Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP PRINSIP METODE DAKWAH

(Disusun untuk memenuhi mata kuliah Tafsir Ayat Dakwah)

Dosen Pengampu: Dr.Khoirullah, S.Ag., M.A.

Disusun oleh :

Kelompok 7

Nadhilah rahmaningrum 2141010194

Kelas : F
Semester : II (Dua)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022 M/ 1443 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata kuliah Tafsir Ayat Dakwah saya yang
berjudul ‘‘prinsip prinsip metode dakwah QS.an nahl 125”, sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi Wassallam. Beserta
keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.

Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah di masa yang akan datang dari pembaca
adalah sangat berharga bagi kami.

Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini bisa menambah keilmuan dan
bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan referensi bagi penyusunan makalah
dengan tema yang senada diwaktu yang akan datang. Aamiin yaarobbal ‘alamin.

Bandar Lampung, 5 april 2022

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Dakwah

B. Prinsip Prinsip Metode Dakwah Menurut Al Qur’an

1. Bi al-hikmah

2. Al mauidzah al-hasanah

3. Mujadalah al-ahsan

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesuksesan dakwah diantaranya sangat Ditentukan oleh bagaimana dakwah itu


dilaksanakan. Tata cara dalam berdakwah termasuk pengemasan Materi, sikap dan cara
penyampaian materi dakwah Menjadi lebih penting dari materi dakwahnya. Betapa Pun
sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan Aktualnya isu-isu yang disajikan, tetapi bila
disampaikan Dengan cara yang sembrono, tidak sistematis dan Serampangan, akan
menimbulkan kesan yang tidak Menggembirakan. Tetapi sebaliknya, walaupun materi
Dakwahnya kurang sempurna, bahan sederhana dan isuisu yang disampaikan kurang aktual,
namun disajikan Dengan cara yang menarik dan menggugah maka akan Menimbulkan kesan
yang menggembirakan.
Aktivitas dakwah sudah cukup lama dilakukan, Paling tidak sejak Rasulullah Muhammad
diangkat Menjadi Rasul, dan dilanjutkan oleh umatnya sampai Sekaranga ini. Pada awalnya
aktivitas dakwah dipahami Hanyalah merupakan tugas yang sederhana yakni Kewajiban
untuk menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah SAW. Walaupun hanya satu ayat.
Hal ini Dipahami dari sabda Rasulullah SAW.,: “Ballighu ani Walau ayat”. Inilah yang
membuat kegiatan atau Aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa Saja yang
mempunyai rasa keterpanggilan untuk Menyebarkan nilai-nilai Islam. Itu sebabnya aktivitas
Dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi Yang dilakukan oleh orang
perorang dengan kemampuan Minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah
Tersebut. Kegiatan dakwah itulah yang digeluti oleh para Da’i dan da’iyah secara tradisional
secara lisan, dalam Bentuk ceramah dan pengajian. Para juru dakwah ini Berpindah dari satu
majelis ke majelis lain, dari satu Mimbar ke mimbar lain. Bila dipanggil untuk berdakwah
yang terbersit dalam benak adalah ceramah agama. Maka dakwah muncul dengan makna
sempit dan Terbatas, yakni hanya ceramah yang dilakukan di Mimbar.
Tidak diragukan lagi perkembangan masyarakat Yang begitu pesat dengan beragam
problematikanya, Tuntutan pun semakin beragam. Maka dakwah tidak lagi Bisa dilakukan
hanya sebatas cara tradisional. Dakwah Sekarang dituntut untuk dilakukan lebih professional,
Menuntut keilmuan, skill, planning dan manajemen yang Handal. Untuk itu diperlukan
sekelompok orang yang Secara terus menerus mengkaji, meneliti, dan Meningkatkan
aktivitas dakwah secara professional Tersebut.
Aktivitas dakwah sering dipahami sebagai upaya Untuk memberikan solusi Islam
terhadap berbagai Masalah dalam kehidupan. Masalah kehidupan tersebut Mencakup seluruh
aspek seperti aspek ekonomi, sosial, Budaya, hukum, politik, sains, teknologi, dan
Sebagainya.
Untuk itu dakwah haruslah dikemas dan Dikembangkan dengan cara dan metode yang
tepat dan Pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan Kontekstual. Aktual dalam arti
memecahkan masalah Yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual Dalam arti
kongkrit dan nyata, serta kontekstual dalam Arti relevan dan menyangkut problema yang
sedang Dihadapi oleh masyarakat.
Oleh karena itu, memilih cara dan metode yang Tepat, agar dakwah menjadi aktual,
faktual, dan Kontekstual, menjadi bagian strategis dari kegiatan Dakwah. Dalam hal ini para
aktivis dakwah dituntut Untuk terus menerus mengembangkan metode-metode Dakwah yang
mampu mengantisipasi berbagai Perkembangan problematika jamannya.
Namun demikian dalam mengembangkan metode Dakwah tidaklah menghalalkan segala
cara, mengandung Tipu muslihat dan kedustaan, akan tetapi tetap Berprinsip pada nilai-nilai
yang diajarkan al-Quran dan Al-Sunnah. Diantara prinsip-prinsip utama dalam Metode
dakwah adalah merujuk kepada petunjuk al-Quran surat al-Nahl ayat 125: “Serulah manusia
ke jalan Tuhanmu, dengan cara hikmah, pelajaran yang baik, dan Berdiskusilah dengan
mereka dengan cara yang baik Pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih Mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalanNya Dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang Mendapat petunjuk”.
Ayat di atas menjelaskan ada tiga prinsip dasar Dalam metode dakwah yaitu: al-hikmah,
al-mauidhah alhasanah, dan al-mujadalah al-ahsan. Hal ini Memberikan pemahaman bahwa
dalam pengembangan Berbagai metode, strategi, teknik atau pola dakwah yang Dilakukan
senantiasa berprinsip pada nilai atau Semangat al-hikmah, al-mauidhah al-hasanah, dan
almujadalah al-ahsan (dialog-dialog yang terbaik).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Metode ?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Prinsip Metode Dakwah ?
3. Bagaimana Penjabaran Metode Dakwah?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Metode
2. Untuk Mengetahui Pengertian Prinsip Metode Dakwah
3. Untuk Mengetahui Penjabaran Metode Dakwah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian metode dakwah


Metode dakwah dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang digunakan oleh
da’i dalam menyampaikan dakwahnya kepada mad’u. Penggunaan metode yang
benar merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang proses berhasilnya
suatu kegiatan dakwah. Suatu materi dakwah yang cukup baik, ketika disajikan
tidak didukung oleh metode yang tepat tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, merupakan gabungan dari
kata meta yang berarti melalui, mengikuti, sesudah, dan kata hodos berarti jalan,
cara. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata metode berasal dari akar kata methodica
yang berarti ajaran tentang metode. Sedangkan dalam bahasa Arab metode disebut
thariq, atau thariqah yang berarti jalan atau cara. Kata kata tersebut identik dengan
al-ulshub.

Kemudian menurut Basrah lubis, metode adalah “ a systematic arragement of


thing or ideas”. ( suatu sistem atau cara untuk mengatur suatu ide atau keinginan).
Dengan demikian dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa metode
dakwah atau (ushlub dakwah) adalah suatu cara dalam melaksanakan dakwah, agar
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, segala cara dengan
menegakkan syariat islam untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan,
yaitu terciptanya kondisi kehidupan mad’u yang selamat dan sejahtera (bahagia)
baik didunia maupun diakhirat kelak. Hal ini sejalan dengan hakikat dakwah yang
dinyatakan Al-Ghazali, menurutnya gerakan dakwah adalah proses menegakkan
syariat islam secara terencana dan teratur agar manusia menjadikannya sebagai satu
satunya tatanan hidup yang haq dan cocok dengan fitrohnya.

Sedangkan menurut Nazarudin Razak, proses penegakan islam itu tidak


mungkin dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa metode. Secara teoritis al-
Qur’an menawarkan metode yang tepat guna dalam menegakkan dakwah yaitu
dengan cara bijaksana (hikmah), nasihat yang baik (al-mauidzah al-hasanah) dan
berdiskusi dengan baik (al-mujadalah). Ketiga cara ini merupakan proses yang
dapat diterapkan secara proporsional dari seseorang kepada orang lain (mad’u) yang
dihadapinya.

Dalam hal ini peran bahasa sangat penting dalam menyampaikan materi
dakwah. Bahasa yang dimaksud adalah “bahasa” dalam arti yang seluas-luasnya.
Karna bahasa merupakan media yang paling banyak dipergunakan oleh umat
manusia dan hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada
orang lain. Apakah itu bentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai gak yang
konkrit atau abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat
sekarang melainkan pada waktu yang lalu dan masa memdatang.

Melalui bahasa itu pula, kita bisa mempelajari beraneka ragam ilmu baik yang
ditulis oleh ilmuwan dahulu maupun yang akan datang. Sehingga para nabi yang
membawa pesan dari Tuhan-Nya menyampaikan pesan illahiyah melalui bahasa
yang mudah dimengerti oleh kaum atau umatnya. Bahasa yang digunakan para nabi
adalah bahasa lisan (bi ahsan al qawl) dan bahasa perbuatan (bi ahsan al-a’mal)
yang diisyaratkan dalam QS. Al-fushilat [41]:33 :

Artinya : siapakah orang yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata : “sesungguhnya aku
termasuk orang orang yang menyerahkan diri”.

Aktivitas dakwah dengan uraian diatas dapat dikatakan bisa secara lisan (bi
ahsan al qawl) dan perbuatan (bi ahsan al amal). Kegiatan dakwah dengan lisan ini
disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 1451 dalam bentuk kata. Bahasa lisan itu
sendiri disebut dalam 25 kali dalam tujuh bentuk kata. Sedangkan dalam amal
sebanyak 358 kali sebanyak 29 bentuk kata.

Kemudian menurut Quraish Shihab,dalam menyajikan materi dakwah terlebih


dahulu meletakkan satu prinsip bahwa manusia yang dihadapinya adalah makhluk
yang terdiri dari unsur jasmani, akal, dan jiwa. Oleh karna itu, mereka (mad’u)
harus dipandang, dihadapi, dan diperlakukan dengan keseluruhan unsur unsur nya
secara keseluruhan serempak dan si ultah baik dari segi materi maupun waktu
penyajiannya.
Banyak ayat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan dakwah, akan tetapi
diantara ayat yang paling penting untuk dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan dakwah (metode dakwah) adalah lebih merujuk pada QS. An nahl.
125

Artinya : serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalannya dan
Dialah yang maha mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk.

Dalam ayat diatas, dalam melakukan atau melaksanakan seruan dan ajakan
kepada jalan Allah (Islam) para pelaku dakwah dapat berpedoman pada ayat
tersebut yaitu, dengan menggunakan al hikmah, al mauidzah hasanah, mujadalah
bilati hiya ahsan.

Jadi metode artinya suatu cara yang bisa ditempuh. Dengan demikian metode
dakwah adalah suatu cara, Jalan termasuk strategi, pola yang ditempuh oleh
seorang dai dalam melaksanakan dakwah. Metode dakwah yang berpijak pada dua
aktivitas, yaitu aktivitas bahasa lisan/tulisan (bi ahsan al qawl/bil kitabah) dan
aktivitas badan atau perbuatan (bi ahsan al-a’mal) seperti dijelaskan di atas.
Selanjutnya dalam tataran lebih teknis aktivitas lisan dalam menyampaikan pesan
dakwah dapat berupa metode ceramah (muhadarrah), diskusi (muzakarah), debat
(mujadallah), dialog (muhawarah), petuah, wasiat, nasihat, ta’lim, peringatan dan
lain-lain. Aktivitas tulisan berupa penyampaian pesan dakwah melalui berbagai
media massa cetak (majalah, buku, koran, pamplet, dan lain-lain). Aktivitas badan
dalam menyampaikan pesan dakwah dapat berupa berbagai amal shaleh contohnya
tolong menolong (ta’awun) melalui materi, pengobatan dll, pemberdayaan sumber
daya manusia, lingkungan, penataan organisasi atau lembaga keislaman. 9

Menurut Jamalludin Kafie metode klasik yang masih tetap uptodate adalah :

1. Metode sembunyi sembunyi, pendekatan kepada sanak saudara


terdekat.
2. Metode bil lisan, bil qalam, bil hal.
3. Metode bil hikmah, mauidzah hasanah, mujadallah bil lati hiya
ahsan.
4. Metode tabsyir wa al tandzir, amar ma’ruf nahi mungkar, ta’awun al
biri wa al taqwa, wala ta’awun ala al ismi wal udwan, dalla ala khoir,
tawashau bil al haq, wa al sabar wa tadzkirah.

B. Prinsip prinsip metode dakwah menurut al-Qur’an

Prinsip metode dakwah artinya ruh atau sifat yang menyemangati atau
melandasi berbagai cara atau pendekatan dalam kegiatan dakwah. Untuk lebih jelas
diantaranya mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an (surah an nahl. 125) terdiri dari
tiga prinsip yaitu : al hikmah, al mauidzah hasanah, dan mujadalah bil lati hiya
ahsan. Ayat tersebut berbunyi :

Artinya : serulah manusia kepada jalan Tuhan mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhan mu ialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan nya
dan Dia lah yang lebih mengetahui orang orang yang mendapat petunjuk. (QS. An
nahl. 125)

1]. Bil hikmah

Kata al-hikmah mempunyai banyak pengertian. Dalam beberapa kamus, kata al-
hikmah di artikan : al-adl (keadilan), al-hilm (kesabaran dan ketabahan), al nubuwah
(kenabian), al ilm (ilmu pengetahuan), Al-Qur’an, falsafah, kebijakan, pemikiran atau
pendapat yang baik, al haq (kebenaran), meletakkan sesuatu pada tempatnya, kebenaran
sesuatu, mengetahui sesuatu.

Dari pemaknaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah bi al-hikmah adalah aja
kan atau seruan kepada jalan Allah dengan pertimbangan ilmu pengetahuan seperti
bijaksana, adil, sabar dan penuh ketabahan, argumentatif, selalu memperhatikan keadaan
mad’u.6 Hal ini menunjukkan bahwa metode bi al-hikmah mengisyaratkan bahwa seorang
da’i harus memiliki wawasan luas termasuk didalamnya tidak hanya paham tentang ilmu-
ilmu agama tetapi juga tahu tentang ilmu-ilmu umum lainnya seperti psikologi, sosiologi
dan sebagainya.
Oleh karena itu al-hikmah merupakan suatu term tentang karakterisitik metode dakwah.
Ayat tersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat dari metode dakwah
dan betapa pentingnya dakwah mengikuti langkah-langkah yang mengandung hikmah. Ayat
itu juga mengandung makna bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni dan apa
adanya tidak mungkin dilakukan tanpa memperhatikan situasi dan kondisi atau tanpa
mempertimbangkan iklim dan medan kerja.

Menurut Sayid Qutub dakwah dengan metode hikmah akan terwujud apabila
memperhatikan tiga faktor.

1. keadaan dan situasi orang-orang yang didakwahi.


2. kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka merasa tidak
keberatan dengan beban materi tersebut.
3. metode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa yang
sesuai dengan kondisi pada saat itu.

Dalam menjabarkan metode hikmah ini kepada mad’u, maka dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :

1. Pendekatan kisah

Al-Qur’an berisi tentang berbagai macam kisah. Memperhatikan ayat-ayat yang


berhubungan dengan kisah tersebut maka dapat dibagi dalam tiga kategori: Pertama,
peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dengan menyebutkan pelaku dan tempat peristiwa;
Kedua, peristiwa yang telah terjadi namun masih memungkinkan untuk terulang peristiwa
yang sama; Ketiga, peristiwa simbolis yang tidak menggambarkan suatu kejadian yang sudah
terjadi namun dapat terjadi kapan saja. Dengan menyampaikan kisah-kisah itu maka
diharapkan dapat membangkitkan kesadaran umat untuk mempelajari hakekat dari setiap
peristiwa yang disajikan baik dalam al-Qur’an maupun melalui cerita masa lalu (sejarah).

Manfaat mempelajari kisah yang terkandung dalam al-Qur’an berupa pelajaran bagi manusia
sekarang tentang bagaimana nasib manusia yang ingkar terhadap ajaran ajaran Allah dan
seruan Rasul-Nya. Disamping itu pula kisah ini berfungsi sebagai hiburan bagi Nabi
Muhammad saw. Dan para sahabatnya agar tetap teguh dan kokoh pendiriannya dalam
menghadapi segala hambatan dan tantangan di dalam menjalankan dakwah Islam.
Al-Qattan mengemukakan bahwa menyampaikan sebuah kisah masa lampau merupakan
suatu metode yang digunakan bagi da’i dan guru dalam melakukan transfer ilmu atau
pelajaran. Masyarakat yang tertarik mendengar suatu kisah secara perlahan akan mengambil
pesan berupa nasehat, petunjuk yang terkandung dalam kisah tersebut. Dalam menampilkan
kisah-kisah umat manusia terdahulu, al-Qur’an pada umumnya menggambarkan setiap
persoalan apa adanya. Hal ini dimaksudkan agar orang yang mendengarkan atau
membacanya tertarik sehingga tujuan menceritakan itu untuk menjadi pelajaran dapat
tercapai.

2. Perumpamaan atau Tamsil

Perumpamaan adalah menampakkan sesuatu makna yang abstrak agar menjadi lebih jelas,
indah dan menarik sehingga dengan mudah dipahami. Dengan memahami maksud dari ayat
itu maka yang mendengarkan atau membacanya mengerti dan berpengaruh terhadap jiwanya.
Pengaruh itu dapat terlihat dari perubahan sikap atau prilaku orang yang mengerti dengan
maksud dari ayat itu setelah dijelaskan dengan bentuk perumpamaan. Bagi mad’u yang
memiliki kemampuan intelektual atau tingkat pendidikan yang sudah tinggi, metode
perumpamaan ini sangat penting. Dengan memberikan perumpamaan maka akan merangsang
logikanya untuk memahami maksud sebuah ayat Sesuatu hal yang dianggap masuk kedalam
akalnya maka akan dengan mudah diresapi oleh hati.

3. Pendekatan Wisata

Pendekatan wisata dimaksud adalah perjalanan ke tempat-tempat bersejarah yang banyak


menyimpan peristiwa-peristiwa sejarah. Disini terdapat unsur rekreasinya namun nuansa
dakwah tetap melekat dalam dimensi kepariwisataan. Anjuran untuk melakukan wisata
dakwah dapat dilihat dalam beberapa ayat al-Qur’an. Metode ini sangat tepat untuk kaum
intelektual yang selalu mengandalkan akalnya dalam membentuk kesadarannya.

1) Al-Mauidzah al-Hasanah
Metode dakwah yang kedua yaitu memberikan nasehat yang baik (al-mau`izhah al-hasanah).
Para ahli bahasa memberikan pengertian yang bermacam-macam. Ibnu Manzhur memberikan
beberapa makna al-mau’izah yaitu memberi nasehat dan memberi peringatan. Memberi
peringatan kepada manusia dengan cara yang dapat menyentuh hati dan perasaannya.

Ashfahani, dengan mengutip pendapat imam Khalil, menyatakan bahwa nasehat adalah
memberikan peringatan (al-tazkir) dengan kebaikan yang dapat menyentuh hati. Jadi, makna
terpenting dari nasehat adalah mengingatkan (tazkir) dan membuat peringatan (zikra) kepada
umat manusia.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode al-mau`izah al-hasanah mengandung
makna jauh dari sikap kekerasan, permusuhan, egoisme dan tindakan tindakantindakan
emosional. Metode ini juga menunjukkan bahwa obyek dakwah yang dihadapi tergolong
kepada kebanyakan orang awam yang tingkat pemahaman dan pengamalan agamanya masih
rendah. Konsekwensinya dibutuhkan da’i yang memiliki sifat membimbing, penyayang,
perhatian dan bersahabat.

Dalam menjabarkan metode al-mau`izah ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk :

1. Menggunakan Bahasa yang Relevan

Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa untuk
menjadi da’i yang sukses dalam menyampaikan pesan dakwah maka seorang da’i harus
kredibel di mata umat. Dalam pandangan Islam kredibilitas dapat dilihat dari konsep prinsip-
prinsip komunikasi yang termuat dalam al-Qur’an. Kata kunci komunikasi yang banyak
disebut dalam al-Qur’an adalah ”qaul”. Kata ”qaul” dalam konteks perintah (amr) dapat
disimpulkan enam prinsip komunikasi, keenam prinsip itu adalah qaulan sadîdan, qaulan
balîghan, qaulan maysûran, qaulan layyinan, qaulan karîman dan qaulan ma’rûfan.

2. Nasehat dan Wasiat

Nasehat atau pelajaran ini mengandung petunjuk, peringatan, teguran kepada mad’u secara
sadar dan berlaku dalam bentuk berhadap-hadapan. Kalimat yang digunakan adalah yang
dapat menyentuh hati nurani sehingga dapat tergugah untuk mengikuti apa yang telah
disampaikan kepadanya.

Wasiat adalah semacam petuah dengan menggunakan kata-kata yang halus agar yang
bersangkutan bersedia mengikutinya dalam menjalankan kehidupannya secara
berkesinambungan. Bahkan tidak hanya untuk dirinya tetapi juga diteruskan kepada orang
lain secara terus-menerus kandungan wasiat itu.

Al-Qur’an mengakui dua hal tersebut di atas sebagai metode mau`izah melalui nasehat dan
wasiat. Kedua bentuk ini selalu didasarkan pada berbagai kondisi yang mengitarinya. Oleh
karena itu nasehat dan wasiat sebagai sebuah metode dakwah dapat diakui keberadaannya
sebagai sebuah konsep dalam menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat.

3. Memberikan Peringatan dan Menggembirakan

Memberikan peringatan (al-indzar) adalah penyampaian dakwah yang isinya berupa


peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan abadi setelah kehidupan sementara di
dunia ini dengan segala konsekwensinya. Peringatan ini sering diikuti dengan ancaman
hukuman bagi mereka yang tidak mau mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi
yang dilarang-Nya.

Al-indzar dalam dakwah ini pada umumnya digunakan kepada orang-orang yang ingkar
terhadap ayat-ayat Allah atau orang muslim yang masih sering berbuat maksiat Sedangkan
menggembirakan (al-Tabsyir) adalah menyampaikan dakwah dengan kabar gembira bagi
orang-orang yang mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.

2) Al-mujadalah al-ahsan

Al-mujadalah al-ahsan merupakan upaya dakwah melalui bantahan, diskusi, atau berdebat
dengan cara yang terbaik, sopan, santun, saling menghargai, dan tidak arogan.

Prinsip metode ini ditujukan sebagai reaksi alternatif dalam menjawab tantangan respon
negatif dari mad’u, khususnya bagi sasaran yang menolak, tidak peduli atau bahkan
melecehkan seruan. Walaupun dalam aplikasi metode ini ada watak dan suasana yang khas,
yakni bersifat terbuka atau transpran, konfrontatif, dan reaksioner, juru dakwah harus tetap
memegang teguh prinsip-prinsip umum dari watak dan karateristik dakwah itu sendiri;
yaitu:

a. Menghargai kebebasan dan hak asasi tiap-tiap Individu.


b. Menghindari kesulitan dan kepicikan.
c. Bertahap, terprogram, dan sistematis.
Metode al-mujâdalah dalam pengaplikasiannya di masyarakat dapat dibagi kedalam dua
bentuk:

1. Tanya Jawab

Bentuk metode ini muncul pada masa Rasulullah terutama dikalangan sahabat. Mereka
bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang terjadi baik pada masyarakat ketika itu
maupun menyangkut kehidupan pribadinya. Berbagai macam pertanyaan yang diajukan
kepada Rasulullah dijawab, baik dalam bentuk firman Allah maupun hadis Rasulullah saw.

Metode ini dapat dijadikan pedoman bagi da’i dalam melakukan aktivitas dakwah. Seorang
da’i harus arif dan bijaksana dalam melihat setiap perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat. Jika terdapat pertanyaan dari masyarakat, maka perlu diberikan jawaban sesuai
dengan kemampuan atau kondisi yang dihadapi obyek dakwah.Dengan demikian yang
mendengarnya akan terpuaskan hatinya dan siap menerima setiap yang disampaikan
kepadanya.

2. Dialog (Diskusi)

Pada dasarnya tidak semua orang dapat menerima dakwah Islam secara langsung dalam arti
mendengar dan taat terhadap yang didengarkan. Terdapat tipologi manusia yang merasa perlu
untuk mempertanyakan kebenaran materi dakwah yang disampaikan kepadanya. Jika
menemukan tipologi orang seperti ini, maka dakwah melalui pendekatan dialog akan
memainkan peranan penting sehingga obyek dakwah akan menerima dengan mantap dan
puas.

Dakwah dengan pendekatan diskusi sangat menuntut adanya profesionalisme keahlian) dari
para da’i. Ia akan dipaksa untuk memperbanyak perbendaharaan ilmiah mereka, untuk
mendukung kemampuan berbicara yang sudah dimiliki. Hanya dengan kemapuan ilmu yang
mumpuni seorang da’i dapat berdiskusi dengan obyek dakwah yang memiliki tipologi kritis.
Kredibilitas seorang da’i akan meningkat dimata umat jika ia mampu memberikan jawaban
terhadap setiap argumentasi atau pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Sebaliknya pula jika
tidak mampu memberikan jawaban-jawaban yang meyakinkan kredibilitasnya diragukan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode dakwah merupakan cara, strategis, teknik, atau pola dalam melaksanakan
dakwah, menghilangkan rintangan atau kendala-kendala dakwah, agar mencapai
tujuan dakwah secara efektif dan efisien. Ada beberapa metode dakwah yang
dikenal baik dalam dakwah bilisan, atau dakwah bil hal diantaranya: ceramah
(muhadarah),diskusi (muzakarah), debat (mujadalah), dialog, petuah, nasihat, ta’lim,
peringatan, metode tulisan, atau metode aksi amal shaleh melalui penataan atau
pengelolaan organisasi dakwah, pemberdayaan sumberdaya manusiaekonomi,
lingkungan, dan lain-lain.
Metode dakwah merupakan salah satu unsur dakwah yang memiliki peran penting
dan strategis untuk keberhasilan dakwah. Metode dakwah senantiasa mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi jamannya. Namun
demikian secara esensial al-Quran telah memberikan landasan yang baku berkenaan
dengan prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam berbagai ragam metode dakwah.
Prinsip ini diantaranya termuat dalam surat al-Nahl ayat 125yaitu: al-Hikmah, al-
mauidzah al-hasanah, dan al-mujadalah al ahsan, kemudian teraktualkan dan
diperkuat dengan prinsip-prinsip dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah
Muhammad saw.

B. Saran
Demikian makalah saya buat dengan sedemikian rupa. Mungkin masih
banyaknya kesalahan yang ada mulai dari penyusuanan kata maupun penyuntingan
kalimat, karena keterbatasan saya. Saran dan kritik yang membangun sangat
dibutuhkan guna perbaikan makalah selanjutnya dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi semuanya. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 15 Januari-Juni 2010

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus ArabIndonesia, Yogyakarta: Ponpes


Al-Munawir, 1984.

Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia, 2002.

Jamaluddin Kafie, Psikologi dakwah, Surabaya: Indah Surabaya, 1993.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998.

Muhammad Abd al-Fath al-Bayanuni, Al-Madkhal ila ‘ilmi Al-Da’wah, Cetakan III,
Beirut: Risalah Publihers, 2001.

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001.

Syeikh Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid V, juz 13.

Syukriadi Sambas, Sembilan pasal pokok-pokok filsafat Dakwah. Bandung: KP


Hadid Fakultas Dakwah IAIN Bandung, 1999.

Syukriadi Sambas dan Rasihon Anwar, pen. Di Balik

Strategi Dakwah rasulullah (Membedah Wacana Kepemimpinan, Kaderisasi dan


Etika Dakwah Nabi ), Bandung: Mandiri Press, 1999.

Aliyudin, prinsip prinsip metode dakwah menurut Al Qur’an, 2010.

Nur Hidayat.muh.said.metode dakwah an nahl 125. 2015

Anda mungkin juga menyukai