Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Amar (perintah)

Dosen Pembimbing:
AGUS MISWANTO S.Ag., MA

Disusun Oleh:
Icha Prastiwi (22.0404.0001)
Najmah Nafisah (22.0404.0002)
Afifah Nur Azizah (22.0404.0003)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bimbingan yang baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasanyang luas
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak


kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Magelang, 20
September 2022

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amar ma’ruf dan nahi munkar, digunakan syari'at Islam untuk


pengertian memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan
hal-hal yang dipandang baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri
dan orang lain dari melakukan hal-hal yang dipandang buruk oleh agama.
'Ulama fiqih sepakat bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar adalah prinsip
yang harus dimiliki setiap Muslim. Mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang
yang beriman; setiap kali Al-Qur’an memaparkan ayat yang berisi sifat-
sifat orang-orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam
kehidupan ini, kecuali ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan
bagi orang-orang beriman untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran.

Dakwah pada hakikatnya adalah mengajak baik pada diri sendiri


ataupun kepada orang lain. Untuk berbuat baik sesuai dengan ketentuan
yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan
perbuatan yang tercela (yang dilarang Allah) dan Rasul-Nya. Dakwah bisa
diidentifikan dengan amar ma’ruf dan nahi munkar. Berkenaan dengan
masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami kembali peranan
amar ma’ruf dan nahi munkar (menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya. Karena
banyak diantara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan
kedudukanya diantara ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan
kurang berfungsinya konsep amar ma’ruf dan nahi munkar dalam
kehidupan kita sehari-hari, apalagi pada era modernisasi yang tidak pernah
sepi dari kemungkaran. Pembahasan masalah kebaikan dan kemungkaran
sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini banyak
orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya
sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Demikian halnya terhadap
kemungkaran, mereka hanya mencegah kemungkaran dari dirinya pribadi
dan membiarkan orang lain. Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar
memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit hartanya, bahkan nyawa
seperti yang telah dicontonkan oleh para nabinabi dan rasul-rasul.

Dakwah adalah membawa kebenaran yaitu kebenaran yang perlu


dipertanggun jawabkan di dunia dan akhirat, agar terciptanya kedamaian
dan kebahagiaan. Sementara kerusakan di muka bumi ini dapat dicegah
melalui peranan amar ma’ruf dan nahi munkar. Sayyid Qutb telah
nyatakan di dalam Tafsirnya, untuk mengimplementasikan manhaj Allah
 bukanlah semata-mata memberi nasihat, bimbingan, dan menyampaikan
keterangan melalui dengan cara uslub da'wah. Memang ini adalah salah
satu aspek, akan tetapi masih ada aspek yang lebih utama yang perlu
ditegakkan yaitu menegakkan kekuasaan untuk memerintah dan melarang.
Yang dimaksudkan disini adalah rakyat harus memilih dan berpihak
kepada penguasa atau kerajaan yang ingin menegakkan Daulah
Isla>miyyah dalam sebuah negeri dengan mengamalkan konsep dakwah
amar ma’ruf dan nahi munkar secara Hamka, Pendangan Hidup Muslim
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), konsisten dan efisien supaya kehidupan di
muka bumi kini terpelihara dari kepimpinan bangsa ja>hiliyah dengan
menyuruh kepada kejahatan dan kerusakan. Untuk itu, kaum Muslimi>n
harus memiliki kekuatan sehingga memungkinkanmereka memerintah
kepada yang baik dan mencegah kemungkaran. Menurut Sayyid Qutb,
amar adalah perintah, ma’ruf adalah sesuatu yang dapat dimengerti dan
diterima oleh masyarakat. Perbuatan ma’ruf apabila dikerjakan dapat
diterima dan dipahami oleh manusia serta dipuji. Sedangkan munkar
adalah sesuatu yang dibenci dan tidak dapat diterima oleh masyarakat,
apabila dikerjakan ia dicemoh dan dicela oleh masyarakat sekelilingnya.
Lebih lanjut menurut Sayyid Qutb mengatakan bahwa, dakwah kebajikan
biasa saja dilakukan oleh semua Muslim, namun untuk memerintahkan
kepada hal-hal yang ma'ruf dan melarang kepada hal-hal yang munkar
diperlukan adanya kekuasaan untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar atau paling tidak, diperlukannya sebuah komunitas yang concern
terhadap perintah dan larangan terhadap kebaikan dan kemungkaran. Oleh
sebab itu, dalam penafsiran Sayyid Qutb menegaskan supaya umat Islam
menegakkan kekuasaan memerintah danmelarang. Sementara itu, M.
Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahamiwahyu Ilahi
secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada maknatekstual agar
pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan
dalamkehidupan nyata. Menurutnya, penafsiran terhadap Al-Qur’an tidak
akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran
baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. M.
Quraish Shihab tetapmengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-
hati dalam menafsirkan AlQur’an sehingga seseorang tidak mudah
mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat Al-Qur’an. Bahkan,
menurutnya adalah satu dosa bila seseorang memaksakan pendapatnya
atas nama Al-Qur’an. Menurut Shihab, kata munkar dipahami banyak
ulama sebagai segala sesuatu, baik ucapan maupun perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan agama, akal, dan adat istiadat.
Penekanankata munkar lebih banyak pada adat-istiadat. Demikian juga
kata ma’ruf yangdipahami dalam arti adat bistiadat yang sejalan dengan
tuntunan agama. Dapat dilihat dalam data-data yang disebutkan
sebelumnya bahwa Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab juga memberikan
penafsiran terhadap ayat-ayat yang berbicara tentang amar ma’ruf dan nahi
munkar. Seperti diketahui bahwa Sayyid Qut}b adalah salah satu tokoh
haraki dari parti al-Ikhwan al-Muslimun di Mesir, sedangkan M. Quraish
Shihab adalah seorang pakar Al-Qur’an di Indonesia. Bahkan orang
pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar Doktor bidang ilmu Tafsir
di Mesir. Memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an di Indonesia,
tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan-pesan
Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa moderen membuatnya lebih
dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an lainnya. Menurutnya,
dengan metode tafsirmawdu'i (tematik) dapat diungkapkan pendapat-
pendapat Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat
dijadikan bukti bahwa ayat AlQur’an sejalan dengan perkembangan iptek
dan kemajuan peradaban masyarakat. Adapun beberapa hal yang menjadi
alasan peneliti untuk mengkomparasikan kedua tokoh tersebut di
antaranya: pertama, Sayyid Qutb dan M.Quraish Shihab adalah dua tokoh
mufassir yang termasuk kedalam mufassir priode modern-kontemporer.
Kedua, kedua mufassir tersebut dipilih sebagai objek penelitian, karna
secara latar belakang ataupun priode penafsiran kedua mufassir tersebut
berbeda, baik secara sosio-cultural dan kondisi masyarakat, maupun
tingkat kemampuan intelektual dari para mufassir tersebut. Sayyid Qutb
merupakan seorang mufassir yang terkenal di kancah dunia Internasional.
Ia terkenal sebagai seorang ilmuan Muslim yang juga sebagai seorang
negarawan di Kemetrian Pendidikan dan Pengajar. Dengan karyanya
Tafsir FiZilal Al-Qur'an yang menjadi karya monumentalnya diantara
karyakarya lain yang dihasilkannya. Kitab tafsir ini dinilai relevan, karena
di dalamnya kaya dengan pemikiran sosial-kemasyarakatan yang mengkaji
masalah-masalah sosial yang sangat dibutuhkan oleh generasi Muslim
sekarang. Dalam konteks Indonesia Quraish Shihab merupakan seorang
mufassir yang terkenal, ia juga seorang negarawan yang pernah bekerja
untuk negara menjadi Menteri Agama. Dengan karyanya Tafsir Al-
Mishba>h yang membumi saat ini khususnya di Indonesia. Tafsir Al-
Mishba>h sangat berpengaruh di Indonesia. Bukan hanya menggunakan
corak baru dalam penafsiran, yang berbeda dengan penafsir-penafsir
lainnya, beliau juga menyesuaikan dengan konteks ke-6 Indonesiaan.
Inilah alasan paling kuat mengapa peneliti ingin sekali mengkomparasikan
kedua pandangan tokoh mufassir di atas. Berdasarkan latar belakang
tersebut penulis terdorong mengangkat tema dengan judul: “Konsep Amar
Ma’ruf dan Nahi Munkar dalam Tafsir Fi Zilal AlQur’an dan Tafsir Al-
Mishbah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dan uraian latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang dibahas dalam penelitian ini terfokus pada beberapa hal berikut:
1. Bagaimana konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab
dalam menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan M.Quraish
Shihab tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
3. Bagaimana kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab?

C. Tujuan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M.
Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
2. Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan
M. Quraish Shihab tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
3. Untuk menjelaskan kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M.
Quraish Shihab.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar
Menurut bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang
didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari atasan
kepada bawahan. Al-Amr merupakan ucapan atau tuntutan yang secara subtansial
agar mematuhi perintah dengan mewujudkan apa yang menjadi
tuntutannya dalam perbuatan. Amr (perintah) adalah lafaz yang dikehendaki
supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan. Bentuk lafaz amar bermacam-
macam Diantaranya, fiil amar, fiil mudhari‟ yang diawali lam amar, masdar
pengganti Fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung makna perintah seperti,
kutiba,amara, faradha. Menurut Muhammad Hasyim Kamali, amar dapat
didefinisikan sebagai perintah lisan untuk melaksanakan sesuatu yang keluar dari
orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah (Muhamad
Hasyim Kamali, 1996). Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak
hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr,
tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya mengandung arti
perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan kata-kata yang berarti majaz
(samar). Jadi Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang
sifatnya mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk
kategori Amr.
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a.Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b.Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c.Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus
tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d.Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya
do’a.

B. Bentuk-Bentuk Lafadz Amar

Ada beberapa bentuk amr yang terdapat dalam al-Qur’an:


a. Perintah yang jelas-jelas menggunakan fi’il amr
Seperti dalam surat an-Nisa ayat 4:
 ‫ص ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَةً فَِإ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِيًئا َم ِريًئا‬
َ ‫َوآتُوا النِّ َسا َء‬
b. Kata perintah yang menggunakan fi’il mudhari’ (bentuk sedang atau akan
terjadi) yang didahului oleh lam al-amr
Seperti dalam surat Ali Imran ayat 104:
ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ُأ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َويَْأ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوُأولَِئكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Hendaklah di antaramu ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan,
menyuruh orang berbuat yang benar dan melarang perbuatan mungkar. Itulah
orang-orang yang beruntung.”
c. Kata kerja perintah yang berbentuk isim fi’il amr
Seperti dalam surat al-Maidah ayat 105:
‫ض‡ َّل ِإ َذا ا ْهتَ‡ َد ْيتُ ْم ِإلَى هَّللا ِ َم‡‡رْ ِج ُع ُك ْم َج ِميعًا فَيُنَبُِّئ ُك ْ‡م بِ َم‡‡ا ُك ْنتُ ْم‬ ُ َ‫يَ‡‡ا َأيُّهَ‡‡ا الَّ ِذينَ آ َمنُ‡‡وا َعلَ ْي ُك ْم َأ ْنفُ َس‡ ُك ْم اَل ي‬
َ ‫ض‡رُّ ُك ْم َم ْن‬
َ‫تَ ْع َملُون‬
“Hai orang yang beriman, Jagalah dirimu sendiri. Orang yang sesat tidaklah
merugikan kamu jika kamu sudah mendapat petunjuk. Kepada Allah kamu semua
akan kembali. Kemudian diberitahukan kepadamu mengenai apa yang sudah
kamu lakukan.
d. Kata kerja perintah berbentuk masdar pengganti fi’il
Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 83:
‫يل اَل تَ ْعبُ ُدونَ ِإاَّل هَّللا َ َوبِ ْال َوالِ‡ َد ْي ِن ِإحْ َس‡انًا َو ِذي ْالقُ‡رْ بَى َو ْاليَتَ‡ا َمى َو ْال َم َس‡ا ِكي ِن َوقُولُ‡وا‬ َ ‫وَِإ ْذ َأخ َْذنَا ِميثَا‬
َ ‫ق بَنِي ِإ ْس َراِئ‬
َ‫ْرضُون‬ ِ ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ ثُ َّم تَ َولَّ ْيتُ ْم ِإاَّل قَلِياًل ِم ْن ُك ْم َوَأ ْنتُ ْم ُمع‬
َّ ‫اس حُ ْسنًا َوَأقِي ُموا ال‬
ِ َّ‫لِلن‬
“Dan ingatlah ketika Kami menerima ikrar dari Bani Israil; tidak akan
menyembah selain Allah, berbuat baik kepada orang tua dan kerabat, kepada anak
yatim dan orang miskin dan  berbudi bahasa kepada semua orang; dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Tetapi, kemudian kamu berbalik, kecuali sebagian
kecil di antara kamu (masih juga) menentang.”

C. Ragam Makna Amar


Terkadang sighat amr dipakai untuk hal-hal yang bermacam-macam,
sesuai dengan tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan ke arah itu, antara lain:
a. Sunat
‫فَ َكاتِبُوهُ ْم ِإ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِي ِه ْم َخ ْيرًا‬
“Maka hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka (budak) jika kamu
mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (Q.S. an-Nur: 33)
b. Memberi petunjuk/bimbingan
‫َوَأ ْش ِهدُوا ِإ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم‬
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.” (Q.S. al-Baqarah: 282)
c. Amr bermakna do’a, ketika disampaikan pihak yang lebih rendah kepada yang
lebih tinggi kedudukannya

D. Kaidah-kaidah Amar
a. Kaidah pertama:
  ‫االصل فى االمر للوجوب وال تدل على غيره اال بقرينة‬
“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah
tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”
Contoh:
َّ ‫}وَأقِي ُموا ال‬
{‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاة‬ َ [77 :‫]النساء‬
“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)

b. Kaidah kedua:
‫االمر بالشيء يستلزم النهي عن ضده‬
  “Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.”
Contoh:
]36 :‫َوا ْعبُدُوا هللا [النساء‬
”Dan Sembahlahlah Allah…” (Q.S. an-Nisa: 36)
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan
mempersekutukan Allah.

c. Kaidah ketiga:
  ‫االمر يقتضى الفور اال لقرين‬
“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah
tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera
dilaksanakan.”
Contoh:
‫فَا ْستَبِقُوا ْال َخي َْرات‬
”…Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan…” (Q.S. al-Baqarah:
148)

d. Kaidah keempat:
‫األمر ال يقتضى الفور‬
“Suatu suruhan atau perintah itu tidak menghendaki kesegeraan dikerjakannya.”
Contoh:
‫اس بِ ْال َح ّج‬
ِ َّ‫َوَأ ِّذ ْن فِي الن‬
”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji (Q.S.Al-Hajj:27)

e. Kaidah kelima:
‫االصل فى االمر ال يقتضى التكرار‬
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali
mengerjakan perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan
kepada pengulangan. “
‫ أو صفة فإنه يقتضي التكرار‬,‫إذا ُعلِّق األمر على شرط‬
“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka sesungguhnya
menghendaki pengulangan.”
Contoh:
‫َوَأتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هلل‬
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah:
196)
f. Kaidah keenam:
‫األمر بعدالنهي يفيداالباحة‬
”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”
Contoh:
‫صاَل ِة ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا ِإلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْالبَيْع‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk menunaikan shalat
pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli…” (Q.S. al-Jumu’ah:9)
ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اَأْلر‬
‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هللا‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَِإ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah…” (Q.S. al-Jumu’ah:10)
“Dan berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan
ikhlas; tetapi jika dengan senang hati mereka memberikan sebagian darinya
kepadamu, terimalah dan nikmatilah pemberiannya dengan senang hati.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna atau pengertian yang cepat ditangkap dari lafazh Amr adalah ijab
artinya tuntutan wajib mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan. Jika Allah
memerintahkan kepada hamba-hambaNya suatu perbuatan berarti kewajiban
memenuhi perintah-Nya. Amr tetap mengandung arti wajib, kecuali Amr itu tidak
mutlaq lagi artinya terdapat qarinah (petunjuk) yang dapat mengubah ketentuan
tersebut, sehingga tidak menunjukkan wajib melainkan menunjukkan hukum
sunnat atau mubah dan sebagainya.Shighat Amr (bentuk kata Amr) secara lugawi
(bahasa) tidak mengandung petunjuk adanya perulangan terhadap suatu pekerjaan
yang diperintahkannya dan tidak pula harus segera dilaksanakan karena itu yang
dituntut adalah tercapainya pekerjaan yang diperintahkan, terkecuali jika terdapat
qarinah yang membolehkan suatu pekerjaan dilakukan berulang ataupun
kesegeraan. Amr pada dasarnya menunjukkan wajib, kecuali ada qarinah yang
menunjukkan selainnya. Namun tidak setiap perintah dalam Al-Qur‟an hukumnya
sebagai wajib. Tergantung ada tidaknya qarinah yang menunjukkan arti selain
wajib. Shalat Tahajud misalnya, didalam QS. Al-Isra‟ 17: 79 menyebutkan
lakukanlah shalat tahajud kalimat ini menunjukkan arti perintah yang jelas, tetapi
tidak menunjukkan arti wajib.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwono E. Amar Ma’ruf Nahy Munkar dalam Perspektif Sayyid Quthb.


Stud Agama-Agama. 2015;1.:4.
2. Latifa U. Perkembangan pada Anak Sekolah Dasar: Masalah dan
Perkembangannyatle. Aspek Perkembabgan pada Anak Sekol Dasar
Masalah dan Perkembangannya. 2017;1(faktor yang mempengaruhi
perkembangan):191.
3. Choiriyah. Peranan Kepemimpinan Dakwah dalam Melaksanakan Amar
Ma’ruf Nahi Munkar. Yonet J Manaj Dakwah. 2020;3(1):1–16.
\\

Anda mungkin juga menyukai