Anda di halaman 1dari 14

DAKWAH TERHADAP MAD’U DALAM PERSPEKTIF AQIDAH,

KUFUR, MUNAFIK, DAN MUKMIN

MAKALAH

Disusun Oleh:

Muhammad Naufal W.
2070131009

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1442 H / 2021 M
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah sebagai usaha terwujudnya ajaran Islam pada semua segi kehidupan
manusia, merupakan kewajiban bagi setiap muslim.1 Dakwah yang dilakukan oleh
setiap muslim harus berkesinambungan, yang bertujuan mengubah perilaku
manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk membawa
manusia mengabdi kepada Allah secara total.

Perjalanan dakwah sangat panjang, bahkan lebih panjang dari umur da’i.
Perjalanan itu dimulai jauh sebelum kita lahir ke dunia, yakni saat Allah swt.
mengutus Adam as. pembawa risalah Allah yang mendakwahkan dan
menegakkan kalimat tauhid (QS. 21: 25). Ciri khas dakwah, pada hakekatnya,
adalah bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Islam adalah agama dakwah. Islam tidak memusuhi, tidak menindas unsur-
unsur fitrah. Islam mengakui adanya hak dan wujud jasad, nafsu, akal dan rasa
dengan fungsinya masing-masing. Dakwah dalam pengertian amar ma’ruf nahi
munkar adalah syarat mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup
masyarakat. Ini merupakan kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosial
(makhluk ijtima’i).2 Untuk mencapai tujuan ini, perlu direnungkan betapa
pentingnya dakwah dalam kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu, tidak tepat
jika ada asumsi bahwa dakwah ditujukan hanya kepada orang non muslim,
sedangkan orang muslim sejak lahir hidup dalam keluarga muslim, tidak lagi
membutuhkan dakwah.

1
Abu Zahra, Muhammad. t. th. Al-Dakwah ila al-Islam. Dar al-Fiqry al-Araby, dan juga, Deddy
Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer.
2
Natsir, M. 1977. Fighud Dakwah. Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah Indonesia. Hal 26
Yang perlu dipahami bahwa dakwah harus dimulai dari diri sendiri sebelum
berdakwah kepada orang lain. Oleh karena itu, berdakwah secara
berkesinambungan, bukan pekerjaan yang mudah. Berdakwah tidak cukup hanya
dilakukan dengan lidah, tetapi juga harus praktekkan dalam bentuk perbuatan.
Berdakwah merupakan sesuatu yang sangat penting demi tercapainya tujuan
dakwah Islam. Dalam hubungan ini, seorang da’I harus benar-benar memiliki
akhlak yang terpuji sehingga dapat menjadi panutan bagi yang orang-orang yang
didakwahinya.

Agar dakwah berhasil, diperlukan berbagai elemen yang terkait dengan unsur-
unsur dakwah yang merupakan satu kesatuan konsep yang utuh. Berdasrkan latar
belakang di atas, dalam tulisan ini, penulis akan menguraikan apa saja unsur-
unsur yang terkait di dalamnya serta segala perspektif di dalamnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja unsur-unsur dakwah?

2. Bagaimana dakwah dalam perspektif aqidah, kufur, munafik, dan


mukmin?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Unsur-Unsur Dakwah

Keberhasilan suatu dakwah ditentukan oleh berbagai macam elemen yang


terkait dengan unsur-unsur dakwah itu sendiri, yang merupakan satu kesatuan
yang utuh. Adapun unsur-unsur dakwah yaitu:

1. Subjek Dakwah

Subjek dakwah yang dimaksud ialah pelaku aktivitas dakwah. Maksudnya,


seorang da’i hendaknya mengikuti cara-cara yang telah ditempuh oleh Rasulullah,
sehingga hasil yang diperoleh pun bisa mendekati kesuksesan seperti yang pernah
di raih Rasulullah saw., oleh karena itu, M. Natsir mengatakan bahwa kepribadian
dan akhlak seorang da’i merupakan penentu keberhasilan seorang da’i.3

2. Materi Dakwah

Materi dakwah tidak terlepas dari ajaran Islam itu sendiri, yaitu Alquran dan
hadis. Seorang da’i harus memiliki pengetahuan tentang materi dakwah. Materi
dakwah harus singkron dengan keadaan masyarakat Islam sehingga tercapai
sasaran yang telah ditetapkan. Seorang da’i harus mampu menunjukkan kehebatan
ajaran Islam kepada masyarakat yang mudah dipahami dan dimengerti jangan
sampai “nasi dibikin bubur”.4

3. Metode Dakwah

Cara berdakwah yang baik telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.


sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah SWT. QS. Al-Nahl ayat 125 yang

3
Sasono, Adi. 1987. Solusi Islam atas Problematika Umat. Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press. Hal
52
4
Ya’qub H. Hamzah. 1992. Publistik Islam Tekhnik Dakwah dan Leadership. Cet. IV. Bandung: CV.
Diponegoro. Hal 30
merupakan kerangka acuan bagi setiap da’i, baik dalam cara berpikir maupun
dalam bersikap.

4. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah ialah untuk menyelamatkan umat dari kehancuran dan untuk
mewujudkan cita-cita ideal masyarakat utama menuju kebahagian dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah SWT. Hal ini
senada dengan apa yang dikatakan M. Natsir bahwa tujuan dakwah adalah
keridaan Allah yang memungkinkan tercapainya hidup yang bahagia yang terletak
pada pertemuan Allah SWT.5 Hal ini sesuai dengan firman QS. Ad-Dzariat ayat
56 yang artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah”.

B. Aqidah

Aqidah merupakan simpulan batin seseorang terhadap Allah SWT yang


memiliki sifat elastis dapat berubah dengan bertambah atau berkurang. Kondisi
iman bagi seorang muslim sebagaimana diungkapkan dapat digolongkan dalam
keadaan krisis. Dalam teori ajaran Islam iman seseorang di harapkan stabil.
Kestabilan iman dimaksud akan sampai pada tingkat aqidah yang sesungguhnya.
Kondisi seperti dikemukakan hampir dialami setiap muslim yang terkadang
muncul sebagai prilaku dan implementasi dan kondisi aqidah yang mengalami
krisis dalam kehidupan seseorang.

Islam adalah agama yang merupakan sintesa, dari dua pandangan hidup, yaitu
mementingkan dunia untuk meucapai tujuan akhirat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kesempurnaan Islam mencakup kehidupan manusia baik di
dunia maupun di akhirat. Dalam penataan kehidupan dunia iman atau aqidah
mempunyai peran yang sangat penting. Bila iman dan aqidah seseorang kalah
dalam berbagai ujian dan cobaan yang dihadapinya, maka ia akan mudah
menyeberang kesuatu persimpangan jalan. Akibatnya ia tidak akan mendapatkan
kebahagiaan yang pada dasarnya terletak pada diri manusia itu sendiri.

5
Thohir Luth, 1999. M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya. Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press. Hal
30
Aqidah dan keimanan yang kuat akan dapat menjiwai perbuatan manusia
sebagai sumber kebahagiaan, ketentraman dan pengharapan. Dengan kata lain,
imanlah yang menjadi kunci kebahagiaan lahir dan batin. Sebagaimana firman
Allah dalani surah Ar-Ra’d (QS.13: 28) : Artinya : “Orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”6

Iman atau aqidah dalam diri seseorang sangat mempengaruhi seluruh sikap
dan tingkah lakunya, sehingga bagaimanapun gelombang cobaan yang dihadapi
seseorang akibat kemajuan zaman modern tidak akan mampu merubah keyakinan
dan pendiriannya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi derasnya pengaruh dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak
modernisasi. Untuk itu penerapan strategi dakwah yang tepat adalah yang paling
dibutuhkan.

C. Kufur

Kekufuran atau kafir adalah orang yang ingkar kepada Allah dan
membangkang kepada Rosul-rosul yang dikirim kepada mereka ,ayat-ayat Nya
dan hari kemudian.

1. Sebab-sebab Kafir

Ada dua hal yang perlu dicatat untuk mengungkap sebab-sebab kufir yaitu Al-
qur‟an memberi isarat bahwa setiap manusia lahir kedunia dengan membawa
potensi beriman dan bertuhan, akan tetapi dilain pihak Al-qur‟an justru
mengungkapkan bahwa dalam kenyataanya hanya sedikit sekali manusia yang
beriman. dari permasalahan ini ada faktor-faktor penyebab pengingkaran yaitu :

a) Faktor-faktor Internal, yaitu sifat negatif pada diri manusia

1) Kepicikan dan kebodohan.

2) Kesombongan dan keangkuhan.

3) Keputusasaan dalam hidup.

6
Qardhawi, Yusuf. 1983. Masa Depan Islam. Jakarta : Al Kautsar. hal 373
4) Kesuksesan dan kesenangan dunia7

Kepicikan dan keodohan merupakan penyebab manusia mengingkari Allah,


ini mungkin bisa disebabkan belum sampainya risalah ketauhidan seseorang,
secara naluriah kurangnya mengenal Allah disebabkaan kondisi yang
mengitarinya tidak mendukung. Selain itu ada juga yang tidak mengenal Allah
bukan karena belumsampainya risalahketahuidan namun karena ketidakmauan
nya mentaati Allah. Kesombongan dan keangkuan telah membawa sifat eklusif
yang memandang dirinya lebih dari yang lain, keadaan ini mendorong sifat
egoistis dan dapat menjeruskan seseorang kelembah kekafiran. Keputusasaan
dapat menjadikan seseorang merasa rendah diri, bersifat kurang otimis
memandang sebuah kehidupan dan mendorong orang untuk ingkar kepada Allah.
Kesuksesan dan kesenangan dunia dapat dipahami dari dua sisi, satu sisi manusia
bisa bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, dilain pihak bisa menjadi kufur ikan
akan nikmat yang diberikan Allah.

b) Faktor external yakni faktor lingkungan, pengaruh lingkungan,


kemiskinan, politik dan budaya

Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya bahkan dominan dalam


menentukan akidah seseorang, lingkungan yang kurang baik membuahkan
pembangkangan dan penolakan apriori terhadap kebenaran. Faktor kemiskinan
arah politik dan budaya suatu masyarakat juga menentukan bagaimna karerkter
keimanan seseorang. Dewasa ini dapat dilihat bagaimana kondisi lingkungan,
sulitnya lapangan pekerjaan dan budaya malas telah membawa kepada
kemiskinan, yang dari sini akan mempengaruh perpolitikan dan budaya bangsa.

1) Jenis-jenis Kufur

Macam jenis kufur menggambarkan keingkaran manusia terhadap sang


pengcipta dan kurang bersyukurnya seseorang, jenis kufur manusia satu
dengan yang lain mempunyai perbedaan antara lain:

7
Haeifuddin Cawindu, Konsep Kufr dalam Al-qur‟an, Penerbit Bulan Bintang, tahun 1991, hal 91 -
98
a. Kufur al-inkar mengingkari Allah dengan lisan, tindakan, tidak
mengenal ketauhidan.

b. Kafir Al-Juhud. Mengkari Allah dalam hati, tetapi tidak mau


mengingkarinya dengan lidah.

c. Kafir Al-Mua‟nadat, mengenal Allah dalam hati, mengakuinya dengan


idah tetapi tidak mau menjadikan suatu keyakinan.

d. Kafir An-Nifak, mengakui Allah, Rosul dan ajaranajaranya dengan


lidah tetapi mengingkarinya dalam hati.

e. Kafir dalam arti syirik mempersekutukan Allah dengan sesuatu.

f. Kafir An-Nikmah, kufur kepada nikmat-nikmat Allah.

g. Kafir Al-Irtidat (murtad) kembali kepada kafir sesudah beriman keluar


dari Islam8

D. Munafik

Kata munâfiq yang digunakan oleh al-Qur‟an secara umum berarti prilaku
atau karakter seseorang yang terdapat penyakit di dalam hatinya. Bahkan sampai
diturunkannya surat Al-Munâfiqûn yang khusus membahas tentang karakteristik
munafik tersebut. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan hasil coding ayat-ayat
munafik dengan pilihan kode subjek, predikat, dan objek. Coding merupakan
proses mengorganisasikan data dengan mengumpulkan potongan (atau bagian teks
atau bagian gambar) dan menuliskan kategori dalam batas-batas.9 Berikut
perinciannya:

1. Kata munâfiq dalam posisi sebagai subjek (pelaku) memiliki tiga objek (yang
dikenai perlakuan). Di antaranya: (1) Allah, (2) Mu’min. (3) Kafir.
Maksudnya orang-orang munafik melakukan kemunafikannya terhadap tiga
objek tersebut.

8
Ibid.
9
John W. Creswell, Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Apporoaches,
Penerjemah: Achmad Fawaid dan Rianayati Kusmini Pancasari (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2016), h. 265.
a. Orang-orang munafik melakukan kemunafikannya terhadap Allah, mereka
tidak bertakwa, tidak patuh, menipu, dan berprasangka buruk.

b. Orang-orang Munafik melakukan kemunafikannya terhadap Mu‟min.


Mereka mencoba mempengaruhi dan menghalangi orang-orang mu‟min
dengan tujuan untuk melemahkan iman dan menghalangi beribadah
terhadap Allah dan Rasul-Nya. Bentuk kemunafikannya berupa ucapan
dan tindakan.

c. Orang-orang munafik melakukan kemunafikan terhadap kafir. Mereka


mencoba membohongi orang-orang kafir dengan tujuan untuk mendapat
pengakuan dan mencari keuntungan. Dalam konteks terhadap orang-orang
kafir mereka mempengaruhi dengan berbicara.

2. Kata munâfiq dalam posisi sebagai objek memiliki subjek 1 yaitu Allah.
Maksudnya dalam beberapa ayat Allah berperan sebagai subjek dan yang
menjadi sasarannya yaitu orang-orang munafik. Dalam hal ini Allah dalam
beberapa ayat menunjukkan hak preogratif-Nya. Allah yang mengetahui
orangorang yang melakukan kemunafikan dan Allah pula yang berhak
menghakimi mereka.

Dalam posisi sebagai objek (yang dikenai perlakuan) penulis menyimpulkan


bahwa: Allah yang mempunyai hak preogratif terhadap orang-orang yang
melakukan kemunafikan. Dia yang mengetahui, menanamkan kemunafikan,
mengancam, memerangi, dan menghukum mereka. Rasulallah berperan sebagai
perantara dalam menyikapi orang-orang munafik.

E. Mukmin

Mukmin adalah istilah Islam dalam bahasa Arab yang sering disebut dalam
Al-Qur'an, berarti "orang beriman", dan merupakan seorang Muslim yang dapat
memenuhi seluruh kehendak Allah, dan memiliki iman kuat dalam hatinya. Selain
itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa mu'min tidak serta-merta berarti
"orang beriman" namun orang yang menyerahkan dirinya agar diatur dengan Din
Islam. Selain itu, mu'min juga dapat dikatakan orang yang memberikan keamanan
atas Muslim. Dalam Al-Qur'an dijelaskan yang artinya: Orang-orang Arab Badui
itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tetapi
katakanlah "kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu;
dan jika kamu taat kepada Allah dan rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (Surah Al-Hujurat [49]:14).

Ayat ini menjelaskan perbedaan antara seorang Muslim dan orang beriman.
Juga: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Surah An-Nisa'
[4]:136).

Ayat ini mengacu pada orang yang beriman, yang diperintah untuk tetap
beriman, dan menjelaskan banyaknya syarat-syarat beriman. Perbedaan antara
orang beriman dan orang yang tunduk adalah salah satu poin penting dalam
munculnya ajaran tasawuf yang menitik beratkan pada keimanan yang bersifat
bathin (qalbu). Tasawuf sendiri adalah ilmu dan tatacara untuk mencapai maqam
yakin tersebut, selain maqam para pecinta Allah. Mereka mengetahui
rahasiarahasia hati dan paham mengenai teori dasar psikoanalis yakni alam sadar
dan alam bawah sadar (hati). "Sesungguhnya hati hanya bisa ditundukkan dengan
keyakinan".

Pemahaman akan perbedaan antara orang yang tunduk dan orang yang
beriman dalam qalbu (hati) dapat semakin dimengerti dengan mempelajari teori
psikoanalisis, bahwa manusia itu memiliki dua komponen penting dalam dirinya,
yakni alam sadar dan alam bawah sadar. Alam bawah sadar (subconsciousness)
adalah tempat munculnya hasrat (hawa nafsu) dan emosi.10 Dalam psikoanalisis,
keyakinan terdalam itu terletak pada alam bawah sadar dan keyakinan inilah yang
akan menggerakkan hasrat kita. Sebagai contoh jika keyakinan dalam alam bawah

10
Nasution,Harun,Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikirandan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang,1975.
sadar mengatakan bahwa "harta adalah parameter kemuliaan" maka hasrat kita
akan berusaha mencari harta, namun keyakinan pada alam bawah sadar
mengatakan bahwa "Allah adalah parameter kemuliaan", maka otomatis hasrat
akan mencari Allah. Dalilnya, nabi bersabda: "Tidak sempurna iman kalian
sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang kubawa." (HR Ahmad dan Al-
Thabrari).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep dakwah dalam Islam, tercermin dari unsur-unsur dakwah yang


merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Unsur-unsur tersebut sangat
urgen bagi tercapainya tujuan dakwah.

2. Upaya mengantisipasi krisis aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam telah


memiliki petunjuk dasar dalam A1-Qur’an Nul Karim. Tetapi diperlukan
berbagai azas untuk menunjang strategi dakwah dalam mengantisipasi krisis
aqidah seperti azas filosofis, achievemant, sosiologis, psikologis dan azas
efektivitas, sehingga proses dakwah dapat menemukan strategi yang mapan
dan berhasil guna.

3. Prilaku menyimpang dari keimanan dan keislaman disebut kekufuran, diantara


penyebab kesesatan dan kembali pada kekufuran adalah kecenderungan
manusia untuk menyukai kesesatan

4. Dalam posisi subjek ditujukan untuk orang atau golongan yang melakukan
kemunafikan dengan dua bentuk sikap atau perilaku, (1) dalam bentuk
perkataan, dan (2) dalam bentuk perbuatan. Dalam bentuk perkatan, yang
menjadi sasaran perbuatan mereka adalah kafir dan mu‟min. Dalam bentuk
tindakan, yang menjadi sasaran mereka adalah mu‟min dan Allah. Bentuk
sikap dan perilaku mereka bervariatif namun tujuan akhirnya sama, yaitu:
mereka mencari keuntungan, menghindar dari kerugian, dan berargumentasi.
5. Allah dan rasul-Nya memotivasi orang beriman ( mukmin) untuk senantiasa
memperbaharui kehidupannya agar lebih baik dengan berlandaskan pada
pemikiran dengan tidak menyimpang dari batasan-batasannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahra, Muhammad. t. th. Al-Dakwah ila al-Islam. Dar al-Fiqry al-Araby, dan
juga, Deddy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat
Kontemporer.

Natsir, M. 1977. Fighud Dakwah. Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah Indonesia.


Hal 26

Sasono, Adi. 1987. Solusi Islam atas Problematika Umat. Cet. I. Jakarta: Gema
Insani Press. Hal 52

Ya’qub H. Hamzah. 1992. Publistik Islam Tekhnik Dakwah dan Leadership. Cet.
IV. Bandung: CV. Diponegoro. Hal 30

Thohir Luth, 1999. M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya. Cet. I. Jakarta: Gema
Insani Press. Hal 30

Qardhawi, Yusuf. 1983. Masa Depan Islam. Jakarta : Al Kautsar. hal 373

Haeifuddin Cawindu, Konsep Kufr dalam Al-qur‟an, Penerbit Bulan Bintang,


tahun 1991, hal 91 - 98

John W. Creswell, Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mixed


Methods Apporoaches, Penerjemah: Achmad Fawaid dan Rianayati
Kusmini Pancasari (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), h. 265.

Nasution,Harun,Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikirandan Gerakan,


Jakarta, Bulan Bintang,1975.

Anda mungkin juga menyukai