Disusun oleh :
Kelompok 7
Kelas : F
Semester : II (Dua)
2022 M/ 1443 H
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata kuliah Tafsir Ayat Dakwah saya yang
berjudul ‘‘prinsip prinsip metode dakwah QS.an nahl 125”, sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi Wassallam. Beserta
keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah di masa yang akan datang dari pembaca
adalah sangat berharga bagi kami.
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini bisa menambah keilmuan dan
bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan referensi bagi penyusunan makalah
dengan tema yang senada diwaktu yang akan datang. Aamiin yaarobbal ‘alamin.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Bi al-hikmah
2. Al mauidzah al-hasanah
3. Mujadalah al-ahsan
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Metode ?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Prinsip Metode Dakwah ?
3. Bagaimana Penjabaran Metode Dakwah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Metode
2. Untuk Mengetahui Pengertian Prinsip Metode Dakwah
3. Untuk Mengetahui Penjabaran Metode Dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, merupakan gabungan dari
kata meta yang berarti melalui, mengikuti, sesudah, dan kata hodos berarti jalan,
cara. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata metode berasal dari akar kata methodica
yang berarti ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab metode disebut
thariq, atau thariqah yang berarti jalan atau cara. Kata kata tersebut identik dengan
al-ulshub.
Dalam hal ini peran bahasa sangat penting dalam menyampaikan materi
dakwah. Bahasa yang dimaksud adalah “bahasa” dalam arti yang seluas-luasnya.
Karna bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan oleh umat
manusia dan hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada
orang lain. Apakah itu bentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai gak yang
konkrit atau abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat
sekarang melainkan pada waktu yang lalu dan masa memdatang.
Melalui bahasa itu pula, kita bisa mempelajari beraneka ragam ilmu baik yang
ditulis oleh ilmuwan dahulu maupun yang akan datang. Sehingga para nabi yang
membawa pesan dari Tuhan-Nya menyampaikan pesan illahiyah melalui bahasa
yang mudah dimengerti oleh kaum atau umatnya. Bahasa yang digunakan para nabi
adalah bahasa lisan (bi ahsan al qawl) dan bahasa perbuatan (bi ahsan al-a’mal)
yang diisyaratkan dalam QS. Al-fushilat [41]:33 :
Artinya : siapakah orang yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata : “sesungguhnya aku
termasuk orang orang yang menyerahkan diri”.
Aktivitas dakwah dengan uraian diatas dapat dikatakan bisa secara lisan (bi
ahsan al qawl) dan perbuatan (bi ahsan al amal). Kegiatan dakwah dengan lisan ini
disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 1451 dalam bentuk kata. Bahasa lisan itu
sendiri disebut dalam 25 kali dalam tujuh bentuk kata. Sedangkan dalam amal
sebanyak 358 kali sebanyak 29 bentuk kata.
Dalam ayat diatas, dalam melakukan atau melaksanakan seruan dan ajakan
kepada jalan Allah (Islam) para pelaku dakwah dapat berpedoman pada ayat
tersebut yaitu, dengan menggunakan al hikmah, al mauidzah hasanah, mujadalah
bilati hiya ahsan.
Jadi metode artinya suatu cara yang bisa ditempuh. Dengan demikian metode
dakwah adalah suatu cara, Jalan termasuk strategi, pola yang ditempuh oleh
seorang dai dalam melaksanakan dakwah. Metode dakwah yang berpijak pada dua
aktivitas, yaitu aktivitas bahasa lisan/tulisan (bi ahsan al qawl/bil kitabah) dan
aktivitas badan atau perbuatan (bi ahsan al-a’mal) seperti dijelaskan di atas.
Selanjutnya dalam tataran lebih teknis aktivitas lisan dalam menyampaikan pesan
dakwah dapat berupa metode ceramah (muhadarrah), diskusi (muzakarah), debat
(mujadallah), dialog (muhawarah), petuah, wasiat, nasihat, ta’lim, peringatan dan
lain-lain. Aktivitas tulisan berupa penyampaian pesan dakwah melalui berbagai
media massa cetak (majalah, buku, koran, pamplet, dan lain-lain). Aktivitas badan
dalam menyampaikan pesan dakwah dapat berupa berbagai amal shaleh contohnya
tolong menolong (ta’awun) melalui materi, pengobatan dll, pemberdayaan sumber
daya manusia, lingkungan, penataan organisasi atau lembaga keislaman. 9
Menurut Jamalludin Kafie metode klasik yang masih tetap uptodate adalah :
Prinsip metode dakwah artinya ruh atau sifat yang menyemangati atau
melandasi berbagai cara atau pendekatan dalam kegiatan dakwah. Untuk lebih jelas
diantaranya mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an (surah an nahl. 125) terdiri dari
tiga prinsip yaitu : al hikmah, al mauidzah hasanah, dan mujadalah bil lati hiya
ahsan. Ayat tersebut berbunyi :
Kata al-hikmah mempunyai banyak pengertian. Dalam beberapa kamus, kata al-
hikmah di artikan : al-adl (keadilan), al-hilm (kesabaran dan ketabahan), al nubuwah
(kenabian), al ilm (ilmu pengetahuan), Al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau
pendapat yang baik, al haq (kebenaran), meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran
sesuatu, mengetahui sesuatu.
Dari pemaknaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah bi al-hikmah adalah aja
kan atau seruan kepada jalan Allah dengan pertimbangan ilmu pengetahuan seperti
bijaksana, adil, sabar dan penuh ketabahan, argumentatif, selalu memperhatikan keadaan
mad’u.6 Hal ini menunjukkan bahwa metode bi al-hikmah mengisyaratkan bahwa seorang
da’i harus memiliki wawasan luas termasuk didalamnya tidak hanya paham tentang ilmu-
ilmu agama tetapi juga tahu tentang ilmu-ilmu umum lainnya seperti psikologi, sosiologi
dan sebagainya.
Oleh karena itu al-hikmah merupakan suatu term tentang karakterisitik metode dakwah.
Ayat tersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat dari metode dakwah
dan betapa pentingnya dakwah mengikuti langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat
itu juga mengandung makna bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa
adanya tidak mungkin dilakukan tanpa memperhatikan situasi dan kondisi atau tanpa
mempertimbangkan iklim dan medan kerja.
Menurut Sayid Qutub dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apabila
memperhatikan tiga faktor.
Dalam menjabarkan metode hikmah ini kepada mad’u, maka dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
1. Pendekatan kisah
Manfaat mempelajari kisah yang terkandung dalam al-Qur’an berupa pelajaran bagi manusia
sekarang tentang bagaimana nasib manusia yang ingkar terhadap ajaran ajaran Allah dan
seruan Rasul-Nya. Disamping itu pula kisah ini berfungsi sebagai hiburan bagi Nabi
Muhammad saw. Dan para sahabatnya agar tetap teguh dan kokoh pendiriannya dalam
menghadapi segala hambatan dan tantangan di dalam menjalankan dakwah Islam.
Al-Qattan mengemukakan bahwa menyampaikan sebuah kisah masa lampau merupakan
suatu metode yang digunakan bagi da’i dan guru dalam melakukan transfer ilmu atau
pelajaran. Masyarakat yang tertarik mendengar suatu kisah secara perlahan akan mengambil
pesan berupa nasehat, petunjuk yang terkandung dalam kisah tersebut. Dalam menampilkan
kisah-kisah umat manusia terdahulu, al-Qur’an pada umumnya menggambarkan setiap
persoalan apa adanya. Hal ini dimaksudkan agar orang yang mendengarkan atau
membacanya tertarik sehingga tujuan menceritakan itu untuk menjadi pelajaran dapat
tercapai.
Perumpamaan adalah menampakkan sesuatu makna yang abstrak agar menjadi lebih jelas,
indah dan menarik sehingga dengan mudah dipahami. Dengan memahami maksud dari ayat
itu maka yang mendengarkan atau membacanya mengerti dan berpengaruh terhadap jiwanya.
Pengaruh itu dapat terlihat dari perubahan sikap atau prilaku orang yang mengerti dengan
maksud dari ayat itu setelah dijelaskan dengan bentuk perumpamaan. Bagi mad’u yang
memiliki kemampuan intelektual atau tingkat pendidikan yang sudah tinggi, metode
perumpamaan ini sangat penting. Dengan memberikan perumpamaan maka akan merangsang
logikanya untuk memahami maksud sebuah ayat Sesuatu hal yang dianggap masuk kedalam
akalnya maka akan dengan mudah diresapi oleh hati.
3. Pendekatan Wisata
1) Al-Mauidzah al-Hasanah
Metode dakwah yang kedua yaitu memberikan nasehat yang baik (al-mau`izhah al-hasanah).
Para ahli bahasa memberikan pengertian yang bermacam-macam. Ibnu Manzhur memberikan
beberapa makna al-mau’izah yaitu memberi nasehat dan memberi peringatan. Memberi
peringatan kepada manusia dengan cara yang dapat menyentuh hati dan perasaannya.
Ashfahani, dengan mengutip pendapat imam Khalil, menyatakan bahwa nasehat adalah
memberikan peringatan (al-tazkir) dengan kebaikan yang dapat menyentuh hati. Jadi, makna
terpenting dari nasehat adalah mengingatkan (tazkir) dan membuat peringatan (zikra) kepada
umat manusia.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode al-mau`izah al-hasanah mengandung
makna jauh dari sikap kekerasan, permusuhan, egoisme dan tindakan tindakantindakan
emosional. Metode ini juga menunjukkan bahwa obyek dakwah yang dihadapi tergolong
kepada kebanyakan orang awam yang tingkat pemahaman dan pengamalan agamanya masih
rendah. Konsekwensinya dibutuhkan da’i yang memiliki sifat membimbing, penyayang,
perhatian dan bersahabat.
Dalam menjabarkan metode al-mau`izah ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk :
Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa untuk
menjadi da’i yang sukses dalam menyampaikan pesan dakwah maka seorang da’i harus
kredibel di mata umat. Dalam pandangan Islam kredibilitas dapat dilihat dari konsep prinsip-
prinsip komunikasi yang termuat dalam al-Qur’an. Kata kunci komunikasi yang banyak
disebut dalam al-Qur’an adalah ”qaul”. Kata ”qaul” dalam konteks perintah (amr) dapat
disimpulkan enam prinsip komunikasi, keenam prinsip itu adalah qaulan sadîdan, qaulan
balîghan, qaulan maysûran, qaulan layyinan, qaulan karîman dan qaulan ma’rûfan.
Nasehat atau pelajaran ini mengandung petunjuk, peringatan, teguran kepada mad’u secara
sadar dan berlaku dalam bentuk berhadap-hadapan. Kalimat yang digunakan adalah yang
dapat menyentuh hati nurani sehingga dapat tergugah untuk mengikuti apa yang telah
disampaikan kepadanya.
Wasiat adalah semacam petuah dengan menggunakan kata-kata yang halus agar yang
bersangkutan bersedia mengikutinya dalam menjalankan kehidupannya secara
berkesinambungan. Bahkan tidak hanya untuk dirinya tetapi juga diteruskan kepada orang
lain secara terus-menerus kandungan wasiat itu.
Al-Qur’an mengakui dua hal tersebut di atas sebagai metode mau`izah melalui nasehat dan
wasiat. Kedua bentuk ini selalu didasarkan pada berbagai kondisi yang mengitarinya. Oleh
karena itu nasehat dan wasiat sebagai sebuah metode dakwah dapat diakui keberadaannya
sebagai sebuah konsep dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.
Al-indzar dalam dakwah ini pada umumnya digunakan kepada orang-orang yang ingkar
terhadap ayat-ayat Allah atau orang muslim yang masih sering berbuat maksiat Sedangkan
menggembirakan (al-Tabsyir) adalah menyampaikan dakwah dengan kabar gembira bagi
orang-orang yang mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.
2) Al-mujadalah al-ahsan
Al-mujadalah al-ahsan merupakan upaya dakwah melalui bantahan, diskusi, atau berdebat
dengan cara yang terbaik, sopan, santun, saling menghargai, dan tidak arogan.
Prinsip metode ini ditujukan sebagai reaksi alternatif dalam menjawab tantangan respon
negatif dari mad’u, khususnya bagi sasaran yang menolak, tidak peduli atau bahkan
melecehkan seruan. Walaupun dalam aplikasi metode ini ada watak dan suasana yang khas,
yakni bersifat terbuka atau transpran, konfrontatif, dan reaksioner, juru dakwah harus tetap
memegang teguh prinsip-prinsip umum dari watak dan karateristik dakwah itu sendiri;
yaitu:
1. Tanya Jawab
Bentuk metode ini muncul pada masa Rasulullah terutama dikalangan sahabat. Mereka
bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang terjadi baik pada masyarakat ketika itu
maupun menyangkut kehidupan pribadinya. Berbagai macam pertanyaan yang diajukan
kepada Rasulullah dijawab, baik dalam bentuk firman Allah maupun hadis Rasulullah saw.
Metode ini dapat dijadikan pedoman bagi da’i dalam melakukan aktivitas dakwah. Seorang
da’i harus arif dan bijaksana dalam melihat setiap perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat. Jika terdapat pertanyaan dari masyarakat, maka perlu diberikan jawaban sesuai
dengan kemampuan atau kondisi yang dihadapi obyek dakwah.Dengan demikian yang
mendengarnya akan terpuaskan hatinya dan siap menerima setiap yang disampaikan
kepadanya.
2. Dialog (Diskusi)
Pada dasarnya tidak semua orang dapat menerima dakwah Islam secara langsung dalam arti
mendengar dan taat terhadap yang didengarkan. Terdapat tipologi manusia yang merasa perlu
untuk mempertanyakan kebenaran materi dakwah yang disampaikan kepadanya. Jika
menemukan tipologi orang seperti ini, maka dakwah melalui pendekatan dialog akan
memainkan peranan penting sehingga obyek dakwah akan menerima dengan mantap dan
puas.
Dakwah dengan pendekatan diskusi sangat menuntut adanya profesionalisme keahlian) dari
para da’i. Ia akan dipaksa untuk memperbanyak perbendaharaan ilmiah mereka, untuk
mendukung kemampuan berbicara yang sudah dimiliki. Hanya dengan kemapuan ilmu yang
mumpuni seorang da’i dapat berdiskusi dengan obyek dakwah yang memiliki tipologi kritis.
Kredibilitas seorang da’i akan meningkat dimata umat jika ia mampu memberikan jawaban
terhadap setiap argumentasi atau pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Sebaliknya pula jika
tidak mampu memberikan jawaban-jawaban yang meyakinkan kredibilitasnya diragukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode dakwah merupakan cara, strategis, teknik, atau pola dalam melaksanakan
dakwah, menghilangkan rintangan atau kendala-kendala dakwah, agar mencapai
tujuan dakwah secara efektif dan efisien. Ada beberapa metode dakwah yang
dikenal baik dalam dakwah bilisan, atau dakwah bil hal diantaranya: ceramah
(muhadarah),diskusi (muzakarah), debat (mujadalah), dialog, petuah, nasihat, ta’lim,
peringatan, metode tulisan, atau metode aksi amal shaleh melalui penataan atau
pengelolaan organisasi dakwah, pemberdayaan sumberdaya manusiaekonomi,
lingkungan, dan lain-lain.
Metode dakwah merupakan salah satu unsur dakwah yang memiliki peran penting
dan strategis untuk keberhasilan dakwah. Metode dakwah senantiasa mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi jamannya. Namun
demikian secara esensial al-Quran telah memberikan landasan yang baku berkenaan
dengan prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam berbagai ragam metode dakwah.
Prinsip ini diantaranya termuat dalam surat al-Nahl ayat 125yaitu: al-Hikmah, al-
mauidzah al-hasanah, dan al-mujadalah al ahsan, kemudian teraktualkan dan
diperkuat dengan prinsip-prinsip dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah
Muhammad saw.
B. Saran
Demikian makalah saya buat dengan sedemikian rupa. Mungkin masih
banyaknya kesalahan yang ada mulai dari penyusuanan kata maupun penyuntingan
kalimat, karena keterbatasan saya. Saran dan kritik yang membangun sangat
dibutuhkan guna perbaikan makalah selanjutnya dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi semuanya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia, 2002.
Muhammad Abd al-Fath al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘ilmi Al-Da’wah, Cetakan III,
Beirut: Risalah Publihers, 2001.
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001.