Abstrak
Islam is dawah religious, its mean obey muslim to preach Islam to other
people everytime, everywhere. Dawah can efective if use good method.
Dawah method is ways that did bay dai (communicator) to mad’u for purpose
based hikmah and love. Base on developing religious civil sociaty,
implementation of dawah need significant motivation, methodology and
institution. One of them is dawah have to implement with semiotic skill and
imagology, with organize sign elements so its interesting and can be mobile
everyone to receive Islam and implemen mision of dawah, its remain to do al-
khair, ma’ruf and reject al munkar in every dimention. Dawah like this,
summary in word hikmah. Al-hikmah is skill of dai to choose and do
technique of dakwah acording to objective condition of mad’u and explaine
Islamic doctrine and reality in logic argumentation and comunictaive
language. Al-Hikmah as a system that unity theoritic and practice skill in
dawah.
***
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang menugaskan umatnya
untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia
baik dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun. Dakwah dapat
berlangsung efektif apabila menggunakan metode yang tepat. Metode
dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah dan kasih sayang. Dalam rangka pengembangan sosial keagamaan
masyarakat penyelenggaraan dakwah membutuhkan dukungan metodologi
dan kelembagaan yang sesuai dan signifikan. Salah satunya adalah dakwah
harus disertai dengan kemampuan semiotic dan pencitraan (imagology),
yaitu dengan mengorganisasikan elemen-elemen tanda sehingga ia tampak
menarik dan mampu menggerakkan setiap orang untuk mampir dan masuk
ke dalamnya serta tergerak hatinya untuk mengamalkan misi dakwah, yaitu
tersadar untuk melakukan al-khair, ma’ruf dan menjauhi al-munkar dalam
berbagai dimenasinya. Dakwah seperti ini, terangkum dalam ungkapan
hikmah. Al- hikmah merupakan kemampuan da’i dalam memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u dan
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Al-hikmah sebagai sebuah
sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam
dakwah.
DOI:http://dx.doi.org/10.21580/jid.36i.2.1776 335
Hasan Bastomi Dakwah Bil Hikmah ...
A. Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi melahirkan arus besar yang lazim
disebut globalisasi, dampak yang begitu besar itu telah nampak
mempengaruhi tata pergaulan dan nilai-nilai kehidupan manusia.
Kenyataan ini menyadarkan kita untuk segera berbenah memperbaiki dan
meningkatkan kualitas para pelaku dakwah, baik dari segi manajerial
dakwah, kualitas intelektual maupun kesalehan pelaku dakwah agar dapat
berperan lebih baik lagi dalam melayani dan menyampaikan pesan-pesan
Islam kepada masyarakat.
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan
mengemban amanat untuk menyampaikan risalah dan dakwah yaitu
berupa “berita gembira” dan “peringatan” kepada seluruh umat manusia,
sebagaimana firman Allah SWT: “Dan kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Qs. As-Saba’ : 28).1
Berita gembira tersebut menggambarkan nilai-nilai kejadian manusia
dan martabatnya diantara seluruh makhluk yang diciptakan Allah SWT2.
Penciptaan manusia merupakan rahmat yang sangat besar dari Allah
kepada manusia yang diciptakan dalam susunan yang paling sempurna.
Manusia merupakan makhluk yang dimuliakan Allah di atas makhluk
yang lain, dititahkan sebagai khalifah Allah dalam kehidupan dimuka bumi
ini3. Pengertian kholifah atau pengganti, berfungsi menugaskan dan
membebankan (taklif) kepada manusia untuk melaksanakan tugas-tugas
kehidupan di dunia ini. Dalam hal ini manusia diberi potensi dan kekuatan
fisik dan kekuatan berfikir. Kemampuan menggunakan akal untuk berfikir
yang dimiliki manusia bukanlah satu-satunya potensi yang dimilikinya
yang dapat memecahkan segala permasalahan. Manusia juga diberi rasa
dan nafsu yang saling mempengaruhi dalam setiap gerak langkah manusia.
Kecenderungan nafsu akan selalu mengarah kepada kejahatan dan
kerusakan apabila pikiran dan rasa manusia sudah tidak mampu untuk
mengendalikannya.4
Oleh karena itu, dalam kehidupan sosial, umat Islam dituntut dan
bertanggungjawab untuk mengajak mengerjakan perbuatan yang baik
1 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 688
2 Mohammad Nasir, Fiqhud Da’wah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000), hlm. 3
3 M. Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Budaya, (Yogyakarta: Dana Bhakti
baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran: 110).7
Dakwah Islam tidak terlepas dari transformasi ajaran-ajaran Islam
untuk disampaikan pada umatnya, karena hakikat dakwah adalah seruan
atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah suatu situasi kepada
situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun
masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan
pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja
tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.8
Dengan demikian dakwah juga berarti memperjuangkan yang ma’ruf
dan mencegah dari kemunkaran. Dan memotivasi umat manusia agar
melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat
ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar supaya manusia itu
memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Penyelenggaraan dakwah tidak akan berhasil kalau hanya dilakukan
oleh orang-perorang dan sambil lalu saja, tetapi harus diselenggarakan
melalui pola kerjasama dalam kesatuan-kesatuan yang teratur rapi, dengan
terlebih dahulu dipersiapkan dan direncanakan secara masak serta
menggunakan sistem kerja yang efektif dan efisien.9
Dengan kata lain pelaksana dakwah dalam menghadapi obyek
dakwah yang semakin kompleks harus dapat mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi masyarakat serta mampu menentukan
metode terbaik dalam menyelesaikan persoalan dakwah yang dihadapi.
Selanjutnya pelaksanaannya disesuaikan dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu penerapan metodologi sangat
diperlukan dalam proses dakwah.
Dakwah harus memahami kondisi mad’u yang menjadi pihak
penerima materi dakwah. Selain pemahaman terhadap kondisi mad’u, dai
juga harus memperhatikan keadaan lingkungan dan perkembangan budaya
yang sedang berlangsung. Urgensitas dakwah mengharuskan dai untuk
memperhatikan keadaan dan kondisi berfikir mad‟u. Hal ini penting karena
proses penyampaian materi dakwah harus sesuai dengan kemampuan
serap mad‟u. Aspek tersebut tercermin dalam tingkat peradabannya
7 Ibid., hlm. 93
8 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), hlm. 194
9 Abd. Rosyad Shaleh , Manajemen Dakwah, (Jakara: Bulan Bintang, 1977), hlm. 82
termasuk sistem budaya dan struktur sosial masyarakat yang akan atau
sedang dihadapi.10
Maka diperlukan cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan
dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented yang
menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia. M. Abduh
perpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di
dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit
tetapi banyak makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempat
atau semestinya.11 Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi,
Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang
benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan.12 Dapat dipahami bahwa al- hikmah merupakan
kemampuan da’i dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan
kondisi objektif mad’u, dan merupakan kemampuan da’i dalam
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Al-hikmah adalah sebagai
sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah. Oleh karena itu yang menjadi problem adalah bagaimana
dakwah bil hikmah sebagai pola pengembangan sosial keagamaan
masyarakat.
B. Pembahasan
1. Islam sebagai agama dakwah
Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang menugaskan
umatnya untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada seluruh umat
manusia baik dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun, karena maju
mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan
kegiatan dakwah yang dilakukan.13
Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya
menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai
rahmatan lil alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan
10 A. Wahab Suneth, et. al, Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru. (Jakarta:
Cet. I, hlm. 89
13 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, hlm. 76
hlm. 87
20 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 93
21 Muzier Suprapta dan Harjan Hefni. (Ed), Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media,
2003), hlm. 5
hlm. 194
25 Jonh M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
hlm. 461
28 K. Bertens, Metode Belajar Untuk Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005), hlm. 2
29 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), hlm. 24
30 Munir, dkk, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 6
31 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 1
39 Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hlm. 358
dan lebih berat dibandinkan dengan tugas para nabi dan rosul yang lain.
Dengan itu Rasulullah melakukan berbagai macam metoda dalam proses
Islamisasi ke seluruh penjuru dunia, khususnya di wilayah Timur Tengah
saat itu.
Adapun metode dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad, antara
lain melakukan dakwah bil hikmah (baca QS. Al-Nahl, 16:125), yaitu
memeberikan teladan yang terbaik dalam sikap dan perilaku, dengan
sesalu sopan santun kepada siapapun. Hal ini kemudian diistilahkan
dengan akhlaqul-kharimah. Beliau mendapat predikat dari langit “uswatun
hasanah” (baca QS. Al-Ahzab, 33:21) yang bermakna teladan terbaik dan
terpuji. Dengan metode tersebut, puluhan sampai ribuan orang Arab yang
tertarik terhadap ajaran Islam, yang kemudian mengucapkan syahadatain
(pengakuan terhadap Allah dan Rasul-Nya, Muhammad SAW).45
Hikmah merupakan suatu term karakteristik metode dakwah
sebagaimana yang termaktub dalam QS. An Nahl ayat 125. Ayat tersebut
mengisyaratkan petingnya hikmah untuk menjadi sifat dari metode
dakwah dan betapa pentingnya dakwah mengikuti langkah-langkah yang
mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode
dakwah praktis kepada para da’i yang mengandung arti mengajak manusia
ke jalan yang benar dan mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti
petunjuk agama dan kaidah yang benar. Ayat tersebut juga mengisyaratkan
bahwa mengajak manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama
dan akidah yang benar. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa
mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya tidak
mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau mmepertimbangkan
iklim dan medan kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dunia dakwah, maka
ia merupakan peringatan kepada para da’i untuk tidak menggunakan satu
metode saja. Sebaliknya, mereka harus menggunakan berbagai macam
metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode
dakwahnya monoton. Ada sekelompok orang yang memerlukan iklim
dakwah yang penuh gairah berapi-api, sementara kelompok yang lain
memerlukan iklim dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang da’i
dalam berdakwah. Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan dalam
menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun
45 Asep Shaifuddin, Sheh Sulhawi Rubba, Fikih Ibadah Safari ke Baitullah, (Surabaya:
49 Mudrajad Kuncoro, “Sudahkah Kita Merdeka? Etika dan Martabat Manusia dalam
Koeswinarno (ed.), Kriteria Keilmuan dan Intekoneksi Bidang Agama, Sosial dan Kealaman
(Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2007), hlm. 161.
51 Dahlan Iskan, Ganti Hati, (Surabaya: JP Books, 2007).
52 Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan Antara Sains dan Agama. terj. E.R. Muhammad.
hlm. 265.
terjadi dan lain-lain. Kuat dugaan, para pelanggarnya bukanlah orang yang
tidak melek huruf. Itulah makna bahwa melek huruf tidak identik dengan
terdidik.
Ini artinya, sekolah, pesantren dan Perguruan Tinggi kita belum
menghasilkan orang-orang yang memiliki pemahaman yang baik dan
belum dapat membantu mengembangkan karakter manusia, menempa
generasi mendatang dengan komitmen mendalam terhadap nilai-nilai dan
standar etika dan menumbuhkan cinta pada kebaikan, penghargaan pada
kesucian, serta rasa hormat mendalam atas kehidupan. Tentu ini akan
menjadi sebuah ironi bila terjadi pada lembaga-lembaga agama dan
dilakukan agamawan dan pemeluk agama.
Yang ketujuh dari sepuluh paradox yang perlu diuraikan adalah
munculnya kebangkitan religius di berbagai belahan dunia, termasuk di
Indonesia. Gema shalawat di mana-mana, MTQ diadakan setiap tahun dari
mulai tingkat desa sampai nasional, haji antri, umroh setiap saat, dan
bahkan hari-hari besar Islam diperingati sampai tingkat Negara. Namun,
kebangkitan atau semaraknya kegiatan agama tersebut masih menyisakan
pertanyaan, apakah esensi keimanan makin kuat dengan indikasi praktek
kehidupan yang jujur dan lurus serta pelayanan tanpa pamrih pada sesama
dan hubungan yang damai. Apakah kebangkitan itu justeru
menyembunyikan dan menyelubungi peningkatan erosi nilai-nilai
kehidupan publik maupun pribadi, menyembunyikan pengabaian
pertimbangan moral dalam perekonomian, pemutarbalikan standar etika
dalam politik dan lain-lain. Beberapa pertanyaan itu muncul, karena kita
sedang menyaksikan atau menjadi pelaku di mana kereligiusan sedang
populer, tapi spiritualitas sedang terkapar. Kehidupan duniawi terpisah
dan berjarak dengan popularitas religious, sehingga masjid banyak, haji
antri, umrah setiap bulan, ceramah banyak, pengajian ramai, akan tetapi
korupsi meningkat, lingkungan rusak, kekerasan intern dan antar umat
beragama menguat, pelanggaran asusila dan sosial tumbuh dengan pesat
dan lain-lain, seperti dilaporkan Lembaga Sosial dan Agama (eLSa) dan
Wahid Institut.55
Dari berbagai paradox dan problem yang menantang tersebut, agama
dituntut untuk melakukan redefinisi terkait dakwah atau misinya. Hal ini
bukan saja karena semakin menyatunya manusia dalam “desa buana”
(global village), namun juga karena banyak masalah yang harus dihadapi
55 Waryono Abdul Ghafur, Dakwah Bil Hikmah Di Era Informasi Dan Globalisasi,
Berdakwah Di Masyarakat Baru, JURNAL ILMU DAKWAH, Vol. 34, No.2, Juli - Desember 2014
(Yogyakarta: UIN Suka), hlm. 243
C. Kesimpulan
Dari beberapa uraian sebelumnya dapat dikemukakan hal-hal
berikut ini: Pertama, Islam adalah agama dakwah, artinya agama yang
menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan mensyiarkan Islam kepada
seluruh umat manusia baik dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun.
Kedua, Al- hikmah merupakan kemampuan da’i dalam memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u dan
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Ketiga, Al-hikmah sebagai
sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis
dalam dakwah. Keempat, Kegiatan pengembangan masyarakat Islam
melalui dakwah bil hikmah terdiri dari kegiatan pokok berupa transformasi
dan pelembagaan ajaran Islam ke dalam realitas Islam. Kelima, Gambaran
dakwah bilhikmah dapat dilakukan oleh da’i/muballigh yang memiliki
hikmah, yaitu mereka yang disebut ulil ilmi dan ulil albab.
DAFTAR PUSTAKA