Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen PMI
Disusun Oleh:
Kelas : PMI 5A
2023/2024
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..01
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………………02
Latar Belakang……………………………………………………………….02
Rumusan Masalah……………………………………………………………03
Tujuan…………………………………………………………………………03
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………...04
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………..17
Kesimpulan…………………………………………………………………………17
Saran………………………………………………………………………………...17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai umat islam tentu kita tidak bisa lepas dari istilah dakwah.Dakwah sendiri
merupakan aspek penting yang ada dalam islam.Selain itu ilmu dakwah merupakan
ilmu dalam syari’at yang paling akhir perkembangannya dan memiliki tema atau
bahasan yang sangat dibutuhkan.Tentunya ilmu dakwah harus dipelajari dengan
sungguh-sungguh sebelum kita menjadi seorang pendakwah. Karena ilmu dakwah
memiliki unsur-unsur yang tentunya harus dipahami secara dalam,sehingga apabila
ingin menjadi seorang pendakwah kita sudah mengetahui hal-hal penting apa saja
yang harus diperhatikan.
Mengapa hal demikian harus diperhatikan?Supaya topik atau tema dakwah dapat
disampaikan dengan baik dan diterima dengan baik.Objek dakwah sendiri dikenal
dengan istilah mad’u (orang-orang yang diajak). Dalam ilmu pengembangan
masyarakat seorang dai bisa sebagai pengembang masyarakat. Dimana dalam hal ini
dai sebagai orang yang menggemakan ajakan, seruan, panggilan ataupun undangan
serta anjuran untuk hidup dengan al-quran. Dai dalam pengembangan masyarakat
islam seseorang yang telah melakukan dakwah dengan cara bil hal, untuk
memperbaiki kerusaan yang tidak hanya dalam konteks akhirat yaitu surga dan
neraka. Dai dalam pengembangan masyarakat mampu memeberikan perubahan dalam
bidang sosial-kemasyarakatan, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya. Dimana
hal tersebut merupakan aspek-aspek penting dalam berlangsungnya suatu kehidupan
masyarakat. Mereka bisa menjadi seorang pelopor yang dapat memberikan perubahan
pada keadaan masyarakat. Dimana dapat diartikan sebagai suatu perkembangan dari
masyarakat yang tidak terlalu baik dalam beberapa aspek, menuju masyarakat yang
lebih baik.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Kata dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yeng mengandung makna
panggilan, seruan atau ajakan. Dimana yang dimaksud adalah menyeru dan mengajak
manusia untuk mengakui Allah Swt sebagi tuhan, kemudian manusia bisa menjalani
kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Ketentuan tersebut telat diatur oleh Allah Swt sebagaimana telah tertuang dalam
alquran dan sunnah. Dengan adanya hal tersebut target dakwah yaitu mewujudkan
sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah Swt dalam arti yang luas.
ادُعْ ِاَلى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِةاْلَحَس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِب اَّلِتْي ِه َي َأْح َس ُن ِإَّن َر ِّب َك ُه َو َأْعَلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن َس ِبْيِلِه
َو ُهَو َأْعَلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن
Dalam ayat tersebut terdapat kata ud’u yang merupakan fi’il amr bermakna
ajaklah. Sesuai dengan aturam ushul fiqh, kalimat fi’il amr menjadi suatu perintah
wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada
1
Muhtadi dan Tantan Hermansah, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam (Jakarta: UIN Jakarta
Press:2013), hal.97-98
sunnah dan lainnya. Jadi melakukan dakwah islamiyyah itu adalah wajib karena tidak
ada dalam hal ini dalil-dalil lain yang memalingkan kepada sunnah atau ibahah (boleh
dikerjakan boleh tidak).2
Dalam menyampikan ajaran islam seorang dai juga harus memperhatikan metode
yang digunakan, supaya informasi dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga
masyarakat bisa memahami dan mengamalkan ajaran islam yang telah disampaikan.
Samsul Munir Amin menuliskan bahwa terdapat tiga macam media dakwah yang bisa
digunkan dalam menyampaikan metode dakwah, yaitu bil hal (dakwah dengan
aktivitas dan amal nyata), bil qolam (dakwah melalui tulisan atau karya nyata, sepeti
jurnal, buku, membangun sekolah, dan lain sebagainya), dan bil lisan (dakwah yang
disampaikan memalui lisan seperti khutbah, ceramah, maupun penjelasan guru dalam
kelas atau ustadz dalam majlis taklim)3. Tiga metode tersebut yaitu:
2
Bela Kumalasari, “Pengertian Dakwah”, Makalah penugasan mata kuliah, Surabaya,23 Agustus 2019, hlm.02
3
M. Munir dan Wahyu Ilahi, “Manajemen Dakwah”. (Jakarta:Prenada Meddia. Munir dan Ilahi,2006), hlm.11
menggunakan lafal Qul (katakanlah) sebagai perintah Allah pada Rosulalloh untuk
menggunakan lisannya dalam menyampaikan risalah.4
Dakwah bil qolam merupakan dakwah yang bisa dilakukan oleh seorang dai
dengan cara menyampaikan seruan atau ajakanya melalui tulisan. Seperti jurnal, buku,
caption di media sosial dan lain sebagainya. Selain itu dakwah bil qolam bisa dibaca
berulang-ulang kaena berupa tulisan yang bisa dibaca kembali. Metode dakwah bil
qolam memberikan jawaban atas kelemahan pada dakwah yang hanya dilakukan oleh
lisan. Dakwah bil lisan mempunyai batasan pada jangkauan dan waktu, dapat diatasi
dengan dakwah bil qolam. Dakwah dengan metode ini memungkinkan komunikator
dalam suatu komunikasu dakwah menuangkan gagasan dan ide secara mendalam serta
menyeluruh melalui tulisan.6
4
Rofiq Hidayat,Manajemen Dakwag BilLisan Perspektif Hadits, Al-Tatwir,2019, hlm.39
5
Ahmad Sagir, Dakwah bil hal: prospek dan tantangan dai, jurnal ilmu dakwah,2015, hlm.17
6
Rini Fitria dan Rafinita Aditia, Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qolam sebagai Metode Komunikasi Dakwah,
Jurnal ILmu Syiar Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN Bengkulu, 2019, hlm.232-233
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl: 125).
Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: “Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar, dan berimanlah kepada Allah…” (QS. Ali Imran: 110).
Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk
jamaknya adalah Qadhuun, Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at
kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Maka setiap orang yang membawa
fikroh, lalu ia mengajak dan mengundang orang lain kepadanya, apakah fikroh
tersebut baik atau buruk, ia disebut da’iyah menurut bahasa. Dai pertama dalam umat
ini adalah Nabi Muhammad saw sebagaimana tertulis dalam ayat yang memiliki arti:
“Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah
dengan izinnya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.” 7 Sedangkan menurut
istilah dai adalah seseorang yang dibebankan dakwah mengajak kepada agama Allah
SWT definisi ini berlaku untuk setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Ada
pendapat yang menyatakan bahwasannya dai dapat diklasifikasikan kedalam beberapa
tingkatan atau hierarki. Hal ini dapat dilihat dari urutan penyampaian wahyu, dimana
Allah menempati urutan utama sebagai pemilik wahyu itu sendiri. Dengan kosep
dakwah Allah merupakan dai pertama. Kemudian dai yang kedua adalah malaikat
sebagai penyampai wahyu kepada nabi. Dai yang ketida yaitu Nabi. Setelah da’wah
Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang diberi amanah untuk
menjalankan proyek da’wah Al-Quran di bumi, dan Allah terus mengendalikannya
melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan mengikuti kebutuhan
pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi dalam proses da’wah dari
hari ke hari.
1. Visi Da'I
7
Muhtadi dan Tantan Hermansah, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam (Jakarta: UIN Jakarta
Press:2013), hal.99
Da'i (Arab: al-da i, al da ab, al da ab) menunjuk pada pelaku (subjek) dan
penggerak (aktivis) kegiatan dakwah, yaitu orang yang berusaha untuk mewujudkan
Islam dalam semua segi kehidupan baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat,
umat dan bangsa. Sebagai pelaku dan penggerak dakwah, da i, tak pelak lagi,
memiliki kedudukan penting, bahkan sangat penting karena ia bisa menjadi penentu
keberhasilan dan kesuksesan dakwah.8 Da'i pada dasarnya adalah penyeru ke jalan
Allah, pengibar panji- panji Islam, dan pejuang yang mengupayakan terwujudnya
sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia (mujahid al dawah). Oleh karena
itu, da'i tak identik dengan penceramah (baligh).
2. Kompetensi Da'i
Kompetensi berasal dari kata competence yang secara harfiah berarti kemampuan
atau kesanggupan." Kompetensi da'i9 berarti kemampuann dan kecakapan yang harus
dimilki oleh seorang dai agar ia mampu bekerja dan melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya sebagai pembangun dan pengembang masayarakat Islam.
Dalam pandangan ulama besar dunia, Yusuf al-Qardhawi, seorang da'i perlu
melengkapi diri dengan tiga senjata, yaitu senjata iman (slab al-iman), akhlak mulia
(al-akhlaq al-karimab), dan ilmu pengetahuan dan wawasan. Senjata iman dan akhlak
disebut Qardhawi sebagai bekal spiritual, sedang ilmu dan wawasan disebut sebagai
bekal intelektual. Jadi, secara umum seorang da'i harus melengkapi diri dengan dua
bekal, bekal spiritual dan bekal intelektual sekaligus. Menurut Qardhawi ada enam
wawasan intelektual yang perlu dimiliki seorang da'i. Pertama, wawasan Islam,
meliputi al-Qur'an, al-Sunnah, fiqih dan ushul fiqih, teologi, tasawuf (tashaww), dan
nizham Islam. Kedua, wawasan sejarah, dari periode klasik, pertengahan hingga
modern. Ketiga, sastra dan bahasa. Keempat, ilmu-ilmu sosial (secial sciences) dan
humaniora, meliputi sosiologi, antroplogi, psikologi, filsafat, dan etika. Kelima,
wawasam ilmu pengetahuan dan teknologi. Keenam, wawasan perkembangan-
perkembangan dunia kontemporer, meliputi perkembangan dunia Islam, dunia Barat,
8
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwab Sayyid Quthub: Rekonsturksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta:
Penamadani, 2008), cet.ke-2, h. 271.
perkembangan agama dan madzhab-madzhab pemikiran, serta perkembangan
pergerakan Islam kontemporer.911
Keluhuran budi pekerti ini menjadi salah satu pendorong yang memungkinkan
masyarakat (mada) dapat mengikuti jalan kebenaran yang diserukan sang da'i. Sifat-
sifat yang mulia itu adalah sifat-sifat yang harus dimiliki semua kaum Muslim.
Namun, bagi seorang da'i, sifat-sifat itu haruslah memiliki nilai lebih. Dengan
perkataan lain, sifat-sifat yang mulia itu bagi seorang da'i harus tampak lebih mantap,
lebih sempurna, dan lebih menonjol, sehingga ia dapat menjadi dakwah yang hidup
dan menjadi teladan yang bergerak. Jadi, dalam soal ini, ada semacam tuntutan yang
lebih tinggi kepada seorang da'i dibandingkan dengan kaum Muslimin pada
umumnya. Tuntutan ini logis, karena da'i adalah orang yang berusaha mewujudkan
sistem Islam bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk lain (umat).
3. Kekuatan Spiritual
Bekal Iman
Bekal Ibadah
911
Yusuf Qardhawi, Tagafat al-Da pah, (Beirut: al-Mu'assasat al-Risat, 1979), cet. ke-2, h. 7-144.
Dalam pandangan Qurhub, bekal spiritual yang diperlukan dai seperti
dikemukakan di atas, dapat diupayakan melaui pemberdayaan ibadah. Keharusan
tentang pemberdayaan ibadah ini jelas dapat dibaca dalam ayat-ayat pertama surah al-
Muzammil. Surah ini, menurut Quthub, memperlihatkan lembaran sejarah dakwah
Nabi, dimulai dengan seruan agung untuk melaksanakan tugas dakwah dan memberi
gambaran tentang persiapan-persiapan rohani yang harus dilakukan oleh Nabi.
Persiapan-persiapan itu, antara lain, berupa keharusan bagi Nabi agar melakukan
shalat malam (qiyam al-layl), membaca al- Qur'an, dzikir, dan berserah diri kepada
Allah swt.
Bekal Takwa
Secara syar'i, takwa diartikan sebagai sikap memelihara diri dari dosa-dosa (bifdz
alnafs an ma yu'tsim). Ini dapat dilakukan dengan meninggalkan perkara yang
dilarang (lark al-mahd-ur). Bahkan menurut Ashfahani, takwa menjadi lebih
sempurna dengan meninggalkan sebagian dari perkara yang diperbolehkan atau
perkara yang samar-samar (wbubat). Ashfahani mendasarkan pendapatnya pada sabda
Nabi, "Perkara yang halal sudah jelas, perkara yang haram juga demikian. Namun, di
antara keduanya terdapat beberapa perkara yang samar-samar. Barangsiapa
mengembala di sekitar tempat yang terlarang, ia berpeluang jatuh ke
tempat terlarang itu."
Jadi Dai dalam pengembangan masyarakat merupakan penggerak, pelopor,
pionir, fasilitator dan advokat untuk senantiasa berjuang dan bekerja tidak hanya
dengan pikiran dan berbicara tetapi perbuatan nyata untuk mengubah masyarakatnya
ke arah lebih baik untuk satu bidang atau semua bidang. Dai dalam pengembangan
masyarakat adalah mereka yang bekerja di tengah-tengah masyarakat dengan penuh
komitmen tinggi, kepedulian dan pelayanan yang ikhlas bagi kemajuan
masyarakatnya tersebut.
Peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat Islam pernah dikaji oleh Ahmad
Zaini dalam jurnal ilmiah, Development Community sebagai berikut. Dakwah untuk
mengembangkan masyarakat Islam menjadi penting dilakukan agar umat dapat
terbantu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Bagaimana
sebenarnya konsep dan tujuan pengembangan masyarakat Islam, etika yang harus
dikedepankan dalam membangun masyarakat Islam dan bagaimana keyakinan
keagamaan digunakan untuk menyentuh sisi keimanan masyarakat Islam. Karena itu,
dakwah memiliki peranan yang penting bagi pengembangan masyarakat Islam.19
Pernyataan di atas mengungkapkan betapa pentingnya peranan dakwah dalam
pengembangan masyarakat Islam, agar dapat membantu masyarakat menyelesaikan
persoalan mereka, menyampaikan kepada masyarakat bagaimana konsep dan tujuan,
etika dan keyakinan keagamaan yang akan menyentuh sisi keimanan masyarakat.
Meski tulisan ini memiliki judul peranan dakwah dalam pengembangan
masyarakat, namun penulis tidak berusaha menguraikan item-item peranan dakwah
yang dimaksud. Pada buku-buku ilmu dakwah, para penulis tidak mencantumkan
peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan buku-buku
ilmu dakwah merupakan konsep lama dan belum merambah pada pengembangan
masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika pembahasan peranan dakwah dalam
pengembangan masyarakat masih terbatas. Dari banyak literatur yang penulis baca
tentang ilmu dakwah, penulis mengemukakan peranan dakwah dalam proses
pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut, penggagas yang akan memperkuat
asas/ dasar masyarakat sesuai tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasul, penggerak
kepedulian individu terhadap lingkungan sosial, penyuluh yang akan menjawab
keraguan umat dalam menghadapi persoalan kehidupan, dan perekat ukhuwa
manusia. Peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat seperti yang
disampaikan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Penggagas yang akan memperkuat asas/ dasar masyarakat sesuai tuntunan AlQuran
dan Sunnah Rasul Dakwah dalam konteks pengembangan masyarakat Islam tidak
terbatas pengertian bahwa mengajak masyarakat untuk menunaikan ibadah mahdah
dalam Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Akan tetapi makna
dakwah dalam konteks pengembangan masyarakat adalah meluas sebagai upaya
mengajak manusia untuk bersama-sama menciptakan kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirat. Prof Soetandyo Wiknyosoebroto mengomentari buku yang bertema
dakwah pemberdayaan masyarakat dengan menuliskan sebagai berikut. Membaca
seluruh isi buku, tahukah kita bahwa kalaupun di sini sang penulis menggunakan
istilah dakwah dalam artinya ajakan, ajakan itu hendak tertuju lebih lanjut pada
pelaksanaan sebagai ikhtiar mulia, yaitu ikhtiar untuk meningkatkan kemampuan
pribadi dan/atau keberdayaan kolektif rakyat tatkala harus mengatasi berbagai cobaan
di tengah alam perubahan yang tak selalu menguntungkan mereka.
d. Perekat ukhuwa manusia Islam merupakan agama yang damai, baik ditinjau dari
sisi ajaran agama maupun ditinjau dari sisi watak pemeluknya. Dari sisi ajaran, jelas
Islam tidak membedakan manusia dari ras, suku, keturunan, namun Islam
memberikan penghormatan yang sama. Allah Ta’ala mengingatkan kepada manusia
bahwa manusia itu merupakan umat yang satu, yakni sama-sama keturunan Nabi
Adam as.
Adapun peran dai dalam pengembangan masyarakat Islam dapat mengacu kepada yan
g dikatakan oleh Zastrow (1982:534-537) yakni sebagai berikut;
pertama. Enabler. Peranan sebagai enabler adalah membantu masyarakat agar
dapat mengartikulasikan atau mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan mereka,
menjelaskan dan mengidentifikasikan potensi dan masalahnya, dan mengemba
ngkan kemampuan mereka dapat menangani masalah yang mereka hadapi dan
peluang-peluang yang mereka miliki secara lebih efektif untuk menolong diri
dan masyarakatnya.
Kelima, advocate. Peranan sebagai advocate dipinjam dari profesi hukum. Per
anan ini adalah peranan yang aktif dan terarah, dimana dai dalam pengembang
an masyarakat melaksanakan fungsinya sebagai advocate yang mewakili kelo
mpok masyarakat yang memerlukan pelayanan-pelayanan, sementara lembaga
/instansi yang seharusnya memberikan pelayanan mengabaikannya atau menol
ak tuntutan masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fitria,Rini dan Rafinita Aditia, Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qolam sebagai
Metode Komunikasi Dakwah, Jurnal ILmu Syiar Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN
Bengkulu, 2019, hlm.232-233
Sagir,Ahmad. Dakwah bil hal: prospek dan tantangan dai, jurnal ilmu dakwah.2015.
hlm.17