.
3. Kekuatan. Yakni memiliki pengaruh yang besar dan luas5

Dalam berkomunikasi dan berdakwah, seorang komunikator atau Da’i harus


mengetahui siapa yang menjadi komunikan atau Mad’unya agar mencapai hasil yang
maksimal. Pengenalan terhadap komunikan menjadi amat penting dalam menentukan
kemasan penyampaian pesan dakwah, waktu yang digunakan, gaya apa yang
dilakukan, isitilah apa yang digunakan, melalui media apa hingga pakaian apa yang
digunakan.6

4
Ali Abdul Halim, DR, Prof, Fiqhud Dakwah Al-fardiyah, (Jakarta: Gema Insani, 1995) hlm: 47
5
Ahmad Yani, Drs, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, (Jakarta: Al-Qalam, 2008) hlm: 31
6
H. Ahmad Yani, Drs, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, (Jakarta: Al-Qalam, 2008) hlm: 33
DAFTAR PUSTAKA

Ali Abdul Halim, DR, Prof,1995, Fiqhud Dakwah Al-fardiyah, Jakarta: Gema
Insani

H. Ahmad Yani, Drs, 2008, Bekal Menjadi Khatib dab Mubaliq, Jakarta:
AlQalam, 2008.

Widjaja, A.W, 2000, Ilmu Komunikasi, Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai