Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................1
BAB I........................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................................2
B. Pertanyaan Penelitian......................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI........................................................................................................................................6
A. Peran...............................................................................................................................................6
B. Perkembangan Masyarakat.............................................................................................................8
C. Ustadz............................................................................................................................................11
D. Pengertian Dakwah........................................................................................................................18
BAB III........................................................................................................................................................22
METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................................................22
A. Jenis Penelitian..............................................................................................................................22
B. Lokasi Penelitian............................................................................................................................22
C. Kehadiran Penelitian......................................................................................................................23
D. Sumber Data..................................................................................................................................23
E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................................24
F. Pemeriksaan Keabsahan Data........................................................................................................26
G. Tahap-Tahap Penelitian.................................................................................................................27

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka hal itu berarti
dia menjalankan suatu peran. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu
tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Setiap orang mempunyai macam-macam
peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa
peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-
kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya.
Dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan
manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup
manusia di dunia ini, dan yang meliputi al-amar bi al-ma’ruf an-nahyu an al-munkar
dengan berbagai cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing
pengalamannya dalam berkehidupan bermasyarakat dan perkehidupan bernegara.1
Dakwah Islam bertujuan untuk mempengaruhi dan menstransformasikan sikap batin
dan perilaku warga masyarakat menuju suatu tatanan kesalehan individu dan kesalehan
sosial. Di samping itu, dakwah juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
keagamaan dalam berbagai aspek ajarannya agar di aktualisasikan dalam bersikap,
berfikir dan bertindak.
Dakwah didalam Islam merupakan masalah besar yang menyangkut hajat
kepentingan masyarakat luas. Sebab pada kenyataan Islam tidak mungkin berkembang
tanpa adanya dakwah Islamiyah yang disebarkan oleh para tokoh dakwah, karena dalam
kehidupan Rasulullah amat banyak dengan kegiatan dakwah. Demikian pula yang
dikembangkan oleh para sahabat, danpara penerus beliau. Salah satu tugas manusia
sebagai Kahalifah Allah di muka bumi adalah berdakwah yakni mengajak pada perbuatan
yang baik (amar ma’ruf) serta mencegah perbuatan munkar (nahyi munkar).
Islam merupakan agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk
menyebrkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam
dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, bilamana
ajaran Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman
hidup dan dilakukan denga sungguh-sungguh.
Keberadaan dakwah sangat urgen dalam Islam. Antara dakwah dan Islam tidak dapat
dipisahkan yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana diketahui, dakwah merupakan
suatu usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang
pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Usaha
mempengaruhi manusia agar pindah dari suatu situasi ke situasi yang lain, yaitu dari
situasi yang jauh dari ajaran Allahmenuju situasi yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran-
Nya.
1
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.3.

2
Dakwah pada zaman dahulu hanya dibebankan kepada Nabi dan Rosul saja. Dengan
adanya Islam dan Nabi Muhammad sebagai penutup para Nabi dan Rosul, maka dakwah
diwajibkan kepada semua manusia dalam mengajak yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar. Surat Ali-Imran ayat 104 bisa dijadikan dasar bahwa dakwah adalah tugas
kolektif seluruh kaum muslim sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:

‫ك ُه ُم ٱلْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ ِ


َ ‫َولْتَ ُكن ِّمن ُك ْم َُّأمةٌ يَ ْدعُو َن ِإىَل ٱخْلَرْيِ َويَْأ ُمُرو َن بِٱلْ َم ْعُروف َو َيْن َه ْو َن َع ِن ٱلْ ُمن َك ِر ۚ َوُأولَِٰئ‬
Artinya: “dan hendaklah ada diantara kamu segongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yanma’ruf dan mecegah dari yang munkar mereka” (QS.
Ali-Imran:104)2

Oleh karena itu, dakwah merupakan sebuah karusan bagi umat Islam. Dengan
demikian dakwah diperlukan disiplin iu yang dapat memperkuat keilmuan dakwah, baik
yang bersifat teori dan prakt secara langsung. Dalam menjalankan aktifitas dakwah,
terdapat hambatan-hamtan yang silih berganti sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zam.
Namun demikian apapun alasannya, amar ma’ruf nahi munkar harus tetap daksanakan
dalam kondisi bagaimanapun.
Peran Ustadz Jayadin adalah meneruskan tugas Nabi Muhammad dalam
menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Peran Ustadz Jayadin sebagai tokoh masyarakat
dalam pembangunan sangat penting, karena posisinya sebagai “opinion leader” yaitu
orang yang berpengaruh besar dalam mengambil keputusan.
Didalam menyampaikan pesan dahwah, da’i harus mengetahui keadaan dan
kemampuan mad’u nya agar antara da’i dan mad’u saling merespon. Dalam
menyampaikan pesan dakwahnya, da’i juga harus memperhatikan metode, dan materi
yang disampaikan, dan keadaan mad’u saat akan menerima materi, karena apabila
seorang da'i tidak mengetahui cara dan situasi dalam menyampaikan dakwahnya, maka ia
tidak akan disukai oleh mad’u, sehingga akan terjadi kurangnya minat bagi mad’u
tersebut.
Peran Ustadz Jayadin dalam menanamkan nilai keagamaan pada masyarakat di
Simeulue Tengah semakin lama semakin membaik. Indikasinya dilihat pada
permasalahan yang ada di Simeulue Tengah, bahwa setiap kegiatan keislaman seperti
membersihkan masjid dan pengajian mingguan. yang melibatkan masyarakat di Simeulue
Tengah pada awalnya kurang menarik perhatian.
Dengan seiring berjalannya waktu dan banyaknya masyarakat yang datang untuk
mengikuti kegiatan tersebut, maka masyarakat yang datang dalam kegiatan tersebut
semakin setabil. Seperti yang peneliti amati, dalam kegiatan pengajian-pngajan yang
telah diprograkkan jumlah masyarakat yang hadir cenderung semakin banyak, dan dalam
setiap kegiatan pengajian yang diadakan, masyarakat yang hadir tidak hanya dalam

2
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung : Diponegoro, 2014), h.50

3
kategori berumur. Akan tetapi pengkajian tersebut dihadiri dari semua kalangan, baik dari
kalangan anak-anak, remaja maupun orang tua.
Berdasarkan uraian di atas penulis mengangkat tema tentang “Peran Ustadz Jayadin
Dalam Perkembangan Dakwah Islam Di Simeulue Tengah”, karena penulis menganggap
permasalahan ini layak untuk diteliti.

B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Kegiatan Dakwa Pada Masyarakat Di Simeulue Tengah, Simeulue
2. Bagaimana Peran Ustadz Jayadin Dalam Menyampaikan Dakwah Kepada
Masyarakat Di Semeulue Tengah.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji
bagaimana peran usadz Jayadin dalam meningkatkan pemahaman Agama Islam di
Simeulue Tengah.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini akan di jelaskan sebagai berikut;
1. Manfaat Teoritis
Memberikan masukan untuk penelitian serupa di masa yang akan datang. Serta
dapat dikembangkan lebih lanjut untuk hasil yang sesuai dengan perkembangan
zaman.
2. Manfaat Praktis
Untuk menyelesaikan studi dan menambah wawasan pengetahuan dalam
penelitan sehingga mampu menerapkan ilmu tersebut ketika terjun dalam masyarakat
dan sebagai referensi serta menambah pengalaman dalam penelitian ilmu dakwah
khususnya peran ustadz Jayadin dalam meningkatkan pemahaman Agama Islam di
Simeuue Tengah.
3. Identifikasi Masalah

Adapun yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:


1. Bahwa masyarakat Simeulue Tengah mulai banyak mengenal dan mengikuti
Sunnah-Sunnah Nabi Muhammad sallahu alahi wasallam
2. Sangat bersemangat dalam menghadiri kajian-kajian Sunnah
3. Adanya komunitas pemuda Sunnah

4
BAB II

LANDASAN TEORI
1

A. Peran
1. Pengertian Peran
Peran berarti sesuatu yang dimainkan atau dijalankan.3 Peran disefinisikan sebagai
sebuah aktivitas yang diperankan atau dimainkan oleh seseorang yang mempunyai
kedudukan atau status sosial dalam organisasi.
Peran menurut terminology adalah seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki
oleh yang berkedudukan dimasyarakat. Dalam bahasa inggris peran disebut “role” yang
definisinya adalah “person’s task or duty in undertaking”. Artinya “tugas atau kewajiban
seseorang dalam suatu usaha atau pekerjaan”. Peran diartikan sebagai perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan
peranan merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang dalam suatu peristiwa.4
Peran adalah aktivitas yang dijalankan seseorang atau suatu lembaga/organisasi. Peran
yang harus dijalankan oleh suatu lembaga/organisasi biasanya diaturdalam suatu
ketetapan yang merupakan fungsi dari lembaga tersebut.
Peran itu ada dua macam yaitu peran yang diharapkan (expected role) dan peran yang
dilakukan (actual role). Dalam melaksanakan peran yang diembannya, terdapat faktor
pendukung dan penghambat. Peran menurut Koentrajaraningrat, berarti tingkah laku
individu yang memutuskan suatu kedudukan tertentu, dengan demikian konsep peran
menunjuk kepada pola perilaku yang diharapakan dari seseorang yang memiliki
status/posisi tertentu dalam organisasi atau sistem. Menurut Abu Ahmadi peran adalah
suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan
berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
Peran adalah proses dari sebuah identitas. Dalam proses pembelajaran sangat
diperlukan adanya seorang guru karena guru merupakan salah satu tim sukses demi
tercapainya pembelajaran yang di inginkan. Orang yang disebut ustadz antara lain: da'i,
mubaligh, penceramah, guru ngaji Qur’an, guru madrasah diniyah, guru ngaji kitab di
pesantren, pengasuh/pimpinan pesantren (biasanya pesantren modern).5
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2005: 854), istilah peran mempunyai arti seperangkat tingkah laku yang diharapkan
dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan dimasyarakat.
Sementara Sarlito Wirawan Sarwono (dalam bukunya yang berjudul Teori-Teori
Psikologi Sosial,2015: 215) Biddle dan Thomas membagi istilah dalam teori peran
dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut adalah:
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2014)
4
Syamsir, Torang, Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan Organisasi), (Bandung:
Alfabeta, 2014), hlm, 86.
5
http://www.alkhoirot.net/2012/07/definisi-ustadz.html diakses pada tanggal 20 April 2017

5
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
c. Kedudukan orang-orang dan perilaku. d. Kaitan antara orang dan perilaku.

Menurut Soerjono Soekanto (2003: 242-244) menerangkan bahwa peran adalah


seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari
dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dan perilaku yang
diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Suatu peranan paling sedikit
mencakup tiga hal, yaitu:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat.
b. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian peran
adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok
orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Berdasarkan
hal hal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan media online
terutama pada media yang penulis teliti yaitu sripoku.com, peran tidak berarti sebagai
hak dan kewajiban individu melainkan merupakan tugas dan wewenang media itu
sendiri.

1. Jenis-Jenis Peran
peran atau role menurut Bruce J. Cohen, juga memiliki beberapa jenis, yaitu:
a. Peranan nyata (Anacted Role) yaitu suatu cara yang betul-betul dijalankan
seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan suatu peran.
b. Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) yaitu cara yang diharapkan
masyarakat dari kita dalam menjalankan peranan tertentu.
c. Konflik peranan (Role Conflick) yaitu suatu kondisi yang dialami
seseorang yang menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan
dan tujuan peranan yang saling bertentangan satu sama lain.
d. Kesenjangan peranan (Role Distance) yaitu pelaksanaan peranan secara
emosional.
e. Kegagalan peran (Role Failure) yaitu kegagalan seseorangan dalam
mejalankan peranan tertentu.
f. Model peranan (Role Model) yaitu seseorang yang tingkah lakunya kita
contoh, tiru, diikuti.
g. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) yaitu hubungan seseorang
dengan individu lainnya pada dia sedang menjalankan perannya.

6
Dari berbagai jenis-jenis peran diatas, penulis menggunakan jenis peran
nyata (Anacted Role) yaitu satu cara yang betul-betul dijalankan seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalankan peran.
5

2. Perkembangan Masyarakat
1. Pengertian Perkembangan Masyarakat Islam
Secara umum pengembangan masyarakat (community development) dalam
bahasa Arab disebut dengan tathwirul mujtama͛ il-islamiy adalah kegiatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan
diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial,
ekonomi, dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
kegiatan pembangunan sebelumnya.3 Ibnu Khaldun mengatakan bahwa secara
etimologi pengembangan berarti membina dan meningkatkan kualitas. Masyarakat
Islam berarti kumpulan manusia yang beragama Islam, yang meneliti hubungan dan
keterkaitan ideologis yang satu dengan yang lainnya. Dalam pemikiran sosiologis,
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa manusia itu secara individu diberikan kelebihan,
namun secara kodrati manusia memiliki kekurangan. Sehingga kelebihan itu perlu
dibina agar dapat mengembangkan potensi pribadi untuk dapat membangun.4

Selain itu, pengertian pengembangan masyarakat terdapat beberapa definisi yang


dikemukakan dalam sejumlah sumber antara lain:
a. Menurut Bhattacarya, pengembangan masyarakat adalah pengembangan
manusia yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan
manusia untuk mengontrol lingkungannya. Pengembangan masyarakat
merupakan usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap
masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan untuk berorganisasi,
berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya. Manusia didorong untuk
mampu membuat keputusan, mengambil inisiatif dan mampu berdiri sendiri.
b. Menurut Yayasan Indonesia Sejahtera, pengembangan masyarakat adalah
usaha-usaha yang menyadarkan dan menanamkan pengertian kepada
masyarakat agar dapat menggunakan dengan lebih baik semua kemampuan
yang dimiliki, baik alam maupun tenaga, serta menggali inisiatif setempat
untuk lebih banyak melakukan kegiatan investasi dalam mencapai
kesejahteraan yang lebih baik.5
c. Menurut Com. Dev. Handbook, pengembangan masyarakat adalah evolusi
terencana dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang ada dalam
masyarakat. Dia adalah sebuah proses dimana anggota masyarakat melakukan
aksi bersama dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bersama.
d. Menurut Sudjana, pengembangan masyarakat mengandung arti sebagai upaya
yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh, untuk dan dalam
masyarakat guna meningkatkan kualitas hidup penduduk dalam semua aspek
kehidupannya dalam suatu kesatuan wilayah.6 Upaya untuk meningkatkan

7
kualitas hidup dan kehidupan dalam suatu kesatuan wilayah ini mengandung
makna bahwa pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan berwawasan
lingkungan, sumber daya manusia, sosial maupun budaya, sehingga
terwujudnya pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.
Dengan demikian, pengembangan masyarakat Islam merupakan sebuah proses
peningkatan kualitas hidup melalui individu, keluarga dan masyarakat untuk
mendapatkan kekuasaan diri dalam pengembangan potensi dan skill, wawasan
dan sumber daya yang ada untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan
mengenai kesejahteraan mereka sendiri sesuai dengan petunjuk-petunjuk Islam.
Rasulullah SAW selaku dai dan kepala negara Madinah telah berupaya
mengembangkan masyarakat kaum muslimin menuju iman dan takwa demi
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Pengembangan masyarakat lebih tepat
menggunakan bentuk da’wah bi al-hal karena lebih menekankan aspek
pelaksanaan suatu program kegiatan daripada komunikasi lisan berbentuk
ceramah. Ini berarti bahwa pengembangan masyarakat berkaitan erat dengan
manajemen dakwah menyangkut perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan
evaluasi kegiatan pengembangan. Prinsip pembangunan masyarakat Islam adalah
holistik dan mempedulikan semua aspek kehidupan, termasuk eksistensi
komponen alam bukan manusia (non human society). Pengembangan
dimaksudkan sebagai upaya merubah masyarakat tradisional, miskin, terbelakang
dan tidak beriman menuju masyarakat modern yang maju, kreatif, beriman dan
bertakwa.
Dakwah dalam perspektif ilmu dakwah, bentuknya dapat dibagi pada empat
bentuk, yaitu:
1. Tabligh Islam, sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan Islam
2. Irsyad Islam, sebagai upaya bimbingan dan penyuluhan Islam
3. Tadbir Islam, sebagai upaya pemberdayaan ummat dalam menjalankan
ajaran Islam melalui lembaga-lembaga dakwah
4. Tathwir Islam, sebagai upaya pemberdayaan atau pengembangan
masyarakat Islam.
Berdasarkan pada pembagian bentuk-bentuk dakwah di atas maka
Pengembangan Masyarakat Islam termasuk dalam kategori bentuk dakwah
Tamkîn/tathwîr Islam, didalamnya berisikan pemberdayaan SDI (Sumber Daya
Insani), lingkungan hidup, dan ekonomi umat, disebut pula sebagai
Pengembangan Masyarakat Islam (PMI).
Kemudian jika dilihat dari segi konteksnya Pengembangan Masyarakat Islam,
lebih banyak menggunakan beberapa konteks dakwah yaitu:
a. Dakwah fi’ah, yaitu proses dakwah seorang da’i terhadap sekelompok
mad’u secara tatap muka, dan dialogis yang berlangsung dalam bentuk

8
kelompok kecil, dan kelompok-kelompok mad’u yang sudah terorganisir,
misalnya majelis taklim, madrasah dan ma’had (pesantren)
b. Dakwah hizbiyah atau jam’iyah, yaitu proses dakwah yang dilakukan oleh
da’i yang mengidentifikasikan dirinya dengan atribut suatu lembaga atau
organisasi dakwah tertentu, kemudian mendakwahi anggotanya atau orang
lain di luar anggota suatu organisasi tersebut
c. Dakwah ummah, seorang da’i mendakwahi orang banyak melalui media
mimbar atau media massa baik cetak atau elektronik dalam suasana
monologis, dalam suasana bertatap muka atau tidak bertatap muka
d. Dakwah syu’ubiyah qabailiyah, seorang da’i yang beridentitas etnis dan
budaya atau bangsa tertentu mendakwahi mad’u yang beridentitas etnis
dan budaya atau bangsa yang berbeda dengan dirinya.
Selanjutnya, berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
dakwah islamiyah sebagaimana yang dipersepsi oleh banyak kalangan umat Islam
adalah sepadan dengan istilah-istilah yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu:
‘yad’una ila al-khayr’, ya’muruna bi al-ma’ruf, dan ‘yanhawna ‘an al-munkar’
dengan tujuan terwujudnya “khairul ummah” yang berbasis individu muslim yang
berkualitas (khairul bariyyah)6 yang dijanjikan oleh Allah akan memperoleh ridla-
Nya.7 Tujuan ini akan dapat tercapai manakala iman, islam dan takwa dapat
ditransformasikan menjadi tata nilai dalam kehidupan individu, kelompok,
maupun institusi masyarakat, karena dengan begitu manusia diposisikan pada
posisi kemanusiaannya.8
Dengan demikian, kegiatan dakwah merupakan proses menciptakan atau
membangun tatanan sosial (rekayasa masyarakat) berlandaskan etika Islam,9 baik
yang berkenaan dengan aspek keyakinan, fikrah, sikap dan perilaku. Kemudian
jika kita perhatikan hakikat dakwah dari aspek sosial, memiliki arti membangun
(Tathwîr Islâm). Karena membangun itu sebagaimana biasanya dipahami sebagai
suatu gerakan menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. 10
Atas dasar itu, maka dakwah dan pembangunan merupakan dua konsep yang bisa
jadi berbeda, akan tetapi mempunyai titik korelasi di antara keduanya, ini berarti
bahwa dakwah dalam arti luas adalah membangun, dan pembangunan merupakan
proses dakwah.
Jadi, untuk komunitas muslim dakwah memegang peranan penting dalam
membangun, sebab berkembang dan tidaknya sebuah komunitas (ummat)
sangatlah bergantung pada intensitas dan kualitas dakwah yang dilakukan oleh
ummat Islam itu sendiri. Makin tinggi kualitas dan kuantitas dakwah yang
6
Khairul ummah merupakan konsep kesatuan fikrah dan jama’ah, sedangkan khairul bariyyah merupakan konsep
kualitas sumberdaya syahsiyah.
7
Lihat QS. Al-Bayinah [98]:7-8.
8
Lihat QS. Al-Bayinah [98]:7-8.
9
(Fazlur Rahman, 1980:37)
10
(Batten, 1969:1)

9
dilakukan, maka semakin optimal hasil yang akan dicapai. Sehingga pada suatu
hari nanti ummat Islam mampu berperan dalam merekayasa tatanan sosial
masyarakat (komunitas) baik sosial, ekonomi, budaya, politik, bahkan tidak
mustahil akan menjadikan dirinya sebagai trend setted dan faktor serta aktor
utama dalam perubahan sosial pembangunan dalam bentuk dakwah.
Berbagai penjelasan di atas menunjukkan bahwa dakwah adalah proses
“pembangunan”. Hal ini diperkuat dengan argumen-argumen yang diantaranya
adalah, sebagai berikut:
1. Mengajak orang untuk berbuat baik yang tersimpul dalam kalimat
“yad’uuna ila al-khair “, hal ini menjadi tugas pokok ulama.
2. Menyuruh orang berbuat baik dan benar atau bijak (makruf) yang
tersimpul dalam kalimat “wayamuruuna bi al-ma’ruf “, ini tugas pokok
umaro.
3. Mencegah perbuatan munkar yang tersimpul dalam kalimat “wayanhauna
anilmunkar’’, dan ini merupakan tugas pokok pegawai keamanan.
Dengan begitu, proses dakwah berkehendak menciptakan kehidupan yang
harmonis, dengan pembagian tugas yang jelas, yaitu ulama melaksanakan tugas
pembinaan mental spritual, umaro menganjurkan dn menegakkan yang makruf,
sedangkan aparat keamanan berupaya mencegah yang munkar. Dengan demikian
akan sampailah pada tujuan yaitu kebahagiaan bersama yang tersimpul pada “wa
ulaa ika humulmuflihuun, sebagai hasil kerjasama dan samasama kerja sesuai
garapan masing-masing.

3. Ustadz
1. Pengertian Ustadz
Dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’alim dan mu’adib. Kata
ustadz jamaknya asatidz yang berarti teacher (guru), professor (gelar akademik),
jenjang dibidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair. Adapun kata mudarris
berarti teacher (guru), instructur (pelatih) dan lecture (dosen). Sedangkan kata
mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructur (pelatih), trainer (pemandu).
Selanjutnya, kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher in koranic school
(guru dalam lembaga pendidikan AlQuran).
Beberapa kata tersebut diatas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik.
Kar*ena semuanya mengacu pada pengertian kegiatan seseorang yang memberikan
pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata yang bervariasi
tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan ruang lingkup dimana
pengetahuan dan 6ketrampilan itu diberikan, dengan demikian, kata pendidik secar
fungsional menunjukkan kepada seorang yang melakukan kegiatan dalam
memberikan pengetahuan, ketrmpilan, pengalaman, pendidikan dan sebagainya.

10
Orang yang melakukan kegiatan ini bias saja dan dimana saja baik orang tua, guru
dan tokoh masyarakat.

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan “murobbi,


mu’allim, mu’addib” yang ketiga nama tersebut mempunyai arti penggunaan
tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam “pendidikan dalam konteks
islam”. Di samping itu, istilah pendidik kadang kala disebut melalui gelarnya, seperti
istilah “Al-Ustadz dan Asy-Syaikh”.
Ustadz atau Guru merupakan jabatan atau profesi yang memiliki kemampuan dan
keahlian khusus mendidik secara profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, mengasuh bagi ustadz dan ustadzah,
menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Ustadz atau Guru agama Islam adalah seseorang yang mengajar dan mendidik
agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan membantu
mengantarkan anak didiknya ke arah kedewasaan jasmani dan rokhani.

2. Peran Ustdz
Menurut Mulyasa peran guru dalam proses pembelajaran adalah:
a. Ustadz Sebagai Pengajar, Pendidik, Pelatih, Penasehat dan pembimbing.
b. Ustadz Sebagai Pribadi.
c. Ustadz Sebagai Pemindah Kemah.
d. Ustadz Sebagai Evaluator.11
Peran Ustadz yang telah dipaparkan oleh Mulyasa diatas telah dilakukan oleh
Rasulullah Salallahu’alahi Wasallam. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Ustadz sebagai Pengajar, Pendidik dan pembimbing
Melalui peranannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang diajarkannya
serta senantiasa mengembangkannya dalam diri dan meningkatkan
kemampuannya dalam segala hal yang dimilikinya. Dikarenakan kemampuan
paedagogik guru dapat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam
proses pembelajaran. RasulAllah Saw selalu menyampaikan wahyu dari Allah
setelah beliau mempelajarinya terlebih dahulu. Sehingga bahan atau materi
tersebut berkembang terlebih dahulu dalam diri beliau. Hal tersebut dapat kita
perhatikan dari kisah-kisah RasulAllah sehari-hari. Seperti dalam hadist yang
menerangkan tentang ikhlas:
“Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar
Rasulullah Saw bersabda: “Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada
niatnya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang (akan memperoleh) sesuai dengan
apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya,
maka ia akan memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang
hijrahnya itu karena mencari dunia ia akan mendapatkannya, atau karena
11
Mulyasa, Menjadi Guru Professional, (Bandung: Rosda Karya, 2006), hal. 37-65

11
perempuan, maka ia akan menikahinya. Maka (balasan) hijrah sesuai dengan apa
yang diniatkan ketika hijrah”. (HR. Bukhari)
Dalam hadist diatas dapat kita pahami bahwa, Rasul Saw menganjurkan setiap
muslim untuk ikhlas dalam segala kegiatan yang positif. Dan sebelum itu Rasul
Saw menunjukkan keikhlasan tersebut terlebih dahulu dalam kehidupannya
sehari-hari.

b. Ustadz Sebagai Peribadi


Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki
kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ungkapan yang sering
d***ikemukakan adalah guru bisa digugu dan ditiru. Digugu maksudnya bahwa
pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola
hidupnya bisa ditiru atau diteladani.12
Imam ghazali pernah mengatakan bahwa:
“Seorang guru itu harus mengamalkan ilmunya, lalu perkataanya jangan
membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan
mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang
mempunyai mata kepala adalah lebih banyak”.13
Dari perkataan tersebut jelaslah bahwa seorang guru hendaklah mengerjakan
apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya dan mengamalkann
segala ilmu yang diajarkannya, karena tindakan dan perbuatan guru adalah
menjadi teladan bagi anak didiknya.

c. Ustadz Sebagai Pemindah Kemah


Hidup ini selalu berubah-ubah, dan guru adalah seoranf pemindah kemah,
yang suka berpindah-pindah dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama
menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami.14
Rasulullah Saw diutus membawa agama Islam sebagai rahmatan lil-alamin.
Membawa umat dari keadaan hidup yang dinaungi perbuatan-perbuatan tercela
menuju keadaan hidup yang sa’adatun fi ad-dunya wa al-akhirah.

d. Ustadz Sebagai Evaluator


Kalau kita perhatikan dunia pendidikan akan kita ketahui bahwa setiap jenis
pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktuwaktu tertentu selama satu periode
pendidikan akan selalu mengadakan evaluasi. Demikian juga dalam satu proses
pembelajaran guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah
tercapai atau belum.

12
Mulyasa, Menjadi Guru Professional...hal., 48
13
Zainuddin, Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakata: Bumi Aksara, 1991), hal., 61
14
Mulyasa, Menjadi Guru Professional…, hal., 54

12
Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Rasulullah Saw pernah lewat
dihadapan para petani yang tengah mengawinkan serbuk (kurma jantan) ke putik
(kurma betina) Rasulullah Saw berkomentar: “sekiranya kalian tidak melakukan
hal ini, niscaya kurmamu akan bagus dan baik”. Mendengar komnetar ini, para
petani berhenti dan tidak lagi mengawinkan kurmanya. Beberapa lama kemudian
Rasulullah lewat lagi di tempat itu danmenegur para petani “mengapa pohon
kurmamu?” para petani menyampaikan apa yang telah dialami oleh kurma yakni
banyak yang tidak jadi. Mendengar ini nabi bersabda: “Kalian lebih tahu tentang
urusan dunia kalian”.

Dalam literatur kependidikan Islam, seorang guru/ustad disebut dengan beberapa


sebutan yang populer, di antaranya:
a. Mu’alim (pengajar)
Kata ini berasal dari kata ilm’ yang berarti menangkap hakikat sesuatu.
Lafal mu'allim merupakan isim fa'il dari masdar t'alim. Menurut Al-'Athos
sebagaimana dikutip Hasan Langgulung berpendapat taklim hanya berarti
pengajaran, jadi lebih sempit dari pada pendidikan. Dalam terjadinya proses
pengajaran menempatkan peserta didik pasif adanya. Lafal taklim ini dalam
al-Qur'an disebut banyak sekali, tetapi ayat yang dijadikan rujukan (dasar)
proses pengajaran (pendidikan) diantaranya Q.S Al-Alaq: 5
‫نسا َن َما مَل يَعلَم‬ ِ َّ
َ ‫َعل َم اال‬
Artinya: Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Lafadz 'allama pada ayat di atas cenderung pada aspek


pemberianinformasi kepada obyek didik sebagai makhluk yang berakal. Tugas
dari mu'allim adalah mengajar dan memberikan pendidikan yang tidak
bertentangan dengan tatanan moral kemanusiaan. Pengajaran sendiri berarti
pendidikan dengan caramemberikan pengetahuan dankecakapan. Karena
pengetahuan yang dimiliki semata-mata akibat pemberitahuan, maka dalam
istilah mu'allim sebagaipentransfer ilmu, sementara peserta didik dalam
keadaan pasif.

b. Murabby(Pendidik/Pemerhati/Pengawas)
Kata ini berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan adalah Rabbul’alamin dan
Rabbunnas, yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam
seisinya termasuk manusia.
Lafad murobby berasal dari masdar lafad tarbiyah. Menurut Abdurrahman
AlBani sebagaimana dikutip Ahmad Tafsir lafadtarbiyah terdiri dari empat
unsur, yaitu: menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa,

13
mengembangkan seluruh potensi, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi
menuju kesempurnaan dan melaksanakan secara bertahap. Pendapat ini
sejalan dengan penafsiran pada lafad Nurobbyka yang terdapat dalam Al-
Qur'an surat As-Syu'ro ayat 18:

ِِ ِ ِ ْ‫ك فِينَا ولِي ًدا َّولَبِث‬


َ ‫ت فْينَا م ْن عُ ُم ِر َك سننْي‬
َ ْ َ ْ َ ِّ‫قَ َال اَمَلْ نَُرب‬
Artinya: (keluarga) Fir’aun menjawab:” Bukankah kami telah mengasuhmu
diantara bersama kami, waktu kamu masih kanak- kanak dankamu tinggal
beberapa tahun dari umurmu. (Al-Qur'an surat As-Syu'ro: 18)15

Jadi tugas dari murobby adalah mendidik, mengasuh dari kecil sampai
dewasa, menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna.
Pendidikan yang dilakukan murobby mencakup aspek kognitif berupa
pengetahuan keagamaan, akhlak, berbuat baik pada orang tua, aspek afektif
yang mengajarkan caramenghormati orang tua dan psikomotorik, tindakan
berbakti dan mendoakan kedua orang tua.

c. Mursyid
Kata ini biasa digunakan untuk guru dalam thariqah (tasauf). Seorang
mursyid adalah seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan akhlak
dan/atau kepribadiannya kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos
ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba
“Lillahi Ta’ala” (karena mengharapkan ridha Allah semata).

d. Mudarris
Kata mudarris berasal dari darasa-yudarisu-darsan-durusan- dirasatan,
yang artinya terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang,
melatih, dan mempelajari.

e. Muaddib (Penanam Nilai)


Kata ini berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau
kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Tugas muaddib tidak
sebatas mengajar, mengawasi, memperhatikan, tetapi pada penanaman nilai-
nilai akhlak dan budi pekerti serta pembentukan moral bagi anak.
Berdasarkan uraian singkatdi atas dapat disimpulkan bahwa tugas dari
seorang ustadz adalah memberikan pendidikan kepada peserta didik (santri)
dalam mengayomi, mengajarkan, mendidik, membina, membimbing,
mengarahkan, melatih, mengasuh, menilai dan mengevaluasi peserta didik
(santrinya).

15
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta, 2014), h.35

14
3. Karakteristik Ustadz
Seseorang yang mengajar di institusi pendidikannya harus memiliki banyak
pengetahuan tentang ilmu agama Islam, di antaranya ilmu fiqh, tauhid, dan akhlak.
Seperti yang dikatakan oleh Soleh RM bahwa guru di perguruan Al-Syafi‟iyah sangat
dianjurkan untuk menguasai banyak bidang ilmu agama Islam. Seorang guru adalah
seseorang yang memiliki keikhlasan dalam mengemban tugasnya.
Karakteristik ustadz/ustadzah yang dapat dicontoh dari Lukmanul Hakim sebagai
guru atau ustadz/ustadzah yaitu:
a. Bersyukur, yaitu seorang ustadz/ustadzah harus selalu bersyukur kepada Allah
Swt atas semua nikmat yang telah diberikan, karena jabatan sebagai
ustadz/ustadzah merupakan karunia Allah yang sangat besar.
b. Menyatukan diri dengan masyarakat, ustadz/ustadzah harus mampu
menyatukan diri dengan santri dan harus lebih rendah hati dan tawadhu’
sehingga bisa diterima oleh santri dengan senang hati.
c. Menjadi Teladan, yaitu ustadz/ustadzah harus senantiasa mengedepankan
kemuliaan akhlak, penuh kasih sayang sebagaimana seorang ibu terhadap
anaknya. Dengan demikian ustadz/ustadzah harus bisa menjadi teladan bagi
masyarakat.
d. Pengayom, yaitu mempunyai toleransi yang tinggi, sebagai bagian dari jiwa
pengayom dan pembimbing.
e. Bijaksana, yaitu mengenal dirinya dengan baik, dan kemudian mengenal
masyarakat dengan baik pula.
f. Apresiatif, ustadz-ustadzah harus menjadi pemicu semangat bagi masyarakat
untuk berkarya lebih baik.
g. Rendah hati, harus selalu siap meruntuhkan kesombongan dirinya di hadapan
masyarakat.
Dari beberapa karakteristik ustadz-ustadzah di atas dapat disimpulkan bahwa
ustadz/ustadzah merupakan seorang yang memiliki banyak pengetahuan tentang ilmu
agama Islam, dan bijaksana dalam mengatasi problema yang dihadapi siswa.
Ustadz/ustadzah dapat menjaga dan meningkatkan mutu layanan atas suatu bidang
yang dilakukan dengan baik.

4. Tugas Dan Tanggung Jawab Ustadz


Tanggung jawab pendidik atau ustadz adalah membina dan memberikan
bimbingan kepada peserta didik agar memiliki kepribadian yang baik dan bisa
memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, dan makhluk sosial.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Jummuah ayat 2:

15
ِ ِ ِ ِ ‫ُهو الَّ ِذي َب َع َ ىِف‬
َ ‫ث ااْل ُِّمنّيَ َر ُس ْواًل ِّمْن ُه ْم َيْتلُ ْوا َعلَْيه ْم اٰيٰته َويَُز ِّكْيه ْم َويُ َعلِّ ُم ُه ُم الْكت‬
‫ٰب‬ ْ َ
ٍ ‫ض ٰل ٍل ُّمبِنْي‬ ِ ِ ِ ‫واحْلِك‬
َ ‫ْمةَ َوا ْن َكانُ ْوا م ْن َقْب ُل لَف ْي‬ َ َ
Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di
antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Q.S. Al- Jumuah: 2).

Ayat tersebut menjelaskan tentang seorang rasul yang menjadi pendidik, diutus
oleh Allah untuk memberikan pengajaran kepada suatu kaumnya. Dalam hal tersebut
berarti seorang guru/ustadz mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap santri
atau anak didiknya, adapun tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut:
a. Mengajar, yaitu suatu usaha mengorganisasikan lingkungan dalam
hubungannya dengan santri dan bahan pengajaran yang menimbulkan
terjadinya proses belajar.
b. Membimbing dan mengarahkan anak didiknya agar dapat senantiasa
berkeyakinan, berpikir, beremosi, bersikap dan berprilaku positif yang
berparadigma pada wahyu ketuhanan, sabda, dan keteladanan kenabian.
c. Membina, yaitu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menjadikan sesuatu
yang lebih baik dari sebelumnya.
Sebagaimana Hamdani Bakran menyebutkan ada beberapa hal yang mendasar
dari tugas dan tanggung jawab seorang ustadz, khususnya dalam proses pendidikan
dan pelatihan, yakni antara lain:
a. Sebelum melakukan proses pendidikan dan pelatihan ini, seorang
guru/ustad harus benar-benar telah memahami kondisi mental, spiritual
dan moral, atau bakat, minat dan intelegensi anak didiknya, sehingga
proses aktivitas ini akan benar-benar dapat terfokus secara tepat dan
terarah.
b. Membangun dan mengembangkan motivasi anak didiknya secara terus-
menerus tanpa ada rasa putus asa. Apabila motivasi ini selalu hidup, maka
proses aktivitas pendidikan dan pelatihan ini akan dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
c. Memberikan pemahaman secara mendalam dan luas tentang materi
pelajaran sebagai dasar pemahaman teoritis yang objektif, sistematis,
metodologis, dan argumentative.
d. Memberikan keteladanan yang baik dan benar bagaimana cara berpikir,
berkeyakinan, beremosi, bersikap, dan berprilaku yang benar, baik dan
terpuji baik di hadapan Tuhannya maupun lingkungan kehidupannya
sehari-hari.

16
e. Menjaga, mengontrol, dan melindungi diri anak didik secara lahiriah
maupun bathiniah selama proses pendidikan dan pelatihan agar dalam
proses ini mereka akan terhindar dari gangguan, bisikan, dan tipu daya
setan, iblis, jin, dan manusia.
Dari beberapa tugas dan tanggung jawab seorang ustadz di atas dapat
dipahami bahwa seorang ustadz juga harus membimbing dan memberi
keteladanan kepada masyarakat.

4. Pengertian Dakwah
Secara etimologi kata “dakwah” berasal dari Bahasa arab, yaitu dari kata ‫(دع‬da’a)
‫( يدعو‬yad’uw) ‫( دعوة‬da’watan). Kata tersebut mempunyai makna menyeru, memanggil,
mengajak dan melayani.
Kata dakwah diambil dari fi’il muta’adi, mengandung nilai dinamika, yakni ajakan,
seruan, panggilan, permohonan.16 Banyak sekali kata-kata Bahasa arab yang erat
kaitannya dengan kata dakwah, seperti antara lain:‫ دعا اليه‬artinya mengajak kepada, ‫دعا عليه‬
mendoakan kejahatan, ‫ دع\\\ا له‬mendoakan kebaikan, ‫ ادعي االمر‬artinya mendakwahkan
(perkara), dan ‫ داع‬yang mendoakan, yang menyeru / memanggil.17
Dibawah ini penulis kemukakan beberapa defenisi dakwah dari beberapa ahli,
diantaranya:
1. Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, dakwah kepada Allah
adalah menyeru untuk beriman kepada-Nya dan kepada apa yang telah dibawa oleh
Rasul-nya dengan membenarkan apa yang dikabarkannya dan menaatinnya dengan
apa yang diperintahkan-Nya.18
2. Syekh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi
dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu: mendorong manusia agar berbuat
kebaikan dan mengikuti pentunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kabaikan dan
mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
3. Syekh Muhammad bin Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardu yang diwajibkan kepada
setiap muslim. Prof. Dr. Hamka mengatakan dakwah adalah seruan untuk mrnganut
suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotatif positif dengan subtansi terletak pada
aktivitas yang memerintahkan pada amar ma’ruf nahi munkar.19
4. Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk
islam, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan
16
Asep Muhyiddin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia Bandung), h.
27.
17
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta, Amzah, 2013), h. 2.
18
Ahmad bin Abdil Aziz Al-khalaf, Minhaj Ibni Al-Qoyyim fii Ad-Dakwah ila Allahi Ta’ala, Jilid 1, h. 42.
19
Wahidin Saputra, pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada), cet. Ke-2, h. 1-2

17
berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun
secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap,
penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai messege yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur pemaksaan.20
5. Defenisi-defenisi yang telah penulis uraikan sebelumya terlihat dengan redaksi yang
berbeda, namun kita dapat menarik kesimpulan bahwa esensi dakwah itu dalah
sebuah aktivitas dan sebuah upaya untuk mengubah manusia, baik itu individu
maupun masyarakat dari perilaku yang tidak baik kepada perilaku yang baik.
Mengubah manusia dengan cara menyeru atau mengajak mereka dengan cara yang
bijakasana sebagaimana yang telah dicontohkan oleh nabi kita Muhammad dan para
sahabat Rasul untuk selalu berbuat baik sebagaimana yang telah di tuntun oleh Al-
Quran dan Sunnah serta mengajak orang-orang memeluk agama Islam dan
mentauhidkan penyambahan mereka kepada Allah ta’ala saja.
kita melihat arti dari kata dakwah di atas, maka kita dapat mendefenisikan bahwa
dakwah dalam Islam sebuah kegiatan yang mengajak, dan mendorong orang lain kepada
hal-hal yang positif, berbuat kebaikan berdasarkan ilmu untuk meniti jalan yang telah
Allah ridhoi.

a. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah sesuatu yang harus ada didalam setiap kegiatan dakwah.
Adapun unsur-unsur dakwah adalah sebagai berikut:
1. Da’i (Pelaku Dakwah)
Kata dai juga berasal dari kata Bahasa Arab yang artinya adalah yang menyeru
atau yang memanggil. Jika kita liat dari ilmu komunikasi maka dai disebut juga
dengan komunikator, orang yang menyampaikan pesan kepada komunikasi. Para dai
juga dikenal di daerah Indonesia dengan sebutan yang berbeda dan bervariasi. Seperti
mubaligh, buya, kyai, tua guru, ustadz, dan lain-lain.
Dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun
perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat
organisasi/lembaga.21
Dai juga bisa di denefisikan dengan orang yang melaksanakan dakwah baik lisan,
tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat
organisasi/lembaga.22
Seorang dai harus memiliki akhlak-akhlak yang terpuji agar apa yang
disampaikan seorang dai diterima dengan baik oleh para mad’u atau komunikasi.
Seorang dai wajib atasnya ikhlas berdakwah untuk Allah tanpa mengharapkan
pujian dan kemasyhuran. Yang mereka tuju dalam mengajak kepada Allah hanyalah
wajah-nya.23 Tidak hanya itu, mereka para dai juga harus lemah lembut dan sabar
dalam berdakwah dan menjadi teladan dalam dakwahnya. Dengan berhiasnya dai
20
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta, Amzah, 2013), h. 3
21
M Munir, Metode Dakwah. (Jakarta: Prenada Media, 2006), cet, 2, h. 22
22
M.munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, h. 21.

18
dengan akhlak yang terpuji maka seorang dai akan menjadi orang yang disegani dan
diikuti.
Seorang da’I harus mengetahui cara menyampaikan dakwah dengan baik dan
benar serta dapat memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi manusia, juga
metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia
tidak salah dan tidak melenceng.
Di zaman modern ini, seorang dai dituntut agar melek teknologi dan internet.
Terkhusus media social yang sekarang ini telah menjamur dikalangan masyarakat
yaitu facebook. Baik kalangan orang kaya maupun orang kalangan menengah ke
bawah.

2. Mad’u (Penerima Dakwah)


Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia yang menerima
dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang
beragama islam maupun tidak, atau dengan kata lain, manusia secara keseluruhan.
Secara umum ada beberapa sifat tau tipe mad’u yang telah dijelaskan oleh Abdul
Karim Zaidan dalam buku Ushul Dakwah, yaitu: para pemuda kaum, jumhur
manusia/masyarakat umum, orang munafik, dan para pelaku maksiat.24
1) Golongan cerdik cendikiawan yang cinta akan kebenaran, berpikir
kritis dan cepat menangkap suatu persoalan.
2) Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belom dapat berpikir
secara kritis dan mendalam dan yang belom mengerti atau belom bisa
menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
3) Golongan yang berbeda dengan kedua golongan di atas, mereka
senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan
tidak mampu membahasnya secara mendalam.25

3. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u.
Menurut Drs.H. Hari Anshari dalam bukunya pemahaman dan pengenalan Dakwah
mengatakan bahwa “materi dakwah adalah pesan- pesan dakwah Islam yang atau
segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu
keseluruhan ajaran Islam yang ada dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah.26
Adapun sumber materi pada dasarnya terdapat dalam dua pokok ajaran agama
Islam yaitu Al-Quran dan Sunnah nabi Muhammad. Dan seluruh kaum muslimin
menyepakati bahwa dasar pokok ajaran Islam adalah Al-Quran dan Sunnah.
23
Abdul Aziz bin Abdul baz dan zaid bin Muhammad Al madkhali, Dakwah dan Akhlak Dai, terj. Abu Ismail Fuad,
(Jogjakarta: pustaka al-haura, 1429 H), h. 62.
24
Abdul Karim Zaidan, Ushul Dakwah, (Beirut, Muassasah Ar-risalah, 2005), h. 379
25
M.munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, h. 24
26
Samsul Munir Azxxmin, Ilmu dakwah, (Jakarta, Azam, 2013), h. 88

19
Secara konseptual meteri dakwah Islam secara global dapat diklasifikasikan
menjadi tiga pokok:

a. Keimanan (Aqidah)
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah islamiah. 27 Karena
dia akan membentuk moral akhlak manusia. Akidah secara harfiah berarti
“sesuatu yang tebuhul atau tersimpul secara kuat”. Wacana tersebut kemudian
dipakai dalam istilah agama islam, yang mengandung pengertian “pandangan atau
pemahaman yang diyakini kebenarannya oleh hati, kemudian mengucapkannya
dengan lisan, kemudian direalisasikan dengan anggota tubuh”
Aqidah yang menjadi utama dakwah ini mempunyai ciri-ciri yang
membedakan dengan kepercayaan yang lain, yaitu:
1) Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dan bersyahadat seorang muslim
harus selalu jelas identitas dan bersedia mengakui identitas keagamaan orang
lain.
2) Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah
tuhan seluruh alam, bukan tuhan satu kelompok saja.
3) Ketahanan antara iman dan islam atau iman dana amal perbuatan.

b. Masalah Keislaman atau Syariat


Syariat adalah seluruh hukum dan perundang-undangan yang terdapat dalam
Islam baik hubungan dengan Allah. Maupun hubungan antar manusia itu sendiri.28
Atau juga bisa bahwa pengertian syariah itu mempunyai dua aspek hubungan
yaitu hubungan antara manusia dengan Allah (vertical) yang disebut ibadah, dan
hubungan antara manusia (horiziontal) yang disebut muamalat.29
Hukum syariat sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian
bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan
dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang
melahirkan islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah.
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh
umat islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat
islam di berbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut
dibanggakan.

27
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, h. 24
28
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta, Azam, 2013), h. 90
29
Ibid, 91

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada studi ini adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. 30 Penelitian
deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau keadaan
subjek atau objek penelitian kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan
kenyataan yang sedang berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk
memberikan pemecahan masalahnya dan dapat memberikan informasi yang mutakhir
sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat
diterapkan pada berbagai masalah. penelitian deskripsi secara garis besar merupakan
kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran atau mencoba mencandra suatu
peristiwa atau gejala secara sistematis, faktual dengan penyusunan yang akurat.31
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu metode
kualitatif lebih bisa dan mudah menyesuaikan apabila berhadapan dengan kenyataan
ganda, metode ini menyajikan hakekat hubungan antara peneliti dan responden secara
langsung dan metode ini lebih peka sehingga dapat menyesuaikan diri dan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi peneliti.32
Penerapan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan kemungkinan data yang
diperoleh di lapangan berupa data dalam bentuk fakta yang perlu adanya analisis secara
mendalam. Maka pendekatan kualitatif akan lebih mendorong pada pencapaian data yang
bersifat lebih mendalam terutama dengan keterlibatan peneliti sendiri di lapangan. Dalam
penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrument utama dalam mengumpulkan data yang
dapat berhubungan langsung dengan instrument atau objek penelitian.33

B. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Dea Jepun Kelurahan Jepun Kecamatan
Tulungagung Kabupaten Tulungagung. Tempat penelitian ini bertempat di Perusahaan
Bawang Berlian dan Toko Sumber Rejeki. Lokasi inai dipilih sebagai obyek penelitian
karena nampak bahwa masyarakat desa ini yang menarik bagi peneliti untuk mengadakan
penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Untuk melindungi hak-hak konsumen yang lemah perlindungannya dan sekaligus
sebagai perlindungan kepada masyarakat.
2. Untuk melindungi hak-hak produsen dengan mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik.
30
1Lexy J. moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) hal 4
31
Supardi, Metodologi Penelian Ekonomi Dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press, 2005) Hal 28
32
Ahmad Tanzeh dan Suyitno, Dasar-Dasar Penelitian, (Surabaya: Elkaf, 2006), hal 116
33
Sugiyono, Memahami Penelitian, (Bandung: CV Alfabeta, 2005), hal 2

21
3. Adanya dukungan dari Pemerintah untuk meningkatkan kualitas mutu standar dalam
produksi makanan kemasan industri rumah tangga. Membangun perekonomian
sehingga tercipta masyarakat yang sehat dan sejahtera.
4. Masyarakat yang ada di Kelurahan Jepun merupakan Agen Jajan yang memproduksi
maupun menjual makanan kemasan industri rumah tangga sehingga tercipta
masyarakat yang mengetahui tentang undang- undang perlindungan konsumen yang
mengerti akan bahaya makanan kemasan yang kurang baik menurut kesehatan. Dan
lokasinya strategis dan terjangkau untuk diadakannya penelitian.

C. Kehadiran Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang peneliti lakukan, untuk memperoleh data sebanyak
mungkin dan mendalam selama kegiatan penelitian di lapangan dalam penelitian kualitatif,
peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama
sehingga kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan. 34 Dengan kata lain kehadiran
peneliti sangat diperlukan untuk mengkaji lebih mendalam tentang rumusan masalah yang
dibahas.
Peneliti akan melakukan observasi langsung, Setelah saling tanya jawab, peneliti akan
mengamati cara berdakwah kepada masyarakat Simeulue Tengah. Dengan demikian dapat
menyimpulkan data dari gabungan hasil wawancara dan pengamatan secara langsung. Untuk
mendukung pengumpulan data dari sumber yang ada di lapangan, peneliti memanfaatkan
buku tulis dan bolpoin sebagai pencatat data.
Peneliti sebagai instrumen kunci berusaha memperoleh data tentang kesiapan,
pelaksanaan, kendala, hambatan dan strategi menghadapi kendala atau hambatan tersebut
sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan, agar informasi yang dikumpulkan benar-
benar relevan dan terjamin keabsahannya.
Dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti dibantu oleh kolega yang menempatkan
diri menjadi instrumen sekaligus membantu pengumpulan data. Penelitian ini dilaksanakan
mulai 10 Juli 2022 sampai dengan 25 Agustus 2022.

Peran sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul data, penulis realisasikan dengan
mendatangi lokasi penelitian untuk mendapatkan data tentang perkembangan pemahaman
agama Islam di Simeulue Tengeh. Kemudian peneliti mendatangi masyarakat di Simeulue
Tengah, Simeulue, Aceh

D. Sumber Data
Sumber data menurut Suharsimi Arikunto adalah subjek dari mana data itu diperoleh. 35
Sumber data meliputi dua jenis : pertama sumber data primer, yaitu data yang diambil dari

34
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, hal. 4.
35
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) hal 129

22
sumber pertama yang ada di lapangan.36 Atau data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian yang berasal dari observasi dan juga wawancara..
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat Simeulue Tengah.
Sedangkan data sekundernya adalah data yang berupa dokumentasi seperti foto wawancara,
dan data Ustadz Jayadin yang berada di Kecamatan Simeulue Tengah Kabupaten Simeulue.

E. Teknik Pengumpulan Data


Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data, serta instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan lebih mudah.37
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul
data. Prosedur yang di pakai dalam pengumpulan data yaitu: (1) Observasi, (2) Wawancara,
dan (3) Dokumentasi, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan,
dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku obyek sasaran.38
Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan langsung berkaitan dengan industri rumah
tangga pada makanan kemasan industri rumah tangga, observasi tersebut di lakukan di
Kelurahan Jepun Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung pada Perusahaan
Bawang Berlian dan Toko Sumber Rejeki. Dari hal tersebut, peneliti mengkaji tentang
persepsi masyarakat perlindungan konsumen pada makanan kemasan industri rumah
tangga dan hukum perlindungan konsumen menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999.

2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung
(berkomunikasi langsung) dengan responden. Dalam berwawancara terdapat proses
interaksi antara pewawancara dengan respoden.
Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni wawancara tak terstruktur
dan wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara
mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, dan wawancara terbuka (open
ended interview), wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur sering juga
disebut wawancara baku (standardized interview) yang susunan pertanyaannya sudah
ditetapkan sebelumnya (biasanya tertulis) dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga
sudah disediakan.39

36
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format 2 Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2005) hal 128
37
Ridwan, Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah/Swasta, (Bandung: Alfabeta, 2004) hal 137
38
Abdurrahman, Fatoni. Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT. Rinekha Cipta, 2006)
hal 104-105.
39
1Dedi, Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda. 2006) hal 120.

23
Wawancara ini ditunjukan untuk menggali pemahaman perlindungan konsumen pada
makanan kemasan industri rumah tangga dan hukum perlindungan konsumen menurut
Undang-Undang No.8 Tahun 1999. Wawancara ini dilakukan peneliti di kediaman ustadz
Jayadin dan di masjid Simelue Tengah, Simeulue.
Melalui wawancara diharapakan peneliti mengetahui hal-hal yang lebih mendalam
tentang partisipan dalam menginterprentasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana
hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Interview merupakan alat pengumpul
informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab untuk
secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.40

3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dipergunakan untuk melengkapi sekaligus menambah
keakuratan, kebenaran data atau informasi yang dikumpulkan dari bahan-bahan
dokumentasi yang ada di lapangan serta dapat dijadikan bahan dalam pengecekan
keabsahan data.
Analisis dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip
dan dokumen yang berada ditempat penelitian atau ang berada diluar temapt penelitian
yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut.41 Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen. Fungsinya sebagai
pendukung dan pelengkap bagi data-data yang diperoleh melui observasi dan wawancara.

4. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan
data. Diantaranya adalah melalui tiga tahap model air, yaitu reduksi data, penyajian data,
dan verifikasi.42 Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisir data, memilah-milahnya menjadikan satuan yang
dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.
Analisis berarti mengkaji data yang diperoleh dari lapangan dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, memilih
mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun prosedur pengembangannya data
kualitatif adalah:
1. Data collecting, yaitu proses pengumpulan data.
2. Data editing, yaitu proses pembersihan data, artinya memeriksa kembali jawaban
apakah cara menjawabnya sudah benar.
3. Data reducting, yaitu data yang disederhanakan, diperkecil, dirapikan, diatur dan
dibuang yang salah.
4. Data display, yaitu penyajian data dalam bentuk deskriptif verbalitas.

40
Sugiyono, Memahami Penelitian. hal 72
41
Ibid., hal 134
42
Ibid., hal 144

24
5. Data verifikasi, yaitu pemeriksaan kembali dari pengulangan data.
6. Data konklusi, yaitu perumusan kesimpulan hasil penelitian yang disajikan, baik
perumusan secara umum ataupun khusus.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data


Penelitian ini berangkat dari data. Data adalah segala-galanya dalam penelitian. Oleh
karena itu, data harus benar-benar valid. Ukuran validitas suatu penelitian terdapat pada alat
untuk menjaring data, apakah tepat, benar, sesuai dan mengukur apa yang seharusnya diukur.
Alat untuk menjaring data penelitian kualitatif terletak pada penelitian yang dibantu dengan
metode interview, observasi, dan metode dokumentasi. Dengan demikian, yang diuji
ketepatannya adalah kapasitas peneliti dalam merancang fokus, menetapkan dan memilih
informan, melaksanakan metode pengumpulan data, menganalisis dan menginterprestasi dan
melaporkan hasil penelitian yang kesemuanya itu perlu menunjuk konsistensinya satu sama
yang lain.43
Ada beberapa cara meningkatkan kredibilitas data (kepercayaan) terhadap data kualitatif
antara lain perpanjangan pengamatan, trianggulasi, dan diskusi dengan teman sejawat.
Penjelasan dari ketiganya, adalah sebagai berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Sulit mempercayai hasil penelitian kualitatif apabila peneliti hanya sekali saja ke
lapangan. Walapun dengan dalih data bahwa dalam waktu seharian itu dipadatkan dan
kumpulkan data sebanyaknya. Peneliti musti memperpanjang pengamatan karena
hanya datang sekali sulit memperoleh link dan chemistry/enggagemant dengan
informan. Perpanjangan pengamatan memungkinkan terjadinya hubungan antara
peneliti dengan narasumber menjadi akrab, semakin terbuka, saling mempercayai
sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi dan peneliti dapat memperoleh
data secara lengkap.44
Dalam pengumpulan data kualitatif, perpanjangan waktu dalam penelitian ini
dilakukan dengan pertimbangan situasi dan kondisi di lapangan serta data yang telah
terkumpul. Dengan perpanjangan waktu tersebut peneliti dapat meningkatkan derajat
kepercayaan atas data yang dikumpulkan, mempertajam rumusan masalah dan
memperoleh data yang lengkap.
2. Triangulasi
Karena yang dicari adalah kata-kata, maka tidak mustahil ada katakata yang keliru
yang tidak sesuai antara yang dibicarakan dengan kenyataan sesungguhnya. Hal ini
bisa dipengaruhi oleh kredibilitas informannya, waktu pengungkapan, kondisi yang
dialami dan sebagainya.45

43
Komariyah Riduwan, (ed) Metodologi Penelitian..., hal 28-29
44
Ibid., hal 169
45
Ibid., hal 170

25
Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan data hasil wawancara mendalam
dengan data hasil observasi partisipan, serta dari dokumen yang berkaitan. Selain itu,
peneliti menerapkan trianggulasi dengan mengadakan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa subjek penelitian selaku sumber data dengan metode yang
sama.
Validitas eksternal dalam penelitian kualitatif merupakan persoalan empiris
bergantung dengan kesamaan konteks, agar dapat dipahami orang lain. Dalam
penelitian ini peneliti menyediakan laporan deskriptif yang rinci, jelas, sistematis dan
empiris sehingga pembaca memperoleh informasi yang jelas tentang temuan
penelitian ini.

G. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti memakai empat tahapan, yaitu:
1. Tahapan Persiapan
Dalam tahapan persiapan ini peneliti mulai mengumpulkan bukubuku atau teori-
teori yang berkaitan dengan pembahasan penelitian mengenai hukum perlindungan
konsumen dan perlindungan konsumen pada makanan kemasan industri rumah
tangga.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan
dengan fokus penelitian dari lokasi penelitian. Dalam proses pengumpulan data ini
peneliti menggunakan metode observasi. Setelah mendapat ijin dari Kepala Desa di
Kelurahan Jepun Tulungagung, peneliti kemudian mempersiapkan diri untuk
memasuki lembaga tersebut demi terciptanya informasi sebanyak-banyaknya dari
masyarakat Kelurahan Jepun Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung yang
memiliki industri rumah tangga pada makanan kemasan dalam pengumpulan data.
Peneliti terlebih dahulu menjalin keakraban dengan responden dalam berbagai
aktifitas, agar peneliti diterima dengan baik dan lebih leluasa dalam memperoleh data
yang diharapkan. Kemudian peneliti melakukan pengamatan lebih mendalam,
wawancara dan mengumpulkan data-data dari dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahapan ini peneliti menyusun semua data yang telah terkumpul secara
sistematis dan terinci sehingga data tersebut mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain secara jelas. Setelah peneliti mendapatkan data
yang cukup dari lapangan, peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah
diperoleh dengan teknik analisis yang telah penulis uraikan diatas, kemudian
menelaahnya, membagi dan menemukan makna dari apa yang telah diteliti.
4. Tahap Pelaporan
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari tahapan penelitian yang peneliti lakukan.
Tahap ini dilakukan dengan membuat laporan tertulis dari hasil penelitian yang telah
dilaksanakan, laporan ini akan ditulis dalam bentuk laporan skripsi secara sistematis.

26
DAFTAR PUSTAKA
Amin Samsul Munir, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.3.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan (Bandung : Diponegoro, 2014), h.50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014)
Syamsir, Torang, Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan
Organisasi), (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm, 86.
http://www.alkhoirot.net/2012/07/definisi-ustadz.html diakses pada tanggal 20 April
2017

27

Anda mungkin juga menyukai