Amar (perintah)
Dosen Pembimbing:
AGUS MISWANTO S.Ag., MA
Disusun Oleh:
Icha Prastiwi (22.0404.0001)
Najmah Nafisah (22.0404.0002)
Afifah Nur Azizah (22.0404.0003)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bimbingan yang baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasanyang luas
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dan uraian latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini terfokus pada beberapa hal berikut:
1. Bagaimana konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab
dalam menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan M.Quraish
Shihab tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
3. Bagaimana kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab?
C. Tujuan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M.
Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
2. Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan
M. Quraish Shihab tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
3. Untuk menjelaskan kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M.
Quraish Shihab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar
Menurut bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang
didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari atasan
kepada bawahan. Al-Amr merupakan ucapan atau tuntutan yang secara subtansial
agar mematuhi perintah dengan mewujudkan apa yang menjadi
tuntutannya dalam perbuatan. Amr (perintah) adalah lafaz yang dikehendaki
supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan. Bentuk lafaz amar bermacam-
macam Diantaranya, fiil amar, fiil mudhari‟ yang diawali lam amar, masdar
pengganti Fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung makna perintah seperti,
kutiba,amara, faradha. Menurut Muhammad Hasyim Kamali, amar dapat
didefinisikan sebagai perintah lisan untuk melaksanakan sesuatu yang keluar dari
orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah (Muhamad
Hasyim Kamali, 1996). Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak
hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr,
tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya mengandung arti
perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan kata-kata yang berarti majaz
(samar). Jadi Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang
sifatnya mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk
kategori Amr.
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a.Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b.Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c.Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus
tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d.Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya
do’a.
D. Kaidah-kaidah Amar
a. Kaidah pertama:
االصل فى االمر للوجوب وال تدل على غيره اال بقرينة
“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah
tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”
Contoh:
َّ }وَأقِي ُموا ال
{صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاة َ [77 :]النساء
“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)
b. Kaidah kedua:
االمر بالشيء يستلزم النهي عن ضده
“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.”
Contoh:
]36 :َوا ْعبُدُوا هللا [النساء
”Dan Sembahlahlah Allah…” (Q.S. an-Nisa: 36)
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan
mempersekutukan Allah.
c. Kaidah ketiga:
االمر يقتضى الفور اال لقرين
“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah
tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera
dilaksanakan.”
Contoh:
فَا ْستَبِقُوا ْال َخي َْرات
”…Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan…” (Q.S. al-Baqarah:
148)
d. Kaidah keempat:
األمر ال يقتضى الفور
“Suatu suruhan atau perintah itu tidak menghendaki kesegeraan dikerjakannya.”
Contoh:
اس بِ ْال َح ّج
ِ ََّوَأ ِّذ ْن فِي الن
”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji (Q.S.Al-Hajj:27)
e. Kaidah kelima:
االصل فى االمر ال يقتضى التكرار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali
mengerjakan perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan
kepada pengulangan. “
أو صفة فإنه يقتضي التكرار,إذا ُعلِّق األمر على شرط
“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka sesungguhnya
menghendaki pengulangan.”
Contoh:
َوَأتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هلل
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah:
196)
f. Kaidah keenam:
األمر بعدالنهي يفيداالباحة
”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”
Contoh:
صاَل ِة ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا ِإلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْالبَيْع َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد
َّ ي لِل
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk menunaikan shalat
pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli…” (Q.S. al-Jumu’ah:9)
ِ ْصاَل ةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اَأْلر
ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هللا َّ ت ال ِ ُفَِإ َذا ق
ِ َضي
”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah…” (Q.S. al-Jumu’ah:10)
“Dan berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan
ikhlas; tetapi jika dengan senang hati mereka memberikan sebagian darinya
kepadamu, terimalah dan nikmatilah pemberiannya dengan senang hati.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna atau pengertian yang cepat ditangkap dari lafazh Amr adalah ijab
artinya tuntutan wajib mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan. Jika Allah
memerintahkan kepada hamba-hambaNya suatu perbuatan berarti kewajiban
memenuhi perintah-Nya. Amr tetap mengandung arti wajib, kecuali Amr itu tidak
mutlaq lagi artinya terdapat qarinah (petunjuk) yang dapat mengubah ketentuan
tersebut, sehingga tidak menunjukkan wajib melainkan menunjukkan hukum
sunnat atau mubah dan sebagainya.Shighat Amr (bentuk kata Amr) secara lugawi
(bahasa) tidak mengandung petunjuk adanya perulangan terhadap suatu pekerjaan
yang diperintahkannya dan tidak pula harus segera dilaksanakan karena itu yang
dituntut adalah tercapainya pekerjaan yang diperintahkan, terkecuali jika terdapat
qarinah yang membolehkan suatu pekerjaan dilakukan berulang ataupun
kesegeraan. Amr pada dasarnya menunjukkan wajib, kecuali ada qarinah yang
menunjukkan selainnya. Namun tidak setiap perintah dalam Al-Qur‟an hukumnya
sebagai wajib. Tergantung ada tidaknya qarinah yang menunjukkan arti selain
wajib. Shalat Tahajud misalnya, didalam QS. Al-Isra‟ 17: 79 menyebutkan
lakukanlah shalat tahajud kalimat ini menunjukkan arti perintah yang jelas, tetapi
tidak menunjukkan arti wajib.
DAFTAR PUSTAKA