Amar (perintah)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan bimbingan yang baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta
wawasanyang luas bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Magelang, 20 September 2022
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Amar ma’ruf dan nahi munkar, digunakan syari'at Islam untuk pengertian
memerintahkan atau mengajak diri dan orang lain melakukan hal-hal yang dipandang
baik oleh agama, dan melarang atau mencegah diri dan orang lain dari melakukan hal-
hal yang dipandang buruk oleh agama. 'Ulama fiqih sepakat bahwa amar ma’ruf dan
nahi munkar adalah prinsip yang harus dimiliki setiap Muslim. Mengajak kepada
kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan ciri utama masyarakat orang-orang
yang beriman; setiap kali Al-Qur’an memaparkan ayat yang berisi sifat-sifat orang-
orang beriman yang benar, dan menjelaskan risalahnya dalam kehidupan ini, kecuali
ada perintah yang jelas, atau anjuran dan dorongan bagi orang-orang beriman untuk
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dakwah pada hakikatnya adalah mengajak baik pada diri sendiri ataupun
kepada orang lain. Untuk berbuat baik sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan
oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan perbuatan yang tercela (yang dilarang
Allah) dan Rasul-Nya. Dakwah bisa diidentifikan dengan amar ma’ruf dan nahi
munkar. Berkenaan dengan masalah perintah dan larangan, kita perlu memahami
kembali peranan amar ma’ruf dan nahi munkar (menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar) yang diajarkan Islam kepada umatnya. Karena banyak
diantara kita yang belum memahami hakikat, fungsi dan kedudukanya diantara
ibadah-ibadah lainnya. Semuanya itu menyebabkan kurang berfungsinya konsep amar
ma’ruf dan nahi munkar dalam kehidupan kita sehari-hari, apalagi pada era
modernisasi yang tidak pernah sepi dari kemungkaran. Pembahasan masalah kebaikan
dan kemungkaran sangat luas dan beragam bentuknya, namun sampai pada saat ini
banyak orang-orang Islam yang mengkonsumsi kebaikan hanya untuk dirinya sendiri
tanpa memperdulikan orang lain. Demikian halnya terhadap kemungkaran, mereka
hanya mencegah kemungkaran dari dirinya pribadi dan membiarkan orang lain.
Dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit
hartanya, bahkan nyawa seperti yang telah dicontonkan oleh para nabinabi dan rasul-
rasul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini terfokus pada beberapa hal berikut:
1. Bagaimana konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab dalam
menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan M.Quraish Shihab
tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar?
3. Bagaimana kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab?
C. Tujuan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka penelitian
ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan konteks yang mempengaruhi Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab
dalam menafsirkan ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
2. Untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish
Shihab tentang ayat amar ma’ruf dan nahi munkar.
3. Untuk menjelaskan kontekstualisasi penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish Shihab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amar
Menurut bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang didalamnya
menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari atasan kepada bawahan. Al-
Amr merupakan ucapan atau tuntutan yang secara subtansial agar mematuhi perintah dengan
mewujudkan apa yang menjadi tuntutannya dalam perbuatan. Amr (perintah)
adalah lafaz yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan.
Bentuk lafaz amar bermacam-macam Diantaranya, fiil amar, fiil mudhari‟ yang diawali
lam amar, masdar pengganti Fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung makna perintah
seperti, kutiba,amara, faradha. Menurut Muhammad Hasyim Kamali, amar dapat
didefinisikan sebagai perintah lisan untuk melaksanakan sesuatu yang keluar dari orang yang
kedudukannya lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah (Muhamad Hasyim Kamali,
1996). Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya ditunjukkan pada
lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr, tetapi ditunjukkan pula oleh semua
bentuk kata yang didalamnya mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang
menggunakan kata-kata yang berarti majaz (samar). Jadi Amr merupakan suatu permintaan
untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian
maka tidak termasuk kategori Amr.
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a.Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b.Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c.Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus tidak
mewajibkan atau mengharuskan.
d.Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya do’a.
D. Kaidah-kaidah Amar
a. Kaidah pertama:
االصل فى االمر للوجوب وال تدل على غيره اال بقرينة
“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang
memalingkan arti wajib tersebut.”
Contoh:
َّ }وَأقِي ُموا ال
{صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاة َ [77 :]النساء
“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)
b. Kaidah kedua:
االمر بالشيء يستلزم النهي عن ضده
“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.”
Contoh:
]36 :َوا ْعبُدُوا هللا [النساء
”Dan Sembahlahlah Allah…” (Q.S. an-Nisa: 36)
Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan mempersekutukan
Allah.
c. Kaidah ketiga:
االمر يقتضى الفور اال لقرين
“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang
menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan.”
Contoh:
فَا ْستَبِقُوا ْالخَ ي َْرات
”…Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan…” (Q.S. al-Baqarah: 148)
d. Kaidah keempat:
األمر ال يقتضى الفور
“Suatu suruhan atau perintah itu tidak menghendaki kesegeraan dikerjakannya.”
Contoh:
اس بِ ْال َح ّج
ِ ََّوَأ ِّذ ْن فِي الن
”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji (Q.S.Al-Hajj:27)
e. Kaidah kelima:
االصل فى االمر ال يقتضى التكرار
“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali mengerjakan
perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. “
أو صفة فإنه يقتضي التكرار,إذا ُعلِّق األمر على شرط
“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka sesungguhnya menghendaki
pengulangan.”
Contoh:
َوَأتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هلل
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah: 196)
f. Kaidah keenam:
األمر بعدالنهي يفيداالباحة
”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”
Contoh:
صاَل ِة ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا ِإلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْالبَيْع َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا نُو ِد
َّ ي لِل
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk menunaikan shalat pada hari
Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli…”
(Q.S. al-Jumu’ah:9)
ِ ْصاَل ةُ فَا ْنت َِشرُوا فِي اَأْلر
ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هللا َّ ت ال ِ ُفَِإ َذا ق
ِ َضي
”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia
Allah…” (Q.S. al-Jumu’ah:10)
“Dan berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan ikhlas; tetapi
jika dengan senang hati mereka memberikan sebagian darinya kepadamu, terimalah dan
nikmatilah pemberiannya dengan senang hati.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna atau pengertian yang cepat ditangkap dari lafazh Amr adalah ijab artinya tuntutan
wajib mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan. Jika Allah memerintahkan kepada hamba-
hambaNya suatu perbuatan berarti kewajiban memenuhi perintah-Nya. Amr tetap
mengandung arti wajib, kecuali Amr itu tidak mutlaq lagi artinya terdapat qarinah (petunjuk)
yang dapat mengubah ketentuan tersebut, sehingga tidak menunjukkan wajib melainkan
menunjukkan hukum sunnat atau mubah dan sebagainya.Shighat Amr (bentuk kata Amr)
secara lugawi (bahasa) tidak mengandung petunjuk adanya perulangan terhadap suatu
pekerjaan yang diperintahkannya dan tidak pula harus segera dilaksanakan karena itu yang
dituntut adalah tercapainya pekerjaan yang diperintahkan, terkecuali jika terdapat qarinah
yang membolehkan suatu pekerjaan dilakukan berulang ataupun kesegeraan. Amr pada
dasarnya menunjukkan wajib, kecuali ada qarinah yang menunjukkan selainnya. Namun tidak
setiap perintah dalam Al-Qur‟an hukumnya sebagai wajib. Tergantung ada tidaknya qarinah
yang menunjukkan arti selain wajib. Shalat Tahajud misalnya, didalam QS. Al-Isra‟ 17: 79
menyebutkan lakukanlah shalat tahajud kalimat ini menunjukkan arti perintah yang jelas,
tetapi tidak menunjukkan arti wajib.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwono E. Amar Ma’ruf Nahy Munkar dalam Perspektif Sayyid Quthb. Stud Agama-
Agama. 2015;1.:4.
2. Latifa U. Perkembangan pada Anak Sekolah Dasar: Masalah dan Perkembangannyatle.
Aspek Perkembabgan pada Anak Sekol Dasar Masalah dan Perkembangannya.
2017;1(faktor yang mempengaruhi perkembangan):191.
3. Choiriyah. Peranan Kepemimpinan Dakwah dalam Melaksanakan Amar Ma’ruf Nahi
Munkar. Yonet J Manaj Dakwah. 2020;3(1):1–16.
\\