Anda di halaman 1dari 18

Makalah Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam

“Peran Fasilitator dalam Pengembangan Masyarakat Islam”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen PMI

Dosen Pengampu : Dra. Nurul Hidayati M.A

Disusun Oleh:

Ahmad Iqdam Fikriansyah (11200540000003)

Anggita Bunga Pratiwi (11210540000023)

Deva Anggraeny (11210540000018)

Kelas : PMI 5A

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..01

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………………02

Latar Belakang……………………………………………………………….02

Rumusan Masalah……………………………………………………………03

Tujuan…………………………………………………………………………03

BAB II

PEMBAHASAN…………………………………………………………………...04

A. Pengertian Dakwah dan Metode Dakwah…………………………………04-06

B. Dai sebagai pengembang masyarakat islam……………………………….06-11

C. Peran Dai dalam Pengembangan Masyarakat Islam……………………..11-16

BAB III

PENUTUP…………………………………………………………………………..17

Kesimpulan…………………………………………………………………………17

Saran………………………………………………………………………………...17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai umat islam tentu kita tidak bisa lepas dari istilah dakwah.Dakwah sendiri
merupakan aspek penting yang ada dalam islam.Selain itu ilmu dakwah merupakan
ilmu dalam syari’at yang paling akhir perkembangannya dan memiliki tema atau
bahasan yang sangat dibutuhkan.Tentunya ilmu dakwah harus dipelajari dengan
sungguh-sungguh sebelum kita menjadi seorang pendakwah. Karena ilmu dakwah
memiliki unsur-unsur yang tentunya harus dipahami secara dalam,sehingga apabila
ingin menjadi seorang pendakwah kita sudah mengetahui hal-hal penting apa saja
yang harus diperhatikan.

Mengapa hal demikian harus diperhatikan?Supaya topik atau tema dakwah dapat
disampaikan dengan baik dan diterima dengan baik.Objek dakwah sendiri dikenal
dengan istilah mad’u (orang-orang yang diajak). Dalam ilmu pengembangan
masyarakat seorang dai bisa sebagai pengembang masyarakat. Dimana dalam hal ini
dai sebagai orang yang menggemakan ajakan, seruan, panggilan ataupun undangan
serta anjuran untuk hidup dengan al-quran. Dai dalam pengembangan masyarakat
islam seseorang yang telah melakukan dakwah dengan cara bil hal, untuk
memperbaiki kerusaan yang tidak hanya dalam konteks akhirat yaitu surga dan
neraka. Dai dalam pengembangan masyarakat mampu memeberikan perubahan dalam
bidang sosial-kemasyarakatan, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya. Dimana
hal tersebut merupakan aspek-aspek penting dalam berlangsungnya suatu kehidupan
masyarakat. Mereka bisa menjadi seorang pelopor yang dapat memberikan perubahan
pada keadaan masyarakat. Dimana dapat diartikan sebagai suatu perkembangan dari
masyarakat yang tidak terlalu baik dalam beberapa aspek, menuju masyarakat yang
lebih baik.

Seorang Dai juga memiliki peran dalam Pengembangan Masyarakat Islam,peran


ini yang kemudian digunakan untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik dalam
suatu masyarakat. Dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pelopor perubahan
seorang dai paham akan perannya dalam melakukan pengembangan masyarakat
khususnya pengembangan masyarakat islam. Dengan demikian dakwah dan
pengembangan masyarakat isalam adalah dua aspek penting yang saling berkaitan.
Keduanya memiliki hubungan saling mempengaruhi. Dimana Dai sebagai pelaku
perubahan memiliki peranan, yang tentunya sesuai dengan kebutuhan pengembangan
masyarakat.Agar kita bisa menjadi pendakwah yang mampu berperan sebagai
pengembang masyarakat islam,maka kita harus mendalami mengenai pengertian
dakwah dan metodenya, dai sebagai pengembang masyarakat islam serta peran Dai
dalam pengembangan masyarakat. Sehingga dampak positif akan lebih maksimal.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan apa pengertian dakwah dan motode dakwah?

2. Jelaskan Dai sebagai pengembang masyarakat islam?

3. Apa peran Dai dalam Pengembangan Masyarakat Islam?

C. Tujuan

1. Mengetahui mengenai pengertia dakwah beserta metode dakwah

2. Mengetahui Dai sebagai seorang pengembang masyarakat isalam

3. Memahami peran Dai sebagai seoang pengembang masyarakat islam dalam


melakukan perubahan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dakwah dan metode

Kata dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan yeng mengandung makna
panggilan, seruan atau ajakan. Dimana yang dimaksud adalah menyeru dan mengajak
manusia untuk mengakui Allah Swt sebagi tuhan, kemudian manusia bisa menjalani
kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Ketentuan tersebut telat diatur oleh Allah Swt sebagaimana telah tertuang dalam
alquran dan sunnah. Dengan adanya hal tersebut target dakwah yaitu mewujudkan
sumber daya manusia yang bertakwa kepada Allah Swt dalam arti yang luas.

Menurut Syaikh Muhammad al-Ghazali (dalam al-Bayni, 1993:15), dakwah


adalah “program sempurnya ynag menghimpun semua pengetahuan yang dibutuhkan
oleh manusia disemua bidang, agar ia dapat memahami tujuan hidupnya serta
menyelidiki petunjuk jalan yang mengarahkannya menjadi orang-orang yang
mendapat petunjuk”. sedangkan menurut Toha Yahya Omar (1992:1), dakwah dalam
islam adalah “mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka dunia dan
akhirat”.1 Dalam alquran surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi :

‫ادُعْ ِاَلى َس ِبْيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِةاْلَحَس َنِة َو َج اِد ْلُهْم ِب اَّلِتْي ِه َي َأْح َس ُن ِإَّن َر ِّب َك ُه َو َأْعَلُم ِبَم ْن َض َّل َع ْن َس ِبْيِلِه‬
‫َو ُهَو َأْعَلُم ِباْلُم ْهَتِد ْيَن‬

Artinya:”Seru;ah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran


yang baik dan bantahlah mereka sengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Dalam ayat tersebut terdapat kata ud’u yang merupakan fi’il amr bermakna
ajaklah. Sesuai dengan aturam ushul fiqh, kalimat fi’il amr menjadi suatu perintah
wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada dalil yang memalingkannya kepada

1
Muhtadi dan Tantan Hermansah, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam (Jakarta: UIN Jakarta
Press:2013), hal.97-98
sunnah dan lainnya. Jadi melakukan dakwah islamiyyah itu adalah wajib karena tidak
ada dalam hal ini dalil-dalil lain yang memalingkan kepada sunnah atau ibahah (boleh
dikerjakan boleh tidak).2

Dari bebeberapa definisi dakwah diatas, dapat kita simpulkan bahwasannya


dakwah merupakan ilmu mengenai bentuk-bentuk penyampaian ajaran agama islam
kepada seseoran ataupun kelompok yang dilakukan oleh dai tentang cara-cara
bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar mereka bisa menerima dan
mengamalkan ajaran islam secara kaffah. Ajakan tersebut harus dilakukan secara
halus tanpa adanya kekerasan, paksaan, atau intimidasi.

Dalam menyampikan ajaran islam seorang dai juga harus memperhatikan metode
yang digunakan, supaya informasi dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga
masyarakat bisa memahami dan mengamalkan ajaran islam yang telah disampaikan.
Samsul Munir Amin menuliskan bahwa terdapat tiga macam media dakwah yang bisa
digunkan dalam menyampaikan metode dakwah, yaitu bil hal (dakwah dengan
aktivitas dan amal nyata), bil qolam (dakwah melalui tulisan atau karya nyata, sepeti
jurnal, buku, membangun sekolah, dan lain sebagainya), dan bil lisan (dakwah yang
disampaikan memalui lisan seperti khutbah, ceramah, maupun penjelasan guru dalam
kelas atau ustadz dalam majlis taklim)3. Tiga metode tersebut yaitu:

1) Dakwah Bil Lisan

Dalam menyampaikan dakwah, seorang dai dapat menggunakan dengan berbagai


macam media dan cara. Salah satunya yaitu dengan cara menyampikannya secara
langsung dengan lisan. Seperti yang disampaikan ustadz saat majlis, seorang guru
yang berada di kelas, bahkan vidio youtobe atau media sosial lainnya yang
disampaikan seseorang dengan suaranya merupakan salah satu bentuk dari dakwah bil
lisan. Dakwah bil lisan adalah dakwah yang disampaikan oleh lisan baik secara
langsung maupun melalui perantara media. Dimana mad’u bisa mendengarkan ucapan
dari dai. Sebagau sarana dakwah yang vital, lisan merupakan sarana bawaan yanng
dimiliki setiap orang kecuali orang yang bisu. Allah sangat menekankan Rosulalloh
dalam menggunakan lisan sebagai sarana dakwah.. lebih dari 300 ayat alquran

2
Bela Kumalasari, “Pengertian Dakwah”, Makalah penugasan mata kuliah, Surabaya,23 Agustus 2019, hlm.02

3
M. Munir dan Wahyu Ilahi, “Manajemen Dakwah”. (Jakarta:Prenada Meddia. Munir dan Ilahi,2006), hlm.11
menggunakan lafal Qul (katakanlah) sebagai perintah Allah pada Rosulalloh untuk
menggunakan lisannya dalam menyampaikan risalah.4

2) Dakwah Bil Hal

Perwujudan dakwah tidak hanya meningkatkan pengetahuan agama saja, tetapi


juga mengenai perubahan terhadap perilaku individu atau kelompok sesudah
samapinya dakwah padanya. Dakwah bil hal bisa diartikan secara luas sebagai
keseluruhan upaya mengajak oang secara sendiri-sendiri maupun kelompok untuk
mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka mewujudkan susunan sosial
ekonomi dan kebutuhan yang lebih baik menurut tuntunan islam yanng berarti banyak
menekankan permasalahan kemasyarakatan seperti kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan dengan wujud amal nyata terhadap sasaran dakwah (Harun
1989,10).5

3) Dakwah Bil Qolam

Dakwah bil qolam merupakan dakwah yang bisa dilakukan oleh seorang dai
dengan cara menyampaikan seruan atau ajakanya melalui tulisan. Seperti jurnal, buku,
caption di media sosial dan lain sebagainya. Selain itu dakwah bil qolam bisa dibaca
berulang-ulang kaena berupa tulisan yang bisa dibaca kembali. Metode dakwah bil
qolam memberikan jawaban atas kelemahan pada dakwah yang hanya dilakukan oleh
lisan. Dakwah bil lisan mempunyai batasan pada jangkauan dan waktu, dapat diatasi
dengan dakwah bil qolam. Dakwah dengan metode ini memungkinkan komunikator
dalam suatu komunikasu dakwah menuangkan gagasan dan ide secara mendalam serta
menyeluruh melalui tulisan.6

B. Dai sebagai pengembang masyarakat islam

Dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum


adalah kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak dalil yang
menunjukkan kewajibannya, di antaranya. Dimana tulisan tersebut dapat dipilih oleh
mad’u sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

4
Rofiq Hidayat,Manajemen Dakwag BilLisan Perspektif Hadits, Al-Tatwir,2019, hlm.39

5
Ahmad Sagir, Dakwah bil hal: prospek dan tantangan dai, jurnal ilmu dakwah,2015, hlm.17

6
Rini Fitria dan Rafinita Aditia, Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qolam sebagai Metode Komunikasi Dakwah,
Jurnal ILmu Syiar Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN Bengkulu, 2019, hlm.232-233
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS. An-Nahl: 125).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: “Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar, dan berimanlah kepada Allah…” (QS. Ali Imran: 110).

Sedangkan Nabi Muhammad Saw juga bersabda: “Sampaikanlah dariku


walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari, Ahmad dan Turmdzi).

Bentuk jamak Dai adalah Du’at atau Da’uun seperti kata Qadhi bentuk
jamaknya adalah Qadhuun, Du’at menurut bahasa adalah kata umum mencakup Du’at
kebaikan atau du’at keburukan dan kesesatan. Maka setiap orang yang membawa
fikroh, lalu ia mengajak dan mengundang orang lain kepadanya, apakah fikroh
tersebut baik atau buruk, ia disebut da’iyah menurut bahasa. Dai pertama dalam umat
ini adalah Nabi Muhammad saw sebagaimana tertulis dalam ayat yang memiliki arti:

“Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah
dengan izinnya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.” 7 Sedangkan menurut
istilah dai adalah seseorang yang dibebankan dakwah mengajak kepada agama Allah
SWT definisi ini berlaku untuk setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Ada
pendapat yang menyatakan bahwasannya dai dapat diklasifikasikan kedalam beberapa
tingkatan atau hierarki. Hal ini dapat dilihat dari urutan penyampaian wahyu, dimana
Allah menempati urutan utama sebagai pemilik wahyu itu sendiri. Dengan kosep
dakwah Allah merupakan dai pertama. Kemudian dai yang kedua adalah malaikat
sebagai penyampai wahyu kepada nabi. Dai yang ketida yaitu Nabi. Setelah da’wah
Allah sampai kepada Nabi, maka seterusnya Nabi lah yang diberi amanah untuk
menjalankan proyek da’wah Al-Quran di bumi, dan Allah terus mengendalikannya
melalui penurunan wahyu yang dilakukan secara bertahap dan mengikuti kebutuhan
pragmatis, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi Nabi dalam proses da’wah dari
hari ke hari.

1. Visi Da'I

7
Muhtadi dan Tantan Hermansah, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam (Jakarta: UIN Jakarta
Press:2013), hal.99
Da'i (Arab: al-da i, al da ab, al da ab) menunjuk pada pelaku (subjek) dan
penggerak (aktivis) kegiatan dakwah, yaitu orang yang berusaha untuk mewujudkan
Islam dalam semua segi kehidupan baik pada tataran individu, keluarga, masyarakat,
umat dan bangsa. Sebagai pelaku dan penggerak dakwah, da i, tak pelak lagi,
memiliki kedudukan penting, bahkan sangat penting karena ia bisa menjadi penentu
keberhasilan dan kesuksesan dakwah.8 Da'i pada dasarnya adalah penyeru ke jalan
Allah, pengibar panji- panji Islam, dan pejuang yang mengupayakan terwujudnya
sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia (mujahid al dawah). Oleh karena
itu, da'i tak identik dengan penceramah (baligh).

2. Kompetensi Da'i

Kompetensi berasal dari kata competence yang secara harfiah berarti kemampuan
atau kesanggupan." Kompetensi da'i9 berarti kemampuann dan kecakapan yang harus
dimilki oleh seorang dai agar ia mampu bekerja dan melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya sebagai pembangun dan pengembang masayarakat Islam.

 Kekuatan Intelektual (Wawasan keilmuan)

Dalam pandangan ulama besar dunia, Yusuf al-Qardhawi, seorang da'i perlu
melengkapi diri dengan tiga senjata, yaitu senjata iman (slab al-iman), akhlak mulia
(al-akhlaq al-karimab), dan ilmu pengetahuan dan wawasan. Senjata iman dan akhlak
disebut Qardhawi sebagai bekal spiritual, sedang ilmu dan wawasan disebut sebagai
bekal intelektual. Jadi, secara umum seorang da'i harus melengkapi diri dengan dua
bekal, bekal spiritual dan bekal intelektual sekaligus. Menurut Qardhawi ada enam
wawasan intelektual yang perlu dimiliki seorang da'i. Pertama, wawasan Islam,
meliputi al-Qur'an, al-Sunnah, fiqih dan ushul fiqih, teologi, tasawuf (tashaww), dan
nizham Islam. Kedua, wawasan sejarah, dari periode klasik, pertengahan hingga
modern. Ketiga, sastra dan bahasa. Keempat, ilmu-ilmu sosial (secial sciences) dan
humaniora, meliputi sosiologi, antroplogi, psikologi, filsafat, dan etika. Kelima,
wawasam ilmu pengetahuan dan teknologi. Keenam, wawasan perkembangan-
perkembangan dunia kontemporer, meliputi perkembangan dunia Islam, dunia Barat,

8
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwab Sayyid Quthub: Rekonsturksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta:
Penamadani, 2008), cet.ke-2, h. 271.
perkembangan agama dan madzhab-madzhab pemikiran, serta perkembangan
pergerakan Islam kontemporer.911

 Kekuatan Moral (Akhlak Da'i)

Keluhuran budi pekerti ini menjadi salah satu pendorong yang memungkinkan
masyarakat (mada) dapat mengikuti jalan kebenaran yang diserukan sang da'i. Sifat-
sifat yang mulia itu adalah sifat-sifat yang harus dimiliki semua kaum Muslim.
Namun, bagi seorang da'i, sifat-sifat itu haruslah memiliki nilai lebih. Dengan
perkataan lain, sifat-sifat yang mulia itu bagi seorang da'i harus tampak lebih mantap,
lebih sempurna, dan lebih menonjol, sehingga ia dapat menjadi dakwah yang hidup
dan menjadi teladan yang bergerak. Jadi, dalam soal ini, ada semacam tuntutan yang
lebih tinggi kepada seorang da'i dibandingkan dengan kaum Muslimin pada
umumnya. Tuntutan ini logis, karena da'i adalah orang yang berusaha mewujudkan
sistem Islam bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk lain (umat).

3. Kekuatan Spiritual
 Bekal Iman

Sebagaimana telah dikemukakan, untuk dapat melaksanakan amanat dan


kewajiban dakwah, para da'i membutuhkan persiapan- persiapan dan bekal perjalanan
yang cukup, terutama persiapan dan bekal spiritual (rohani) yang mantap. Untuk itu,
sebelum melaksanakan tugas yang berat itu, para da'i harus mempersiapkan diri,
memperkuat jiwa dan mental mereka dengan iman dan takwa kepada Allah swt. Iman,
tak pelak lagi, merupakan bekal utama bagi para da'i. Menurut Quthub, sumber
kekuatan da'i berasal dari Allah swt. Ia tidak mungkin mengembangkan kekuatannya,
kecuali dari kekuatan-Nya. Penguasa atau orang-orang yang memiliki kedudukan
tinggi tidak mungkin membantu perjuangan da'i tanpa dukungan dan pertolongan dari
Allah. Suatu ketika aktivis dakwah boleh jadi dapat menaklukkan hati penguasa dan
kelompok elite. Lalu, mereka menyediakan diri sebagai pembela dan pendukung
dakwah. Namun demikian, menurut Quthub, dakwah tidak akan sukses, bila hanya
mengandalkan mereka." Quthub ini, menegaskan kembali pentingnya bekal spiritual,
iman dan takwa, bagi para da'i.

 Bekal Ibadah

911
Yusuf Qardhawi, Tagafat al-Da pah, (Beirut: al-Mu'assasat al-Risat, 1979), cet. ke-2, h. 7-144.
Dalam pandangan Qurhub, bekal spiritual yang diperlukan dai seperti
dikemukakan di atas, dapat diupayakan melaui pemberdayaan ibadah. Keharusan
tentang pemberdayaan ibadah ini jelas dapat dibaca dalam ayat-ayat pertama surah al-
Muzammil. Surah ini, menurut Quthub, memperlihatkan lembaran sejarah dakwah
Nabi, dimulai dengan seruan agung untuk melaksanakan tugas dakwah dan memberi
gambaran tentang persiapan-persiapan rohani yang harus dilakukan oleh Nabi.
Persiapan-persiapan itu, antara lain, berupa keharusan bagi Nabi agar melakukan
shalat malam (qiyam al-layl), membaca al- Qur'an, dzikir, dan berserah diri kepada
Allah swt.

 Bekal Takwa

Takwa diperlukan sebagai penyempurna semua bekal yang telah dikemukakan.


Takwa disebut oleh Allah sebagai bekal yang paling baik. "Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-KU hai orang-
orang yang berakal (ulu al-Albab)." Takwa dari kata Arab waqa, yagi, wigayat
(taqua), secara harfiah berarti memelihara diri dari sesuatu yang membahayakan.
Takwa berarti melindungi diri dari sesuatu yang ditakuti atau menakutkan, dan
terkadang takwa diartikan takut (khan) itu sendiri. Dalam takwa terdapat sifat hati-hati
dan waspada sehingga seorang terhindar dari keburukan atau dari sesuatu yang
menjerumuskan." Dalam suatu riwayat, Umar Ibn al-Khathab bertanya kepada Ubay
ibn Ka'ab tentang takwa. Katanya, "Pernakah kamu berjalan di jalan yang berduri?"
"Ya" jawab Ubay. "Apa yang kamu lakukan"? tanya Umar lagi. "Aku siaga dan hati-
hati." jawabnya. "Itulah takwa" tegas Umar.

Secara syar'i, takwa diartikan sebagai sikap memelihara diri dari dosa-dosa (bifdz
alnafs an ma yu'tsim). Ini dapat dilakukan dengan meninggalkan perkara yang
dilarang (lark al-mahd-ur). Bahkan menurut Ashfahani, takwa menjadi lebih
sempurna dengan meninggalkan sebagian dari perkara yang diperbolehkan atau
perkara yang samar-samar (wbubat). Ashfahani mendasarkan pendapatnya pada sabda
Nabi, "Perkara yang halal sudah jelas, perkara yang haram juga demikian. Namun, di
antara keduanya terdapat beberapa perkara yang samar-samar. Barangsiapa
mengembala di sekitar tempat yang terlarang, ia berpeluang jatuh ke
tempat terlarang itu."
Jadi Dai dalam pengembangan masyarakat merupakan penggerak, pelopor,
pionir, fasilitator dan advokat untuk senantiasa berjuang dan bekerja tidak hanya
dengan pikiran dan berbicara tetapi perbuatan nyata untuk mengubah masyarakatnya
ke arah lebih baik untuk satu bidang atau semua bidang. Dai dalam pengembangan
masyarakat adalah mereka yang bekerja di tengah-tengah masyarakat dengan penuh
komitmen tinggi, kepedulian dan pelayanan yang ikhlas bagi kemajuan
masyarakatnya tersebut.

C. Peran Dai dalam Pengembangan Masyarakat Islam

Peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat Islam pernah dikaji oleh Ahmad
Zaini dalam jurnal ilmiah, Development Community sebagai berikut. Dakwah untuk
mengembangkan masyarakat Islam menjadi penting dilakukan agar umat dapat
terbantu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Bagaimana
sebenarnya konsep dan tujuan pengembangan masyarakat Islam, etika yang harus
dikedepankan dalam membangun masyarakat Islam dan bagaimana keyakinan
keagamaan digunakan untuk menyentuh sisi keimanan masyarakat Islam. Karena itu,
dakwah memiliki peranan yang penting bagi pengembangan masyarakat Islam.19
Pernyataan di atas mengungkapkan betapa pentingnya peranan dakwah dalam
pengembangan masyarakat Islam, agar dapat membantu masyarakat menyelesaikan
persoalan mereka, menyampaikan kepada masyarakat bagaimana konsep dan tujuan,
etika dan keyakinan keagamaan yang akan menyentuh sisi keimanan masyarakat.
Meski tulisan ini memiliki judul peranan dakwah dalam pengembangan
masyarakat, namun penulis tidak berusaha menguraikan item-item peranan dakwah
yang dimaksud. Pada buku-buku ilmu dakwah, para penulis tidak mencantumkan
peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan buku-buku
ilmu dakwah merupakan konsep lama dan belum merambah pada pengembangan
masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika pembahasan peranan dakwah dalam
pengembangan masyarakat masih terbatas. Dari banyak literatur yang penulis baca
tentang ilmu dakwah, penulis mengemukakan peranan dakwah dalam proses
pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut, penggagas yang akan memperkuat
asas/ dasar masyarakat sesuai tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasul, penggerak
kepedulian individu terhadap lingkungan sosial, penyuluh yang akan menjawab
keraguan umat dalam menghadapi persoalan kehidupan, dan perekat ukhuwa
manusia. Peranan dakwah dalam pengembangan masyarakat seperti yang
disampaikan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Penggagas yang akan memperkuat asas/ dasar masyarakat sesuai tuntunan AlQuran
dan Sunnah Rasul Dakwah dalam konteks pengembangan masyarakat Islam tidak
terbatas pengertian bahwa mengajak masyarakat untuk menunaikan ibadah mahdah
dalam Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Akan tetapi makna
dakwah dalam konteks pengembangan masyarakat adalah meluas sebagai upaya
mengajak manusia untuk bersama-sama menciptakan kesejahteraan hidup di dunia
dan akhirat. Prof Soetandyo Wiknyosoebroto mengomentari buku yang bertema
dakwah pemberdayaan masyarakat dengan menuliskan sebagai berikut. Membaca
seluruh isi buku, tahukah kita bahwa kalaupun di sini sang penulis menggunakan
istilah dakwah dalam artinya ajakan, ajakan itu hendak tertuju lebih lanjut pada
pelaksanaan sebagai ikhtiar mulia, yaitu ikhtiar untuk meningkatkan kemampuan
pribadi dan/atau keberdayaan kolektif rakyat tatkala harus mengatasi berbagai cobaan
di tengah alam perubahan yang tak selalu menguntungkan mereka.

b. Penilaian Soetandyo ini memberikan isyarat bahwa dakwah pemberdayaan


masyarakat itu lebih mengutamakan implementasi nilai-nilai/etika Islam ketimbang
ekspresi pengamalan ibadah. Nilai-nilai yang dimaksud adalah kedisiplinan, kerja
keras, komitmen dan sejumlah nilai-nilai lainnya yang diungkap oleh kitab suci umat
Islam. Ketika nilai-nilai Islam itu sudah dianut oleh masyarakat, maka dengan
perlahan tapi pasti, Islam akan diterima dan diamalkan oleh masyarakat. Demikian
juga dengan dakwah pengembangan masyarakat yang dilakukan kepada masyarakat
Islam itu sendiri. Fakta tentang Islam KTP tidak bisa diabaikan begitu saja. Banyak di
antara umat Islam yang mewarisi agama dari nenek moyang mereka tanpa mau
mempelajari kembali dari dasar, misalnya persoalan akidah, fikih dan akhlak dalam
Islam. Terhadap masyarakat yang demikian inipun lebih efektif menerapkan nilai-
nilai Islam. Setelah nilai-nilai Islam itu menjiwai masyarakat (internalisasi nilai) maka
dengan sendirinya Islam menjadi kuat.b. Penggerak kepedulian individu terhadap
lingkungan dan sosial.

c. Penyuluh yang akan menjawab keraguan umat dalam menghadapi persoalan


kehidupan Allah Ta’ala mengutus para rasul kepada umat (masyarakat) untuk
membacakan ayat-ayat-Nya, yang dituangkan dalam kitab suci dan menjadi pegangan
hidup bagi masyarakat itu. Para rasul mengajarkan umat bagaimana mengesakan
Allah, melakukan peribadatan sebagai persembahan umat kepada Pencipta yang
dengan peribadatan itu dapat menjadi pahala dan pengampunan dosa. Para rasul
mengajarkan kitab-kitab berisi syariat dari Allah dan mengajarkan pengetahuan-
pengetahuan yang belum diketahui oleh masyarakat. Peran ini tergambar pada salah
satu ayat dalam al-Quran yang artinya: “Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan
nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui”.23 Peran rasul itu menjadi teladan bagi agen pendamping masyarakat
untuk membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Pada
konteks pengembangan masyarakat di Indonesia, banyak permasalahan yang dihadapi
oleh warga negara/ masyarakat. Masalah sosial tersebut sangat kompleks dan
multidimensional. Satu persoalan berkait erat dengan masalah sosial lainnya. Abu
Huraerah24 menyebutkan masalah sosial yang dihadapi bangsa ini meliputi
kemiskinan, pengangguran, kejahatan, kenakalan anak dan remaha, penyalahgunaan
narkoba, pornografi, pornoaksi dan prostitusi, perjuadian, perkosaan, gangguan
kejiwaan, masalah bencana, keterlantaran anak, lanjut usia terlantar, masalah
kemacetan, buruknya jaminan sosial, konflik sosial, kerusuhan sosial, kekerasan
terhadap anak dan perempuan, masalah pengungsi, masalah HIV/Aids, masalah
disriminasi dan ketidakadilan, masalah daerah kumuh, kondisi kesehatan masyarakat
yang buruk, disharmonisasi sosial, menurunnya solidaritas sosial, stres, depresi dan
bunuh diri, dan disorganisasi keluarga.

d. Perekat ukhuwa manusia Islam merupakan agama yang damai, baik ditinjau dari
sisi ajaran agama maupun ditinjau dari sisi watak pemeluknya. Dari sisi ajaran, jelas
Islam tidak membedakan manusia dari ras, suku, keturunan, namun Islam
memberikan penghormatan yang sama. Allah Ta’ala mengingatkan kepada manusia
bahwa manusia itu merupakan umat yang satu, yakni sama-sama keturunan Nabi
Adam as.

Adapun peran dai dalam pengembangan masyarakat Islam dapat mengacu kepada yan
g dikatakan oleh Zastrow (1982:534-537) yakni sebagai berikut;
 pertama. Enabler. Peranan sebagai enabler adalah membantu masyarakat agar
dapat mengartikulasikan atau mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan mereka,
menjelaskan dan mengidentifikasikan potensi dan masalahnya, dan mengemba
ngkan kemampuan mereka dapat menangani masalah yang mereka hadapi dan
peluang-peluang yang mereka miliki secara lebih efektif untuk menolong diri
dan masyarakatnya.

 Kedua, Broker. Peranan seorang broker adalah menghubungkan individu dan k


elompok yang membutuhkan serta memerlukan pertolongan dengan pelayanan
atau pengembangan masyarakat.

 Ketiga, Expert. Sebagai seorang expert, ia berperan menyediakan informasi da


n memberikan saran-saran serta nasihat-nasihat dalam berbagai bidang dalam
konteks pengembangan masyarakat tersebut. Misalnya, seorang expert membe
rikan saran-saran untuk soal pemberian bantuan dana dalam kaitan untuk pena
nggulangan kemiskinan di daerah pesisir.

 Keempat, Social planner. Seorang social planner berperan mengumpulkan fakt


a-fakta tentang masalah sosial dan menganalisa fakta-fakta tersebut serta meny
usun alternatif penyelesaian serta pola-pola kemitraannya yang tepat dalam me
nyelesaikan masalah serta mengelola potensi untuk pengembangan masyarakat
tersebut.

 Kelima, advocate. Peranan sebagai advocate dipinjam dari profesi hukum. Per
anan ini adalah peranan yang aktif dan terarah, dimana dai dalam pengembang
an masyarakat melaksanakan fungsinya sebagai advocate yang mewakili kelo
mpok masyarakat yang memerlukan pelayanan-pelayanan, sementara lembaga
/instansi yang seharusnya memberikan pelayanan mengabaikannya atau menol
ak tuntutan masyarakat.

 Keenam, The Activist. Sebagai seorang activist, ia senantiasa melakukan perub


ahan yang mendasar dan seringkali tujuannya adalah pengalihan sumber daya
ataupun kekuasaan pada masyarakat yang tidak beruntung (disadvantanged gr
oup). Mereka sebagai aktivis akan berjuang untuk isu-isu ketidakadilan, peram
pasan hak, anti diskriminasi, persamaan hak, dan lain-lain. Bila mengacu pada
Jim ife (2002: 231-257) beberapa peran yang dapat dilaksanakan da’i dalam p
engembangan masyarakat, yaitu;
a. Peranan-peranan fasilitatif meliputi peranan animasi sosial,mediasi dan neg
osiasi, dukungan, pembentukan konsensus, fasilitasi kelompok, pemanfaatan s
umber daya dan ketrampilan, pengorganisasian dan komunikasi personal.
b. Peranan-Peranan Pendidikan terdiri dari peranan peningkatan kesadaran, pe
nyampaian informasi,
c. Peranan-peranan representasional meliputi peranan mendapatkan sumber, ad
vokasi, pemanfaatan media dan hubungan masyarakat, jaringan kerja dan berb
agi pengetahuan serta keterampilan.
d. Peranan-peranan teknis meliputi peranan; penelitian, penggunaan dan pema
nfaatan komputer, presentasi verbal dan tertulis, manajemen dan pengawasan f
inansial.
No Unsur-unsur Model Dakwah Model Dakwah
dakwah Pengembangan Konvensional
Masyarakat
1 Subjek dakwah Dai, Mubaligh dan Da,i Mubaligh
Masyarakat dan Ustadz
2 Objek dakwah Kondisi sosio-kultural Masyarakat
masyarakat
3 Sifat dai Fasilitator dan Komunikator
transformator Agama
nilai agama
4 Sifat objek dai Aktif partisipatif dan Statis, top down,
sustainable one way dan
asustainable
5 Metode dakwah Dialog dan Interaksi sosial Lebih banyak
(mujadalah) hikmah dan
mau’idhah
hasanah
6 Materi dakwah Dibicarakan bersama sesuai Lebih banyak
dengan kebutuhan riil ditentukan oleh
masyarakat (bottom up) dai (pelaku
dakwah/top
down)
7 Bentuk dakwah Advokasi dan pemihakan Lebih banyak
kepada yang lemah bentuk syiar
(dakwah agama
bil hal)
8 Strategi dakwah Integrated or holistic Partial strategy
strategy
9 Manajemen Efektif, Karena sejak awalKurang efektif,
dakwah menerapkan prinsip-prinsipkarena tidak
manajemen (planning, sepenuhnya
organizing, actuating, danmenerapkan
controling prinsip-prinsip
manajemen.
10 Media dakwah Disesuaikan dengan One way media,
kondisi seperti radio dan
masyarakat televisi.

11 Target dakwah Masyarakat mengetahui, Tidak jelas


merumuskan dan
memecahkan problem
sendiri
Berikut ini perbedaan Model dakwah pengembangan
masyarakat dan model dakwah konvensional;
Tabel Perbedaan Model Dakwah Pengembangan Masyarakat dan Model
Dakwah Konvensional

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

Dianto,icol.Peranan Dakwah Dalam Proses Pengembangan Masyarakat Islam.


Hikmah vol 12 nomor 1, 2018.

Fitria,Rini dan Rafinita Aditia, Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qolam sebagai
Metode Komunikasi Dakwah, Jurnal ILmu Syiar Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN
Bengkulu, 2019, hlm.232-233

Hidayat,Rofiq. Manajemen Dakwag BilLisan Perspektif Hadits, Al-Tatwir. 2019.


hlm.39

Ismail, A Ilyas. (2008). Paradigma Dakwab Sayyid Quthub: Rekonsturksi Pemikiran


Dakwah Harakah. Jakarta: Penamadani.

Kumalasari,Bela.Pengertian Dakwah, Makalah penugasan mata kuliah, Surabaya,23


Agustus 2019, hlm.02

Muhtadi,Tantan Hermansyah. (2013). Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam.


Jakarta: UIN Jakarta Press.

Munir M, Wahyu Ilahi.(2003). Manajemen Dakwah. Jakarta:Prenada Meddia.

Qardhawi,yusuf. (1979). Tagafat al-Da pah.. Beirut: al-Mu'assasat al-Risa.

Sagir,Ahmad. Dakwah bil hal: prospek dan tantangan dai, jurnal ilmu dakwah.2015.
hlm.17

Anda mungkin juga menyukai