Anda di halaman 1dari 8

Nama : Imam Firdaus

Nim : 12030215113

Kelas : Tiga (III) D

Matkul : Tahfidz Hadist

Tugas : Syarah Hadist Sesi 5

Dosen Pengampu : M.Hanafi, Lc M,sy

‫األحاديث األحكام‬
‫ صفة صالة الجماعة‬: ‫الحديث الثالث عشرة‬
‫َوع َْن أَبِي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه‬
‫ّللَا صلى هللا عليه وسلم (إِنه َما ُج ِع َل ا َ ْ ِْل َما ُم‬ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل َ ه‬:َ‫قَال‬
‫ َو ََل تُكَبِ ُروا َحتهى‬,‫ فَ ِإذَا َكبه َر فَكَبِ ُروا‬,‫ِليُ ْؤت َ هم بِ ِه‬
‫ َو ََل ت َ ْر َكعُوا َحتهى يَ ْر َك َع‬,‫ار َكعُوا‬ْ َ‫ َوإِذَا َر َك َع ف‬,‫يُكَبِ َر‬,
‫ اَلله ُه هم َربهنَا‬:‫ فَقُولُوا‬,ُ‫ّللَاُ ِل َم ْن ح َِم َده‬ َ ‫َوإِذَا قَا َل‬
‫س ِم َع َ ه‬
ْ ‫س َج َد فَا‬
ْ َ ‫ َو ََل ت‬,‫س ُجدُوا‬
ْ َ‫س ُجدُوا َحتهى ي‬
‫س ُج َد‬ َ ‫ َوإِذَا‬,ُ‫لَكَ ا َ ْلح َْمد‬,
ُ ‫صلُّوا قُعُودًا أَجْ َم ِعينَ ) َر َواهُ أَبُود‬
‫َاود‬ َ َ‫صلهى قَا ِعدًا ف‬
َ ‫ َوإِذَا‬,‫صلُّوا قِيَا ًما‬
َ َ‫صلهى قَائِ ًما ف‬
َ ‫َوإِذَا‬

Hadist yang Ketiga Belas – Shifat Sholat Jama’ah

Artinya ; Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia telah
bertakbir, bertakbirlah kalian dan jangan bertakbir sebelum ia bertakbir. Apabila ia telah
ruku', maka ruku'lah kalian dan jangan ruku' sebelum ia ruku'. Apabila ia mengucapkan
sami'allaahuliman hamidah maka ucapkanlah allaahumma rabbanaa lakal hamdu. Apabila
ia telah sujud, sujudlah kalian dan jangan sujud sebelum ia sujud. Apabila ia sholat berdiri
maka sholatlah kalian dengan berdiri dan apabila ia sholat dengan duduk maka sholatlah
kalian semua dengan duduk." (HR. Abu Dawud)

Syarah dan Faedah Hadist


1.Wajibnya mengikuti imam, karena imam adalah panutan dalam semua gerakan perpindahan
shalat serta semua perbuatan dan bacaan shalat. Jadi, tidak boleh menyelisihi imam.
2.Yang Afdhal, gerakan makmum dilakukan setelah gerakan imam, sehingga makmum
mengikuti imam. Jadi, makmum tidak boleh menyelisihi imam ketika berpindah dari satu
rukun ke rukun berikutnya; demikian ini karena ditunjukkan oleh hadits ini mengenai
perpindahan gerakan imam dan makmum dengan kata "fa" (maka), ini menunjukkan urutan
dan mengikuti.
3.Mendahului imam hukumnya haram. Bila dilakukan dengan sengaja maka
shalatnya batal. Mengenai rincian ini insya Allah akan dipaparkan.
4.Ketinggalan gerakan sama hukumnya dengan mendahuluinya. Tindakan
ini tidak boleh. 5. Yang disyariatkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian adalah
mengucapkan, "Sami'allaahu liman hamidah" ketika bangkit dari ruku. Namun ucapan ini
tidak disyariatkan bagi makmum.
6.Dari hadits ini dapat disimpulkan, bahwa kondisi makmum terbagi empat:
Pertama Mendahului imam; ini hukumnya haram bila dilakukan dengan sengaja. Perbuatan
ini membatalkan shalat, menurut pendapat yang kuat. Bila mendahuluinya dalam takbiratul
ihram maka shalatnya tidak sah.
Kedua. Makmum bersamaan dengan imam dalam ucapan dan gerakan perpindahan antar
rukun. Ini hukumnya makruh. Bahkan sebagian ulama mengharamkannya. Namun tidak
membatalkan shalat, kecuali bila terjadi pada takbiratul ihram.
Ketiga. Tertinggal gerakannya. Ketertinggalan ini sama hukumnya dengan mendahului.
Keempat Mengikuti imam dalam ucapan dan perbuatan. Inilah yang disyariatkan, yaitu yang
ditunjukkan oleh hadits ini. Berurutannya perbuatan makmum setelah perbuatan imam,
ditunjukkan oleh kata "fa" (maka) yang berfungsi untuk mengurutkan dan mengikutkan.
7.Sabda beliau, "Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti." Al I'timaam artinya,
meniru dan mengikuti. Orang yang mengikuti tidak
boleh mendahului orang yang diikutinya dan tidak boleh bersamaan
dengannya, tapi harus setelahnya.
8. Yang disyariatkan bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian setelah bangkit
dari ruku adalah membaca "Rabbanaa walakal hamdu...." Adapun ucapan, "Sami'allaahu
liman hamidah" adalah ucapan imam (dan orang yang shalat sendirian, ketika bangkit dari
ruku). Sedangkan bacaan, "rabbana walakal hamdu" sesuai pula digunakan untuk semua
(yakni: imam dan orang yang shalat sendirian).
9. Bila seorang imam tetap mengimami shalat sambil duduk karena ada udzur, maka
termasuk kesempurnaan shalat, hendaknya makmum juga meniru dan mengikuti imam
(sambil duduk) walaupun tanpa ada udzur.
10. Syaikhul Islam mengatakan, "Hadits ini menunjukkan bahwa bila makmum berpendapat
disyariatkannya duduk istirahat secara muthlaq, sementara imam tidak berpendapat demikian,
maka makmum harus mengikuti imam, sehingga ia tidak melakukan 'duduk istirahat'. Dan
sebaliknya, bila imam berpendapat demikian sementara makmum tidak, maka ia pun duduk
(melakukan 'duduk istirahat). Ini semua dalam rangka merealisasikan muttaba'ah (mengikuti
imam)."
11. Madzhab Imam Ahmad, "Tidak sah imamah-nya orang yang tidak mampu berdiri kecuali
untuk orang yang sama (yakni sama-sama tidak mampu berdiri), kecuali imam tetap (rutin).
Bila ia sedang tidak mampu berdiri karena penyakit yang diharap bisa sembuh, maka shalat
makmum sah, dan makmum dianjurkan shalat di belakangnya sambil duduk, walaupun
mereka mampu berdiri. Bila imam memulai shalat sambil berdiri, lalu di pertengahan shalat
ia tidak mampu berdiri, maka makmum di belakangnya wajib melaksanakannya dengan
berdiri."
12. Para ulama sepakat tentang haramnya makmum mendahului imamnya. Namun mereka
berbeda pendapat tentang batal tidaknya shalat makmum karena mendahului imam: Jumhur
ulama berpendapat, "Itu tidak membatalkan shalatnya." Imam Ahmad berpendapat, "Orang
yang mendahului imamnya dengan satu rukun, misalnya; ruku dan sujud, maka ia harus
kembali (ke posisi semula) untuk kemudian melakukannya setelah gerakan imam. Jika iatidak
kembali (ke posisi semula) dengan sengaja sampai tersusul oleh imam, maka shalatnya
batal."
13. Syaikh Taqiyyuddin juga mengatakan, "Para imam (ulama) telah sepakat tentang
haramnya mendahului imam dengan sengaja. Dan, apakah itu membatalkan shalat? Ada dua
pendapat mengenai ini dalam madzhab Ahmad dan yang lainnya, dan banyak hadits dari Nabi
SAW yang menyinggung masalah ini. Mereka juga telah sepakat bahwa hal itu tidak
membatalkan shalat bila dilakukan karena lupa, hanya saja ia tidak boleh membiasakan
mendahului imamnya; karena dengan begitu sesungguhnya ia melakukannya bukan pada
tempatnya. Alasan tidak batalnya: karena mendahului imam akibat lupa adalah; Bahwa itu
merupakan tambahan terhadap materi shalat yang terjadi karena lupa, bukan karena sengaja."
Syaikh Taqiyyuddin juga menambahkan, "Yang benar adalah yang disebutkan oleh Imam
Ahmad dalam risalah-nya, bahwa mendahului imam secara sengaja membatalkan shalat;
karena ancaman itu berkonotasi larangan, sedangkan larangan mengindikasikan kerusakan."
14. Hadits ini sebagai hujjah, bahwa makmum tidak boleh menggabungkan tasmi' (ucapan
"sami 'allaahu liman hamidah") dengan tahmid (bacaan "rabbanaa walakal hamd") ketika
bangkit dari ruku. Ini menurut madzhab Hanafi dan Hambali. Yang boleh menggabungkan
keduanya adalah imam dan orang yang shalat sendirian.
Lain lagi menurut madzhab Syafi'i. Mereka berpendapat bolehnya menggabungkan keduanya,
berdasarkan keterangan yang tedapat di dalam riwayat Muslim (476): "Bahwa apabila Nabi
SAW bangkit dari ruku, beliau mengucapkan, "Sami'allaahu liman hamidah. Rabbanaa
walakal hamd" sementara beliau juga bersabda, "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat."
Ibnu Abdil Bar mengatakan, "Aku tidak menemukan adanya perbedaan pendapat mengenai
orang yang shalat sendirian yang mengucapkan, Sami'allaahu liman hamidah. Rabbanaa
walakal hamd."
Ibnu Hajar mengatakan, "Adapun imam, ia ber-tasmi' (mengucapkan sami'allaahu liman
hamidah dan ber-tahmid (mengucapkan Rabbanaa walakal hamd yakni menggabungkan
keduanya; berdasarkan keterangan pasti yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Nabi SAW
menggabungkakeduanya.
15. Ucapan "Sami'allaahu liman hamidah" posisinya ketika bangkit dari ruku, sedangkan
ucapan "Rabbanaa walakal hamd" posisinya setelah i'tidal dari ruku (ketika berdiri tegak
setelah bangkit ruku).
16. Takbirnya makmun setelah takbirnya imam tanpa adanya keterlambatan; baik itu
takbiratul ihram atau takbir-takbir perpindahan rukun. Jika takbirnya bersamaan -yakni
takbirnya imam dan makmum bersamaan-; bila itu terjadi pada takbiratul ihram maka shalat
makmum batal, dan bila itu terjadi pada takbir-takbir perpindahan antar rukun maka
hukumnya makruh.
17. Gerakan-gerakan shalat yang tidak disebutkan diqiyaskan dengan yang telah disebutkan
di sini. Karena redaksi sabda beliau, "Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti
statusnya dalam kalimat sebagai partikel pencakupan, sehingga mencakup semua gerakan
shalat.
18. Yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, "Tidak sah bermakmum kepada orang yang
shalat sunnah (yakni makmum melakukan shalat fardhu, sementara imam melakukan shalat
sunnah). Juga tidak sah or ang yang shalat Zhuhur bermakmum kepada orang yang shalat
Ashar, atau sebaliknya. Tidak sah orang yang melakukan suatu shalat fardhu bermakmum
kepada orang yang melakukan shalat fardhu yang berbeda, baik berbeda waktunya maupun
namanya; hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, 'Maka janganlah kalian menyelisihi"."
Riwayat lainnya dari Imam Ahmad adalah sahnya shalat yang demikian. Dan ini merupakan
pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ia membolehkah seseorang shalat di belakang orang
lain (yakni bermakmum), walaupun berbeda niat dan perbuatan. Jadi, orang yang shalat Isya
boleh bermakmum kepada orang yang shalat Maghrib, ketika imam salam, makmum (tidak
ikut salam) tapi berdiri lagi untuk melakukan rakaat keempat. Adapun orang yang shalat
Maghrib dengan bermakmum kepada orang yang shalat Isya, maka ia boleh memilih: (setelah
tiga rakaat ia duduk) dan menunggu sampai imamnya tasyahhudlalu salam setelahnya; atau
meniatkan shalat sendiri (setelah selesai tiga rakaat) dan mengucapkan salam sebelum imam
salam.

wanan merupunun puan Syainn a tu ayan. a membolehkah seseorang shalat di belakang orang
lain (yakni bermakmum), walaupun berbeda niat dan perbuatan. Jadi, orang yang shalat Isya
boleh bermakmum kepada orang yang shalat Maghrib, ketika imam salam, makmum (tidak
ikut salam) tapi berdiri lagi untuk melakukan rakaat keempat. Adapun orang yang shalat
Maghrib dengan bermakmum kepada orang yang shalat Isya, maka ia boleh memilih: (setelah
tiga rakaat ia duduk) dan menunggu sampai imamnya tasyahhud lalu salam setelahnya; atau
meniatkan shalat sendiri (setelah selesai tiga rakaat) dan mengucapkan salam sebelum imam
salam. Begitu juga bila orang yang shalat Isya bermakmum kepada orang yang shalat tarawih.
Bila imam salam setelah dua rakaat, maka ia (tidak ikut salam) tapi berdiri lagi untuk
menambah dua rakaat yang tersisa.
19. Keumuman hadits ini melarang makmum menyelisihi imam, termasuk niatnya; maka
imam tidak boleh meniatkan shalat fardhu untuk mengimami orang yang shalat sunnah,
demikian juga sebaliknya. Namun hadits Mu'adz mengkhususkan hadits ini dalam hal
perbedaan niat, yang mana Mu'adz telah melaksanakan shalat fardhu bersama Nabi SAW,
kemudian pergi kepada kaumnya lalu mengimami mereka dalam shalat tersebut, sehingga
shalatnya Mu'adz (ketika mengimami kaumnya) adalah sunnah baginya, sedangkan bagi
kaumnya adalah fardhu.
20. Syaikhul Islam mengatakan, "Mendahului imam hukumnya haram menurut kesepakatan
para imam (ulama). Maka tidak seorang pun yang boleh ruku sebelum imamnya, tidak pula
bangkit dari ruku sebelumnya, dan tidak pula sujud sebelumnya. Banyak sekali hadits Nabi
SAW yang menyinggung masalah ini; karena orang yang bermakmum itu seharusnya
mengikuti imamnya, sehingga tidak boleh mendahului orang yang diikutinya. Adapun
1
tentang batalnya shalat makmum yang mendahului imam, ada dua pendapat ulama yang
sudah diketahu. 2
‫ صالة المسافر‬: ‫الحديث الرابع عشرة‬
‫ع ْنهَا‬ ‫;وع َْن عَائِشَةَ َر ِض َي َ ه‬
َ ُ‫ّللَا‬ َ (
‫سفَ ِر َويُتِ ُّم‬ ُ ‫أَنه اَلنه ِب هي صلى هللا عليه وسلم كَانَ يَ ْق‬,
‫ص ُر فِي اَل ه‬
‫هارقُ ْطنِ ُّي‬
َ ‫صو ُم َويُ ْف ِط ُر ) َر َواهُ اَلد‬
ُ َ‫َوي‬

Hadist Yang Ke-empat Belas – Sholat Bagi Musafir


Artinya ; Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
adakalanya mengqashar sholat dalam perjalanan dan adakalanya tidak, kadangkala puasa
dan kadangkala tidak. (HR. Daruquthni)

Syarah Dan Faedah Hadist


1. Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah SAW biasa meng-gashar shalat yang 4
rakaat (menjadi 2 rakaat ketika bepergian) dan menyempunakannya (4 rakaat ketika berada di
tempat); dan jika beliau berpuasa ketika bepergian, maka beliau pun biasa berbuka, dimana
keduanya adalah rukhshah, yang terkadang beliau melakukan keduanya dan terkadang pula
beliau tidak melakukan keduanya.
2. Riwayat kedua berkaitan dengan hadits tersebut; bahwa Aisyah RA biasa melakukan hal
tersebut, dimana terkadang ia mengambil rukhshah tersebut dan terkadang pula ia tidak
mengambilnya, dan la mengemukakan alasan, bahwa puasa tidak memberatkannya dan tidak
pula shalat 4 rakaat, dimana penyebab dibolehkannya rukhshah ketika bepergian umumnya
adalah kesulitan (kepayahan).
3. Hadits tersebut dha'if sekali. Ibnul Qayyim berkata: Aku mendengar Syaikhul Islam
berkata; Hal itu adalah suatu kebohongan terhadap Rasulullah SAW. Sedangkan dalam hadits
yang diriwayatkan dari Aisyah RA terdapat tambahan; bahwa ia pergi bersama Nabi SAW
dari Madinah ke Makkah, kemudian ia berkata, "Wahai Rasulallah, demi bapakku, Engkau
dan ibuku; bahwa ketika bepergian terkadang aku meng-qashar shalat dan terkadang pula aku
menyempurnakannya, terkadang aku berbuka dan terkadang pula aku berpuasa." Nabi SAW
bersabda:

1
Syarah Bulughul Maram, Cetakan Kedua,Ditulis oleh penulis Tahun 1414 H, Syaikh Abdurrahman Al-Bassam,
Penerbit Pustaka AZZAM, Jilid Kedua, 1 ; 482-485.
‫أحسنت يا عائشة‬
"Tindakanmu itu sangat baik (tepat) wahai Aisyah."

Syaikh Ibnu Taimiyah menambahakan, "Guru kami berkata; Hal itu adalah suatu kebatilan,
karena tidaklah mungkin Ummul Mukminin menentang perbuatan Rasulullah SAW dan
semua sahabatnya, sehingga ia mengerjakan shalat yang berbeda dengan shalat mereka."
4. Syaikhul Islam berkata, "Kaum muslim mengutip secara mutawatir, bahwa

Nabi SAW tidak shalat ketika bepergian kecuali 2 rakaat, dan tidak dikutip darinya; bahwa
beliau menyempunakan shalat yang 4 rakaat". Ibnul Qayyim berkata, "Tidaklah ditemukan
riwayat yang menjelaskan, bahwa Nabi SAW. menyempunakan shalat yang 4 rakaat. Juga
dalam riwayat Bukhati (1102) dan Muslim (689) dari haditsnya Ibnu Umar, seraya berkata:

‫ وأبا بكر و عمر كذلك‬،‫ وكان ال يزيد في السفر على ركعتين‬، ‫صحبت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬.

"Aku pernah menemani Rasulullah SAW, dan beliau tidak menambahi

shalat lebih dari 2 rakaat saat bepergian. Begitu juga dengan Abu Bakar dan Umar."

Al Khathabi berkata, "Mayoritas dari madzhab ulama salaf dan sejumlah ahli fikih dari
sejumlah kota telah menetapkan; bahwa meng-qasharshalat disyariatkan ketika bepergian,
maka atas dasar itulah; kaum muslim boleh meng-qashar shalat ketika bepergian, dan mereka
berbeda pendapat perihal kebolehan menyempurnakan shalat ketika bepergian, karena Nabi
SAW juga biasa melakukannya dan tidak ada seorang perawi pun yang telah meriwayatkan
dari Nabi SAW yang menjelaskan bahwa beliau senantiasa melakukan shalat 4 rakaat."3

‫ صالة الجمعة‬: ‫الحديث الخامس عشرة‬


‫ َوأ َ ِبي‬,‫ع َم َر‬ ِ ‫ع ْب ِد َ ه‬
ُ ‫ّللَا ب ِْن‬ َ ‫ع َْن‬
ِ ‫سو َل َ ه‬
‫ّللَا صلى‬ ُ ‫س ِم َعا َر‬ َ ‫ ( أَنه ُه َما‬,‫ع ْن ُه ْم‬ ‫ه َُري َْر َة َر ِض َي َ ه‬
َ ُ‫ّللَا‬
‫ "لَ َي ْنت َ ِه َينه‬-‫علَى أَع َْوا ِد ِم ْن َب ِر ِه‬ َ - ‫هللا عليه وسلم َيقُو ُل‬

2
Syarah Bulughul Maram, Cetakan Kedua,Ditulis oleh penulis Tahun 1414 H, Syaikh Abdurrahman Al-Bassam,
Penerbit Pustaka AZZAM, Jilid Kedua,
‫علَى‬ ‫ أ َ ْو لَيَ ْختِ َمنه َ ه‬,ِ‫أ َ ْق َوا ٌم ع َْن َو ْد ِع ِه ُم ا َ ْل ُج ُمعَات‬
َ ُ‫ّللَا‬
ْ ‫ ث ُ هم لَيَكُونُنه ِمنَ ا َ ْلغَافِ ِلينَ ) َر َواهُ ُم‬,‫قُلُوبِ ِه ْم‬
‫س ِل ٌم‬

Hadist Yang kelima Belas-Tentang Sholat Jum’at

Artinya ; Abdullah Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa
mereka berdua mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda di atas kayu
mimbarnya: “Hendaknya orang-orang itu benar-benar berhenti meninggalkan sholat Jum’at,
atau Allah akan menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar termasuk orang-orang
yang lupa.” (HR. Muslim)

Syarah dan Fedah Hadist


Hadits ini merupakan ancaman yang paling besar dari meninggalkan shalat Jum'at dan
menggampangkannya. Di dalamnya ada khabar bahwa meninggalkannya merupakan sebab
yang paling besar bagi kehinaan. Kita telah mengetahui barangsiapa yang menggampangkan
shalat Jum'at dalam satu minggu sampai minggu berikutnya sampai kemudian ia diharamkan
menghadiri shalat Jum'at karena sebab kehinaan yang menyeluruh. Dan Ijma' telah ditetapkan
wajibnya shalat Jum'at secara mutlak. Mayoritas ulama mengatakan bahwa shalat Jum'at
adalah fardhu ain. Dalam Ma'alim As-Sunan disebutkan bahwa shalat Jum'at adalah fardhu
kifayah menurut para fuqaha. 4

3
Syarah Bulughul Maram, Cetakan Kedua,Ditulis oleh penulis Tahun 1414 H, Syaikh Abdurrahman Al-Bassam,
Penerbit Pustaka AZZAM, Jilid Kedua,

Anda mungkin juga menyukai