Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Pembelajaran PAI


Guru Pembimbing : Nurmal, S.Ag

Disusun oleh :
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
DIRA AFRELIZA
ILMA UALIA PUTRI
VEDORA NAFIS DISRI
SATRI WIRAMISAT
SISRI FALINA

KELAS : XII.IPA. 1

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA BARAT


SMA NEGERI 1 RAO
TAHUN PELAJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Alhamdullilahpuji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
kepada kami, sehingga makalah Tafsir Ahkam yang membahas tentang “Pernikahan
Dalam Islam” ini dapat diselesaikan dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamya,kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai sejarah masuknya agama islam di indonesa dan beberapa
kerajan islam yang ada di nusantara.makalah ini kami buat berdasarkan refernsi yang kami
temukan dari berbagai sumber-sumber yang ada.

Demikian sedikit pengantar dari kami ,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampuh Bapak.Muhammad
Hufron,M.S.I.yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini,dan kami
berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah-makalah yang akan kami
buat di masa yang akan mendatang.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................


DAFTAR ISI ........................................................................................................................
BAB IPENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................................
D. Manfaat......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAAN...................................................................................................
A. Pengertian Pernikahan................................................................................................
B. Hukum Pernikahan.....................................................................................................
C. Peminangan (Khitbah)...............................................................................................
D. Tujuan Pernikahan.....................................................................................................
E. Manfaat Pernikahan...................................................................................................
F. Syarat – Syarat Pernikahan........................................................................................
G. Mahar ........................................................................................................................
H. Thalak ( Perceraian )..................................................................................................
I. Hukum Thalak............................................................................................................
J. Fasakh........................................................................................................................
K. Khuluk........................................................................................................................
L. Rujuk..........................................................................................................................
M. Masa Idddah...............................................................................................................
N. Hikmah ‘Iddah...........................................................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................


A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia.
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki
jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga
mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di
masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari
Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:

‫َو ُهَّللا َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًجا َو َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْز َو اِج ُك ْم َبِنيَن َو َح َفَد ًة‬
‫َو َر َز َقُك ْم ِم َن الَّطِّيَباِتۚ َأَفِباْلَباِط ِل ُيْؤ ِم ُنوَن َو ِبِنْع َم ِت ِهَّللا ُهْم َيْكُفُروَن‬

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang
baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-
Nahl;72)

Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum,
serta hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari
pernikahan:

‫َفْص ُل َم ا َبْيَن اْلَح َالِل َو اْلَح َر اِم الُّدُّف َو الَّص ْو ُت ِفي الِّنَك اِح‬
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam
pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-
Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)

Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan
oleh Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang
dapat memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Allah Swt.

B. Rumusan Masalah
Beberapa Permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Pernikahan dari segi bahasa maupun istilah?
2. Bagaimana Hukum Pernikahan ?
3. Bagaimana Peminangan (Khitbah) ?
4. Apa Syarat Pernikahan?
5. Apa Tujuan Pernikahan?
6. Bagaimana Pemilihan Calon suami/istri?
7. Bagaimana Thalak (Perceraian)?
8. Apa itu Iddah?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya
pengetahuan terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami
sebuah Pernikahan.

D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Pembaca dapat memahami pengertian dari Pernikahan.
2. Pembaca dapat mengetahui proses dalam sebuah Pernikahan secara Islam.
3. Pembaca dapat mengetahui tujuan serta hikmah dari Pernikahan yang benar secara
Islam.
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga
dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-
Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan
sebagai pernikahan, Allah s.w.t.menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan
pernikahan dan mengharamkan zina.

Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga dan
melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan
ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia.
Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah, yang kemudian
diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga
berkaitan dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram
dinikahi.

B. Hukum Pernikahan
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah
Muhammad SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah
berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan
dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang
yang akan menikah tersebut.
1. Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia
tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :

“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, maka hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga
pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang
siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi
penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia
khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah
3. Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani,
mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak
4. Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan
tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

C. Peminangan (Khitbah)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan
untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan
oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan
adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak
dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa
peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang
disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan
oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa
peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau
penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat
untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:


“Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya
tidak(kata lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan
kamu terjamin kekekalan.” (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:


“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya”. (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

D. Tujuan Pernikahan
 Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan
ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara
yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
 Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah
untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
 Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua
orangtua di akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan
memberikan peluang bagi kedua orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat
nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama yang diperoleh selama di dunia, bekal
doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.
 Melaksanakan Sunah Rasul
Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat.
Namun sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang
dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan merupakan salah satu
sunnah dari Rasulullah.

E. Manfaat Pernikahan
 Mendatangkan keberkahan
Pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami untuk sungguh-sungguh
untuk mencari nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan istrinya, sehingga
dengan kerja kerasnya akan menimbulkan kemakmuran, kebahagiaan dan
keberkahan dalam hidup berumah tangga.
 Memperluas persaudaraan
pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan
diantara dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
terlebih lagi jika terjadi pernikahan di luar suku, daerah maka kekerabatan akan
semakin luas, karena menyatukan kedua suku yang berbeda tradisi dan
kebudayaan.
 Meningkatkan kesungguhan mencari nafkah
Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh
dalam mencari rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus
bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan
jasmani maupun rohani mereka.
 Menciptakan keturunan yang baik
Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia
sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran
agama.
 Penyempurna Agama
Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama
sehingga melengkapi takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh
ibadah lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah
menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang
lain”. Hal senada telah diriwayatkan dari Anas ra, beliau berkata: “Apabila
seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah
kepada Allah SWT untuk separuh sisanya“.

F. Syarat – Syarat Pernikahan


 Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan
Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki
dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang
muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara
Islam.
 Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri
Pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak
mempunyai ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan
merupakan mahrom mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek
riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya pernikahan.
 Mengetahui Wali akad nikah
Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-
laki, mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari
mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada
syariat Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah
pernikahan.
 Tidak sedang melaksanakan Haji
Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan
tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan
pernikahan.
 Tidak Karena paksaan
Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu
pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk
hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan,
sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup
bersama.
G. Mahar
Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan atau
perkawinan. hukum memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun mahar
bukan termasuk syarat atau rukun nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan dianggap
penting karena selain diwajibkan oleh agama mahar juga merupakan tanda kesungguhan
dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami kepada calon istrinya. namun
pemberian mahar ini tidak berarti bahwa calon suami telah membeli calon istrinya dari
orang tuanya. karena sebesar apapun mahar yang diberikan oleh calon suami tidak dapat
disetarakan dengan harkat dan martabat seseorang.

Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:


‫َفَم ا اْسَتْم َتْع ُتْم ِبِه ِم ْنُهَّن َفآُتوُهَّن ُأُجوَر ُهَّن َفِريَض ًة‬
Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah
maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa :24)

Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat yang terkandung
didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-masing sesuai dengan
kemampuan dan adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk
sesuatu yang mendatangkan mudharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang
haram.

H. Thalak ( Perceraian )
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi
dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud
melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan
ikatan perkahwinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan
penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan
mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara
yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.
I. Hukum Thalak
 Thalak yang hukumnya Wajib
Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :
1. Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk
didamaikan melalui proses mediasi.
2. Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau
isteri yang akan membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal maka
cerai bisa menjadi wajib hukumnya.
3. Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan
daripada meneruskan pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak
sementara talak wajib hukumnya maka suami akan berdosa.
4. Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami
bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga empat
bulan dan apabila setelah empat bulan berlalu suami enggan kembali kepada
istrinya maka hakim berhak untuk memaksa suami mengikrarkan talak.

 Thalak Sunnah
Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan
istrinya dan untuk mencegah kemudharatan apabila istrinya tetap tinggal bersamanya.
Biasanya hal ini terjadi apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara sang
istri sudah tidak bisa mencintai suaminya sehingga berakibat istri tidak dapat melakukan
tugasnya dengan baik. Talak yang dijatuhkan suami demi kemaslahatan istrinya hukumnya
sunnah. Ada beberapa kondisi dimana talak hukumnya sunnah :
1. Suami tidak mampu menanggung nafkah istri baik secara lahir maupun secara batin
dan tidak mampu memenuhi kewajiban suami terhadap istri.
2. Isteri tidak dapat menjaga kehormatan serta harkat dan martabat dirinya atau
terdapat ciri-ciri istri yang durhakadalam dirinya. Istri yang seperti ini sebenarnya
bisa dihindari dengan mengetahui ciri wanita yang baik untuk dinikahi.

 Thalak yang hukumnya Makruh


Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya tanpa
sebab yang jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak juga
hukunmya makruh apabila istri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat kepada
suaminya serta memiliki ciri-ciri istri shalehah.
 Thalak yang hukumnya Mubah
Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk
menceraikan istrinya dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika sang istri tidak
dapat mematuhi suami serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan dan
bersikap sabar maka talaq hukumnya mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa terjadi
pabila suami lemah nafsunya atau istri yang tidak lagi subur ( belum datang masa haid atau
telah selesai masa haid)

 Thalak yang hukumnya Haram


Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan
petunjuk syariat islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak
tersebut dilarang untuk diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Suami menceraikan istri saat istri masih dalam masa haid.
1. Suami menjatuhkan talak pada istri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil atau
tidak.
2. Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya istri tidak mendapatkan
hak atas hartanya.
3. Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika
talak satu diucapkan tiga kali atau lebih.
Rukun talak
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Akad nikah sah
Isteri
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Lafaz
Dengan sengaja dan bukan paksaaan
Contoh lafaz talak
1. Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau
“Saya ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan
sebagainya.
2. Talak kinayah
Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah
mak awak” atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan
sebagainya. Namun, lafaz kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat talak,
maka jatuhlah talak tetapi jika tidak berniat talak, maka tidak berlaku talak.

Jenis talak
1. Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk
kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka
suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
2. Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya.
Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan
suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.
3. Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya
ketika dalam tempoh suci
4. Talak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang
disetubuhinya.
5. Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak. Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar
rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah
tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara automatik.
J. Fasakh
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula,
pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya,
perkahwinan suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak
mempu memberi nafkah kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan
talaknya.

Cara melakukan fasakh


1. Jika suami atau isteri mempunyai sebab yang megharuskan fasakh
2. Membuat aduan kepada pihak kadi supaya membatalkan perkahwinan mereka
3. Jika dapat dibuktikan pengaduan yang diberikan adalah betul, pihak kadi boleh
mengambil tindakan membatalkannya
4. Pembatalan perkahwinan dengan cara fasakh tidak boleh dirujuk kembali
melainkan dengan akad nikah yang baru.

K. Khuluk
Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan
lafaz talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan perkahwinan
mereka jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar
sejumlah wang atau harta yang dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya
hendaklah menceraikan isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.

Tujuan khuluk
1. Memelihara hak wanita
2. Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
3. Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan
mahkamah.

L. Rujuk
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia
membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan ikatan
pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.
Hukum rujuk
Hukum Penjelasan
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan gilirannya
Wajib
dari isteri-isterinya yang lain
Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan
Haram
isterinya itu
Makruh Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri
Harus Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama

Rukun rujuk
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Isteri Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah
Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Lafaz
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan

Contoh lafaz rujuk


1. Lafaz sarih
Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali” atau
“Saya kembali semula awak sebagai isteri saya.”
2. Lafaz kinayah
Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau
“Saya pegang awak semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk
kerana jika dengan niat rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka
tidak sahlah rujuknya.
M. Masa Idddah
Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (‫ )الِع َّد ة‬yang bermakna
perhitungan (‫[)اِإل ْح َص اء‬1] . Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau
bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah. Menurut istilah para ulama,
masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau
menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah
diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’,
atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

N. Hikmah ‘Iddah
Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa ‘iddah,
diantaranya:
1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.
2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa ‘iddah untuk menghindari ketidakjelasan
garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.
3. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah
akad pernikahan.
4. Masa ‘iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak
memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.
5. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya
apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

Dalil dari al-Qur`ân yaitu firman Allâh Azza wa Jalla :

‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثاَل َثَة ُقُروٍء‬
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ [al-
Baqarah/2:228]

Sedangkan dalil dari sunnah banyak sekali, diantaranya :


‫َع ْن ُأِّم َس َلَم َة َز ْو ِج الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّن اْمَر َأًة ِم ْن َأْس َلَم ُيَقاُل َلَها ُس َبْيَع ُة‬
‫َك اَنْت َتْح َت َز ْو ِج َها ُتُو ِّفَي َع ْنَها َو ِهَي ُحْبَلى َفَخ َطَبَها َأُبو الَّسَناِبِل ْبُن َبْع َك ٍك َفَأَبْت َأْن‬
‫َتْنِكَح ُه َفَقاَل َو ِهَّللا َم ا َيْص ُلُح َأْن َتْنِكِح يِه َح َّتى َتْع َتِّدي آِخ َر اَأْلَج َلْيِن َفَم ُكَثْت َقِريًبا ِم ْن‬
‫َع ْش ِر َلَياٍل ُثَّم َج اَء ْت الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل اْنِكِح ي‬

Dari Ummu Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang wanita
dari Aslam bernama Subai’ah ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil. Lalu
Abu Sanâbil bin Ba’kak melamarnya, namun ia menolak menikah dengannya. Ada yang
berkata, “Demi Allâh, dia tidak boleh menikah dengannya hingga menjalani masa iddah
yang paling panjang dari dua masa iddah. Setelah sepuluh malam berlalu, ia mendatangi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menikahlah!” [HR al-Bukhâri no. 4906].
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan
keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam sehingga
kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar menurut Islam.

Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan berzina,
berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan mirip seperti
binatang yang selalu berganti-ganti pasangan.

B. Saran
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti
ada kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan
Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki
makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan.
Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA

Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian
Putih,2006
Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011
http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
https://www.liputan6.com/citizen6/read/3873005/tujuan-pernikahan-dalam-islam-kamu-
yang-berniat-menikah-wajib-tahu
https://www.popbela.com/relationship/married/rosita-meinita/rukun-dan-syarat-sah-
nikah/full
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan
http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-islam.html
https://thegorbalsla.com/syarat-dan-rukun-nikah/
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-talak-dalam-pernikahan
https://almanhaj.or.id/3668-masa-iddah-dalam-islam.html
https://www.muslimpintar.com/pengertian-mahar-dan-macam-macam-mahar-pernikahan/

Anda mungkin juga menyukai