Anda di halaman 1dari 33

MAKALAHAKHLAK

Tentang
Etika Pergaulan

Dosen Pengampu:

Dr.AditiawarmanAD, M.Ag.

Disusun Oleh:

Michel Faullah Ultra (2213040102)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI'AH


FAKULTAS SYARI'AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1445 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan
harapan.

Ucapan terimakasih kepada Bapak Dr. Aditiawarman AD,M.Ag., sebagai dosen pengampu
pada mata kuliah Akhlak yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Akhlak
untuk tugas dari materi perkuliahan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Padang,7 November 2023

Penulis
PENDAHULUAN

Akhlak merupakan salah satu aspek penting dan memiliki peranan vital dalam kehidupan
seorang muslim. Ya‟qub(1985,hlm.33) menjabarkan bahwa akhlak mulia yang sesuai dengan
ajaran Allah merupakan tugas para Rasul diutus oleh Allah kepada umat Manusia. Meskipun
para Rasul diutus pada zaman yang tidak sama dan kondisi umat yang berbeda-beda, namun
tugas mereka sama yakni berusaha agar umat berada di jalan Allah, menyembah Allah,
mengerjakan perbuatan baik, menjauhi perbuatan munkar, serta untuk menegakkan kebenaran
dan keadilan yang merupakan prinsip akhlāk al karīmaħ.
Akhlak individu dan masyarakat telah diatur dalam Islam. Dalam lingkungan masyarakat,
terdapat berbagai macam golongan, suku, ras dan agama. Hubungan yang tidak baik, seringkali
menimbulkan konflik yang berakhir pada perpecahan individu ataupun kelompok. Dalam
kehidupan sosial, muslim tidak terlepas dari muslim yang lain. Dikatakan pada suatu hadisbahwa
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Muslim memiliki hak dan kewajiban atas muslim
yang lain. Islam telah mengatur sedemikian rupa bagaimana muslim yang satu dengan muslim
yang lain bertindak dan beretika. Etika ini harus dijaga agar dapat tercipta hubungan yang
harmonis, aman, tentram dan damai. Jika tidak perselisihan dan perpecahan akan terjadi. Ini
terjadi karena perbedaan yang ada di kalangan umat muslim itu sendiri.
PEMBAHASAN

1. Konsep Pergaulan Dalam Islam

Islam adalah agama yang mulia dan mengatur segala aspek kehidupan termasuk pergaulan.
Dalam islam ada beberapa etika yang harus dipenuhi dan hal ini disebut dengan etika islam.
Secara bahasa kata etika berasal dari kata ethokos (Yunani) atau ethos yang memiliki arti
karakter, kebiasaan, kecenderungan dan penggunaan. Kata etika itu sendiri juga cenderung
identik dengan kata dalam bahasa latin mos yang artinya adat atau tata cara kehidupan.

Dengan kata lain etika islami adalah sistem atau tata cara yang mengatur tingkah laku
seseorang terutama dalam masyarakat. Etika islam adalah etika yang dilandasi oleh hukum islam
dan mutlak mengikat semua umat muslim terutama dalam pergaulan. Pokok dasar etika islam
tercantum dalam alqur‟an seperti firman Allah dalam Al qur‟an surat Al qalam ayat 4 dan Ali
Imran ayat 104 yang bunyinya
”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada diatas budi pekerti yang agung”.(AlQalam;4)
”Hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebaikan (al-khair)
Menyerukan kepada ma‟ruf(yangbaik) dan melarang dari perbuatan munkar dan itulah orang
orang yang bahagia” (Q.S. Ali-Imran: 104).
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa islam itu adalah Agama Rahmatanlil'alamin yang
mencakup segala aspek kehidupan dari terkecil hingga terendah, mulai dari politik, sosial,
ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Bahkan islam pun mengatur tata cara pergaulan yang
baik dan berakhlak kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal.

 Larangan Berduaan Tanpa Mahram


"Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah
seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah)
besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian) seorang perempuan,
melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan berkata: Ya Rasulullah, istri saya
keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka
beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu."
(Mutatafaq‟alaih) PenjelasanPenjelasan hadist di atas bahwa bagi lawan jenis
dilarang untuk berdua(khalwah), kecuali sudah halal. Istilah pacaran,dizaman sekarang
tidak heran banyak sekali dari kalangan laki-laki dan perempuan melakukan itu, dengan
alasan hak asasi manusia atau kebebasan serta alasan mengikuti perkembangan zaman,
jika tidak berpacaran dianggap tidak gaul atau ketinggalan zaman. Padahal ini benar-
benar telah melanggar syariat islam dan ini sudah disinggung dari Rasulullah SAW,
Karena perkembangan zaman dan hiruk pikuknya lingkungan, maka hilanglah karakter
islam dari para pemuda di era modern ini.
Jadi, hadits ini berlaku untuk zaman sekarang bukan hanya zaman Rasulullah saja,
maka dari sebagai pemuda muslim tidak boleh terlena dari perkembangan zaman dan
harus menjaga batas antara lawan jenis, khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi.Oleh
karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih
dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis
merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian,
larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar
norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati
masyarakat.
 Sopan Santun Duduk Dijalan (AN: 29)
"Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus
menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan –
mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk
mengobrol.Nabibersabda,"Jikatidakmengindahkanlarangantersebutkarenahanya itu
tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan
itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti,
menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran."
(H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud) Penjelasan Hadits Rasulullah SAW
dalam hadits ini telah melarang para sahabat untuk duduk di pinggir jalan, baik di
kursi-kursi khusus, diatas pohon, ditrotoar, dan lain sebagainya. Karena ini adalah
sebuah kekhawatiran yang berkaitan dengan adab, khawatir menghalangi pejalan
kaki, mengganggu, dan berbuat gaduh.
Dalam hal ini Rasulullah bukan melarang, melainkan ada larangan tertentu
yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim. Berikut ini larangan yang tidak
boleh dilakukan, diantaranya :
1. Menjaga Pandangan
Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau
muslimat, sesuaidengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an. Artinya :
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat".
Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk
dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai
uisa dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki jangalah memandang dengan
sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim dengan pandanagan syahwat.
Begitu pula, tidak boleh memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada
siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak hanya akan melanggar aturan
Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan memarahan
dari orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung.
Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga
pandangannya.

2. Tidak Menyakiti
Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki,
dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya,
dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kesil atau benda apa saja
yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan
air, dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung
perasaannya.

3. Menjawab Salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya
sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk
dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib.
4. Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.
Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yangberjalan
dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut,
dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara
yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu,
doakanlah dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan
kesombongannya.
 Menyebarluaskan Salam
"Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, "Hai
Manusia, siarkanlah salam dan hubungan kekeluarga-keluarga dan berilah makan
dan shalatlah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan
sejahtera."(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya).
Hadits tersebut menjelaskan bahwamengucapkan salah adalah sesuatu amalan
yang harus selalu dilakukan oleh sesama muslim ketika bertemu, terhadap orang
yang di kenal maupun tidak di kenal, dan ini merupakan identitas seorang muslim
terhadap muslim lainnya. Mengucapkan salam juga hukumnya sunah muakad.Allah
berfirman dalam Al-qur'an yang artinya:
"Apabila ada orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat
(salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa
dengan penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu".
Sebagaimana dinyatakan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim :
"Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada
Rasulullah SAW, "Islam seperti apakah yang paling baik ? Nabi Menjawab,
"Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada kamu kenal mapun kepada
orang yang tidak kamu kenal.
Dengan hadits lain juga diterangkan tentang siapa yang pertama kali harus
mengucapkan salam,yaitu orang yang dalam kendaraan kepada yang berjalan kaki,
orang yang berjalan kepada yang duduk, kelompok yang sedikit kepada kelompok
yang besar.
Dalam agama islam telah diataur bagaimana tata pergaulan yang baik dan benar
tentunya dengan akhlakul karimah tau akhlak yang terpuji. Bukan hanya kepada
sesama muslim, akan tapi kepada semua orang. Tidak melihat dari segi suku, agama,
bangsa, dan budaya. Karena hakekatnya manusia adalah sama kecuali ketakwaannya
lah yang membuat derajat seseorang menjadi tinggi dari yang lain, karena itu tidak
wajar apabila maasih ada istilah pihak lain karena semua sama dari segi pandang
kemanusiaan. Tidak ada kata kami, yang ada hanya kita. Akan ringan segala
pekerjaan, apabila segala orang saling tolong menolong satu sama, hal yang harus
dikerjakakan dalam waktu satu minggu akan selesai hanya dengan waktu satu hari.
Sungguh indah sekali kehidupan tanpa adapnya pembatas perbedaan. Larangan
dalam agama, bukan hanya sekedar larangan biasa yang tidak ada konsekuensinya.

Agama Islam menyeru dan mengajak kaum Muslimin melakukan pergaulan diantara kaum
Muslimin. Karena dengan pergaulan, kita saling berhubungan mengadakan pendekatan satu
sama lain. Kita bisa saling mengisi dalam kebutuhan serta dapat mencapai sesuatu yangberguna
untuk kemaslahatan masyarakat yang adil dan makmur serta berakhlaqul karimah. Kemaslahatan
masyarakat yang dilandasi dengan akhlaqul karimah tidak akan terwujud, kecuali dengan
membangun pergaulan yang bagus dan sehat. Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan
kasih sayang. Kecenderungan untuk saling mengenal di antara sesama manusia dalam hidup dan
kehidupannya, merupakan ajaran Islam yang sangat ditekankan. Islam bukan agama yang
didasarkan pada hubungan liar yang tidak mengenal batas, tetapi Islam mempunyai garis hidup
yangkonkret dalam batasan-batasan hidup bermasyarakat.
Secara garis besar pergaulan itu dapat dilihat dari beberapa lapisan. Lapisan pertama,
mereka yang umurnya lebih tua daripada kita, atau yang lebih banyak ilmunya atau banyak
ibadahnya. Maka hendaknya dalam memandang mereka, kita berperasaan bahwa mereka
mempunyai keutamaan, dan kepada merekalah kita memberikan penghormatan yangsemestinya.
Lapisan kedua, ialah mereka yangumurnya setaraf dengan kita. Mereka harus kita hormati,
walaupun umurnya setara karena mungkin mereka lebih tinggi akhalknya dengan kita, amalnya
lebih banyak daripada kita dan dosanya lebih sedikit daripada kita. Lapisan ketiga, mereka yang
lebih muda umurnya daripada kita.

Golongan ini pun harus kita hormati secara wajar karena mereka lebih muda dan lebih
kurang keburukannya daripada kita, dibandingkan dengan kita yang sudah lanjut umurnya. Adab
Bergaul dalam Islam Ada beberapa adab pergaulan dalam Islam, antara lain seperti: Menyukai
untuk saudara seagama apa yang disukai untuk dirinya sendiri,dan memberi untuk mereka apa
yang dibenci untuk dirinya sendiri. Rasulallah saw bersabda: Tidak beriman seseorang di antara
kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.(HR.Bukhari
dan Muslim) Tiada menyakiti seorang Muslim, baik dengan perbuatannya, maupun dengan
perketaannya.

Sebagaimana Rasulallah saw bersabda: Seorang Muslim ialah yang mendapat selamat
sekalian Muslim dari gangguan lidah dan tangannya. Dan seseorang muhajir ialah orang yang
hijrah meninggalkan dari segala larangan Allah.(HR.Bukhari dan Muslim) Berlaku tawadhu‟
(merendahkan diri) kepada sesama saudara: jangan sekali-kali menyombongkan diri terhadap
orang-orang di sekitarnya. Rasulallah saw bersabda: Bahwasanya Allah telah mewahyukan
kepadaku bertawadhu‟ (merendahkan diri) hingga tidak ada seorangpun yang menganiaya
terhadap lainnya,dan tidak seorang yang menyombongkan dirinya terhadap yang lainnya.(HR.
Muslim)

Menghormati orang yang tua dan mengasihani orang-orang yang lebih muda. Rasulallah
saw bersabda: Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi kepada orang yang
lebih kecil (muda) dan tidak mengetahui kewajibannya terhadap orang yang lebih besar (tua).
Bukanlah termasuk golongan kami orang yang menipu kami. Seorang mu‟min tidak/ belum
dikatakan beriman sehingga ia mencintai orang mu‟min yang lain, seperti mencintai terhadap diri
sendiri. (HR Thabrani dan Dhamrah)

Menghadapi manusia dengan muka yang manis sebagaimana Rasulallah saw bersabda:
senyumanmu (bermuka manis) untuk saudaramu adalah sedekah,dan amar ma'rufmu sert anahi
mungkar juga shadaqah,dan memberikan petunjuk kepada laki-laki (atau kepada siapa saja)
yang ada di bumi yang sedang sesat, bagimu merupakan shadaqah. Dan (apabila engkau suka)
menyingkirkan batu atau duri atau tulang-tulang yang mengganggu jalan bagimu, merupakan
shadaqah. (HR. Bukhari)

Tidak mudah mendengar berita-berita buruk yang disampaikan orang lain. Tentang
keburukan dirinya. Sebagaimana Nabi saw bersabda: Tidak akan masuk surga bagi orang
senang adu domba. (HR. Bukhari-Muslim dari Khudzaifah) Memelihara kehormatan seseorang,
jiwa dan hartanya dari aniaya orang lain. Seorang Muslim yang baik, apabila menemui orang-
orang yang suka mengadu domba, janganlah ikut menyambung pembicaraan itu, sebaiknya
bersikap diam,sebagaimana Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang membela kehormatan
saudaranya dari belakang, niscaya Allah akan menutupi api neraka dari mukanya pada hari
kiamat. (HR. Thabrani)

Menempatkan seseorang pada tempatnya; menghormati dan memuliakannya secara


proporsional, sebagaimana sabda Nabi saw:Tempatkanlah manusia ditempat mereka masing-
masing. (HR. Abu Dawud).
2. Etika Berpakaian

Ditinjau dari sudut teologi Islam, berbusana muslimah sangat berperan penting dalam
kehidupan sosial, dikarenakan ekspektasi kehidupan sosial kemasyarakatan telah mengetahui sisi
positif dari berbusana muslimah tersebut yang senantiasa dilakukan dalam kesehariannya, namun
sayangnya belum semua orang dapat mengetahui manfaat ataupun pentingnya berbusana
muslimah. Secara umum berbusana muslimah dapat dikatakan dalam tahap mementingkan mode
yang modern daripada mengikuti aturan Syar‟iyyah. Padahal, Islam sebagai Agama rahmatan lil
„alamin (rahmat bagi seluruh alam) mempunyai banyak versi aturan tentang cara berpakaian
wanita. Namun, semua aturan yang ada hampir mempunyai hakikat dan tujuan yang sama, yaitu
melindungi harga diri dan kehormatan wanita muslimah.

Dalam berbusana muslimah, seorang wanita mencerminkan nilai yang ada dalam dirinya.
Pemahaman ini pun bermacam-macam, disesuaikan dengan lingkungan dan masyarakat yang
memandangnya. Pakaian (busana muslimah) adalah produk budaya, sekaligus tuntunan agama
danmoral. Dari sini dapat diketahui apa yang dinamai pakaian tradisional, daerah, dan nasional,
juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu, dan pakaian tertentu untuk profesi tertentu, serta
pakaian untuk beribadah. Pada kenyataannya bentuk pakaian yang ditetapkan atau dianjurkan
oleh suatu agama, justru lahir dari budaya yang berkembang ketika itu.

Namun yang jelas, moral cita rasa keindahan dan sejarah bangsa, ikut serta menciptakan
ikatan-ikatan khusus bagi anggota masyarakat yang antara lain melahirkan bentuk pakaian dan
warna-warni kesukaan. Memang unsur keindahan dan moral pada pakaian tidak dapat
dilepaskan, tetapi ada masyarakat yang menekankan pada unsur keindahannya. Khususnya dunia
Barat, unsur keindahan menjadi nomor satu dan unsur moral jika seandainya mereka
pertimbangkan maka tidak jarang telah mengalami perubahan yang sangat jauh dari tuntutan
moral agama. Faktanya pun budaya berbusana versi Barat dengan seni keindahanya turut
mempengaruhi mindset para muslimah dalam berbusana di era kekinian. Bahkan, pengaruh tren
busana Barat ke dunia Timur tidak sedikit, sehingga ada pula masyarakat Timur yang
Mengikuti mode pakaian Barat, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya
masyarakatnya.
Berdasarkan analisa inilah, mereka “para muslimah” seharusnya memahami etika
berbusana yang mengedepankan unsur moral, nilai-nilai agama dan mengesampingkan unsur
keindahan. Wanita wajib memakai khimar tatkala keluar dari rumahnya, di samping ia juga
wajib memakai jilbab yang menutupi khimar-nya.3 Sebab, perbuatan demikian lebih menutupi
tubuh mereka dan lebih tidak menampakkan bentuk kepala dan lekuk pundak mereka, seperti
yang telah dijelaskan. Perintah inilah yang ditetapkan dalam syari‟at Islam. Untuk itu, perlu
kiranya kita mengetahui pendidikan etika yang terkandung dalam pemahaman berpakaian
dalam Islam yang ada pada diri wanita-wanita muslimah di berbagai lapisan masyarakat. Hal ini
dapat kita lakukan dengan mengkaji serta menelaah berbaga literasi yang berkaitan dengan etika
berpakaiandalam Islam.

 Konsep Dasar Etika Berpakaian dalam Islam


Pakaian (Busana) adalah produk budaya, sekaligus tuntutan agama dan moral.
Memakai pakaian tertutup bukanlah monopoli masyarakat Arab sebelum datangnyaIslam,
pakaian penutup (seluruh badan wanita) telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa kunodan
lebih melekat pada orang-orang Sassan Iran, dibandingkan dnegan tempat-tempat lain.
Setelah Islam datang, Al-Qur‟an dan Sunnah berbicara tentang pakaian dan memberi
tuntunan menyangkut cara-cara memakainya. Kitab Suci Al-Qur‟an melukiskan keadaan
Adam dan pasangannya sesaat setelah melanggar perintah Tuhan mendekati suatu pohon
dan tergoda oleh setan sehingga mencicipinya bahwa:
“(Yakni serta merta dan dengan cepat) tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu,
tampaklah bagi keduanya menutupinya dengan daun-daun surga secara berlapis-lapis”.
(QS. Al-A‟raf [7]:22).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Adam as., dan pasangannya tidak sekedar
menutupi aurat mereka dengan selembar daun, tetapi daun di atas daun sebagaimana
dipahami dari kata (yakhshifani) yang digunakan ayat al-A‟raf di atas. Hal tersebut
mereka lakukan agar aurat mereka benar-benar tertutup dan pakaian yang mereka
kenakan tidak menjadi pakaian mini atau transparan atau tembus pandang. Ini juga
menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh
Adam dan istrinyapada saat kesadaran mereka muncul, sekaligus menggambarkan bahwa
siapa yang belum memiliki kesadaran seperti anak-anak dibawah umur maka mereka
tidak segan membuka dan memperlihatkan auratnya.
Apa yang dilakukan oleh pasangan nenek moyang kita itu, dinilai sebagai awal
usaha manusia menutupi berbagai kekurangannya, menghindari dari apa yang dinilai
buruk atau tidak disenangi serta upaya memperbaiki penampilan dan keadaan sesuai
dengan imajinasi dan khayal mereka. Itulah langkah awal manusia menciptakan
peradaban. Allah mengilhami hal tersebut dalam benak manusia pertama untuk kemudian
diwariskan kepada anak cucunya. Jika demikian berpakaian atau menutup aurat adalah
alamat, bahkan awal dari lahirnya peradabaan manusia.
Muslimah sekarang ini banyak yang kehilangan rasa malunya. Mereka mengenakan
pakaian yang transparan dan pakaian ketat yang memperlihatkan bentuk dada dan pundak
ditambah dengan tidak memakai kerudung. Mereka memperlihatkan tubuh mereka tanpa
rasa malu dan takut kepada Allah. Semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka untuk
kembali ke jalan yang benar dengan menutup aurat dan punya rasa malu, baik kepada
Allah swt., maupun kepada sesama manusia.
Ada beberapa aturan syar‟i pakaian muslimah yaitu; tidak boleh tipis dan tidak
transparan, kecuali ketika di depan suami. Dasar dari syarat ini ialah hadits yang
diriwayatkan Aisyah bahwa saudara perempuannya, Asma‟ binti Abu Bakar datang
kepada Rasulullah memakai pakaian menerawang, Rasulullah lantas berpaling darinya
dan berkata;
“Wahai Asma‟, jika seorang wanita telah memasuki masa haid maka tidak boleh terlihat
darinya, kecuali ini dan ini.”Beliau mengisyaratkan pada wajah dan kedua telapak tangan.
Sanad hadits ini terdapat Sa‟id bin Basyir, dan dia termasuk rawi yang diperselisihkan.
Abu Dawud berkata setelahnya,“ini adalah hadits mursal (tidak bersambung sanadnya)
karena Khalid bin Duraik tidak bertemu dengan Aisyah”.
Berdasarkan kutipan hadits di atas jelas bahwa Rasulullah telah menetapkan batas
aurat bagi wanita yangsudah baligh, yaitu seluruh tubuhnya, kecuali yangboleh terlihat
yaitu wajah dan kedua telapak tangan. Maka, ketika seseorang berjilbab tetapi masih
menampakkan apa yang dikecualikan maka cara berjilbab yang demikian adalah kurang
tepat. Pakaian ini menampakkan kulit, tidak juga pakaian sangatketat sehingga
menampakkan lekak-lekuk badan. Pakaian yang transparan dan ketat, pasti akan
mengundang bukan saja perhatian, tetapi bahkan rangsangan. RasulullahSAW.bersabda
bahwa:
“Dua kelompok dari penghuni neraka yang merupakan umatku, belum saya lihat
keduanya.Wanita-wanita yang berbusana(tetapi) telanjang serta berlenggak-lenggok dan
diatas kepala mereka (sesuatu) seperti punuk- punuk unta. Mereka tidak akan masuk
surga dan tidak juga menghirup aromanya. Dan (yang kedua adalah) lelaki-lelaki yang
memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi. Dengannya mereka menyiksa hamba-hamba
Allah”(HR.Muslim melalui Abu Hurairah).
Berbusana tapi telanjang, dapat dipahami sebagai memakai pakaian tembus pandang,
atau memakai pakaian yang demikian ketat, sehingga tampak dengan jelas lekuk-lekuk
badannya. Sedang berlenggak-lenggok dan melenggang lenggokkan dalam arti gerak-
geriknya berlenggak-lenggok antara lain dengan menari atau dalam arti jiwanya miring
tidak lurus atau dan memiringkan pula hati atau melenggak-lenggokkan pula badan orang
lain. Adapun yang dimaksud dengan punuk-punuk unta adalah sanggul-sanggul mereka
yang dibuat sedemikian rupa sehingga menonjol ke atas bagaikan punuk unta. Sehingga
konsep dasar busana dalam pandangan Islam, menjadi bagian penting yang harus disadari
oleh setiap muslimah, tanpa harus terjebak dengan mintsed berbusana gaya Barat yang
bertentangan dengan prinsip-prinsi moral dan dasar ajaran Agama Islam.

 Tinjauan Busana Wanita Muslimah Sesuai Ketentuan Islam


Gaya berbusana dalam pandang Islam, semestinya menjadi acuan live style bagi
setiap muslimah sejati, terutama dalam mengimplementasikan nilai-nilai dasar
keagamaan. Sehubungan dengan hal tesebut, secara umum ada 3 (Tiga) ketentuan tata
busana seoarang muslimah yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, antara lain:
1) Tidak boleh memakai pakaian ketat yang mengundang rangsangan.

Kalaulah ditemukan perbedaan pendapat tentang makna ayat 31 surahan-Nuryang


artinya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putera- putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki,
atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (QS. An- Nur[24]: 31)
Penggalan ayat ini berpesan bahwa segala bentuk pakaian, gerak-gerik, ucapan
serta aroma yang bertujuan atau dapat mengundang fitnah (rangsangan birahi) serta
perhatian berlebihan adalah terlarang. Jadi,wanita yang memakai pakaian transparan
dan ketat yang dapat memperlihatkan bentuk tubuhnya dia disebut berpakaian,tetapi
telanjang.

Ada beberapa ulama pengikut Madzhab Syafi‟i memiliki pendapat bahwa


seorang wanita dianjurkan memakai pakaian yang longgar dan khimar ketika shalat.
Selain itu, hendaklah ia memakai jilbab yang tebal yang melapisi pakaiannya;
sehingga jilbab itu menutupi seluruh tubuhnya dan menjadikan bentuk tubuhnya
tidak tampak.

2) Tidak memakainya dengan maksud ingin terkenal.

Dilarang memakai pakaian yang sangat mahal dan istimewa dengan maksud
takabur dan berbangga diri. Atau memakai pakaian lusuh untuk menarik perhatian orang
dan supaya disebut tawadhu‟. Muslimah memang sebaiknya bersikap tengah-tengah
dalam semua urusan agamanya. Nabi dan para istrinya pernah memakai pakaian katun,
pakaian dari kapas, pakaian dari kulit, baju kurung, dan pakaian lain yang dikenal
masyarakat. Dalam konteks ini juga, Nabi SAW. bersabda:
”Siapa yang memakai pakaian (yang bertujuan mengundang) popularitas, maka Allah
akanmengenakanuntuknyapakaiankehinaanpadaHariKemudian,laludikobarkanpada
pakaian(nya) itu api” (HR.Abu Daud dan Ibn Majah).
Adapaun maksudnya di sini adalah apabila tujuan memakainya mengundang
perhatian dan bertujuan memperoleh popularitas. Adapun jika yang bersangkutan
memakaianya bukan dengan tujuan itu, lalu kemudian melahirkan popularitas akibat
pakaiannya, maka semoga niatnya untuk tidak melanggar dapat menoleransi popularitas
yang lahir itu. Sebagaimana perempuan tidak boleh membuka bagian tubuh dibawah dada
sampai kelutut untuk mahramnya dan perempuan lain ketikaaman dari timbulnya fitnah.

3) Tidak bolehmemakai pakaianbergambarsesuatuyangbernyawadanbergambarsalib.


Sekarang ini banyak ditemukan pakaian bergambar makhluk hidup, bergambar salib,
dan atau bertuliskan kata-kata tidak sopan dengan berbagai corak dan desain. Lebih lanjut,
menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani, dalam hal berbusan yang sesuia dengan
ketentuan Islam, paling tidak ada beberapa kriteria busana yang mesti
Diperharikan oleh seorang wanita muslimah. Beberapa kriteria tersebut yaitu;
a. Menutupi seluruh badan selain bagian yang dikecualikan, hal ini menegaskan bahwa
kewajiban wanita untuk menutup seluruh perhiasan dan tidak memperlihatkan sedikitpun
darinya kepada laki-laki yang bukan mahramnya. Terkecuali apa-apa yang memang
tampak tanpa disengaja, maka ia tidak berdosa apabila segera menutupinya.
b. Tidak berbentuk perhiasan, dalam hal ini sesungguhnya Islam sangat tegas dalam
melarang tabarruj, bahkan larangan melakukan perbuatan ini digandengkan dengan
larangan melakukan syirik kepada Allah, berzina, mencuri, dan perbuatan-perbuatan lain
yang diharamkan. Tabarruj disini ialah perbuatan kaum wanita yang menampakkan
perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutupinya, yang dapat
mengundang syahwat kaum pria.
c) Harus tebal dan tidak transparan, sebab tujuannya menutup aurat itu baru dapat
tercapai jika jilbab terbuat dari kain yang tebal. Kain yang tipis hanya akan
menambah fitnah (godaan) dan keindahan bentuk tubuh seorang wanita.
d) Tidak ketat sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh, sudah jelas bahwa tujuan
berpakaian adalah menghilangkan fitnah dari kaum wanita, dan itu tidak mungkin
terwujud melainkan dengan mengenakan pakaian yang longgar dan lebar. Tidak
dibolehkan memakai pakaian ketat, sebab meskipun sudah menutupi warna kulit,
pakaian tersebut tetap menggambarkan lekuk seluruh tubuh atau sebagiannya. Kondisi
seperti ini yang akan mengundang syahwat kaum pria.
e) Tidakbolehdiberiwewangianatauparfum,dalamhaliniyangmemakaiwewangian bagi
wanita dapat mengundang syahwat (pria).
f) Tidak menyerupai pakaian laki-laki, dalam hal ini laki-laki yang menyerupai kaum
wanita akan terpengaruh oleh akhlak dan perangai kaum wanita sesuai kadar
penyerupaannyahinggapadapuncaknyalaki-lakitersebutbenar-benarmenjadibancidan
menempatkan dirinya sebagai seorang wanita. Begitu juga dengan wanita yang
menyerupai kaum pria akan terpengaruh oleh akhlak dan perangaikaum pria, hingga
akhirnya mereka berani bersolek dan menampakkan (perhiasan) sebagaimana kaum pria.
g) Tidak menyerupai pakaian wanita kafir, persyaratan ini berdasarkan prinsip dasar
yang telah ditetapkan dalam syari‟at bahwakaum Muslimin,laki-laki dan perempuan,
tidak diperbolehkan menyerupakan diri mereka dengan orang-orang kafir, baik dalam
ibadah, hari raya, maupun pakaian yang secara khusus menjadi ciri khas mereka.
h) Tidak berbentuk pakaian Syuhrah (sensasi), maksudnya pakaian Syuhrah adalah
semua pakaian yang dipakai dengan tujuan menjadi pusat perhatian masyarakat (yang
melihatnya) baik berupa pakaian mahal yang dipakai seseorang untuk membanggakan
Diri dengan kekayaan duniawi maupun pakaian murahan yang sengajadipakaiseseorang
untuk menunjukkan sikap zuhud dan itu dilakukan atas dasar riya‟.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa menutup aurat berbeda dengan
memakai pakaian syar‟i (yang dibenarkan Allah) yang menutup aurat. Dalam sholat,
salah satu syarat sahnya adalah menutup aurat, sehingga apapun yang dipakai seorang
Muslimah agar auratnya tidak terbuka, itu sudah cukup menjadikan sholatnya sah.
Namun,belum tentu pakaian yang menutupi aurat boleh dikenakan wanita Muslimah saat
ia pergi ke luar rumah. Karena untuk keluar rumah, Allah swt., tidak hanya
mengahruskan mereka untuk menutup auratnya, tapi juga mengenakan pakaian syar‟i
untuk menutup auratnya. Saat berada di rumahnya, dalam melakukan aktivitas-aktivitas
yang biasa dia lakukan bersama dengan mahramnya, tentu wanita Muslimah tidak perlu
menutup aurat dengan pakaian lengkapnyasebagaimanakeluarrumah. KarenaAllah swt.,
membolehkan mahram wanita Muslimah itu untuk melihat bagian tubuh wanita sampai
batas tempat melekatnya perhiasannya.
“Hijab (busana muslimah) berarti tirai atau pemisah (satirataufasil) menunjukkan arti
penutup yang ada dirumah Nabi Saw, yang berfungsi sebagai sarana penghalang atau
pemisah antara laki-laki dan perempuan, agar mereka tidak saling memandang.”
Sementara, fashion diciptakan bukan untuk fungsi namun untuk estetika, dirancang
bukan untuk melindungi keindahan, namun untuk mengekspos keindahan. Pada hal ini
sudah jelas bahwa Hijab (busana muslimah) bukan sebuah fashion, dan fashion bukan
bagian dari hijab (busana muslimah). Jilbab adalah kerudung yang dipakai wanita untuk
menutupi pakaiannya menurut pendapat yang paling kuat. Jilbab adalah selendang besar
yang menutup dari ujung kepala sampai kaki sebelumnya telah saya sampaikan, khimar
dipakai dirumah sedangkan jilbab dipakai saat keluar.
Dengan demikian, maka sesunggujnya hakikat Hijab (busana musimah) adalah
melindungi keindahan wanita hingga ia tidak menjadi perhatian lelaki. Karena wanita
terlalu berharga untuk menjadi bahan perhatian semata.

3. Etika Berbicara dan Berperilaku

Islam sangat memperhatikan masalah etika dan adab dalam kehidupan sehari-hari. Ada
beberapa etika yang diatur di dalam Islam, salah satunya etika berbicara. Rasulullah SAW telah
memberikan contoh kepada umatnya bagaimana etika berbicara dalam Islam. Rasulullah terkenal
dengan kelembutannya saat berbicara, sehingga banyak yang merasa dimuliakan oleh Beliau.
Dikutip dari jurnal Etika Berbicara dalam Tafsir AlMisbah oleh Rofi‟iHanafi, etika
berbicara dijelaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 263, yaitu:

ِ َ ّ ‫َ ٍ ََّيص ْ َ َت ُ َ هآاَ ًذ ۗي َو ّٰه ّلُ َ ِغ ٌي‬


‫حل ْيٌم‬ ِ َ ‫ٌ َّيف‬ ّ َ ‫َ ْى ٌل‬
ّ ‫ْخ‬ َ ‫مْ عُ و َ م ْ غِ ف‬
‫ةر ٌ ي ٌ ر م‬ ‫رْ و‬
ْ
‫ن‬
Artinya:Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada sedekah yang
diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha kaya, Maha Penyantun.

M. Quraish Shihab dalam buku Tafsir Al Misbah menafsirkan ayat tersebut dengan arti
lebih baik memberi sesuatu tanpa berkata apapun, daripada memberi tetapi memaki-makinya
setelahnya.

Menurut jurnal Adab Bicara Dalam Prespektif Komunikasi Islam oleh Hakis, ada beberapa
etika berbicara dalam Islam yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Jujur dalam berbicara


Etika berbicara yang pertama adalah jujur. Kejujuran menunjukkan ke-Islaman
seseorang. Maka hendaknya seorang Muslim harus selalu jujur dalam setiap
Perkataan bahkan dalam candaan sekalipun. RasulullahSAW bersabda:“Celakalah
orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah
dia, dan celakalah dia!” (HR. Abu Daud, dihasankan oleh Al-Albani).
2. Berbicara baik atau diam
Etika berbicara yang kedua adalah seorang Muslim harus memilih perkataan yang
baik. Pemilihan kata bertujuan untuk tidak menyakiti hati lawan bicara. Ketika
seorang Muslim diberikan nikmat berbicara, maka gunakanlah untuk berbicara yang
baik saja. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 70-71 yang
berbunyi, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-
amalanmu dan mengampuni bagimu dosa- dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah
dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”
(QS. Al Ahzab:70-71)
3. Tidak Ghibah
Etika berbicara dalam Islam selanjutnya adalah menghindari perbuatan menggunjing
dan mengadu domba. Allah Berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 12 yang
berbunyi,“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”(QS.Al
Hujurat:12)
4. Melihat wajah lawan bicara
Etika berbicara dalam Islam yang keempat, yaitu melihat wajah lawan bicara. Jika
berbicara secara langsung, pandanglah wajah orang yang ada di hadapan. Hal ini
akan membuat lawan bicara merasa lebih dihargai. Sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Abbas dalam hadits berikut:
“Rasulullah SAW mempunyai sebuah cincin dan memakainya. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “Cincin ini telah menyibukkanku dari (memperhatikan) kalian sejak
hari ini (aku memakainya), sesaat aku memandangnya dan sesaat aku melihat kalian”.
Kemudian beliau pun melempar cincin tersebut.” (Hadist Shahih An Nasai no. 5304)
5. Tidak berdebat
Debatmerupakanpintudariterbukanya kesalahpahamanantarsesamaumatMuslim. Ini
disebabkan karena satu sama lain saling mempertahankan pendapat dan argumennya
masing-masing. Apalagi ketika debat didasari dengan ketidaktahuan
dariinformasiyangdidapatkan.Walaupunperdebatanadalahhal yanglumrahterjadi
dalam sebuah komunikasi. Namun, hal ini hendaknya dihindari karena membuang-
buang waktu bahkan bisa memutuskan silaturahmi serta menciptakan permusuhan.

Dalam Islam, etika bergaul atau berinteraksi dengan orang lain merupakan aspek
penting dalam kehidupan sehari-hari. Islam mengajarkan prinsip-prinsip etika yang kuat
untuk memandu umat Muslim dalam berinteraksi dan berperilaku dengan sesama
manusia. Berikut adalah beberapa prinsip etika bergaul dalam Islam:

1. Kesopanan dan Sopan Santun: Islam mengajarkan pentingnya bersikap sopan,


menghormati, dan menjaga tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain.
Rasulullah Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang sangat sopan dan santun
dalam pergaulannya.
2. Kejujuran: Islam menekankan pentingnya kejujuran dalam segala aspek kehidupan.
Seorang Muslim diharapkan untuk selalu berbicara jujur da nmemegang teguh
prinsip kejujuran dalam setiap tindakan dan perkataannya.
3. Menghormati Hak Asasi Manusia: Islam menghormati hak asasi manusia dan
mengajarkan umat Muslim untuk tidak memandang rendah atau melanggar hak-hak
orang lain. Setiap individu, tanpa memandang agama, suku, atau ras, memiliki hak
yang sama dalam Islam.
4. Keadilan: Islam mendorong umat Muslim untuk bersikap adil dalam segala hal. Ini
mencakup memberikan hak-hak yang sepatutnya kepada orang lain, tidak
membedakan orang berdasarkan status sosial, dan menangani konflik dengan adil dan
objektif.
5. Kesabaran dan Pengampunan: Islam mengajarkan pentingnya kesabaran dan
pengampunandalambergauldenganoranglain.SeorangMuslimdiharapkanuntuk
sabar dalam menghadapi kesulitan dan tidak cepat marah. Pengampunan juga
diajarkan sebagai prinsip penting untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
6. Menjaga Rahasia: Islam mengajarkan pentingnya menjaga rahasia orang lain.
Seorang Muslim diharapkan untuk tidak menyebarkan gosip atau
mengungkap rahasia pribadi orang lain tanpa izin.
7. Kerjasama dan Saling Tolong-Menolong: Islam mendorong umat Muslim untuk
bekerja sama dan saling membantu dalam segala hal yang baik. Kolaborasi dan
saling tolong-menolong dianjurkan agar menciptakan masyarakat yang solidaritas
dan berkeadilan.
8. Menghindari Sifat Sombong dan Merendahkan Orang Lain: Islam melarang sifat
sombong dan merendahkan orang lain. Seorang Muslim diharapkan untuk rendah hati,
Menghormati dan memperlakukan semua orang dengan baik tanpa memandang
status sosial atau kekayaan.
Prinsip-prinsip etika ini adalah beberapa dari banyak ajaran Islam yang menekankan
pentingnya bergaul dengan baik dan menciptakan hubungan yang sehat dan harmonis
dengan sesama manusia.
KESIMPULAN

Allah melalui Alquran memerintahkan hamba-Nya untuk berhubungan baik dengan semua
manusia sehingga hidup harmonis dalam kebersamaan. Umat Islam hanya bisa hidup bahagia di
dunia dan di akhirat apabila mempraktekkan ajaran yangterdapat dalam Alquran

Dalam agama islam telah diataur bagaimana tata pergaulan yang baik dan benar tentunya
dengan akhlakulkarimah atau akhlak yang terpuji. Bukan hanya kepada sesama muslim, akan
tapi kepada semua orang. Tidak melihat dari segi suku, agama, bangsa, dan budaya. Karena
hakekatnya manusia adalah sama kecuali ketakwaannya lah yang membuat derajat seseorang
menjadi tinggi dari yang lain, karena itu tidak wajar apabila maasih ada istilah pihak lain karena
semua sama dari segi pandang kemanusiaan. Tidak ada kata kami, yang ada hanya kita. Akan
ringan segala pekerjaan, apabila segala orang saling tolong menolong satu sama, hal yang harus
dikerjakakan dalam waktu satu minggu akan selesai hanya dengan waktu satu hari. Sungguh
indah sekali kehidupan tanpa adapnya pembatas perbedaan.

Larangan dalam agama,bukan hanya sekedar larangan biasa yang tidak ada konsekuensinya.
Dalam agama dilarang berkhalwat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, ini
menandakan bahwa agama sangat menjaga dari hal-hal yang akan merendahkan derajat seorang
manusia. Dimana diluaran sana, kepuasan dijadikan sebuah tujuan utama tanpa melihat positif
dan negativenya seuatu pekerjaan, ini akan berdampak negative. Karena banyak orang yang
melakukan nhubugan suami dan istri ditempat-tempat umum. Dan ini semua tidak ada bedanya
dengan hewan yang tanpa akal.
DAFTAR PUSTAKA

Hakis.2020. ADAB BICARA DALAM PRESPEKTIF KOMUNIKASIISLAM.Jurnal


Mercusuar. Volume 1 Nomor 1. Halaman 43-68.

Kahar Munsyur, Bulughul Maram, Jakarta: PT. Rineka Cipta,cet.3,hal.225.

Murtopo,B,A.2017.ETIKA BERPAKAIAN DALAM ISLAM: TINJAUAN BUSANA


WANITA SESUAI KETENTUAN ISLAM. Tajdid:Jurnal Pemikiran Keislaman dan
Kemanusiaan. Volume I Nomor II. Halaman 243-351.

Pranoto,A.,Abdussalam,A.,danFahrudin.2016.ETIKA PERGAULAN DALAM AL QURAN


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH. TARBAWY.
Volume III Nomor II.Halaman107-119.

Rachmat Syafe'I,Al-Hadits(Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia,
2003, h.217
Rachmat Syafe'I, Al-Hadits(Aqidah,Akhlaq,Sosial dan Hukum),Jakarta:PT.PustakaSetia, 2003

Tanfidziyah.2016.https://www.nu.or.id/opini/pergaulan-dalam-pandangan-islam-
iwfnF.https://cendekiamuslim.or.id/etika-pergaulan-dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai