Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DA’WAH dan PERUBAHAN SOSIAL


“PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP DA’WAH”
Dosen Pengampu: Siti Badiah, M. AG

Disusun Oleh:
Kelompok 1

1. Abdul Kohar Fadhil (2031050002)


2. Abid Akmal Kusuma (2031050163)
3. Amelia Agustina (2031050217)
4. Annisa (2031050015)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021/202
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2
A. Pengertian Da’wah .....................................................................................................2
B. Unsur-unsur Da’wah ..................................................................................................4
C. Pendekatan Da’wah ...................................................................................................9
D. Fungsi dan Tujuan Da’wah ........................................................................................13
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................16
DAFTAR PUTAKA ................................................................................................... 18

i
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena dengan anugerah dan
kasih sayang serta petunjuk dan kekuatan-Nya yang telah diberikan kepada kita semua.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin kita semua tidak akan sanggup hidup dengan baik dan yang
nantinya akan memberikan manfaat dikemudian hari guna kemajuan ilmu pengetahuan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP DA’WAH”.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
dan jauh dari kata apa yang kami harapkan. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah agama yang sempurna dan diturunkan oleh Allah SWT. untuk mengatur
kehidupan. Akan tetapi, kesempurnaan ajaran Islam hanya merupakan ide dan angan-angan
saja jika ajaran yang sempurna itu tidak disampaikan kepada manusia. Lebih-lebih jika ajaran
itu tidak diamalkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, da’wah merupakan suatu
aktifitas yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dengan da’wah, Islam dapat diketahui,
dihayati dan diamalkan oleh manusia dari generasi ke generasi berikutnya. Sebaliknya, tanpa
da’wah terputuslah generasi manusia yang mengamalkan Islam dan selanjutnya Islam akan
lenyap dari permukaan bumi. Oleh karena itu tugas dan fungsi da’wah harus ditunaikan
dengan baik sehingga da’wah benar-benar berfungsi menyebarkan Islam kepada manusia,
baik sebagai individu maupun masyarakat.
Da’wah sebagai ikhtiar untuk melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi
kaum muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam ke generasi berikutnya tidak
terputus. Da’wah berfungsi korektif yakni meluruskan akhlak, mencegah kemungkaran dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani. Da’wah merupakan pekerjaan yang
memerlukan kemampuan intelektual, konsentrasi dan dedikasi yang tinggi, dimana
merupakan kewajiban yang harus dikerjakan dengan totalitas oleh setiap umat Islam
sehingga, da’wah memiliki kekuatan yang efektif dalam masyarakat sebagai sarana
penyampaian etika sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian da’wah?
2. Apa unsur-unsur da’wah?
3. Bagaimana cara pendekatan da’wah?
4. Apa fungsi dan tujuan da’wah?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi da’wah dan ruang lingkupnya.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur da’wah.
3. Untuk mengetahui cara pendekatan da’wah.
4. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan da’wah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Da’wah
Da’wah secara etimologi berasal dari bahasa Arab “da’wah”. Da’wah mempunyai
tiga huruf asal, yaitu dal, ‘ain dan wawu. Dari ketiga huruf asal ini, terbentuk beberapa kata
dengan ragam makna. Makna-makna tersebut adalah memanggil, mengundang, minta tolong,
meminta, memohon, menanamkan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan,
mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi (Moh Ali Aziz, 2004 : 6).1
Sedangkan secara terminologi, da’wah adalah setiap usaha yang mengarah untuk
memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik dan layak, sesuai dengan kehendak dan
tuntunan kebenaran (Asmuni, 1983 : 17).2
Da’wah dalam arti sempit adalah aktivitas untuk mengajak manusia menuju suatu
tujuan. Da’wah juga memerlukan cara-cara khusus agar dapat diterima secara efektif dan
efesien. Islam dapat bergerak dan tetap hidup karena da’wah. Luasnya wilayah da’wah dan
peranannya yang besar dalam Islam membuat kita merasa kesulitan dalam merumuskan
definisi da’wah secara tepat. Namun, kita mencoba menemukan pengertian da’wah dari segi
bahasa, istilah dan menurut para ahli.

Berikut adalah keterangan da’wah menurut para ahli:


a) Abu Bakar Zakaria, mengatakan da’wah adalah “usaha para ulama dan orang-orang
yang memiliki pengetahuan agama Islam untuk memberikan pengajaran kepada
khalayak umum sesuai dengan kemampuan yang dimiliki tentang hal-hal yang mereka
butuhkan dalam urusan dunia dan keagamaan”.3
b) M. Quraisy Shihab menambahkan bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan kepada
keinsyafan dan mencegah dari yang mungkar, karena da’wah merupakan fardlu yang
diwajibkan kepada setiap muslim.4
c) Toha Yahya Omar mengatakan da’wah adalah mengajak manusia secara bijaksana
kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.5
d) Barmawi Umari berpendapat bahwa dakwah adalah mengajak orang pada kebenaran,
mengerjakan perintah dan menjauhi yang dilarang, agar memperoleh kebahagiaan
dimasa sekarang dan yang akan datang.6

1
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 13.
2
Ibid.
3
Ibid, Hal. 14.
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Ibid.

2
Dari beberapa pengertian da’wah yang dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, dapat
kita simpulkan secara sempit bahwa da’wah adalah ajakan kepada manusia untuk berbuat
kebaikan semata yang bertujuan untuk mendapatkan kebaikan di dalam kehidupannya baik
dimasa sekarang ataupun dimasa yang akan datang. Lalu, pengertian da’wah juga bisa di
tinjau dari segi makna yang terdapat dan disebutkan di dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah:
1) Mengajak dan menyeru, baik kepada kebaikan maupun kemusyrikan; kepada jalan ke
surga atau ke neraka. Maka ini paling banyak menghiasi ayat-ayat Al-Qur’an (46
kali). Kebanyak dari makna ini mengarah pada jalan keimanan (39 kali). Diantara dua
jalan yang berlawanan yang menggunakan kata da’wah dalam surat Al-Baqarah ayat
221:
2) Doa, seperti dalam surat Ali-Imran ayat 38.
3) Mengadu, seperti dalam surat Al-Qamar ayat 10.
4) Memanggil atau panggilan, sebaimana dalam surat Ar-Ruum ayat 25.
5) Mengundang, seperti dalam surat Al-Qashash ayat 25.7

1. Dasar Hukum Da’wah


Kewajiban berda’wah bagi umat muslim, tentunya bersumber dan berpedoman dari
Al-Qur’an dan Hadits. Dasar hukum berda’wah di tinjau dari ayat Al-Qur’an dan hadits
Rasulullah SAW, yaitu:8
1) Dasar kewajiban dalam Al-Qur’an disebutkan pada surat An-Nahl ayat 125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. An-Nahl:125).9
Ayat diatas memerintahkan kita untuk melaksanakan da’wah Islam. Perintah tersebut
di tunjukkan dalam bentuk kata perintah dan kecaman bagi yang meninggalkan da’wah. Kata
perintah (fi’il amar) disebut dalam surat An-Nahl ayat 125 dengan kata “serulah”, sebuah
perintah yang tegas dan kata perintah yang menghadapi subjek hukum yang hadir. (Moh Ali
Aziz, 2004:146).10
2) Dasar kewajiban dalam Hadits disebutkan dalam Hadits riwayat Imam Muslim dari
Abi Said Al Khudhariyi ra. Berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda
“Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah
dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekerasan), jika ia tidak sanggup dengan
demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekerasan) maka dengan lidahnya, dan
jika (dengan lidahnya )tidak sanggup maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan
yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (Imam Nawawi, 1999: 212).11

7
Departemen Agama RI, 2000: 27, 42, 423, 324, dan 310, http://www.depdagri.go.id/
8
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 16.
9
Kementrian Agama RI, Qur’an Kemenag, Agustus 2016, https://quran.kemenag.go.id/
10
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 17.
11
Ibid, Hal. 18.

3
Selemah-lemahnya keadaan seseorang, setidak-tidaknya ia masih tetap berkewajiban
menolak kemungkaran dengan hatinya, kalau ia masih ingin dianggap Allah SWT. sebagai
orang yang masih memiliki iman. Penolakan kemungkaran dengan hati adalah tempat
bertahan yang paling minimal. (Natsir, 1981: 113).12

B. Unsur-unsur Da’wah
Yang dimaksud unsur-unsur da’wah adalah komponen-komponen yang selalu ada
dalam setiap kegiatan da’wah. Unsur-unsur itu adalah da’i ( subyek da’wah ), mad’u (objek
da’wah), maddah (materi da’wah ), wasilah (medis da’wah), thoriqoh (metode), dan atsar
(efek da’wah).

1. Da’i (Subjek Da’wah)


Subjek da’wah adalah seseorang yang menyampaikan da’wah, dalam hal ini bisa
disebut dengan da’i atau muballigh. Dalam konsep komunikasi subjek da’wah (da’i) ini
adalah seorang komunikator yang menyampaikan pesannya, baik individual maupun
kelompok.13
Da’i adalah orang yang melakukan da’wah baik lisan maupun tulisan ataupun
perbuatan. Bisa secara indvidu, kelompok atau berbentuk organisasi dan lembaga. Da’i juga
merupakan unsur da’wah yang paling penting, sebab tanpa da’i agama Islam hanya sekedar
ideologi yang tidak terwujud dalam masyarakat.14
Dalam menyampaikan pesan da’wah, seorang da’i harus memiliki bakat pengetahuan
keagamaan yang baik serta memiliki sifat-sifat kepemimpinan. Selain itu da’i juga dituntut
memahami situasi sosial yang sedang berlangsung. Ia harus memahami transformasi sosial
baik secara kultural maupun keagamaan (Supena, 2007:110).15
Dalam pengertian yang luas, kita mengenal da’wah sebagai suatu proses dimana
setiap muslim dapat mendayagunakan kemampuannya masing-masing dalam rangka
mempengaruhi orang lain agar bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan visi-misi dari
ajaran-ajaran Islam tersebut.

2. Mad’u (Objek Da’wah)


Unsur da’wah yang kedua atau yang menjadi objek da’wah adalah mad’u. Mad’u
adalah manusia yang menjadi sasaran da’wah atau manusia penerima da’wah, baik individu
maupun kelompok, baik yang beragama Islam ataupun yang tidak atau dengan kata lain
manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, da’wah bertujuan
untuk mengajak meraka untuk mengikuti agama Islam, Sedangkan kepada orang-orang yang

12
Ibid.
13
Ibid.
14
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 58.
15
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 19.

4
telah beragama Islam, da’wah bertujuan untuk meningkatkan kualitas iman, Islam dan
ihsan.16
Manusia senantiasa berubah karena perubahan aspek sosial kultural. Perubahan ini
mengharuskan da’i untuk selalu memahami dan memperhatikan objek da’wah (mad’u) yang
terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama
dengan menggolongkan manusia itu sendiri yang terbagi dari aspek agama, status sosial,
profesi, ekonomi dan seterusnya (Munir, 2006:23).17
Penggolongan ma’u tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Dari segi sesosiologis, ada masyarakat terasing, pedasaan, kota kecil, kota besar dan
masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2) Dari segi struktur kelembagaan, ada masyarakat pemerintah dan keluarga.
3) Dari segi sosial kultur, ada golongan priyayi, abangan dan santri, terutama pada
masyarakat jawa.
4) Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja dan golongan orang tua.
5) Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang, seniman, buruh dan pegawai negeri.
6) Dari segi tingkatan hidup sosial ekonomi, ada golongan kaya, menengah dan miskin.
7) Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
8) Dari segi khusus, ada masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan
sebagainya.18
Dengan realitas seperti itu, stratifikasi sasaran perlu dibuat dan disusun supaya
kegiatan da’wah dapat berlangsung secara efesien, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan. Jika
jenis mad’u tersebut telah jelas, maka kini telah dapat diambil keputusan untuk menggunakan
suatu metode dan teknik yang tepat dalam menghadapinya. Karena untuk setiap jenis
masyarakat dapat dihadapi (menyajikan da’wah) menggunakan cara-cara atau metode
tersendiri.

3. Maddah (Materi Da’wah)


Materi da’wah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u.
Dalam hal ini yang menjadi materi da’wah adalah ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam
berpangkal pada dua pokok yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
(Anshari,1993:29).19
Pokok-pokok materi da’wah atau ajaran islam antara lain:
1. Aqidah Islam, tauhid dan keimanan.
2. Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat.
3. Pembentukan pribadi yang sempurna.
Merujuk definisi materi da’wah (maddah) menurut Ali Aziz adalah, secara global
materi da’wah juga dapat di klasifikasikan menjadi tiga masalah pokok yaitu:

16
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 67.
17
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 19.
18
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 68.
19
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 23.

5
a. Masalah Keimanan (Aqidah)
Masalah pokok yang menjadi materi da’wah adalah aqidah islamiah. Aspek akidah
inilah yang akan membentuk moral (akhlak) manusia. Selain tentang iman kepada Allah
(tauhid), materi tentang aqidah islamiah terkait dengan ajaran tentang adanya malaikat, kitab
suci, para Rosul, hari akhir, dan takdir baik dan buruk (qadha dan qadar). Dengan demikian
ajaran pokok dalam akidah mencakup rukun iman.20
b. Masalah Hukum (Syari’ah)
Syari’ah berperan sebagai peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu
mengenai tingkah laku manusia. Syariat Islam sangatlah luas dan fleksibel, Akan tetapi tidak
berarti Islam lalu menerima setiap pembaruan yang ada tanpa adanya filter. Lalu, syari’ah
dibagi menjadi dua bidang, yaitu ibadah dan muamalah.
Ibadah adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan. Dalam hal ini yang berkaitan
dengan ibadah adalah adanya rukun Islam. Sedangkan muamalah adalah ketetapan Allah
yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia seperti warisan, hukum,
keluarga, jual beli, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.21
c. Masalah Moral (Akhlak)
Ajaran tentang nilai etis dalam Islam disebut akhlak. Materi akhlak dalam Islam
adalah mengenai sifat dan kriteria perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang harus
dipenuhi. Karena semua manusia harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya.
Maka Islam mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang mendatangkan kebahagiaan
bukan siksaan. Akhlak mencakup pada beberapa aspek, diantaranya:
 Akhlak kepada Allah, akhlak ini bertolak kepada pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada Tuhan selain Allah.
 Akhlak terhadap diri sendiri.
 Akhlak terhadap sesama.
 Akhlak terhadap lingkungan, lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berda
disekitar manusia, baik binatang, tumbuhan dan segala benda yang bernyawa.22

4. Metode Da’wah (Thariqah)


Pengertian metode dapat difahami sebagai tata pengaturan secara ilmiah dengan
menggunakan logika yang teratur dan merupakan teori teknik penyelesaian sesuatu yang di
rancang untuk menemukan cara-cara yang tepat dan menghasilkan nilai tinggi dari suatu
kegiatan. Dengan demikian secara singkat dapat ditegaskan metode adalah suatu kerangka
kerja dan dasar-dasar pemikiran untuk mendapatkan cara-cara yang sesuai dan tepat untuk
mencapai suatu tujuan.23

20
Ibid.
21
Ibid, Hal. 24
22
Ibid.
23
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 79.

6
Menurut Drs. Abdul Kadir Munsyi: Metode artinya cara untuk menyampaikan
sesuatu. Yang dinamakan metode da’wah ialah, cara yang dipakai atau yang digunakan untuk
memberikan da’wah. Metode ini penting untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan
dicapai (Imam Zaidallah, 2002:6).24
Yang berarti, metode da’wah adalah cara atau teknik menyampaikan pesan da’wah,
agar da’wah dapat mudah diterima oleh mad’unya. Dan cara menyampaikan pesan da’wah
ini, tentunya banyak sekali macamnya.
Ada salah satu ayat Al-Qur’an yang sangat jelas menerangkan kewajiban untuk
berda’wah serta dijelaskan pula metode yang digunakanya untuk berda’wah. Tertera dalam
surat An-Nahl ayat 125.25
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. An-Nahl:125).26
Dari ayat diatas secara garis besar ada tiga pokok metode da’wah yaitu:
a. Hikmah, yaitu berda’wah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran da’wah
dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga didalam menjalankan
ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
b. Mau’idhah Hasanah, yaitu berda’wah dengan memberikan nasehat-nasehat atau
menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasehat dan
ajaran Islam yang disampaikan dapat menyentuh hati mereka.
c. Mujadalah, yaitu berda’wah dengan cara bertukar fikiran atau membantah dengan
sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan dan tidak pula dengan
menjelekkan orang yang menjadi sasaran da’wahnya (Marsekan Fatawi, 1978 : 4-5).27
Pada garis besarnya, bentuk da’wah ada tiga, yaitu: Da’wah Lisan (da’wah bi al-
lisan), Da’wah Tulis (da’wah bi al-qalam) dan Da’wah Tindakan (da’wah bi al-hal).
Berdasarkan ketiga bentuk da’wah tersebut maka metode dan teknik da’wah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:28
 Metode Ceramah.
 Metode Diskusi.
 Metode Propaganda (Diayah).
 Metode Keteladanan (Demonstration).
 Metode Home Visit (Silaturahmi).

24
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 19.
25
Ibid, Hal. 20.
26
Kementrian Agama RI, Qur’an Kemenag, Agustus 2016, https://quran.kemenag.go.id/
27
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 81.
28
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 22.

7
5. Media Da’wah (Wasilah)
Media da’wah (Wasilah) yaitu adalah alat yang di pergunakan untuk menyampaikan
maddah da’wah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada
umat, da’wah dapat menggunakan berbagai macam jenis Wasilah. Pada masa kehidupan Nabi
Muhammad SAW, media yang paling banyak digunakan adalah media audiatif; yakni
menyampaikan da’wah dengan lisan. Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat media-
media da’wah yang lebih efektif untuk digunakan berupa media visual, audiatif, audio visual,
buku-buku, koran, radio, televisi, drama dan sebagainya (Pimay, 2006: 36).29
Merujuk pendapat Dr. Hamzah Ya’qub yang membagi media dakwah (Wasilah)
menjadi lima macam yaitu: lisan, tulisan, lukisan, audio visual dan akhlak.
a. Lisan, inilah media da’wah (Wasilah) yang paling sederhana yang menggunakan lidah
dan suara. Da’wah dengan cara ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah,
bimbingan, penyuluhan dan lain sebagainya.
b. Tulisan, media da’wah (Wasilah) ini dapat berupa buku majalah, surat kabar, surat
menyurat (korespondensi), spanduk, flash card dan lain sebagainya.
c. Lukisan, media da’wah ini dapat berupa gambar, karikatur dan lain sebagainya.
d. Audio Visual, yaitu alat da’wah yang merangsang indera pendengaran atau
penglihatan atau kedua-duanya, seperti radio, televisi, film dan lain sebagainya.
e. Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran agama Islam dan
dapat diamati serta dimengerti oleh mad’u (Hamzah, 1981: 47-48).30
Media da’wah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi da’wah
kepada mad’u. Karena pada dasarnya da’wah dapat menggunakan berbagai wasilah yang
dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima
da’wah. Semakin cepat dan efektif sebuah wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya
pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang menjadi sasaran da’wah. Oleh karena itu,
media da’wah merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam aktivitas
da’wah. Sebab media da’wah itu sendiri memiliki relativitas yang sangat bergantung dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi.31

6. Efek Da’wah (Atsar)


Dalam setiap aktivitas da’wah akan menimbulkan reaksi. Demikian juga da’wah yang
telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi dakwah (maddah), metode da’wah
(thariqoh) dan media da’wah (wasilah) tertentu maka akan timbul respons dan efek (atsar)
pada mad’u (Aziz,2004:138). Sehingga efek da’wah menjadi ukuran berhasil atau tidaknya
sebuah proses da’wah. Evaluasi dan koreksi terhadap efek da’wah harus dilakukan secara
menyeluruh. Sebab, dalam upaya mencapai tujuan sebuah da’wah, efek da’wah harus benar-
benar diperhatikan.32

29
Ibid, Hal. 25.
30
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 77.
31
Ibid.
32
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 26.

8
Efek da’wah (atsar) atau sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari proses
da’wah ini seringkali dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian da’i. Kebanyakan
mereka menganganggap bahwa setelah da’wah disampaikan maka selesailah da’wah.
Padahal, efek da’wah sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah da’wah
berikutnya. Tanpa menganalisis efek da’wah maka kemungkinan kesalahan strategi yang
akan berakibat sangat merugikan pada pencapaian tujuan da’wah akan selalu terulang
kembali. Sebalikknya, dengan menganalisa efek da’wah secara cermat dan tepat, suatu
kesalahan startegi da’wah akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan langkah-
langkah berikutnya (corrective action) demikian juga strategi da’wah termasuk didalamnya
penentuan unsur-unsur da’wah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.33
Dalam upaya mencapai tujuan da’wah maka kegiatan da’wah selalu diarahkan untuk
mempengaruhi tiga aspek perubahan diri obyeknya (mad’u), yakni perubahan pada aspek
pengetahuan (Knowlodge), aspek sikapnya (attitude), dan aspek perilakunya (behavioral).
Berkenaan dengan ketiga hal tersebut, Jalalludin Rahmat dalam Ali Aziz (2004: 139)
menyatakan:
a. Efek Kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau
dipresepsi oleh objek da’wah (mad’u). Efek ini berkaitan dengan transmisi
pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi.
b. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau
dibenci oleh objek da’wah (mad’u), yang meliputi segala yang berhubungan dengan
emosi, sikap, serta nilai.
c. Efek Behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-
pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku pada objek da’wah (mad’u).34

C. Pendekatan Da’wah
Kata Pendekatan da’wah adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
da’wah, Umumnya Penentuan pendekatan di dasarkan pada mitra da’wah dan suasana yang
melingkupinya. Dimana pendekatan da’wah, yaitu pendekatan budaya, pendekatan
pendidikan dan pendekatan psikologis. Pendekatan da’wah adalah cara-cara yang dilakukan
seorang da’i untuk mencapai sebuah tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang.
Dengan kata lain pendekatan da’wah harus bertumpu pada suatu pandangan yang berfokus
kepada manusia sebagai mad’u (human oriented) dengan mendapatkan penghargaan yang
mulia atas diri manusia. Pendekatan terfokus pada mitra da’wah lainnya adalah dengan
mengunakan bidang-bidang kehidupan sosial kemasyarakatan.35
Sebagai syarat mutlak kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Pendekatan
da’wah model ini meliputi: pendekatan sosial –politik, pendekatan sosial-budaya,
pendekatan sosial-ekonomi, dan pendekatan sosial-psikologi, lalu di sederhanakan menjadi
dua pendekatan yaitu: pendekatan da’wah struktural dan pendekatan da’wah kultural.36

33
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 83.
34
SC.Syehnurjati, BABII Ruang Lingkup Da’wah, Hal. 26.
35
Digilib.uinsby, BABIII PENDEKATAN, METODE DAN TAKTIK DA’WAH, Hal. 41.
36
Ibid.

9
Pendekatan strktural atau pendekatan politik. Harus ada para politikus dalam
legeslatif yang berjuang membuat undang- undang yang menjamin kehidupan yang lebih
islami. Dan pendekatan kultural atau sosial-budaya dengan membangun moral masyarakat,
memberikan pendidikan yang memadai untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan sebagainya.37

1. Jenis-jenis Pendekatan Da’wah

a. Pendekatan Al-Hikmah
Perkataan Al-Hikmah adalah perkataan yang berasal daripada bahasa arab yang
memberi maksud berbagai pengetahuan tentang kelebihan sesuatu perkara dengan ilmu yang
paling baik dan ilmu pemahaman, keadilan, sebab percakapan yang sedikit tetapi memberi
maksud yang tinggi kebijaksanaan,tahan marah, sesuatu yang tidak memperlihatkan
kejahilan, setiap perkataan yang bertepatan dengan kebenaran meletakan sesuatu pada
tempatnya, perkataan betul yang tepat dan sesuatu yang mencegah daripada berlakunya
kerusakan. Dari sudut istilah pula terdapat berbagai pengertian yang diberikan oleh para
ulama ialah percakapan yang benar selaras dengan realita jiwa pada masa itu, Al-Qur’an dan
sunnah dalil yang menerangkan kebenaran dan menghilangkan keraguan.38
Untuk melaksanakan pendekatan Al-Hikmah kepada sasaran, Sayyid Qutub (1909-
1966M.) telah menjelaskan hal tersebut yaitu melihatkan suasana persekitaran dan keadaan
sasaran da’wah. Maklumat-maklumat yang hendak disampaikan pada setiap kali itu perlu
mengikuti kemampuan mereka sehingga tidak membebankan mereka dan tidak menyusahkan
mereka dengan paksaan sebelum mereka bersedia. Disamping itu juga cara penyampaian
mengikut keperluan dan jangan sekali-kali menekan dengan semangat yang bergelora, cara
cepat dan kedengkian karena akan menyebabkan keluar dari nilai-nilai Al-Hikmah.39
Kesimpulannya, pendekatan Al-Hikmah merupakan salah satu pendekatan da’wah
yang mendasar dan sangat menarik perhatian sasaran. Ia mempunyai pengertian yang luas.
Namun, pengertian yang paling tepat ialah meletakan sesuatu pada tempatnya yaitu mengikut
kesesuaian mad’unya. Pelaksanaan da’wah yang penuh Al-Hikmah itu, seorang da’i perlu
mempunyai ilmu, kebijaksanaan, kesabaran, keadilan, lemah lembut, kefahaman, kebenaran
dan pengalaman sebagai suatu dasar untuk membuat sesuatu keputusan yang sesuai dan tepat
dengan keadaan mad’unya. Oleh yang demikian, seorang da’i akan dapat memikat hati dan
mempengaruhi mad’unya.40

37
Ibid.
38
Hasrin, MODEL PENDEKATAN DA’WAH PADA MASYARAKAT DESA TONGKABO KECAMATAN
TOGEAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH, Makasar: Universitas
Muhammadiyah Makasar, 2020, Hal. 14.
39
Ibid, Hal. 16.
40
Ibid.

10
b. Pendekatan Al-Maw’izah Al-Hasanah
Perkataan Al-Maw’izah Al-Hasanah adalah perkataan yang berasal daripada bahasa
Arab, ia mengandung dua perkataan yaitu Al-Maw’izah yang memberi arti nasihat, peringatan
dan pengajaran yang sama. Adapun Al-Hasanah ialah kebaikan.41
Ahmad Abu Zayd, menyatakan Al-Maw’izah Al-Hasanah merupakan cara yang
berkesan yang dapat memuaskan jiwa sasaran dan merangsang rasa ingin dalam jiwanya
untuk mengikuti jalan yang benar dan membuat kebaikan serta menjauhkan diri daripada
kemungkaran, kerusakan dan kejahatan.42
Kesimpulannya, pendekatan Al-Maw’izah Al-Hasanah merupakan salah satu
pendekatan da’wah yang mendasar dan berperanan sangat besar dalam merangsang jiwa
sasaran yang telah dihanyutkan oleh kemaksiatan atau hilang salah tujuan supaya kembali
kepada jalan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Untuk mencapai perkara tersebut, da’i boleh
memilih metode yang sesuai dengan sasaran untuk menasihati mereka seperti menggunakan
kata-kata yang lemah lembut, baik, halus, kata-kata yang boleh menyejukkan kepanasan hati,
bentuk kisah, bentuk memuji, mengkritik bermanfaat dan menakutkan perasaan tentang
balasan Allah SWT. pada hari akhirat seperti yang telah diceritakan oleh Al-Qur’an dan
Sunnah dan sebagainya.43
c. Pendekatan Al-Mujadalah Bi Al-Lati Hiya Ahsan
Al-Mujadalah merupakan kata yang diambil daripada perkataan perbuatan yaitu
jadala, ia memberi arti ilmu perdebatan yang bukan untuk menerangkan kebenaran bahkan
menerusan perbahasan untuk mengalahkan lawan. Adapun istilah Al-Mujadalah Bi Al-Lati
Hiya Ahsan ialah kata-kata untuk memahamkan kepada sasaran serta menunaikan tujuan
syariat melalui perdebatan. Perdebatan yang terbaik adalah memuaskan sasaran dengan bukti
dan dalil untuk menerangkan kebenaran supaya mereka dapat menerima hujjah yang telah
dikemukakan melalui dalil akal dan dalil Al-Qur’an dan sunnah.44
Zaydan menjelaskan pendekatan Al-Mujadalah Bi Al-Lati Hiya Ahsan bukanlah
pendekatan yang beralamatkan kepada kemenangan. Seorang da’i perlu berdebat dengan baik
yaitu menggunakan kata-kata yang baik, berakhlak mulia, merendah diri, tenang dan penuh
kasih sayang. Di samping itu juga, seorang da’i tidak seharusnya meninggikan suara, tidak
marah, tidak menghina dan da’i juga harus menggunakan kata-kata yang bersesuaian dengan
kedudukannya sebagai teladan, sikapnya yang lemah lembut dan pengasih, tanpa
menggunakan kata-kata yang boleh menyinggung perasaan pendengar. Namun, seorang da’i
juga perlu menggunakan kata-kata yang dapat meyakinkan sehimgga dapat menunjukan
kebenaran kepada para mad’unya.45
Pemilihan pendekatan diatas bukanlah pemilihan yang mutlak sebab sering kali
da’wah harus melakukan multi pendekatan dalam mencapai tujuan da’wah. Selain
pendekatan diatas adapula pendekatan yang lain yang ditulis oleh Moh. Ali Aziz, yang
membahas tentang jenis-jenis pendekatan diantaranya adalah:

41
Ibid.
42
Ibid, Hal. 17.
43
Ibid.
44
Ibid, Hal 18.
45
Ibid.

11
a. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa penerima da’wah (mad’u) adalah
manusia yang bernaluri sosial serta memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan orang
lain. Interaksi sosial manusia ini meliputi semua aspek kehidupan yaiu interaksi budaya,
pendidikan, politik, dan ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan sosial ini meliputi:46
 Pendekatan Pendidikan
Pendidikan merupakan kebuuhan dan sekaligus tuntutan masyarakat, baik pendidikan
formal, nonformal, maupun informal. Lembaga-lembaga pendidikan peranannya dalam
pembentukan kecerdasan yang bersangkutan, kedewasaan wawasan serta pembentukan
manusia moralis yang berakhlakul karimah sebagai objek maupun subjek pembangunan
manusia seutuhnya.47
 Pendekatan Budaya
Setiap masyarakat memiliki budaya sebagai karya mereka sekaligus sebagai pengikat
kebutuhan mereka. Para wali songo, yang memandang bangsa Indonesia dengan budaya yang
tinggi secara tepat menggunakan budaya dalam da’wahnya, dan ternyata membawa hasil.48
 Pendekatan Politik
Banyak hal yang tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan lain kecuali dengan
pendekatan politik, melalui kekuasaan. Bahkan hadits Nabi secara khusus memerintahkan
amar ma’ruf nahi munkar dengan “fal yugoyyir biyaadihi” artinya melakukan nahi munkar
tersebut dengan kekuasaan (politik) pada penguasa.49
 Pendekatan Ekonomi
Ekonomi termasuk kebutuhan asasi dalam kehidupan setiap manusia. Kesejahteraan
ekonomi memang tidak menjamin suburnya kehidupan keimanan seseorang, akan tetapi
sering kali kekafiran akan membawa seseorang pada kekufuran dan hal tersebut adalah
merupakan realitas yang banyak kita temukan. Pendekatan ekonomis dalam pelaksanaan
da’wah pada masyarakat yang minus ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup atau
disebut dengan da’wah bil hal mutlak dilakukan sebagai pendukung stabilitas keimanan dan
kontinuitas ibadah masyarakat.50
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini meliputi dua aspek, yaitu:
 Citra pandang da’wah terhadap manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan
dibanding dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, mereka harus dihadapi dengan
pendekatan persuasif, hikmah, dan kasih sayang.
 Realita pandang da’wah terhadap manusia yang disamping memiliki beberapa
kelebihan, ia juga memiliki berbagai macam kekurangan dan keterbatasan. Ia sering

46
Digilib.uinsby, BABIII PENDEKATAN, METODE DAN TAKTIK DA’WAH, Hal. 42.
47
Ibid.
48
Ibid.
49
Ibid.
50
Ibid.

12
kali mengalami kegagalan mengomunikasikan dirinya ditengah-tengah masyarakat
sehingga terbelenggu dalam lingkaran problem yang mengggangu jiwanya. Oleh
karena itu dalam da’wah harus memandang setiap manusia (mad’u) dengan segala
problematikanya. Pendekatan psikologis ini terutama bagi mereka yamg memerlukan
pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan dan penyuluhan maupun dengan
metode-metode yang lain. 51

D. Fungsi dan Tujuan Da’wah

1. Fungsi da’wah
Islam adalah ajaran Allah yang sempurna dan diturunkan untuk mengatur kehidupan
individu dan masyarakat. Akan tetapi kesempurnaan ajaran itu hanya merupakan ide dan
angan-angan saja jika ajakan yang baik itu tidak disampaikan kepada manusia, lebih-lebih
jika ajaran itu tidak diamalkan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu da’wah merupakan
aktivitas yang sangat penting dalam keseluruhan sistem Islam. Dengan da’wah, Islam dapat
diketahui, dihayati dan diamalkan oleh manusia dari generasi ke generasi berikutnya.
Sebaliknya, tanpa da’wah terputuslah generasi manusia yang mengamalkan Islam dan
selanjutnya Islam akan lenyap dari permukaan bumi.52
Kenyataan akan eratnya kaitan da’wah dan Islam dalam sejarah penyebarannya sejak
diturunkannya Islam kepada manusia membuat Prof.Max Muller membuat pengakuan bahwa
Islam adalah agama da’wah, yaitu agama yang didalamnya usaha menyebarluaskan
kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum mempercayainya dianggap sebagai tugas
suci oleh pendirinya ataupun oleh para penggantinya. Semangat memperjuangkan para
penganutnya sehingga kebenaran itu terwujut dalam pikiran, kata-kata dan perbuatan.
Semangat yang membuat mereka merasa tidak puas sampai berhasil menanamkan nilai
kebenaran itu didalam jiwa setiap orang, sehingga apa yang diyakini sebagai kebenaran
diterima oleh seluruh manusia. (Thomas W. Arnold/Nawawi Rambe, 1981: 1)53
Sejak Rasulullah secara resmi diangkat sebagai Nabi dan Rasul, maka sejak itulah
tombol da’wah ditekan dan kemudiyan bergeraklah juru-juru da’wah menyebarkan ajaran
Islam ke berbagai penjuru dunia. Secara langsung menerangi hati para agamawan yang
jumlahnya sangat kecil. Rumah tangga, kampung dan negeri yang tidak di teragi obor
tersebut (ajaran Islam). (An Nadwy/Zubair ahmad, 1983: 16)54
Da’wah Islam bertugas memfungsikan kembali indera keagamaan manusia yang
memang telah menjadi fitri asalnya, agar mereka dapat menghayati tujuan hidup yang
sebenarnya untuk berbakti kepada Allah.Ustadz Sayid Qutub mengatakan bahwa risalah
(da’wah) Islam ialah mengajak semua orang untuk tunduk kepada Allah AWT. taat kepada
Rasulullah Saw. dan yakin akan dunia akhirat. Sasarannya adalah mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju kecahaya, dari perbudakan sesama manusia menuju penyembahan dan
peyerahan seluru jiwa raga kepada Allah SWT. dari kesempitan dunia ke alam yang lurus dan

51
Ibid, Hal. 43.
52
Mohammad Hasan, Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah, Surabaya: Pena Salsabila, 2013, Hal. 43.
53
Ibid.
54
Ibid, Hal. 44.

13
dari penindasan agama-agama lain sudahlah nyata dan usaha-usaha memahaminya semakin
mudah. Sebaliknya, kebatilan sudah semakin nampak serta akibat-akibatnya sudah dirasakan
dimana mana.55
Dari uraian diatas, maka disebutkan bahwa fungsi da’wah ialah:
 Da’wah berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam kepada manusia sebagai individu
dan masyarakat, sehingga meratalah rahmat Islam sebagai “Rahmatan Lil ‘amin” bagi
seluruh makhluk.
 Da’wah berfungsi melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi kaum
muslimin berikutnya sehingga kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari
generasi ke generassi berikutnya tidak putus.
 Da’wah juga berfungsi korektif, artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah
kemungkaran dan mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.56

2. Tujuan Da’wah
Sebenarnya tujuan da’wah adalah tujuan di turunkannya agama Islam bagi ummat
manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia yang memiliki kualitas aqidah, ibadah
serta akhlak yang tinggi.57
Drs. Bisri Affandi, MA mengatakan bahwa yang di harapkan oleh da’wah adalah
terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik yang bersifat bodoh maupun yanng pintar,
baik pribadi maupun keluarga dan masyarakat, way of thinking atau cara berpikirnya
berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih baik di tinjau dari segi
kualitasnya. Yang di maksud kualitas disini adalah nilai-nilai agama sedangkan kualitas
adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dan banyak
diterapkan dalam segala situasi dan kondisi. (Bisri Affandi, 1984 : 3)58
pendapat diatas menekankan bahwa da’wah bertujuan untuk merubah sikap mental
dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas
Iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa
terpaksa dan dipaksa oleh siapapun.59
Da’wah juga bertujuan menjadikan manusia yang dapat menciptakan “Hablum
Minallah” dan “Hablum Minannas” yang sempurna yaitu:
 Menyempurnakan hubungan manusia dengan Khaliknya (Hablum Minallah atau
Mu’amallah Maal Khaliq).
 Menyempurnakan hubungan manusia demgan sesamanya (Hablum Minannas atau
Mu’amallaah Maal Khalqi).

55
Ibid, Hal. 46.
56
Ibid, Hal. 47.
57
Ibid.
58
Ibid, Hal. 48.
59
Ibid, Hal. 49.

14
 Mengadakan keseimbangan (Tawazun) antara kedua itu dan mengaktifkan kedua-
duanya sejalan dan berjalan.60

60
Ibid.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis pada makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa da’wah
merupakan kegiatan yang dilaksanakan jama’ah muslim atau lembaga da’wah untuk
mengajak manusia masuk ke dalam jalan Allah (kepada ajaran Islam) sehingga agama Islam
sebagai “Rahmatan lil ‘amin” dapat terwujud dalam kehidupan fardliyah, usrah, jama’ah,
danummah, sampai terwujudnya tatanan khoiru ummah.
Dari segi bahasa da’wah berarti ajakan, seruan, panggilan atau undangan. Kewajiban
berdakwah bagi umat muslim, tentunya bersumber dan berpedoman dari Al-Qur’an dan
Hadits. Dasar hukum berda’wah di tinjau dari ayat Al-Qur‟an dan hadits.
Kemudian unsur-unsur da’wah, yang dimaksud unsur-unsur dakwah adalah
komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan da’wah. Unsur-unsur itu adalah
da’i (subyek da’wah), mad’u (objek da’wah), maddah (materi da’wah ), wasilah (media
da’wah), thoriqoh (metode da’wah) dan atsar (efek da’wah ). Berda’wah merupakan tujuan
tahap awal untuk menyelamatkan umat manusia dari lembah kegelapan dan membawanya
ketempat yang terang benderang, dari jalan yang sesat kepada jalan yang benar, dari lembah
kemusyrikan dengan segala bentuk kesengsaraan menuju kepada tauhid yang menjanjikan
kebahagiaan.
Tujuan pelaksanaan da’wah, yaitu terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-
idamkan dalam suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara yang adil, makmur, damai dan
sejahtera dibawah limpahan rahmat, karunia dan ampunan Allah SWT. merupakan suatu
rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka mencapai sebuah tujuan dalam hidup.
Jenis-Jenis pendekatan da’wah:
1. Pendekatan al-hikmah
Perkataan al-hikmah adalah perkataan yang berasal daripada bahasa arab yang
memberi maksud berbagai pengetahuan tentang kelebihan sesuatu perkara dengan ilmu yang
paling baik dari suatu pemahaman, sebab percakapan yang sedikit tetapi memberi maksud
yang tinggi dan sarat akan kebijaksanaan disetiap perkataan yang bertepatan dengan
kebenaran meletakan sesuatu pada tempatnya, perkataan betul yang tepat dan sesuatu yang
mencegah daripada berlakunya kerusakan.
2. Pendekatan al-Maw‘izah al-Hasanah
Perkataan al-maw’izah al-hasanah adalah perkataan yang berasal daripada bahasa
Arab, ia mengandung dua perkataan yaitu al-maw’izah yang memberi arti nasihat, peringatan
dan pengajaran yang sama. Adapun al-hasanah ialah kebaikan.

16
3. Pendekatan al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan
Al-mujadalah merupakan kata yang diambil daripada perkataan perbuatan yaitu
jadala, ia memberi arti ilmu perdebatan yang bukan untuk menerangkan kebenaran bahkan
menerusan perbahasan untuk mengalahkan lawan. Adapun istilah al-mujadalah bi al-lati hiya
ahsan ialah kata-kata untuk memahamkan kepada sasaran serta menunaikan tujuan syariat
melalui perdebatan. Perdebatan yang terbaik adalah memuaskan sasaran dengan bukti dan
dalil untuk menerangkan kebenaran supaya mereka dapat menerima hujjah yang telah
dikemukakan melalui dalil akal dan dalil Al-Qur’an dan sunnah.

17
DAFTAR PUSTAKA

SC.Syehnurjati. BABII Ruang Lingkup Da’wah,


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://sc.syekhnurjati.ac.id/essca
mp/risetmhs/BAB214113220016.pdf&ved=2ahUKEwjW0-
Kw_Y76AhU2v2MGHX4UDRYQFnoECA4QAQ&usg=AOvVaw3e8dSucO7za5Ak3EIy_Z
jt, September 2022.
Departemen Agama RI. http://www.depdagri.go.id/, September 2022.
Kementrian Agama RI. Agustus 2016. “Qur’an Kemenag”, https://quran.kemenag.go.id/,
September 2022.
Hasan, Mohammad. 2013. “Metodologi Pengembangan Ilmu Da’wah”, Surabaya: Pena
Salsabila.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.iainmadura.ac.id
/29/2/ILMU%2520DAKWAH-
BUKU.pdf&ved=2ahUKEwiPqPrbgo_6AhWp7zgGHb4LCJIQFnoECBAQAQ&usg=AOvV
aw3okzKzoCOQyWwRpEiLS0Ti, September 2022.
Digilib.uinsby. “BABIII PENDEKATAN, METODE DAN TAKTIK DA’WAH”,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/15873/
6/Bab%25203.pdf&ved=2ahUKEwir3qiMgo_6AhV42DgGHXELDyEQFnoECBIQAQ&usg
=AOvVaw3fGi3qLQUKD7VrvXGGLwAL, September 2022.
Hasrin. 2020. “MODEL PENDEKATAN DA’WAH PADA MASYARAKAT DESA
TONGKABO KECAMATAN TOGEAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA PROVINSI
SULAWESI TENGAH”, Makasar: Universitas Muhammadiyah Makasar.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://digilibadmin.unismuh.ac.i
d/upload/12795-
Full_Text.pdf&ved=2ahUKEwjX4s7r_476AhVyRmwGHX0kCKcQFnoECAwQAQ&usg=A
OvVaw1gHF5RolyV-PNX54t2iTZr, September 2022.

18

Anda mungkin juga menyukai