Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

DAKWAH DALAM BENTUK AMAL DAN KETELADANAN

Dosen Pengampu:
M. Haris Hakam, S.H., M.A.

Disusun oleh:
Kelompok 8
Millati Kheiri Azkia (21211708)
Naeli Rohmah (21211720)
Raisatun Nisa (21211846)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta Nabi Muhammad
SAW Karena atas berkat limpahan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu. Makalah dibuat untuk melaksanakan tugas mata kuliah
Metode Dakwah dengan tema Dakwah Dalam Bentuk Amal Dan Keteladanan.
Penulis makalah tentunya tidak luput dari kesalahan, disebabkan karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Karenanya, semua kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca dan juga kepada Bapak M. Haris
Hakam, SH, MA. kami terima, guna memperbaiki kesalahan dari makalah dan untuk
kedepannya.
Tak lupa, makalah ini tidak akan dibuat tanpa adanya bimbingan dari bapak.
Semoga tulisan yang jauh dari kata sempurna ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
bagi para pembaca.

Kelompok 8

Tangsel, 29 Oktober 2022

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………….……1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………... 2
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………… 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Dakwah Rahmatan Lil’alamin…...…………………………………..................3
B. Mengajak Orang Kepada Kebaikan……….………………………....................4
C. Prinsip Ta’awun Dalam Kebaikan dan Mencegah dari Dosa dan Permusuhan.13
D. Tawasshau bi al-Haqq, bi as-Shabr, dan bi al-Marhamah…………...……….15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….….…18
B. Daftar Pustaka…..…………………………………………………………..….19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin, sehingga dengan datangnya
agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW melalui dakwah yang dilakukan
baik secara sembunyi-sembunyi mauapun secara terang-terangan Islam dapat diterima
oleh umat manusia. Perkembangan Islam yang sangat pesat di hampir seluruh dunia
tidak lain adalah karena adanya dakwah Islamiyah. Hal ini menunjukkan bahwa agama
Islam adalah sebagai agama dakwah, yang senantiasa akan berkembang karena
dikembangluaskan oleh para pengikutya dengan keyakinan yang mendalam.
Rasullullah SAW merupakan teladan utama dalam menjalakan tugas dakwah.
Dengan hadirnya Rasulullah SAW di muka bumi, penyampaian dakwah mulai
berkembang. Beliau menampilkan sikap yang sangat menakjubkan bagi masyarakat di
sekitarnya, bahkan dunia telah menyepakati bahwa musuh sekalipun mengakui
kegagahan, ketangguhan, kebijaksanan dan segala sifat terpuji yang dimiliki beliau.
Bahkan, Michael H. Hart menjadikan beliau sebagai orang nomor satu di dalam kategori
tokoh yang paling berpengaruh di dalam sejarah, dengan alasan bahwa beliau adalah
orang yang paling berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik dilihat pada ukuran
agama maupun lingkup duniawi.1
Dakwah sangat penting bahkan wajib dijalankan oleh umat Islam. Karena
dakwah merupakan ruh dan jantung agama Islam. Oleh karenanya aktivitas dakwah
harus mendapatkan prioritas yang lebih utama dibandingkan dengan aktivitas-aktivitas
lainnya dalam rangka penyebaran agama Islam.2
Untuk mencapai kesuksesan dakwah maka diperlukan manajemen yang tepat
dalam mengorganisir perangkat dakwah. luasnya medan dakwah serta tantangan
dakwah yang semakin komplek, membuktikan bahwa gerakan dakwah akan lebih
efektif dan efisien jika penanganan dilaksanakan secara profesional guna mencapai hasil
yang semaksimal mungkin.

1
Rahmat Semesta, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003), 8
2
Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Kiat Sukses Berdakwah,

1
Da’i sebagai orang yang akan menyampaikan dakwah atau mengajak orang lain
untuk beriman, berdoa atau untuk berkehidupan dalam dunia islam, dai merupakan kata
dasar dari da’a yad’u yang artinya mengajak mad’u untuk menjalankam syariat islam
yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW dengan jalan kebaikan dan hikmat.
Usaha penyampaian dakwah mencakup segi-segi yang luas, hal tersebut dapat
berlangsung dengan efektif dan efisien, apabila sebelumnya sudah dilakukan dengan
tindakan-tindakan persiapan dan perencanaan secara matang. Artinya, dakwah Islam
harus terprogramkan secara baik, dan dikerjakan sesuai dengan perencanaan, tidak
dengan apa adanya. Dengan perencanaan, penyelenggaraan dakwah dapat berjalan
secara lebih terarah, teratur dan rapi.

B. Rumusan Masalah
Apa yang di maksud dengan dakwah rahmatan lil’alamin?
Mengapa kita harus mengajak orang kepada kebaikan?
Bagaimana prinsip ta’awun dalam kebaikan dan mencegah dari dosa dan permusuhan?
Apa yang dimaksud dengan tawashau bi al-haqq, bi as-sabr, dan bi al-marhamah?

C. Tujuan Penelitian
Agar mengetahui tentang apa yang di maksud dengan dakwah rahmatan lil’alamin.
Agar mengetahui mengapa kita harus mengajak orang kepada kebaikan.
Agar mengetahui tentang bagaimana prinsip ta’awun dalam kebaikan dan mencegah
dari dosa dan permusuhan.
Agar mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tawashau bi al-haqq, bi as-sabr,
dan bi al-marhamah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dakwah Rahmatan Lil’alamin


Para pemeluk agama-agama tentu memiliki strategi atau cara khusus untuk
menyebarkan nilai-nilai ajaran agamanya. Islam tersebar dilakukan dengan kegiatan
dakwah kepada seluruh manusia, baik dengan ucapan maupun perbuatan dengan cara
yang bijak dan ungkapan yang baik. Aktifitas dakwah untuk saat ini perlu ditekankan
pada aspek dakwah rahmatan lil’alamin yaitu penyampaian pesan Islam yang
memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, sehingga ajaran Islam dapat diterima
dan dipahami sebagai ajaran yang penuh dengan perdamaian.
Orientasi dakwah berbasis rahmatan lil’alamin adalah supaya Islam tidak dianggap
lawan terhadap agama-agama selain Islam dan memberikan pemahaman bahwa Islam
adalah agama yang mencintai perdamaian dan bisa berdampingan dengan agama selain
Islam. Dakwah rahmatan lil’alamin dapat diterjemahkan kepada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan yaitu 1) materi dakwah yang difokuskan pada aspek kehidupan
realitas sosial. 2) dakwah yang inklusif. 3) dakwah yang toleran terhadap agama-
agama. 4) dakwah sebagai kritik sosial. 5) dakwah berwawasan perdamaian.
Beberapa aspek tersebut sebagai gambaran bahwa dakwah rahmatan lil’alamin
adalah dakwah yang tidak doktrinal atau dakwah ideologis yang dapat mendorong
pengelompokan masyarakat Islam yang terkotak-kotak. Sisi kelemahan dakwah
doktrinal atau ideologis adalah dapat memicu pertentangan umat Islam jika tidak
disertai dengan keragaman pemahaman terhadap teks-teks Islam. Namun, sisi kelebihan
dakwah doktrinal atau ideologis adalah mampu mencetak kader militan atau pengikut
jamaah fanatik. Oleh karena itu, dalam aktifitas dakwah para da'i perlu memahami nilai-
nilai atau pesan yang terdapat dalam surat Al-Kafirun yaitu pentingnya menghargai
perbedaan pendapat atau keyakinan orang lain.
Pesan surat Al-kafirun itu dapat dijadikan modal dasar untuk menjaga perdamaian
dan persahabatan dengan umat manusia. Dalam surat Al-kafirun memang secara tegas
dan transparan penolakan urnuk menyembah sesembahan orang kafir, tetapi dalam ayat
tersebut terdapat nilai yang mulia yaitu penolakan dengan cara yang santun dan toleran.
Penolakan yang santun tersebut diungkapkan dengan bahasa yang halus seperti saya

3
tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak akan meyembah apa
yang saya kami sembah.
Dengan demikian, berdasarkan ayat tersebut, jika di masyarakat terdapat beberapa
aliran keagamaan, maka tugas da’i dalam menyampaikan pesan Islam perlu
memperhatikan aspek dakwah rahmatan lil’alamin diatas, sehingga tercapai dakwah
yang toleran dan tidak menimbulkan perpecahan antar umat beragama atau intern umat
beragama. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin perlu disebarkan dengan cara atau
metode yang berbasis rahmatan lil’alamin juga, karena metode ini merupakan pesan
Islam yang dinamis dan harmonis terhadap alam semesta.
Dakwah rahmatan lil’alamin sebagai strategi dakwah yang dinamis karena aspek
yang ditekankan dalam dakwah ini adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang
berbasis toleransi, menghargai, menghormati, cinta damai, dan menampakkan Islam
yang ramah dan membina umat Islam dengan ukhuwwah dan keteladanan. Prinsip dasar
ini kemuidian perlu sosialisasi dan perenungan kembali bagi para aktifis dakwah untuk
merubah atau mengevaluasi terhadap peran-peran yang selama ini dilakukan di
masyarakat. Evaluasi ditekankan kepada materi dan strategi dakwah apakah sudah
memberikan kontribusi maksimal dalam pembinaan umat Islam, sehingga perlu adanya
inovasi dakwah yang berbasis rahmatan lil’alamin, bukan dakwah yang memicu
permusuhan.
Untuk mewujudkan dakwah rahmatan lil’alamin yang perlu ditekankan adalah
prinsip-prinsip dakwah, etika dakwah, efektifitas dakwah dan materi dakwah. Menurut
Alwi Shihab bahwa dakwah harus melibatkan dialog bermakna yang penuh kebajikan,
perhatian, dan kesabaran.3 Dakwah rahmatan lil’alamin merupakan realisasi dakwah
yang berbasis kebajikan sebagaimana diamanatkan Al-Qur'an, karena dakwah yang
penuh kebajikan akan mampu merubah perilaku manusia menuju ke arah yang lebih
positif dan produktif dengan landasan amar ma’ruf nahi munkar.

B. Mengajak Orang Kepada Kebaikan


1. Pengertian Kebaikan
Kebaikan berasal dari kata baik yang artinya elok, patut, teratur, mujur,
beruntung, menguntungkan dan sebagainya. Kebaikan adalah sifat manusia yang

3
Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Jakarta: Mizan, 2001), him. 254

4
dianggap baik menurut sistem norma dan pandangan umum yang berlaku. Kebaikan
merupakan suatu keadaan dan perbuatan yang dapat diterima oleh masyarakat
karena hal tersebut pantas diterima secara kemanusiaan dan dapat memberi
kenyamanan bagi mereka.4
2. Term-Term di Dalam Al-Qur’an
Terdapat beberapa istilah Al-Qur’an yang mempunyai makna kebaikan. Berikut
dikemukakan beberapa ayat yang dianggap representative menjelaskan makna
kebaikan dalam Al-Qur’an.
a. Al-Khair
Di dalam surat ali ‘imran/3: 104:

ۚ ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِر‬ ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ َي ْدعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َو َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َ َ‫وف َو َي ْن َه ْون‬
َ‫َوأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحون‬
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.5
Ayat ini lebih gamblang menunjukan kepada kita bahwa berdakwah itu
‘harus’ di mulai dengan mengajak pada kebaikan, barulah mencegah keburukan.
Artinya tidak akan efektif mencegah kejahatan/keburukan, jika kebaikan tidak
ditunjukan terlebih dahulu.6
Kata ‫ مِ ْن ُك ْْم‬pada ayat di atas oleh sebagian ulama dipahami dalam arti
sebagian, oleh karena itu perintah berdakwah di sini tidak dituju kepada setiap
orang. Dengan demikian maka ayat ini mengandung dua macam perintah. Yaitu
pertama kepada seluruh umat Islam diperintahkan untuk membentuk dan
menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah.
Kedua, kepada kelompok khusus itu wajib melaksanakan dakwah kepada
kebajikan dan ma’ruf serta mencegah kemunkaran.
Di samping itu, sebagian ulama lainnya memahami kata ‫ مِ ْن ُك ْْم‬dalam arti
penjelasan. Dengan demikian maka ayat ini ditujukan kepada setiap umat Islam
untuk melaksanakan dakwah, masing- masing sesuai kemampuannya7

4
Mira Fauziah, “Konsep Kebaikan Dalam Perspektif Dakwah” 3 (n.d.): 73–94
5
Q.S Ali-Imran 104, n.d.
6
Drs.Hj.Makmur, M.Ag, “Dakwah Yang Menyejukkan,” n.d.
7
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan,Kesan Dam Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: lentera
hati, 2007).

5
Dalam ayat di atas dijumpai dua kata yang berbeda yang menunjukkan
perintah berdakwah yaitu kata َْ‫( يَ ْدعُون‬mengajak) dan kata َْ‫يَأ ُم ُر ْون‬
(memerintahkan). Sayyid Quthub dalam tafsirnya, sebagaimana yang dikutip
oleh M. Quraish Sihab, mengemukakan bahwa penggunaan dua kata yang
berbeda itu menunjukkan keharusan adanya dua kelompok dalam masyarakat
Islam. Kelompok pertama yang bertugas mengajak, dan kelompok kedua yang
bertugas memerintah dan melarang. Kelompok kedua ini adalah orang yang
memiliki kekuasaan di bumi.
Dari penjelasan tafsir di atas dapat dipahami bahwa kelompok pertama
mempunyai keharusan untuk mengajak manusia kepada kebajikan (al-khair).
Makna al-khair sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. Dapat
dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far al-Baqir Nabi
Muhammad saw bersabda: “al-khair, ittibaa’u al-Quran wa sunnatii” artinya al-
khair adalah mengikuti al-Qur‟an dan sunnahku.8 Menurut Hamka yang
dimaksud dengan al-khair dalam QS. 3: 104 adalah Islam, yaitu memupuk
kepercayaan dan iman kepada Allah, termasuk tauhid dan ma’rifat. Itulah
hakikat kesadaran beragama yang menimbulkan tahu memperbedakan yang baik
dengan yang buruk, yang ma’ruf dengan yang munkar. M. Quraish Shihab
menyebutkan al-khair artinya petunjuk-petunjuk Ilahi. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa kata al-khair menunjukkan kepada arti Islam, yaitu mengikuti
petunjuk Allah Swt. dengan berpedoman kepada Alquran dan hadits Nabi
Muhammad Saw.

b. Al-Ma’ruf
QS. Ali „Imran/ 3: 110 Allah Swt berfirman:

َ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُؤْ ِمنُون‬


َ َ‫وف َوتَ ْن َه ْون‬ ِ ‫اس تَأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ ‫ت ِلل َّن‬
َ‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَ ُه ْم ۚ ِم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ َوأ َ ْكثَ ُر ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬ ِ ‫اَّلل ۗ َولَ ْو آ َمنَ أ َ ْه ُل ْال ِكتَا‬
ِ َّ ‫ِب‬
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.9
Kata al-ma’ruf sudah dijelaskan oleh para mufasir. Prof. Dr. Hamka
menjelaskan di adalah kitab tafsirnya al- Azhar bahwa makna kata ma’ruf
diambil dari kata ‘uruf yang berarti yang dikenal, atau yang dapat dimengerti
dan dapat dipahami serta dapat diterima oleh masyarakat. Perbuatan yang ma’ruf

8
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj.M. ’Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2011).
9
Q.S Ali-Imran 110, n.d.

6
apabila dikerjakan dapat diterima dan dipahami oleh manusia serta dipuji,
karena begitulah yang patut dikerjakan oleh manusia yang berakal.36 M.
Quraish Shihab menjelaskan kata al-ma’ruf adalah bermakna nilai-nilai luhur
serta adat istiadat yang diakui baik oleh masyarakat, selama hal itu tidak
bertentangan dengan nilainilai Ilahiyah. Al-munkar adalah yang dinilai buruk
lagi diinkari oleh akal sehat masyarakat.
Prof. Dr. Hamka menjelaskan munkar adalah yang dibenci, yang tidak
disenangi, yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut, tidak pantas.
Sehingga tidak selayaknya yang demikian dikerjakan oleh manusia berakal.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang ma’ruf dan
mana yang munkar. Semakin tinggi kecerdasan beragama seseorang, maka
semakin kenal orang kepada yang ma’ruf dan semakin benci orang kepada yang
munkar.
Dalam menafsirkan ayat ini Sayyid Quthb mengatakan bahwa kata
ummatun di sini dimaksudkan dengan sebuah kekuasaan. Jadi untuk dapat
melakukan amar ma’ruf nahy munkar diperlukan sebuah kekuasaan. Kalau tidak
demikian maka dakwah itu tidak dapat dijalankan.
Dari pendapat mufassir di atas dapat dikatakan bahwa kebaikan adalah
sesuatu yang diakui dan diterima oleh setiap orang sebagai hal yang baik, yang
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaannya. Maka sangat tepat jika Allah Swt.
memerintahkan kepada manusia untuk menyeru kepada kebaikan.
c. Al-Ihsan
QS. al- Baqarah/2: 195 Allah SWT Berfirman:

َّ ‫َّللا َو ََل ت ُ ْلقُوا ِبأ َ ْيدِي ُك ْم إِلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َوأَحْ ِسنُوا ۛ ِإ َّن‬
ُّ‫َّللاَ ي ُِحب‬ َ ‫َوأ َ ْن ِفقُوا فِي‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬
َ‫ْال ُمحْ ِسنِين‬
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.10
Ayat ini bermakna bahwa jangan tidak menafkahkan harta kalian di jalan
Allah, karena jika demikian kalian menjatuhkan diri ke dalam kebinaan. Karena

10
Q.S Al-Baqarah 195, n.d.

7
harta yang dimiliki jika tidak dinafkahkan di jalan Allah, bukan hanya akan
dihabiskan oleh pemiliknya atau ahli warisnya di dunia, tetapi akan
membinasakan pemiliknya di akhirat. Oleh karena itu, berbuat baiklah, bukan
hanya dalam berperang atau membunuh, tetapi dalam setiap gerak dan langkah.
Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu yang dikerjakan, baik dalam
membunuh musuh ketika berperang maupun dalam menyembelih binatang
ternak.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim disebutkan bahwa ihsan adalah jika kamu beribadah kepada Allah Swt.
seolaholah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka
yakinlah pasti Dia melihatmu. Dengan demikian perintah ihsan bermakna
perintah melakukan segala aktivitas positif, seakan- akan anda melihat Allah
atau paling tidak selalu merasa dilihat dan diawasi oleh-Nya. Kesadaran akan
pengawasan melekat itu, menjadikan seseorang selalu ingin berbuat sebaik
mungkin, dan memperlakukan pihak lain lebih baik dari perlakuannya terhadap
Anda. Dengan demikian ihsan lebih tinggi dan lebih dalam kandungannya
daripada adil, karena berbuat adil adalah mengambil semua hak Anda dan atau
memberi semua hak orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak
daripada yang harus Anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang
seharusnya Anda ambil. Oleh karena itu, di akhir ayat Allah berfirman bahwa
Allah Swt. menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.
d. Al-Birr
QS. al-Baqarah/2: 177: Allah Berfirman:

َّ ‫ب َو َٰلَ ِك َّن ْال ِب َّر َم ْن آ َمنَ ِب‬


ِ‫اَّلل‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ت ُ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم قِ َب َل ْال َم ْش ِر‬ ‫ْس ْال ِب َّر أ َ ْن‬
َ ‫لَي‬
‫علَ َٰى ُح ِب ِه ذَ ِوي ْالقُ ْر َب َٰى‬
َ ‫ب َوال َّن ِب ِيينَ َوآتَى ْال َما َل‬ ِ ‫َو ْال َم ََل ِئ َك ِة َو ْال ِكتَا‬ ‫َو ْال َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر‬
‫ص ََلة َ َوآتَى‬ َ َ‫ب َوأَق‬
َّ ‫ام ال‬ ِ ‫الرقَا‬ ِ ‫سا ِئلِينَ َو ِفي‬ َّ ‫س ِبي ِل َوال‬ َّ ‫ساكِينَ َوابْنَ ال‬ َ ‫َو ْال َيتَا َم َٰى َو ْال َم‬
َ‫اء َو ِحين‬
ِ ‫اء َوالض ََّّر‬ِ ‫س‬َ ْ ‫صا ِب ِرينَ فِي ْال َبأ‬
َّ ‫عا َهدُوا ۖ َوال‬ َ ‫الز َكاة َ َو ْال ُموفُونَ ِب َع ْه ِد ِه ْم ِإذَا‬ َّ
َ‫صدَقُوا ۖ َوأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْال ُمتَّقُون‬ َٰ
َ َ‫ْال َبأ ْ ِس ۗ أُولَئِكَ الَّذِين‬
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan

8
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
Itulah orang-orang yang bertakwa.11
Maksud ayat ini adalah kebajikan atau ketaatan yang mengantar dekat
kepada Allah Swt. bukanlah hanya menghadapkan wajah ke Timur dan Barat
ketika menjalankan ibadah shalat tanpa makna, tetapi ada banyak kebaikan
lainnya yang disebut dalam ayat ini yang seharusnya menjadi perhatian semua
kaum muslimin. Karena mengahadap ke Timur atau ke Barat, bagi sebagian
orang, bukanlah sesuatu yang sulit atau membutuhkan perjuangan, tetapi yang
membutuhkan perjuangan adalah kebaikan-kebaikan lain yang disebut ayat ini.
Maknanya adalah ibadah shalat bukanlah satu-satunya kebajikan apabila
dikerjakannya tanpa menghadirkan kalbu. Tetapi untuk mendapatkan kebajikan
yang lebih sempurna adalah membutuhkan perjungan yang lebih keras lagi yaitu
beriman kepada Allah Swt. dan hari kiamat dengan sebenar- benarnya iman,
sehingga meresap ke dalam jiwa dan membuahkan amal- amal saleh. Selain itu
percaya juga kepada para malaikat yang sangat taat menjalankan tugas yang
dibebankan oleh Allah Swt. kepada mereka., percaya kepada semua kitab- kitab
suci yang diturunkan kepada para Rasul, dan percaya kepada seluruh Nabi dan
Rasul-rasul Allah Swt. Ini semua adalah kebajikan sempurna dari dimensi
spiritual. Lalu ayat ini melanjutkan ada banyak kebajikan sempurna dilihat dari
dimensi sosial yaitu memberikan harta yang dicintai dengan tulus kepada para
kerabatnya, anak- anak yatim, fakir miskin, musafir yang membutuhkan
bantuan, orang peminta-minta, dan untuk keperluan memerdekakan hamba
sahaya atau orang- orang yang hilang kebebasannya akibat penganiayaan.
Selanjutnya ayat ini menjelaskan lagi bahwa kebakina sempurna yan lain adalah
melaksanakan shalat, menunakan zakat, orang- orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji. Yang amat terpuji adalah orang- orang yang sabar dalam

11
Q.S Al-Baqarah 177, n.d.

9
kesempitan hidup dan ekonomi, sabar dalam menderita penyakit dan
peperangan. Jika kebajikan sempurna ini dilakukan oleh seseorang, maka ia
termasuk orang-orang yang benar imannya dan ia termasuk orang- orang yang
bertaqwa. 12
Ayat ini menegaskan bahwa suatu kebajikan sempurna adalah
menyempurnakan pelaksanaan kebajikan dari berbagai dimensi, yaitu dimensi
iman, dimensi ibadah mahdhah (shalat), dimensi ibadah sosial (shadaqah dan
zakat), dan dimensi ketahanan spiritual (sabar) menghadapi berbagai cobaan,
musibah, penderitaan, kesempitan hidup, baik disebabkan kekurangan segi
ekonomi maupun karena peperangan. Inilah sebenarnya makna dari istilah al-
birr yang disebut dalam ayat ini.
e. Al-Shalih
Dalam QS. al- Nisa‟/4: 124: Allah Berfirman:

‫ت ِم ْن ذَ َك ٍر أ َ ْو أ ُ ْنثَ َٰى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن فَأُو َٰلَئِكَ َي ْد ُخلُونَ ْال َج َّنةَ َو ََل‬ َّ ‫َو َم ْن َي ْع َم ْل ِمنَ ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬
ً ‫ُظلَ ُمونَ َن ِق‬
‫يرا‬ ْ ‫ي‬
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke
dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun13
Shalih berasal dari kata shalaha yang artinya lawan dari kerusakan.51
‫ الصالح‬maknanya adalah lawan dari kerusakan, lawan dari keshalihan di dalam
Alqur‟an adalah kerusakan ‫ الفساد‬dan kejelakan . 14 ‫السيء‬
Amal shalih adalah perbuatan baik yang dapat membuat kebaikan dan
dilakukan secara sengaja. Syaikh Abdurrahman as-Sa‟diy dalam Taisir Karim
al-Rahman mengatakan bahwa amalan yang baik dinamakan amal shalih karena
engan sebab amal shalih keadaan urusan dunia dan akhirat seorang hamba Allah
akan menjadi baik dan akan hilang seluruh keadaan- keadaannya yang rusak.
Dengan amalan yang baik tersebut seseorang akan termasuk golongan orang

12
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan,Kesan Dam Keserasian Al-Qur’an.
13
Q.S An-Nisa 124, n.d.
14
QS. al- Baqarah/2: 11. Dan Apabila Dikatakan Kepada Mereka “ Janganlah Kalian Berbuat
Kerusakan Di Muka Bumi, Mereka Mengatakan Hanya Saja Kami Adalah Orang-Orang Yang Berbuat
Perbaikan. QS. At Taubah/9:102. Mereka Mencampur Amalan Shalih Dan Yang Lain Amalan Yang Jelek.,
n.d.

10
yang shalih yang pantas bersanding dengan Allah Yang Maha Pengasih di dalam
surga-Nya.
f. Al-Tayyib
Q.S an-Nahl/16: 97: Allah Berfirman:
َ ً ‫صا ِل ًحا ِم ْن ذَ َك ٍر أ َ ْو أ ُ ْنثَ َٰى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن فَلَنُحْ ِي َي َّنهُ َح َياة‬
‫ط ِي َبةً ۖ َولَنَجْ ِز َي َّن ُه ْم‬ َ ‫ع ِم َل‬ َ ‫َم ْن‬
َ‫س ِن َما َكانُوا َي ْع َملُون‬ َ ْ‫أَجْ َر ُه ْم ِبأَح‬
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik55 dan Sesungguhnya akan kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka
kerjakan.15
َ artinya yang baik atau dalam keadaan baik Kata ṭayyib juga
Kata ‫ط ِيبَة‬
berarti bebasnya sesuatu dari yang mengeruhkannya. Jika disifati kehidupan
dengan sifat ini hayātan ṭayyibah (kehidupan yang balik) maka berarti bahwa
kehidupan yang ditempuhnya adalah nyaman dan sejahtera, tidak disentuh oleh
rasa takut atau sedih. ika dihubungkan dengan kehidupan maka ia menjadi
kehidupan yang nyaman, tenteram dan bahagia. Jika dihubungkan dengan
perkataan maka menjadi perkatan yang sopan, santun, lembut dan menyentuh
orang yang mendengarnya. 16
3. Makna Kebaikan dalam Perspektif Dakwah
Tujuan utama dakwah Islam adalah menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh
umat manusia dengan menggunakan metode yang tepat sesuai dengan sasaran dakwah
yang dituju. Secara umum inti dari ajaran Islam meliputi akidah, syari‟ah dan akhlak.
Al-Qur‟an mewajibkan umat Islam untuk berdakwah sesuai dengan kemampuannya
masing- masing. Di antara ayat yang mengisyaratkan tentang kewajiban berdakwah
adalah QS. 3: 104 sebagaimana telah dijelaskan di muka. Ayat tersebut memerintahkan
umat Islam untuk mengajak orang lain berbuat kebaikan (al-khair). Para mufassir
memberi makna al-khair dengan beberapa makna, di antara mereka ada yang memberi
makna mengikuti Alquran dan Sunnah Nabi Saw., ada yang memberi makna Islam dan
ada juga yang memberi makna petunjuk Ilahi. Dengan demikian perintah untuk

15
Q.S An-Nahl 97, n.d.
16
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj.M. ’Abdul Ghoffar.

11
mengajak orang lain kepada kebaikan bermakna mengajak orang lain untuk mengikuti
seluruh ajaran Islam yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan hadits, baik berupa perintah
maupun larangan Allah Swt. Di sisi lain, melalui kegiatan dakwah, diperintahkan juga
untuk memberi keterangan- keterangan yang konkrit mengenai petunjukpetunjuk Ilahi
yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan sunnah Nabi Saw. Petunjukpetunjuk tentang
bagaimana beriman yang benar kepada Allah, malaikat, kitab, Rasul, hari akhir dan
qadha dan qadar. Begitu pula penjelasan tentang bagaimana melaksanakan rukun Islam
yan benar, mengajarkan shalat, puasa, ibadah haji dan memberi motivasi umat Islam
untuk mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Umat Islam secara personal mempunyai
tanggung jawab yang besar dalam menjaga kelestarian ajaran Islam sampai hari kiamat
kelak. Islam wajib diwarisi dari generasi ke generasi selanjutnya hingga akhir zaman.58
Oleh karena itu, setiap orang muslim baik laki-laki maupun perempuan diberi tanggung
jawab untuk mengawasi berjalannya hal-hal yang ma’ruf (kebaikan-kebaikan yang
dapat diterima oleh masyarakat) dan memastikan tidak boleh terjadinya hal-hal yang
munkar (keburukan- keburukan yang ditolak oleh masyarakat).17
Dakwah Islam adalah “rahamatan lil alamin”, penuh kedamaian, penuh
kesejukan dan jauh dari sikap kekerasan. Dakwah Islam tidak memaksa, baik secara
langsung maupun tidak langsung, tetapi dakwa Islam dilakukan dengan persuasive,
simpatik dan lebih elegan. Dakwah ini juga dapat dilakukan dengan cara berdialog
dengan mengedapankan argument yang objektif yang betitik tolak pada kebenaran.
Sebagaimana Allah menjelaskan dalam surah ali Imran ayat 159:

‫ع ْن ُه ْم‬
َ ‫ْف‬ ُ ‫ب ََل ْنفَضُّوا ِم ْن َح ْولِكَ ۖ فَاع‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬َ ‫غ ِلي‬
َ ‫ظا‬ًّ َ‫َّللا ِل ْنتَ َل ُه ْم ۖ َو َل ْو ُك ْنتَ ف‬
ِ َّ َ‫َف ِب َما َرحْ َم ٍة ِمن‬
َ‫َّللا ي ُِحبُّ ْال ُمتَ َو ِكلِين‬ ِ َّ ‫علَى‬
َ َّ ‫َّللا ۚ ِإ َّن‬ َ ‫عزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل‬َ ‫َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِي ْاْل َ ْم ِر ۖ فَإِذَا‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.18

17
Mira Fauziah, “Konsep Kebaikan Dalam Perspektif Dakwah.”
18
Q.S Ali Imran 159, n.d.

12
Ayat diatas menjelaskan kepada kita tentang karakteristik dakwah-nya umat Islam.
Pertama berlaku lemah lembut dan tidak bersikap kasar. Artinya dakwah yang di
lakukan harus menggunakan cara yang santun, tidak bersikap arogan (merasa paling
benar dan paling pintar). Ayat diatas juga memberitahu pada kita bahwa, jika dakwah
itu dilakukan dengan keras dan kasar, maka bukannya dakwah kita diterima tetapi
sebalik orang akan semakin jauh dari ajaran yang kita sampaikan.
Kedua, memaafkan dan bahkan mendoakan mereka agar di ampuni dari segala
kesalahannya. Artinya dakwah yang kita lakukan tidak bersifat menghakimi dan tidak
menghukumnya, seperti anda sesat, anda kafir, anda munafik, anda telah keluar dari
Islam dsb. Ketiga adalah dakwah yang di lakukan lebih banyak menegdepankan
musyawarah (berdialog).
Jika kita melaksanakan dakwah dengan cara tersebut, maka dapat dipastikan bahwa
dakwah-nya jauh dari kekerasan dan intimidasi, tetapi sebaliknya akan lahir cara
dakwah yang lebih sejuk, elegan dan simpatik. Dan dengan cara seperti ini maka orang
akan lebih tertarik dengan apa yang kita sampaikan.19

C. Prinsip Ta’awun Dalam Kebaikan Dan Mencegah Dari Dosa Dan Permusuhan
Salah satu prinsip yang diajarakan Islam untuk membangun keharmonisan
hubungan sosial serta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia adalah dengan
tolong-menolong dan kerjasama. Atau dengan kata lain disebut Ta’awun, sebagaimana
Allah Swt berfirman dalam QS. Al Maidah/5:2 berikut:
ۤ ٰٓ َ
َ‫َل َٰا ِميْن‬ ‫ْي َو ََل ْالقَ َ َۤل ِٕىدَ َو‬َ ‫ام َو ََل ْال َهد‬َ ‫ش ْه َر ْال َح َر‬ ِ ‫ش َع ۤا ِٕى َر ه‬
َّ ‫َّللا َو ََل ال‬ َ ‫َٰ ٰٓيا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ َٰا َمنُ ْوا ََل ت ُ ِحلُّ ْوا‬
‫طاد ُْوا َۗو ََل َيجْ ِر َم َّن ُك ْم‬ َ ‫ص‬ ْ ‫ام َي ْبتَغُ ْونَ فَض ًَْل ِم ْن َّر ِب ِه ْم َو ِرض َْوا ًنا َۗواِذَا َحلَ ْلت ُ ْم فَا‬ َ ‫ْال َبيْتَ ْال َح َر‬
‫علَى ْال ِب ِر َوالتَّ ْق َٰو ۖى َو ََل‬ َ ‫ع ِن ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ا َ ْن تَ ْعتَد ْۘ ُْوا َوتَعَ َاونُ ْوا‬ َ ‫صد ُّْو ُك ْم‬ َ ‫شن ََٰا ُن قَ ْو ٍم ا َ ْن‬ َ
ِ ‫ش ِد ْيدُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫ان َۖواتَّقُوا ه‬
َ ‫َّللا ۗا َِّن ه‬
َ ‫َّللا‬ ِ ‫اَل ْث ِم َو ْالعُد َْو‬
ِ ْ ‫علَى‬ َ ‫تَعَ َاونُ ْوا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar
kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang
diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu
telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai
kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-

19
Drs. Hj. Makmur, M.Ag, “Dakwah Yang Menyejukkan.”

13
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh,
Allah sangat berat siksaan-Nya.”
Menurut Hamka dalam kitabnya menjelaskan makna Ta’awun yang terdapat dalam
ayat di atas adalah diperintahkannya hidup untuk tolong menolong, dalam Al Birru,
yaitu segala sesuatu yang bentuknya baik dan berfaedah, yang bertujuan untuk
menegakkan Taqwa: Yaitu memepererat hubungan dengan Tuhan, terhindar dari tolong
menolong atas berbuat dosa serta menimbulkan permusuhan sehingga menyakiti sesama
manusia. Tegasnya merugikan orang lain.20
1. Bentuk-Bentuk Sikap Ta’awun
Menurut Wrightsman dan Deaux, Ta’awun atau tolong-menolong ini dapat
berupa tiga bentuk yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, yakni:
a. Favor
Tindakan membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan kecil,
tetapi tindakan tersebut justru sangat menguntungkan bagi orang tersebut.
Berhubung bantuannya berupa hal kecil dan tidak memberatkan, maka pelaku
sering tidak menyadari bahwa hal yang tersebut sangat membantu orang yang
bersangkutan. Contoh: ketika diadakan ulangan dadakan, Felix lupa membawa
bolpoin. Kemudian, Kirino meminjamkan salah satu bolpoinnya. Bagi Kirino itu
adalah hal kecil, sementara bagi Felix itu justru menjadi hal yang
menguntungkan baginya.
b. Donation
Maksudnya adalah dengan menyumbang, yang mana tindakannya
membutuhkan pengorbanan (bantuan) berupa uang atau barang untuk diberikan
kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Contoh: infaq dan sedekah di
sekolah setiap hari Jumat.
c. Intervention In Emergency
Perilaku membantu orang lain dalam kondisi darurat yang bahkan mampu
mengancam nyawa orang lain tersebut. Misalnya, menyelamatkan orang yang
terjebak dalam kebakaran atau kecelakaan mobil.21
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbuat adil dan baik serta
mencegah dari semua bentuk dosa dan permusuhan karena itu merupakan
kebaikan walaupun sangat sederhana.
"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya" (QS. Al-Zalzalah :7).
Maka tidak ada bedanya dalam kejahatan, antara yang sedikit dengan
yang banyak, maka janganlah pernah menyepelekannya. Sekali pun kepada
binatang, Bahkan Allah menyuruh untuk berlaku baik dalam menyembelih dan
membunuhnya, menajamkan pisau dan menenangkan sembelihan. Allah juga
memerintahkan agar berlaku ihsan dalam beribadah kepada-Nya, yaitu seakan-
akan kita melihat-Nya agar kita mengagungkan-Nya sebagaimana saat kita
menghadap dan melihat pada-Nya. Jika kita tidak bisa melihat Dia maka
20
Rahmatul Hijrati, “Konsep Ta’awun Menurut Al-Qur’an Dan Pengembangannya Dalam
Konseling Islam,” 2020, 82.
21
Rifda Arum, “Ta’awun Menurut Agama Islam & Cara Pembiasaannya Dalam Kehidupan,”
Gramedia Literasi (blog), June 27, 2022, https://www.gramedia.com/literasi/taawun/.

14
sesungguhnya Dia melihat kita. Maka hendaknya kita malu terhadap pandangan
dan pengawasan-Nya, sebab tidak satu hal pun yang tersembunyi dari-Nya dan
tidak ada satu halpun perkataan dan perbuatan kita yang tidak tertangkap oleh
pendengaran dan Ilmu-Nya.

D. Tawasshau bi al-Haqq, bi as-Shabr, dan bi al-Marhamah


Di antara hak seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat
oleh saudaranya tentang sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus
menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang baik dan benar. Dalam sebuah hadits
disebutkan:

َ ‫ص َح أ َ َحدُ ُك ْم أَخَاهُ فَ ْل َي ْن‬


‫صحْ لَه‬ َ ‫إِذَا ا ْستَ ْن‬
“Bila salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya
(yang diminta) memberi nasihat.” (HR Bukhari)
Dalam hadits lain disebutkan:

َ ‫سو ِل ِه َو ِْل َ ِئ َّم ِة ْال ُم ْس ِل ِمينَ َو‬


‫عا َّم ِت ِه ْم‬ ِ َّ ِ ُ‫صي َحة‬
ُ ‫َّلل َو ِل َر‬ ِ ‫ِين ال َّن‬
ُ ‫الد‬
“Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam
dan untuk para orang awamnya.” (HR. Bukhari)
Agama adalah nasihat, maksudnya bahwa sendi dan tiang tegaknya agama adalah
nasihat. Tanpa saling menasihati antara umat Islam maka agama tidak akan tegak.
Agama adalah nasihat bagi Allah swt, yakni sendi agama adalah beriman kepada-Nya,
tunduk dan berserah diri kepada-Nya lahir dan batin, mencintai-Nya dengan beramal
shalih dan mentaati-Nya, menjauhi semua larangan-Nya serta berusaha untuk
mengembalikan orang-orang yang durhaka agar bertaubat dan kembali kepada-Nya.
Adapun agama adalah nasihat bagi Rasulullah saw yakni sendi tegaknya agama adalah
dengan meyakini kebenaran risalahnya, mengimani semua ajarannya,
mengagungkannya, menghidupkan sunnah-sunnahnya dengan mempelajari dan
mengajarkannya, berakhlaq dengan akhlaqnya, mencintai keluarganya, sahabatnya dan
para pengikutnya.
Agama adalah nasihat bagi para pemimpin umat Islam, maksudnya adalah bahwa
tegaknya agama dengan mendukung dan mentaati mereka dalam kebenaran,
mengingatkan mereka dengan kelembutan bila lalai atau lengah, meluruskan mereka
bila salah. Agama adalah nasihat bagi orang awam dari umat Islam (rakyat biasa bukan
pemimpin), maksudnya bahwa tegaknya agama hanyalah dengan memberikan kasih

15
sayang kepada orang-orang kecil, memperhatikan kepentingan mereka, mengajari apa-
apa yang bermanfaat bagi mereka dan menjauhkan semua hal yang membahayakan
mereka dsb.
Saling menasihati di antara pendakwah adalah kewajiban. Karena di satu sisi
bangkit dengan kebenaran merupakan hal yang sangat sulit sementara di sisi lain
hambatan-hambatan untuk menegakkannya sangat banyak, seperti, hawa nafsu, logika
kepentingan, tirani thaghut, dan tekanan kezhaliman.
Para salafus shalih telah memberikan contoh luar biasa dalam hal saling menasihati.
Sebagai contoh adalah Umar bin Al Khatab ra, pada suatu kesempatan ketika banyak
pembesar sahabat yang mengelilinginya tiba-tiba salah seorang sahabat berkata:
“Ittaqillaha ya Umar.” (Bertaqwalah kepada Allah wahai Umar!) Para sahabat yang
mengetahui kedudukan keislaman Umar marah kepadanya, namun Umar r.a mencegah
kemarahan sahabat-sahabatnya seraya berkata: Biarkanlah dia berkata demikian,
sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya, dan tidak
ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.” Itulah Umar yang termasuk
dalam golongan sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dijamin masuk surga,
beliau sangat perhatian terhadap setiap nasihat yang benar yang ditujukan kepadanya.22
QS. Al-Ashr:

ْ َ‫َو ْالع‬
‫ص ِر‬
1. Demi masa,

‫سانَ لَ ِف ْي ُخس ٍْر‬ ِ ْ ‫ا َِّن‬


َ ‫اَل ْن‬
2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,

ࣖ ‫صب ِْر‬
َّ ‫ص ْوا ِبال‬ ِ ‫ص ْوا ِب ْال َح‬
َ ‫ق ە َوت ََوا‬ َ ‫ت َوت ََوا‬ َ ‫ا ََِّل الَّ ِذيْنَ َٰا َمنُ ْوا َو‬
‫ع ِملُوا ال ه‬
ِ َٰ‫ص ِلح‬
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling
menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Sebagaimana yang diungkap dalam surat Al-Ashr, yaitu senantiasa saling
menasihati dengan kebenaran (saling menasihati untuk melakukan perintah Allah dan
menjauhi larangan Allah) dan saling menasihati dengan kesabaran (maksudnya saling
menasihati untuk bersabar menanggung musibah atau ujian). Surat ini amat penting

22
Tim kajian dakwah alhikmah, “Budayakan Saling Menasehati - STID DI AL-HIKMAH JAKARTA,”
April 13, 2011, https://alhikmah.ac.id/budayakan-saling-menasehati/.

16
sehingga ada riwayat dari Imam At-Thabrani dari Ubaidillah bin Hafsh yang
menyatakan bahwa dua orang sahabat nabi bila bertemu, maka tidak berpisah kecuali
membaca surat Al-Ashr, kemudian mengucapkan salam untuk perpisahan. Imam As-
Syafi’i pernah mengatakan: “Seandainya manusia mau merenungi kandungan surat Al-
Ashr, pasti cukuplah itu bagi kehidupan mereka.”
Tawasshau yang pertama adalah tawashau bil haq, yaitu bagaimana kita saling
berwasiat di dalam kebenaran agar kita memastikan semua kita berada di atas orbit
kebenaran bersama orang-orang yang benar. Yang kedua, tawashau bil sabr. Supaya kita
kemudian saling menasihatkan tentang kesabaran untuk memperkuat kapasitas kita,
memperbesar kekuatan kita bersama-sama, menanggung berbagai macam beban-beban
dan ujian-ujian yang akan ada di jalan yang memang penuh dengan cobaan ini. Yang
ketiga adalah tawashau bil marhamah agar kita semua merasakan kasih sayang dan
keindahan di dalam jalan kebenaran ini.23

23
Salim A. Fillah, “Kebenaran, Kesabaran, & Kasih Sayang Tawashau Series (1/4),” 2017,
https://salimafillah.com/kebenaran-kesabaran-kasih-sayang-tawashau-series-14/.

17
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin perlu disebarkan dengan cara atau
metode yang berbasis rahmatan lil’alamin juga, karena metode ini merupakan pesan
Islam yang dinamis dan harmonis terhadap alam semesta.
Dakwah rahmatan lil’alamin sebagai strategi dakwah yang dinamis karena aspek yang
ditekankan dalam dakwah ini adalah menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang berbasis
toleransi, menghargai, menghormati, cinta damai, dan menampakkan Islam yang ramah
dan membina umat Islam dengan ukhuwwah dan keteladanan. Prinsip dasar ini
kemuidian perlu sosialisasi dan perenungan kembali bagi para aktifis dakwah untuk
merubah atau mengevaluasi terhadap peran-peran yang selama ini dilakukan di
masyarakat. Evaluasi ditekankan kepada materi dan strategi dakwah apakah sudah
memberikan kontribusi maksimal dalam pembinaan umat Islam, sehingga perlu adanya
inovasi dakwah yang berbasis rahmatan lil’alamin, bukan dakwah yang memicu
permusuhan.
Untuk mewujudkan dakwah rahmatan lil’alamin yang perlu ditekankan adalah
prinsip-prinsip dakwah, etika dakwah, efektifitas dakwah dan materi dakwah. Menurut
Alwi Shihab bahwa dakwah harus melibatkan dialog bermakna yang penuh kebajikan,
perhatian, dan kesabaran.24 Dakwah rahmatan lil’alamin merupakan realisasi dakwah
yang berbasis kebajikan sebagaimana diamanatkan Al-Qur'an, karena dakwah yang
penuh kebajikan akan mampu merubah perilaku manusia menuju ke arah yang lebih
positif dan produktif dengan landasan amar ma’ruf nahi munkar.

24
Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Jakarta: Mizan, 2001), him. 254

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nur. “Startegi Dakwah.” At-Tabsyir Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam 6,


No.1 (2019).
Basit, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Jawa Tengah: Cv. Amerta Media, N.D.
Hardian, Norvi. “Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadits.” Al Hikmah Jurnal
Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (2018).
Ivan Alvian, Muhammad. “Dakwah Fardiyah.” At-Tabsyir: Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam 3, No. 1 (2015).
Rozak, Abd. “Tafsir Ayat Ayat Pilihan.” Pustaka One Indonesia Kalimantan Barat
(N.D.): 283.
Hijrati, Rahmatul. “Konsep Ta’awun Menurut Al-Qur’an Dan Pengembangannya
Dalam Konseling Islam,” 2020, 82.
Arum, Rifda. “Ta’awun Menurut Agama Islam & Cara Pembiasaannya Dalam
Kehidupan,” Gramedia Literasi (blog), June 27, 2022,
https://www.gramedia.com/literasi/taawun/.
Semesta, Rahmat. Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003)
Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Sayyid Muhammad. Kiat Sukses Berdakwah
Shihab, Alwi. Islam Inklusif, (Jakarta: Mizan, 2001)
Fauziah, Mira. “Konsep Kebaikan Dalam Perspektif Dakwah” 3 (n.d.): 73–94
Drs.Hj. Makmur, M.Ag, “Dakwah Yang Menyejukkan,” n.d.
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Terj.M. ’Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2011).

19

Anda mungkin juga menyukai