Anda di halaman 1dari 10

baca versi HP | view by date | top hits | bidang | total 7.794.

114 views

Keringanan Buat Orang Sakit Dalam Thaharah dan Shalat


Thu, 20 February 2014 04:30 - | Dibaca 3.997 kali | Bidang shalat

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Mohon maaf ustadz, saya ingin bertanya tentang masalah rukhshah syar'iyah atau keringanan masalah fiqih
bagi orang yang sedang menderita sakit dalam masalah menjalankan shalat.

Terima kasih sebelumnya,

Wassalam

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Orang yang menderita penyakit diberikan begitu banyak keringanan dalam hukum-hukum syariah. Nash
maupun As-Sunnah, banyak sekali mengandung penjelasan yang meringankan beban taklif bagi mereka

A. Dalam Masalah Thaharah

Dalam masalah thaharah yang menjadi syarat dari menjalankan shalat dan ibadah lainnya, ada keringan

1. Sait Membolehkan Tayammum

Salah satu penyebab dibolehkannya tayammum sebagai pengganti dari wudhu adalah tatkala seseorang
terdapat air, tetapi manakala seseorang sedang dalam keadaan tidak mungkin terkena air, dia boleh ber

Dalilnya adalah hadits berikut ini :


:




:


Dari Jabir radhiyallahuanhu berkata"Kami dalam perjalanan tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa b
dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya"Apakah kalian membolehkan aku bertayammum ?
menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air". Lalu mandila
mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu bersabdalah beliau"Mereka
memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu ? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah
...(HR. Abu Daud, Ad-Daruquthuny).
2. Mengusap Perban

Selain dibolehkan tayammum, orang yang sedang menderita luka pada kulit dan diperban, maka dia bol
tetapi cukup dengan mengusapkan tangannya yang basah. Artinya, lukanya tetap kering tidak kena air w

Hal itu dibenarkan bagi mereka yang sedang sakit, dengan dasar hadits Ali bin Abi Thalib berikut ini.



:

:

Ali bin Abi Thalib berkata,"Lenganku patah pada perang Uhud sehingga terjatuhlah bendera dari tangank
dengan tangan kiri, karena sesungguhnya dia (Ali) akan jadi pemegang bendera di dunia dan akhirat". L
ada perbannya?". Beliau SAW bersabda,"Cukup diusap di atasnya". (HR. Ibnu Majah).

B. Keringanan Dalam Shalat

Keringanan dalam mengerjakan shalat pun diberikan kepada orang sakit. Di antaranya dibolehkannya sh
kiblat, tidak ikut shalat Jumat dan Id, menjama' shalat dan lainnya.

1. Tidak Bisa Berdiri

Berdiri adalah rukun shalat, sehingga orang yang shalatnya tidak berdiri maka shalatnya tidak sah.

Namun khusus buat orang yang sakit dan tidak mampu berdiri dengan benar kecuali dengan bersandar,

Bila tidak mampu juga, maka dibolehkan shalat dengan tanpa berdiri, sehingga posisinya cukup dengan
sendiri, dibolehkan duduk sambil bersandar.

Dasarnya adalah hadits nabawi berikut ini :


Dari Imran bin Hushain berkata,Aku menderita wasir, maka aku bertanya kepada Rasulullah SAW. Belia
tidak bisa, maka shalatlah sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah di atas lambungmu. (HR. Bukhari)

2. Tidak Bisa Ruku'

Bagaimana bila seorang yang sakit tidak mampu melakukan gerakan dan posisi ruku?

Dalam hal ini ada dua pendapat, yaitu pendapat jumhur ulama dan pendapt Al-Hanafiyah.

a. Jumhur Ulama

Menurut jumhur ulama, orang yang tidak bisa melakukan gerakan atau berposisi ruku, dia harus berdiri
tetap berdiri.[1]

Dasarnya adalah hadits berikut ini :


Berdirilah untuk Allah dengan Khusyu

Maksudnya, bila orang sakit tidak mampu melakukan gerakan ruku, maka dia mengambil posisi dasar ya
mengangguk saja.

b. Mazhab Al-Hanafiyah

Namun menurut pendapat Al-Hanafiyah, orang yang tidak mampu melakukan gerakan ruku, secara otom
Sehingga dia shalat sambil duduk saja, rukunnya dengan cara mengangguk dalam posisi duduk, bukan d

3. Tidak Bisa Sujud

Posisi sujud adalah bagian dari rukun shalat yang apabila ditinggalkan akan membuat shalat itu menjadi
merupakan rukun shalat, sujud juga diperintahkan di dalam Al-Quran.

Ruku lah dan sujudlah (QS. Al-Hajj : 77)

Namun orang yang sakit dan tidak mampu untuk melakukan gerakan sujud, tentu tidak bisa dipaksa. Di
untuk sebisa-bisanya melakukan sujud, meski tidak sempurna.

Orang yang bisa berdiri tapi tidak bisa sujud, dia cukup membungkuk sedikit saja dengan badan masih d
berbaring, sambil menganggukkan kepala untuk sujud. Bila hal itu dilakukannya malah akan membatalk

Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :



Bila kamu mampu untuk sujud di atas tanah, maka lakukanlah. Namun bila tidak, maka anggukan kepal
(HR. Ath-Thabrani)

4. Tidak Bisa Menghadap Kiblat

Seseorang yang sedang menderita sakit tertentu sehingga tidak mampu berdiri atau duduk, maka dia te
Namun caranya memang agak berbeda-beda di antara para ulama.

Sebagian mengatakan bahwa caranya dengan berbaring miring, posisi bagian kanan tubuhnya ada di ba
dengan posisi mayat yang masuk ke liang lahat.

Dalilnya karena dalam pandangan mereka, yang dimaksud dengan menghadap kiblat harus dada dan bu
dada itu bisa menghadap kiblat. Dan caranya dengan shalat dengan posisi miring.

Dalil lainnya adalah sabda Rasulullah SAW sendiri yang memerintahkan untuk shalat di atas lambung.

Dasarnya adalah hadits nabawi berikut ini :



Dari Imran bin Hushain berkata,Aku menderita wasir, maka aku bertanya kepada Rasulullah SAW. Belia
tidak bisa, maka shalatlah sambil duduk. Kalau tidak bisa, shalatlah di atas lambungmu. (HR. Bukhari)

Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam menghadap kiblat ada
menghadap kiblat, maka dianggap posisi badannya sudah memenuhi syarat.

Maka orang yang sakit itu dalam posisi telentang dan kakinya membujur ke arah kiblat.

Namun akan jauh lebih baik bila badannya bisa sedikit dinaikkan dan bersender di bantal, karena baik da
kiblat. Umumnya ranjang di rumah sakit bisa ditinggikan di bagian kepala, maka ranjang seperti ini tentu

Adapun seseorang yang sakitnya amat parah sehingga tidak bisa lagi menggerakkan badan atau mengge
juga tidak ada yang membantunya untuk menggeserkan posisi shalat menghadap ke kiblat, maka dia bo

5. Tidak Wajib Ikut Shalat Jumat

Kewajiban untuk mengerjakan shalat Jumat menjadi gugur manakala seseorang punya udzur sakit.

Dalilnya antara lain adalah hadits berikut ini :

:


Orang yang mendengar panggilan, tidak ada yang bisa mencegahnya kecuali udzur. Seseorang bertanya
menjawab,"Rasa takut atau sakit". (HR. Abu Daud).

6. Kebolehan Menjama' Shalat

Dalam hal kebolehan menjama' shalat bagi orang sakit, ada sebagian ulama yang tidak memperbolehkan
membolehkan adanya shalat jama bagi orang yang sedang sakit.

a. Tidak Membolehkan

Mereka yang tidak membolehkan orang sakit untuk menjama shalat di antaranya adalah mazhab Al-Han
ulama dari mazhab Al-Malikiyah.

Dasarnya karena sama sekali tidak ada dalil apa pun dari Rasulullah SAW yang membolehkan hal itu. Da
mengarang sendiri sebuah aturan tentang shalat.[4]

Sehingga setiap orang yang sakit wajib menjalankan shalat sesuai dengan waktu-waktu shalat yang tela
dijama.

b. Membolehkan

Mazhab Al-Hanabilah dan sebagian ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa seoran
menjama dua shalat, baik jama taqdim atau pun jama takhir.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Ahmad Sarwat, Lc., MA

[1] Al-Muhadzdzab jilid 1 hal. 81

[2] Al-Hidayah, jilid 1 hal. 77

[3] Ash-Syarhu Ash-Shaghir, jilid 9 hal. 493

[4] Hasyiatu Ibnu Abidin, jilid 1 hal. 255-256

Shalat Bagi Orang Sakit


Apr 22, 2010Muhammad Abduh Tuasikal, MScShalat4 Komentar

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.

Saat ini kita akan melanjutkan pembahasan bersuci bagi orang sakit dengan pembahasan shalat
bagi mereka. Masih dari sumber yang sama kami ambil, yaitu dari pembahasan Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahulla dari Thoharotul Maridh wa Sholatuhu.
Semoga bermanfaat.

Bagaimana cara mengerjakan shalat bagi orang yang sakit?

Pertama; wajib bagi orang yang sakit mengerjakan shalat fardhu dalam keadaan berdiri,
walaupun tidak bisa berdiri tegak (berdiri miring), atau bersandar pada dinding atau tongkat.

Kedua; jika tidak mampu shalat sambil berdiri, dia diperbolehkan shalat sambil duduk. Ketika
shalat sambil duduk, yang paling utama jika ingin melakukan gerakan berdiri (qiyam) dan ruku
adalah dengan duduk mutarobian (duduk dengan kaki bersilang di bawah paha). Sedangkan jika
ingin melakukan gerakan sujud, yang lebih utama adalah jika dilakukan dengan duduk
muftarisyan (duduk seperti ketika tasyahud awwal).

Ketiga; jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil duduk, boleh shalat sambil tidur
menyamping (yang paling utama tidur menyamping pada sisi kanan) dan badan mengarah ke
arah kiblat. Jika tidak mampu diarahkan ke kiblat, boleh shalat ke arah mana saja. Jika memang
terpaksa seperti ini, shalatnya tidak perlu diulangi.

Keempat; jika tidak mampu mengerjakan shalat sambil tidur menyamping, maka dibolehkan
tidur terlentang. Caranya adalah: kaki dihadapkan ke arah kiblat dan sangat bagus jika kepala
agak sedikit diangkat supaya terlihat menghadap ke kiblat. Jika kakinya tadi tidak mampu
dihadapkan ke kiblat, boleh shalat dalam keadaan bagaimanapun. Jika memang terpaksa seperti
ini, shalatnya tidak perlu diulangi.

Kelima; wajib bagi orang yang sakit melakukan gerakan ruku dan sujud. Jika tidak mampu,
boleh dengan memberi isyarat pada dua gerakan tadi dengan kepala. Dan sujud diusahakan lebih
rendah daripada ruku.

Jika mampu ruku, namun tidak mampu sujud, maka dia melakukan ruku sebagaimana ruku
yang biasa dilakukan dan sujud dilakukan dengan isyarat. Jika dia mampu sujud, namun tidak
mampu ruku, maka dia melakukan sujud sebagaimana yang biasa dilakukan dan ruku
dilakukan dengan isyarat.

Keenam; jika tidak mampu berisyarat dengan kepala ketika ruku dan sujud, boleh berisyarat
dengan kedipan mata. Jika ruku, mata dikedipkan sedikit. Namun ketika sujud, mata lebih
dikedipkan lagi.

Adapun isyarat dengan jari sebagaimana yang biasa dilakukan oleh sebagian orang yang sakit,
maka ini tidaklah benar. Aku sendiri tidak mengetahui kalau perbuatan semacam ini memiliki
landasan dari Al Kitab dan As Sunnah atau perkataan ulama.

Ketujuh; jika tidak mampu berisyarat dengan kepala atau kedipan mata, maka dibolehkan shalat
dalam hati. Dia tetap bertakbir dan membaca surat, lalu berniat melakukan ruku, sujud, berdiri
dan duduk dengan dibayangkan dalam hati. Karena setiap orang akan memperoleh yang dia
niatkan.

Kedelapan; wajib bagi setiap orang yang sakit untuk mengerjakan shalat di waktunya (tidak
boleh sampai keluar waktu), dia mengerjakan sesuai dengan kemampuannya sebagaimana yang
telah dijelaskan dan tidak boleh mengakhirkan satu shalat dari waktunya.

Jika memang menyulitkan bagi orang yang sakit untuk mengerjakan shalat di waktunya, maka
boleh baginya untuk menjama shalat (menggabungkan shalat) yaitu menjama shalat Zhuhur
dan Ashar atau Maghrib dan Isya. Boleh dilakukan dengan jama taqdim atau pun jama takhir,
terserah mana yang paling mudah. Jika mau, dia boleh mengerjakan shalat Ashar di waktu
Zhuhur atau boleh juga mengerjakan shalat Zhuhur di waktu Ashar. Begitu pula boleh
mengerjakan shalat Isya di waktu Maghrib atau boleh juga mengakhirkan shalat Maghrib di
waktu Isya.

Adapun shalat shubuh, maka tidak perlu dijama (digabungkan) dengan shalat yang sebelum atau
sesudahnya karena waktu shalat shubuh terpisah dengan waktu shalat sebelum atau sesudahnya.

Allah Taala berfirman (yang artinya),

Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula
shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Al Isro [17] :
78)

Kesembilan; jika orang yang sakit tersebut ingin bersafar (melakukan perjalanan jauh) karena
harus berobat di negeri lain, dia boleh menqoshor shalat yaitu shalat 4 rakaat (Zhuhur, Ashar
dan Isya) diringkas menjadi 2 rakaat. Mengqoshor shalat di sini boleh dilakukan hingga dia
kembali ke negerinya, baik safar (perjalanan) yang dilakukan dalam waktu lama atau pun
singkat.

Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat. 25 Dzulhijah 1429 H

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

Fri 28 Jm2 1436 - 17 April 2015

BAGAIMAN ORANG YANG SAKIT MELAKUKAN WUDU DAN SHALAT SEMENTARA


PADA DIRINYA DIPASANG KANTONG KENCING
enar
Apa hukum bersuci dan shalat bagi penderita yang berbaring di tempat tidur sehabis operasi atau
karena alasan lain sementara di tangannya dipasang alat dan kantong untuk kencing sehingga
dirinya tidak perlu meninggalkan tempat tidur untuk pergi ke WC. Kantong tersebut kadang
bersama sehari penuh dan dikosongkan apabila telah penuh, kemudian dipasang lagi?

Alhamdulillah

Shalat merupakan kewajiban seorang muslim dalam kondisi bagaimanapun selama akalnya
masih berfungsi. Jika seseorang mengalami sakit dan dia mampu shalat dalam keadaan berdiri,
maka dia harus shalat dalam keadaan berdiri, jika tidak mampu dia shalat dalam keadaan duduk,
dan jika tidak mampu, dia shalat dalam keadaan berbaring, jika tidak mampu berbaring, maka
dia shalat dalam keadaan terlentang. Berdasarkan riwayat Bukhari, no. 1066, dari Imran bin
Hushain, dia berkata, 'Saya pernah mengalami ambeien, maka saya bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, lalu dia berkata, 'Shalatlah dalam keadaan berdiri, jika tidak
mampu, maka duduklah, jika tidak mampu, maka shalatlah dalam keadaan berbaring."
Demikianlah pula hukumnya berlaku dalam hal bersuci, jika dia mampu berwudu dengan air,
maka dia harus berwudu, jika tidak mampu, maka dia bertayammum dengan debu.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya tentang orang sakit yang dipasang padanya
kantong penampung air kencing, bagaiman dia shalat dan berwudu?

Beliau menjawab, 'Dia shalat sesuai kondisinya, seperti penderita beser dan seperti wanita
mustahadhah. Penderita sakit tersebut shalat sesuai kondisinya, dan dia bertayammum jika tidak
dapat menggunakan air, jika dia mampu berwudu, maka dia wajib berwudu dengan air.
Berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Bertakwalah kalian semampu kalian" Apa yang keluar setelah
itu tidak mempengaruhi. Akan tetapi dia jangan berwudu kecuali waktu telah masuk, lalu dia
shalat, meskipun ada sesuatu yang keluar, selama dia masih berada dalam waktu tersebut,
walaupun air kencing keluar dari kemaluannya. Begitupula halnya dengan wanita mustahadhah,
dia boleh shalat jika sudah masuk waktu meskipun darah keluar pada masa yang lama. Dia shalat
sesuai kondisinya. Akan tetapi bagi orang yang hadatsnya keluar terus menerus tidak boleh
berwudu kecuali telah masuk waktu. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam
kepada wanita mustahadhah,

Berwudulah pada setiap waktu shalat

Maka, wanita mustahadhah, orang yang terkena beser serta orang sakit seperti yang ditanyakan,
boleh melakukan shalat pada waktunya, seluruh shalat, baik fardhu maupun sunnah, dia juga
boleh membaca Al-Quran lewat mushaf, thawaf di Ka'bah bagi yang berada di Mekah selama
masih berada dalam waktu shalat tersebut. Apabila waktunya telah keluar, dia tidak boleh
melakukan semua itu hingga dia berwudu lagi untuk waktu yang masuk kemudian."

Wallahua'lam.

(Al-Fatawa Al-Muta'alliqah bit-Thibb wa Ahkaamul-Mardhaa" (Hal. 34)

Tata Cara Sholat Orang Yang Sakit


Senin 13 Jamadilawal 1434 / 25 Maret 2013 22:17

Laporkan iklan ?
BOLEH jadi, ada saja kaum muslimin yang
kadang meninggalkan sholat dengan dalih sakit atau memaksakan diri sholat dengan tata-tata
cara yang biasa dilakukan orang sehat. Akhirnya merasakan beratnya sholat bahkan merasakan
hal itu sebagai beban yang menyusahkannya.

Laporkan iklan?

Tentang bagaimana orang yang terbaring lemah itu shalat, sesungguhnya telah jelas bahwa tidak
ada satu pun beban syariat yang diwajibkan kepada seorang di luar kemampuannya. Karena
syariat islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Allah Taala
sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, (Qs. Al-
Baqarah: 286).

Orang yang sakit tidak sama dengan yang sehat. Semua harus berusaha melaksanakan
kewajibannya menurut kemampuan masing-masing. Sehingga nampaklah keindahan syariat dan
kemudahannya.

Sebelum mengetahui tata cara sholat, diantara hukum-hukumyang berhubungan dengan orang
sakit dalam ibadah sholatnya adalah diperbolehkan baginya untuk men-jama (menggabung)
antara shalat Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya baik dengan jama taqdim atau takhir. Hal
ini melihat kepada yang termudah baginya. Sedangkan shalat Shubuh maka tidak boleh dijama
karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Diantara dasar kebolehan ini
adalah hadits Ibnu Abas radhiallahu anhuma yang menyatakan:

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menjama antara Zhuhur dan Ashar, Maghrib
dan Isya di kota Madinah tanpa sebab takut dan hujan. Abu Kuraib berkata: Aku bertanya
kepada Ibnu Abas radhiallahu anhuma: Mengapa beliau berbuat demikian? Beliau radhiallahu
anhuma menjawab: Agar tidak menyusahkan umatnya, (HR. Muslim no. 705)

Tata cara sholat orang yang sakit

Dan kemudahan itu adalah mengetahui tata cara shalat orang yang sakit sesuai petunjuk
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan penjelasan para ulama.
a. Diwajibkan atas orang yang sakit untuk sholat berdiri apabila mampu dan tidak khawatir
sakitnya bertambah parah, karena berdiri dalam sholat wajib adalah salah satu rukunnya.

b. Orang sakit yang mampu berdiri namun tidak mampu ruku atau sujud tetap tidak gugur
kewajiban berdirinya. Ia harus sholat berdiri dan bila tidak bisa rukuk maka menunduk untuk
rukuk Bila tidak mampu membongkokkan punggungnya sama sekali maka cukup dengan
menundukkan lehernya, Kemudian duduk lalu menunduk untuk sujud dalam keadaan duduk
dengan mendekatkan wajahnya ke tanah sedapat mungkin.

c. Orang sakit yang tidak mampu berdiri maka melakukan sholat wajib dengan duduk.

d. Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk maka boleh melakukannya
dengan berbaring miring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri dengan menghadapkan
wajahnya ke arah kiblat. Hal ini dilakukan dengan dasar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dalam hadits Imrn bin al-Hushain:

Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu juga maka
berbaringlah. (HR. Al-Bukhari. No. 1117).

e. Orang sakit yang tidak mampu berbaring miring, maka boleh melakukan shalat dengan
terlentang dan menghadapkan kakinya ke arah kiblat karena hal ini lebih dekat kepada cara
berdiri. Misalnya bila kiblatnya arah barat maka letak kepalanya di sebelah timur dan kakinya di
arah barat.

f. Apabila tidak mampu menghadap kiblat dan tidak ada yang mengarahkannya atau membantu
mengarahkannya ke kiblat, maka shalat sesuai keadaannya tersebut.

g. Orang yang sakit dan tidak mampu melakukan seluruh keadaan di atas. Ia tidak mampu
menggerakkan anggota tubuhnya dan tidak mampu juga dengan matanya, maka ia sholat dengan
hatinya. Shalat tetap diwajibkan selama akal seorang masih sehat. [sumber: syariah]

Anda mungkin juga menyukai