Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PELAPORAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)”

Dra. Helina Helmy, M.Sc

Disusun Oleh :

Laila Atika Hsb (2013351008)


Tegar Deandra Putra (2013351042)

POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya. Penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalaminya

Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Makalah “Pelaporan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”
Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penyusun berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan Makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Bandar Lampung, Januari 2023

Kelompok
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau disingkat K3 merupakan program

pemertintah. Program ini lahir dari keprihatinan akan banyaknya kecelakaan yang terjadi

ditempat kerja yang mngakibatkan penderitaan bagi pekerja maupun keluarga pekerja.

Karena frekuensi kerja tidak begitu banyak, maka banyak yang memandang sebelah mata

pada program ini. Undang-undang dibidang K3 sudah ada sejak tahun 1970 yaitu No. 1

tahun 1970 yang mulai di undangkan pada tanggal 12 Januari 1970 yang juga dijadikanhari

lahirnya K3. Namun, hingga tahun 2000 K3 baru mulai banyak dikenal dikalanga

nmasyarakat dan perusahaan karena memiliki faktor penting bagi produktifitas dan

peningkatan produktifitas tenaga kerja selaku sumbar daya manusia. Kondisi

kesehatanyang baik merupakan potensi untuk meraih produktifitas kerja yang baik pula.

Pekerjayang menuntut produktifitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja
dengankondisi kesehatan prima. Sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan

menyebabkan tenaga kerja tidak atau kurang produktif dalam melakukan pekerjaannya.

Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Managemen K3 pada perusahaan-

perusahaan besar, pabrik, kantor, ataupun instansi yang berskala besar sudah

sepatutnyauntuk menerapkan K3. Namun, hal ini masih sangat jarang didapatkan

diwilayah ataudaerah kecil seperti Kendari, Sulawesi Tenggara Indonesia. Terkhusus

Bandara Halu Oleo Kendari yang saat ini menjadi acuan kami yang semestinya sudah

dapatmenerapkan K3, tetapi sampai saat ini belum dapat menerapkan hal tersebut.

Minimnya jumlah perusahaan maupun kantor yang sudah menerapkan K3 disebabkan


banyaknyaanggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya

perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besar dana kompensasi/santunan untuk korban

kecelakaankerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Managemen K3 yang besarnya

mencapai lebihdari 190 milyar di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 selayaknya

diabaikan.

Menurut ILO (International Labour Organization) yangdilaporkan pada


tahun02013 mengatakan bahwa pekerja didunia meninggal setiap 15 detik diakibatkan
oleh kecelakaan akibat kerja. Juga 160 pekerja yang menderita sakit akibat kerja (Sarfiah,
2016). Data dari International Labour Organization (ILO) tahun 2018 menyebutkan
bahwa, menurut perkiraan ILO, lebih dari 1,8 juta kematian akibat kerja terjadi setiap
tahunnya di kawasan Asia dan Pasifik. Bahkan dua pertiga kematian akibat kerja di dunia
terjadi di Asia. Di tingkat global, lebih dari 2,78 juta orang meninggal setiap tahun akibat
kecelakaan atau penyakit akibat kerja(“Safety and Health at Work: A Vision for
Sustainable Prevention,” 2014).

Di dunia, hampir setiap tahunnya pada tempat kerja terdapat 250 juta pekerja yang
mengalami cidera, 150 juta pekerja yang terkena penyakit akibat kerja dan lebih dari 1,1
juta pekerja yang meninggal dunia (Titas D, 2013).

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan tahun 2018 terjadi kecelakaan sebanyak


114.148 kasus. Tahun 2019 terdapat 77.295 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan mencatat tahun 2015 jumlah kecelakaan kerja selama adalah sebesar
105.182 kasus, dimana tercatat 2.375 kasus yang terjadi adalah kasus kecelakaan berat yang
mengakibatkan kematian (BPJS Ketenagakerjaa, 2016).

Badan pusat statistic0mencatat jumlah angkatan kerja padaa agustus 2019 sebanyak

133.56 juta0orang, mengalami penurunan 2.62 juta orang dibandingkan februari 2019.

Penduduk bekerja sebanyak 126,51 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak057,5 persen
adalah lulusan SD dan SMP. Hal tersebut berpotensi terhadap0rendahnya kesadaran

pentingnya perilaku selamat dalam bekerja. 0Sementara itu terkait keselamatan kerja

berdasarkan data BPJS ketenagakerjaan, pada tahun 2018 telah terjadi 157.313 kasus

kecelakaan kerja dan sepanjang0januari hinggaseptember 2019 terdapat 130.923 kasus. Hal

ini menunjukkan terjadinya penurunan kasus kecelakaan kerja sebesar 26,40%. Termasuk

dalam kategori kecelakaan kerja adalah kecelakaan lalu lintas pada perjalanan pekerja

menuju tempat kerja, dari tempat kerja menuju tempat tinggal (Selly, 2015).

Dalam setiap kasus kecelakaan kerja sesungguhnya diperlukan perhatian khusus


pada kecelakaan kerja dan nyaris celaka (near miss), dengan tujuan agar tidak terulang lagi

dikemudian hari dan menimbulkan akibat yang lebih besar. Near miss bukan hanya sulit

untuk diterjemahkan tetapi juga cenderung untuk terlewatkan dari pencatatan dan pelaporan.

Hal ini diakibatkan karena kurangnya kesadaran akan kesehatan dan keselamatan, sehingga

near miss yang pada dasarnya merupakan potensi kecelakaan dianggap sebagai kejadian

yang biasa (Silalahi, 1995).

Data laporan kecelakaan kerja pada tahun 2017 sampai dengan pertengahan tahun

2018 menjelaskan 90% kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor perilaku tidak aman.

Data yang diperoleh dari ESDM, data kecelakaan kerja akibat perilaku tidak0aman di

Indonesia mencapai 107 kasus, dengan kategori meninggal 27 kasus. Salah satu peneltian

yang dilakukan (Sangaji, 2018)terdapat data laporan0kecelakaan kerja PT X pada tahun

2017 sampai dengan pertengahan tahun 20180telah terjadi 7 kasus kecelakaan yang

disebabkan oleh faktor unsafe act. 0Pada bagian lambung terdapat 4 kasus kecelakaan, 2

kasus pada bagian Dock, 0dan 1 kasus kecelakaan pada bagian peralatan. Sedangkan

persentase0terjadinya kecelakaan tiap bagian berdasarkan jumlah pekerja

menunjukan0bahwa data kecelakaan pada bagian lambung sebesar 6,15%,

sedangkan0bagian dock sebesar 5,4% dan bagian peralatan sebesar 2,22%.


Aspek K3 bersifat multi0dimensi, karena itu manfaat dan tujuan K3 harus dilihat

dari berbagai sisi0seperti dari sisi hukum, perlindungan tenaga kerja, ekonomi,

pengendalian, kerugian, social dan lainnya. Perusahaan membutuhkan K3 agar proses

produksi berjalan dengan aman sehingga investasinya terlindung dan terjamin

keamanannya. Keselamatan bukan hanya sekedar urusan pekerja di tempat kerja tetapi

juga menyangkut kepentingan pengusaha, perusahaan dan masyarakat luas.

Keselamatan diperlukan dalam kehidupan masyarakat luas tidak hanya ditempat kerja

tetapi menyangkut seluruh bidang kehidupan.

Sistem pelaporan dan pencatatan kecelakaan kerja di suatuperusahaan harus


sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
PER.03/MEN/1998.

Berd asarkan observasi yang dilakukan dan hasil wawancara yang peneliti
lakukan di PTPN XIV Pabrik Gula0Takalar bahwa terdapat 4 kecelakaan kerja yang
terjadi lima tahun terakhir0diantaranya pada tahun 2016 terjadi kecelakaan kerja
tergelincir dan0terjatuh diketinggian 4 meter, pada tahun 2017 terjepit penggilingan
dan0tersetrum listrik, ditahun 2020 terjepit penggilingan. Tercatat 781 orang0pekerja
tetap.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk diantaranya :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


secaralebih mendalam lagi.

2. Mengetahui bagaimana penerapan K3 yang sudah atau belum dijalankan


dalamBandara Halu Oleo Kendari.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KESELAMATAN KERJA (K3)

“Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Edwin B. Flippo (1995),

adalah pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik),

penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat

kerjadan pelaksanaan melalui surat panggilan denda dan hukuman-hukuman lain.”

“Secara filosofis, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) diartikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani maupun rohani tenagakerja,

pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya

menujumasyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara keilmuan K3 diartikan sebagai

suatuilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinyakecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Forum, 2008, edisi no.11)”

“Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk pencegahan kecelakaan

seperti cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja dalam

hubungannya dengan perlindungan tenaga kerja adalah salah satu segi penting dari

perlindungan tenaga kerja. (Suma’mur, 1992)”

“Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya akan membawa

iklimyang aman dan tenang dalam bekerja sehingga sangat membantu hubungan kerja

dan manajemen. (Suma’mur, 1992)”


“Pengertian keselamatan dan kesehatan kerja menurut Keputusan Menteri

Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993 adalah keselamatan dan kesehatan

kerjaadalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di

tempatkerja /perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap

sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.”

“Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja adalah perilaku yang

tidak aman karena kurangnya kesadaran pekerja dan kondisi lingkungan yang tidak
aman”. (http://ohsas-18001-occupational-health-and-safety.com).

2.2 PENGERTIAN PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI

“Kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua hal yang sangat penting. Oleh
karenanya, semua perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan
peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective Equipment (Ervianto,
2005, hal 199).”

“Kontrol manajemen konstruksi dapat mengurangi ataupun mengeliminasi


kondisi rawan kecelakaan. Walaupun teknik manajemen dapat menjamin
keselamatan,tetapi akan lebih aman jika digunakan Alat Perlindungan Diri (APD). Jika
kecelakaantetap terjadi setelah kontrol manajemen konstruksi diterapkan, yang harus
diperhatikanadalah mengkaji kelengkapan keamanan dan keselamatan. Peralatan
keamananmenyediakan keamanan dalam bekerja, jika peralatan ini tidak berfungsi
dengan baik,maka resiko terjadi kecelakaan pada pekerja besar (Charles A. W, 1999, hal
401).”

“Beberapa bentuk dari peralatan perlindungan diri telah memiliki standar di


proyek konstruksi dan tersedia di pabrik ataupun industri konstruksi. Helm pelindung
dan sepatu merupakan peralatan perlindungan diri yang secara umum digunakan para
pekerja untuk melindungi diri dari benda keras. Di beberapa industri, kacamata
pelindung dibutuhkan. Kelengkapan peralatan perlindungan diri membantu
pekerjamelindungi dari kecelakaan dan luka-luka, (Charles A. W, 1999, hal 401)”

Beberapa faktor yang mempengaruhi pekerja enggan menggunakan peralatan


perlindungan diri antara lain :

a) Sulit, Tidak nyaman, atau mengganggu untuk di gunakan.

b) Pengertian yang rendah akan penting nya peralatan keamanan.

c) Ketidak disiplinan dalam penggunaan.

(Charles A. W, 1999, hal 403).”

“Alat pelindung diri guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi dimana
alat pelindung diri harus dikenakan, harus ditentukan, dan direncanakan secara
sesuai,serta dirancang meliputi training dan pengawasan untuk tetap terjamin
(http://www.ohsas-18001-occupational-health-and-safety.com/)

2.3 TUJUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan dari keselamatan dankesehatan kerja
antara lain :

”Menurut Gary J. Dessler (1993), untuk sedapat mungkin memberikan jaminan


kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap pekerja dan untuk melindungi sumber
daya manusia.”
”Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1970, Tentang tujuan utama keselamatan
kerja yaitu antara lain :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja.

2. Menjamin setiap sumber produksi dapat di gunakan secara aman dan efesien.

3. Meningkatkan kesejaterann dan produktivitas nasional.


BAB III

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

Untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas yang diinginkan, perlu adanya suatu
alat yang mengontrol jalannya proses. Selain itu peranan sumber daya manusia juga
sangat penting dalam menentukan suatu produksi. Dengan pertimbangan di atas perlu
adanya suatu bagian yang berfungsi untuk mengontrol peralatan dan menjaga
keselamatan pekerja.

3.1 INSTRUMENTASI

Dalam mengatur dan mengendalikan kondisi operasi pada alat proses diperlukan
adanya alat-alat kontrol atau instrumentasi. Instrumentasi dapat berupa suatu petunjuk
(indikator), perekam (recorder), pengendali (controller). Dalam industri kimia banyak
variabel yang perlu diukur atau dikontrol seperti : temperatur, tekanan, laju alir,
ketinggian cairan pada suatu alat. Instrumentasi merupakan bagian yang penting dalam
pengendalian proses suatu pabrik industri. Pada dasarnya alat control hanya digunakan
pada alat yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.

Tujuan pemasangan instrumentasi adalah :

 **

Anda mungkin juga menyukai