Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AKHLAK DAKWAH PROFESIONAL 1


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manhaj dan Akhlak Dakwah

Dosen pembimbing:
Dr. Hidayatullah, M.Ag.

Disusun oleh:
Intan Wulansari 4120220003

PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
1444 H/ 2022 M
KATA PENGANTAR

Bimillahhirrahmannirrohim
Alhamdulillah rasa syukur kami haturkan kepada Allah Swt, Tuhan Semesta
alam yang telah memberi kita banyak nikmat dan karunia-Nya yang tidak dapat kita
hitung untuk kita semua, terkhusus kepada pemakalah. Berkat rahmat Allah Swt
pula penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Solawat dan salam mari kita
sampaikan kepada Rasulullah Saw beserta keluarga dan sahabatnya.
Adapun penyusunan makalah ini guna memenuhi syarat nilai dalam matkul
Manhaj Dakwah. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
akan tuntas tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
khususnya kepada dosen pengampu.
Sebagai seorang insan, tentunya kami mempunyai kekurangan. Untuk itu,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan makalah yang kami
susun ini. Kami akan sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran untuk
menambah pengalaman dan pengetahuan kami.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 4
A. PENGERTIAN AKHLAK DAKWAH PROFESIONAL...................................... 4
1. Akhlak ............................................................................................................... 4
2. Dakwah .............................................................................................................. 5
3. Profesional ......................................................................................................... 8
B. DAKWAH PROFESIONAL ............................................................................... 10
C. KOMPETENSI DAI PROFESIONA ................................................................... 11
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 18
A. KESIMPULAN .................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam kajian manajemen publik, bahwa sumber daya manusia merupakan


faktor yang sangat penting untuk menetukan keberhasilan suatu organisasai. Di lain
pihak sumber daya manusia dalam hal ini adalah seorang da’i, merupakan makhluk
yang mempunyai pikiran, perasaan, kebutuhan dan harapan-harapan tertentu yang
perlu dipenuhi. Hal ini sangat memerlukan perhatian tersendiri karena faktor-faktor
tersebut akan mempengaruhi profesionalisme terhadap pekerjaan dan organisasinya.

Para ulama dan sarjana telah berusaha membangun satu disiplin ilmu yang
berkaitan dengan sistem penyiaran dan pengembangan masyarakat tersebut dalam
suatu konsep epistemologi keilmuan yang disebut Ilmu dakwah. Ilmu ini telah
berkembang dalam berbagai tahapan yang ditandai dengan terbitnya beberapa buku-
buku dakwah serta berbagai seminar dakwah, baik yang bersifat lokal, nasional
maupun internasional. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh mahasiswa dan
dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam untuk dapat menambah dan memperluas
hazanah teori–teori keilmuan dakwah. Sesuai perkembangan zaman, dakwah Islam
dituntut meningkatkan perannya dalam memberi kontribusi bagi pembangunan
bangsa.1
Berbagai persoalan bangsa muncul dalam berbagai aspeknya, baik aspek
teologis, sosiologis, ekonomis, maupun aspek budaya dan politik. Kondisi ini
mendorong peningkatan dakwah di tengah-tengah masyarakat. Dalam aspek
epistemologi ilmu, integrasi dan interkoneksi ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu sosial
telah dikembangkan di Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu, salah satu upaya
yang dapat ditempuh ialah peningkatan peran dakwah Islam dengan peningkatan
kompetensi pendakwah. Pendakwah yang berkualitas diharapkan menjadi salah satu
faktor utama dalam peningkatan mutu dakwah.2

1
Kamaludin Kamaludin, ‘Kompetensi Da’i Profesional’, HIKMAH: Jurnal Ilmu Dakwah Dan
Komunikasi Islam, 2.1 (2015), 104–24. h. 104.
2
Kamaludin. h. 105.

1
Untuk mewujudkan peningkatan pelayanan pada masyarakat atau
pelayanan terhadap publik, diperlukan suber daya manusia atau seorang da’i yang
handal, professional, punya dedikasi tinggi, yang mampu dan mau mengemban
tugasnya secara efisien dan efektif, sehingga pelayanan pada masyarakat atau
publik dapat terlaksana dengan baik, lebih cepat dan lebih memuaskan. Oleh
karena itu seorang da’i harus mampu memberikan pelayananyang optimal kepada
masyarakat yang membutuhkan.
Perubahan sosial menjadi salah satu motivasi untuk inovasi kajian dakwah
yang konprehensif, agar dakwah tetap eksis dalam melaksanakan fungsi ta’lim
dan amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah Islam juga berhubungandengan kesehatan
mental keagamaan masyarakat, baik individu maupun kelompok. Dakwah dapat
juga berupa bimbingan Konseling Islam (al-Irsyad) yang berfungsi memberikan
bimbingan psikologis bagi individu, keluarga dankelompok masyarakat.
Pendakwah profesional adalah pendakwah yang memiliki profesi sebagai
muballigh, memiliki keahlian khusus dalam dakwah dan tugas pendakwah
dipandang sebagai kewajiban dan panggilan hidup.3 Kompetensi seorang
pendakwah adalah mengambil model karakter Rasulullah saw sebagaisuri teladan,
baik dakwah bil-hal, maupun dakwah bil-lisan. Bagaimana metode dan prinsif
serta sifat-sifat beliau menjadi indikator utama dalampenentuan kompetensi
seorang da’i.
Seorang pendakwah sejatinya adalah seseorang yang mampu
menyampaikan kebaikan-kebaikan, adab, sopan santun, dan moralitas sesuai
dengan syariat dalam kemasyarakatan. Maka dari itu seorang dai sebelum
mendakwahi orang lain, maka menyadarkan diri terlebih dahulu dan mendakwahi
lingkungan terdekat yaitu keluarga di rumah adalah suatu kewajiban dan
keniscayaan. Semisal seorang istri adalah orang terdekat, seorang dai harus
mampu mengkuatkan hati dan memberi pengertian kepada istrinya agar menerima
konsekuensi menjadi istri seorang dai dengan segala kekurangan dan
kelebihannya.

Jamaluddin kafie yang juga memberikan klasifikasi tujuan dakwah yang


dibuat ke dalam beberapa tujuan. Pertama, tujuan hakiki yaitu untuk mengajak
manusia mengenal tuhannya dan jalan petunjuk nya dan juga mempercainya.
Kedua, tujuan umum yaitu menyeru kepada manusia untuk memenuhi dan
mengindahkan perintah Allah dan rasulNya. Ketiga, tujuan khusus yang meliputi
2
bagaimana membentuk tatanan masyarakat islam yang utuh (kaffah). Ketiga,
tujuan yang diklasifikasikan telah mencakup sebagian besar ajaran islam yaitu
iman, ibadah, dan juga ketundukan pada hukum Allah swt untuk mewujudkan
masyarakat yang Islami.4
Pendakwah profesional menuntut dirinya mampu menganalisis,
mendiagnosis dan memprogram tugas dakwah yang dilaksanakan. Dia perlu
menguasai: (a) disiplin ilmu yang menjadi sumber pelaksanaan dakwah (al-
Qur’an al-Hadis), (b) pesan yang akan disampaikan (materi dakwah), (c)
pengetahuan tentang karakteristik mad’u, (d) pengetahuan tentang metode
dakwah, (e) pengetahuan penggunaan media dan teknologi, (f) penilaian dan
mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses dakwah.5
Keberhasilan dakwah sangat dipengaruhi oleh keefektifanpenyampaian
dakwah tersebut, efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti
pengaruh atau efek yang dapat membawakan hasil. Efektif dapat dikatakan
sebuah kemampuan untuk mengukur sebuah tujuan yang tepat atau melakukan
hal yang benar. Maka dari itu pelaksanaan dan penyampaian dakwah harus
efektif dalam artian da’i menyampaikan pesan dakwah tersebutdalam keadaan
utuh atau baik dan mad’u mau melaksanakan atau memenuhi ajakan dakwah
dai tersebut.6

3
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000). h. 107.
4
Iftitah Jafar, ‘Tujuan Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an’, Miqot: Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, Vol. 34,.2 (2010), 291–98. h. 287.
5
Soediyarto Soediyarto, Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1993). h. 60-61.
6
Supriyanto Supriyanto, ‘Konsep Dakwah Efektif’, Dakwah Dan Pengembangan Sosial
Kemanusiaan, 9.2 (2018), 239–62.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak Dakwah Profesional
1. Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab, jamak dari “ khuluqun” yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.7 Dalam bahasa
Yunani, pengertian akhlak ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adab
kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.
Ethicos kemudian berubah menjadi etika.8 Menurut pengertian sehari-hari
umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun.
Akhlak merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran
bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan tubuh.
Akhlak itu sesungguhnya perpaduan antara lahir dan batin. Seseorang
dikatakan berakhlak apabila seirama antara prilaku lahirnya dan batinnya.
Karena akhlak itu juga terkait dengan hati, maka pensucian hati adalah salah
satu jalan untuk mencapai akhlak mulia. Dalam pandangan Islam hati yang
kotor akan menghalangi seseorang mencapai akhlak mulia. Akhlak merupakan
hal yang sangat urgen seperti dalam hadis yang sangat populer di kalangan
kaum Muslimin, Nabi saw bersabda :

Dari abu Hurairah ra. berkata: bersabda Rasullah Saw.: “Sesungguhnya aku
diutus ke permukaan bumi ini untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR.
Baihaqi). Hadis di atas menerangkan bahwa tugas Rasulullah saw ialah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia, itu sebabnya kita patut mencontoh seluruh
prilaku Rasulullah saw. Semua prilaku yang dilakukan Rasulullah saw dan semua
perkataan yang di ucapkannya merupakan hal-hal yang mulia dan bermanfaat.

7
Damanhuri Basyir, Ilmu Tasawuf (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005). h. 155.
8
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP UPI, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian III
(Bandung: PT Imperial Bhakti, 2007). h. 20.

4
Adapun adab adalah, lahirnya dari perilaku dan akhlak adalah lahir dari
agama yang diajarkan.
2. Dakwah
Secara etimologi, kata dakwah dalam Bahasa Arab berasal dari katakerja
da’a - yad’u - da’watan, yang berarti mengajak, menyeru, memanggil,
mengundang, memohon, menjamu9. Istilah dakwah diungkapkan dalam bentuk
fi’il maupun masdar terulang dalam Al-Qur'an sebanyak 211 kali.10Istilah ini
sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amar ma’ruf dan nahi
munkar, mau’idhoh hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta’lim dan
khutbah.11
Pengertian dakwah secara terminologi, telah diungkankan oleh beberapa
ahli, di antaranya sebagai berikut:
a. Toha Yahya Umar berpendapat bahwa dakwah adalah mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai perintah
Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka di dunia dan di
akhirat.12
b. Syaikh Ali Makhfudz berpendapat dalam kitabnya Hidayatul
Mursyidin bahwa dakwah islam yaitu mendorong manusia agar berbuat
kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat
kebahagiaan di dunia dan akhirat.13
c. Istilah dakwah didefinisikan oleh Wahyu Ilaihi (2006) dalam bukunuya
yang berjudul Manajemen Dakwah, bahwa dakwah adalah suatu
aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada

9
Syahputra; Jawwas; Nihayatul Husna, ‘Metode Dakwah Islam Dalam Perspektif Al- Qur’an’,
SELASAR KPI : Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah, 1.1 (2021), h. 98
10
Husna, h. 103
11
Syahputra; A M Ismatulloh, ‘Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Hamka
Terhadap QS. An-Nahl: 125)’, Lentera, 17.2 (2015), h. 155
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21093/lj.v17i2.438>.
12
Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah, Cet. IV (Jakarta: Widjaya, 1985).
13
Abdi Zulkarnain Sitepu and Nur Anisa, ‘Metode Dakwah Rumah Tahfidz Nurul Fikri Kota
Bengkulu Dalam Meningkatkan Hafalan Al- Qur’an’, JOISCOM (Journal of Islamic
Communications)COM, 1.1 (2020), 1–13; Jawwas; Syahputra.

5
orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam. Pelaksanaan dakwah dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau metode.14
d. Menurut Prof Dr. Hamka dalam Sitepu dan Annisa, dakwah adalah
seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya
berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang
memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.15
e. Muhammad Natsir, seperti yang dikutip dari buku Manajemen Dakwah
Islam karya Rosyad Shaleh, telah didefinisikan bahwa dakwah
merupakan usaha dalam menyerukan dan menyampaikan kepada
perorangan manusia mengenai seluruh konsepsi Islam tentang
pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar
ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang
diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam
perikehidupan perseorangan, perikehidupan berumah tangga,
perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.16
F.
Pemakalah berpendapat bahwa dakwah adalah, mengajak kepada
kebaikan di jalan Allah swt agar tidak tersesat dan mendapat petunjuk dan
rido Allah swt.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, baik secara
etimologi maupun terminologi menurut para ahli, dapat didefinisikan bahwa
dakwah adalah suatu usaha dalam bentuk aktivitas ataupun kegiatan yang
bersifat mengajak, mendorong, menyeru serta menyampaikan kepada
manusia baik secara perorangan maupun secara berkelompok kepada jalan
yang benar berupa ajakan kebaikan maupun pencegahan kemungkaran
sesuai ajaran islam agar mendapati kebahagiaan baik di dunia maupun di
Akhirat.17
Di dalam dakwah terdapat komponen-komponen yang selalu ada
dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku
dakwah), mad'u (obyek dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media
dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).18

14
Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: kencana, 2006).
15
Sitepu and Anisa, h. 6
16
Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977). h. 20
17
Abdullah Ghulam Nazih, ‘Metode Pembinaan Ummi Yusdiana Dalam Menghafal Al-QURAN
Di Kalangan Ibu-Ibu’ (Universitas Islam As-Syafi’iyah, 2022). h. 12

6
a. Da’i
Da’i adalah subjek dakwah. Biasa disebut dengan pelaku
aktivitas dakwah. Maksudnya, seorang da’i hendaknya mengikuti cara-cara
yang telah ditempuh oleh Rasulullah, sehingga hasil yang diperoleh pun
bisa mendekati kesuksesan seperti yang pernah diraih Rasulullah SAW.
b. Mad’u
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagaikelompok, baik
manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau dengan kata lain
manusia secara keseluruhan
c. Maddah
Maddah ialah pesan atau materi dakwah yang disampaikan oleh da’i
sebagai isi dalam berdakwah. Pemahaman mad’u ditentukan oleh pesan
yang disampaikan da’i, sehingga dalam menyusun pesan dakwah harus
dengan sistem yang baik dan sesuai dengan kondisi mad’u. Ketepatan
materi dakwah yang disampaikan menjadi mudah diterima semua
kalangan, serta tidak memunculkan perselisihan terkait isi pesan
dakwahnya19.
d. Wasilah
Wasilah (media) dakwah, yaitu alat yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad'u. Untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai wasilah. Berbagai wasilah tersebut antara lain ialah lisan, tulisan,
gambar, audio visual, dan juga akhlaq yang dapat ditunjukkan.
e. Thariqah
Hal yang sangat erat kaitannya dengan metode wasilah adalah metode
dakwah thariqah (metode) dakwah. Kalau wasilah adalah alat-

Mastori Mastori, ‘Metode Dakwah Kepada Penguasa (Studi Analisis Pendekatan Etika
18

Dakwah)’, Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, 17.2 (2019), 324


<https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6410>; Aminuddin, ‘Media Dakwah’, Al-Mu, 9.2 (2016), h.
344
19
Budi - Ariyanto, ‘Pengorganisasian Pesan Dakwah Da’i Selebriti Ustad Al Habsy’, Anida
(Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19.1 (2019), h. 5

7
alat yang dipakai untuk mengoperkan atau menyampaikan ajaran Islam
maka thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah atau bisa
disebut dengan metode dakwah.
f. Atsar Dakwah
Sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari proses dakwah ini
sering kali dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i.
Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan
maka selesailah dakwah.
3. Profesional
Di dalam KBBI Profesi adalah pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan
atau pendidikan tertentu sedangkan profesional adalah berkenaan dengan
pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk
melaksanakannya, mengharuskannya adanya pembayaran untuk
melakukannya. Dari kedua pengertian profesi dan profesional tersebut maka arti
dari profesionalisme yaitu kualitas, mutu, dantindak tanduk yang merupakan ciri
suatu profesi atau orang yang profesional.20
Banyak peneliti yang menggunakan kata profesionalisme untuk melihat
bagaimana seorang yang profesional dalam memandang profesinya.Dalam hal
ini Sumardi menjelaskan ada 5 muatan atau prinsip dalam konsep
profesionalisme yaitu:
a. Afiliasi komunitas (community affiliation) adalah ikatan profesi yang
digunakan untuk membangun kesadaran profesi. Termasuk di dalam
organisasi formal atau kelompok.
b. Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) adalah seorang yang
profesional harus mandiri mampu dalam menentukan keputusan
sendiriyang berasal dari kebebasan dalam melakukan yang terbaik
dalam situasi khusus.

20
EM Zul Fajri and Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Aneka Ilmu
bekerjasama Diva Publisher, 2008). h. 671.

8
c. Keyakinan terhadap keyakinan sendiri. Yang dimaksud adalah bahwa
tingkat keprofesionalan seseorang dalam pekerjaan yang paling
berwenang menilai adalah teman atau rekan sesama profesi.
d. Dedikasi pada profesi adalah memiliki keteguhan untuk melaksanakan
pekerjaan itu tanpa imbalan ekstrinsik di pandang kurang.
e. Kewajiban sosial (social obligation) yaitu memandang bahwa profesi
itu penting dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun
profesional karena adanya pekerjaan tersebut.21
Profesionalisme adalah suatu paham yang ingin dilakukannya kegiatan
tertentu di dalam masyarakat, memiliki keahlian yang berdasarkan rasa
terpanggil serta ikrar menerima panggilan tersebut dengan semangat
pengabdian, memiliki kesiapan untuk memberi pertolongan kepada
sesamayang mengalami kesulitan di tengah gelapnya kehidupan.22
Dirumuskan 10 ciri suatu profesi yaitu:23
a. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial.
b. Keahlian/ keterampilan diperoleh dengan menggunakn teori dan
metode ilmiah.
c. Memiliki kemampuan dan keahlian tertentu.
d. Didasarkan pada disiplin ilmu yang jelas.
e. Diperoleh dengan pendidikan dan masa tertentu yang cukup lama.
f. Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional.
g. Kebebasan untuk memberikan judgment dalam memecahkan masalah
dalam lingkungan kerjanya.
h. Mempunyai sebuah kode etik.
i. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas pelayanan
profesinya.
j. Memiliki tanggung jawab yang otonom.

21
Sumardi Sumardi, ‘Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta Pengaruh
Profesionalisme Terhadap Kinerja Dan Kepuasan Kerja’ (Universitas Diponegoro, 2001).
22
Abdurrozzaq Hasibuan, Etika Profesi - Profesionalisme Kerja (Medan: UISU Press, 2018). h.
65.
23
Abidin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia
(Jakarta: Prenada Media, 2003). h. 141.

9
B. Dakwah Profesional
Setiap muslim adalah da’i dalam arti luas, karena setiap muslim
memiliki kewajiban menyampikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.
Namun demikian, Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa dakwah bisa
dilakukan oleh muslim yang memiliki kemampuan di bidan dakwah
(professional di bidang dakwah) seperti dalam firman Allah dalam Surat At-

Taubah ayat 122 : “ Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi(tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama
mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?”
Di dalam lembaga Dakwah pengembangan sikap Profesionalisme,
dapat diartikan banyaknya elemen yang ada, namun fokus dakwah pada saat
tertentu juga harus di arahkan kepada individu dan kelompok kecil. Seorang
mad’u tidak semua sama karena mereka mempunyai karakter yang berbeda-
beda, begitu juga dengan dai yang mempunyai style yang berbeda dalam
menghadapinya. Dalam pengembangan sumber daya dai yang dilakukan
dengan pendekatan individual memungkinkan para dai untuk belajar berbagai
cara. Misalnya seorang dai menerima ilmu pengetahuanyang ia peroleh melalui
seminar, lokakarya, diklat, atau pelatihan sejenisnya pada instansi lain.24
Hal ini diharapkan dapat membuat para dai atau pelaku dakwah
bertindak secara profesional. Profesional disini berarti para ahli yang berada
dalam bidangnya yang telah memperoleh pendidikan dan juga pelatihan yang
sesuai dengan pekerjaannya. Kenneth Blanchard dan Spenser Johnson, di
dalam The one minute manage, menurutnya ada tiga proses yang dilakukan
dalam pengembangan individu yang profesional yaitu perumusan tujuan,

Safa Yusrika Sari, ‘Manajemen Dakwah Dan Profesionalisme Dai’ (Universitas Islam Negeri
24

Sumatera Utara, 2021). h. 28.

10
pemberian penghargaan dan pemberian peringatan, ketiga proses ini memiliki
sebuah prinsip bahwa feedback adalah jalan menuju kualitas.251

Negara Indonesia, profesi sebagai dai masih belum dihargai dan masih
dianggap enteng sebelah mata. Masih banyak para dai yang hidup serba pas-
pasan padahal ilmunya sangat mumpuni. Seorang dai boleh memasang tarif
setiap mengisi dakwah, karena seorang dai juga adalah manusia yang
mempunyai keluarga dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Pemerintah
masih belum fokus dalam menata kearah yang lebih baik, seperti seorang dai
yang diundang dengan keadaan ilmu akademisnya dan ilmu spesialisasinya
yang dikuasi seorang dai, harusnya bila dikelola oleh organisasi dakwah bisa
diberikan tarif yang sesuai untuk itu. Indonesia bisa belajar dari negara
Malaysia yang telah menjalankannya terlebih dahulu sistem seperti ini.
Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, harus memiliki
kepribadian yang baik dan juga sebagai seorang dai juga harus didukung
dengan pengetahuan yang memadai. Kepribadian seorang dai meliputi
kepribadian yang bersifat eksoterik yaitu seorang da’i mampu mengajarkan
semampunya dia menyampaikan suatu ilmu sekalipun ilmu itu sulit dan baru,
agar mad’u faham. Maupun esoteris yaitu seorang da’i mampu mengajak
mad’unya dalam menilai suatu keindahan, halus, kerukunan, dan toleransi
dalam hal menjaga ukhuwah dan beragama. Dalam membentuk kepribadian
seorang dai khususnya bersifat rohani yaitu mencakup pada perilaku, sifat,
sikap dan kemampuan diri.
Seorang dai yang profesional yaitu memiliki persiapan yang baik jika
ada panggilan untuk menyampaikan ceramah di dalam sebuah kegiatan, maka
dari itu hal yang penting dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan mental. Bagi seorang dai yang sudah terbiasa tampil mungkin
mental tidak masalah, tapi bagi seorang pemula persiapan mental ini
sangat penting dan harus disiapkan dengan baik agar di saat tampil tidak
down.
2. Harus mempelajari atau memahami acara apa yang akan dihadiri. Apakah
acara resmi, upacara, setengah resmi, atau acara tidak resmi yaitu acara
santai. Maka kita perlu menyiapkan busana yang baik dari ujung rambut

25
Sari. h. 29
11
hingga ujung kaki baik laki-laki maupun perempuan. Persiapan materi
yang sesuai dengan acara yang dihadiri dan sesuai dengan mad’u.
3. Membuat poin-poin materi yang akan disampaikan. Dengan menulis kita
bisa mudah dalam memahami dan merencanakan kalimat yang akan kita
ucapkan.
4. Membuat agenda, yaitu kartu-kartu untuk tempat anda menempelkan
susunan acara dan draf materi dakwah sebagai pegangan saat bertugas.26
C. Kompetensi Dai Profesional
Pendakwah termasuk komunikator, sedangkan orang yang diajak
(mad’u) disebut komunikan. Yang termasuk kategori pendakwah ialah
muballigh, khatib, dan penceramah. Pendakwah jika ditinjau dari kompetensi
yang dimilikinya dapat dibedakan kepada dua tingkatan, yaitu:

1. Setiap muslim berkewajiban menjadi seorang pendakwah sesuai


kemampuannya. Pendakwah dalam tingkatan ini tidak berarti harus
menjadi penceramah atau khatib, tetapi dapat juga sebagai orang yang
memberi nasihat atau tawshiyah, seperti orang tua menasihati anaknya,
atau mengajarkannya akhlak serta mencegahnya dari kejahatan. Begitu
juga tokoh masyarakat yang memberi bimbingan kepada para remaja
mesjid dan sebagainya. Kewajiban berdakwah tetap ada pada dirinya
walaupun dalam bentuk yang biasa saja
2. Pendakwah Profesional, yaitu muslim yang memiliki kapasitas dengan
pengetahuan tentang ajaran Islam yang memadai, baik tentang tafsir,hadis,
tauhid, fikih dan akhlak dan tasauf. Pendakwah juga diharapkan memiliki
kompetensi intelektual dalam bidang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
ilmu dakwah seperti psikologi dakwah, metode dakwah, sejarah dakwah
dan sebagainya. Demikian juga ilmu komunikasi, Jurnalistik,sosiologi,
antropologi, linguistik dan retorika. Sehingga benar-benar menjadi
seorang pendakwah yang profesional yang memiliki spesialisasi
(mutkhashsish).27
Seorang pendakwah harus memiliki rasa percaya diri (credibility), daya

Moh Abdul Azis Nawawi, Jurus Jitu Da’i Profesional (Kediri: Lirboyo Press, 2015). h. 55.
26
27
Abu Al-A’la Al-Mawdudi, Petunjuk Untuk Juru Dakwah, Terj. Aswadi Syukur (Jakarta: Media
Dakwah, 1984). h. 36-54.

12
tarik (attractif) dan kekuatan (power).283

1. Kredibilitas (credibility)
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihankelebihan yang
dimiliki komunikator sehingga diterima atau diikuti oleh masyarakat
khalayak. Kredibilitas menurut Aristoteles bisa diperoleh apabila memiliki
ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara
dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya.
Phatos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dalam mengendalikan
emosi pendengarnya. Logos adalah kekuatan yang dimiliki komunikator
melalui argumentasinya. James McCroskey (1966) menjelaskan bahwa
kredibilitas seorang komunikator dapat bersumber dari kompetensi
(competence), sikap (character), tujuan (intention), kepribadian
(personality) dan dinamika (dynamism).29
Kompetensi ialah penguasaan yang dimiliki pendakwah pada
masalah yang dibahasnya. Misalnya seorang dokter lebih berkompeten
berbicara maslah medis dari pada seorang insinyur pertanian. Sikap
menunjukkan pribadi pendakwah, apakah dia tegar dan toleran dalam
prinsip. Tujuan menunjukkan apakah pesan-pesan yang disampaikan itu
punya maksud yang baik atau tidak. Kepribadian menunjukkan apakah
pendakwah memiliki pribadi yang hangat dan bersahabat. Sedangkan
dinamika memberi isyarat apakah pesan yang disampaikan menarik atau
justru membosankan.
2. Daya Tarik (attractif).
Daya tarik perlu dimiliki oleh pendakwah karena dapat menentukan
keberhasilan dakwah. Pendengar atau pembaca akan mengikuti pandangan
seorang pendakwah karena mempunyai daya tarik dalam hal kesamaan
(similiarity), dikenal baik (familiarity), disukai (liking) dan fisiknya (physic).
Kesamaan dimaksud bisa dalam hal demografis seperti agama, suku, ras,
partai dan ideologi. Daya tarik di sini seorang dai harus cerdas apa yang

28
Ahmad Yani, Bekal Menjadi Khatib Dan Muballigh (Jakarta: Al-Qalam, 2005). h. 15.
29
Kuntowijoyo Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu; Epistemologi, Metodologi, Dan Etika
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006). h. 87.

13
menjadi keunggulan diri sebagai ciri khasnya. Kemudian secara ruhiyah,
seorang dai harus lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, menjalankan
amal-amal terbaik dengan istiqomah agar memperkuat batin dan mempererata
ikatannya kepada Allah swt.

3. Power (Kekuatan).
Power (kekuatan) adalah kepercayaan diri yang harus dimiliki oleh
seorang pendakwah apabila ia ingin memperngaruhi orang lain. Power dapat
juga diartikan sebagai kekuasaan, masyarakat akan lebih mudah menerima
suatu ajaran apabila disampaikan oleh orang yang memiliki kekuasaan.
Kekuatan dapat juga diperoleh dengan tersedianya kesiapan sarana dan
prasarana pelaksanaan dakwah, sebab tanpa sarana material pendukung,
dakwah akan mengalami kesulitan. Meski kekuatan bukan selamanya menjadi
prasyarat pelaksanaan dakwah efektif, tapi minimal seorang pendakwah harus
memiliki kredibilitas dan daya tarik. Penjelasan di atas menunjukkan
kompetensi da’i hendaknya mencakup aspek intelektual seperti kecerdasan,
ilmu pengetahuan dan wawasan. Aspek karakter, seorang pendakwah
hendaknya memiliki sifat-sifat mulia sepertikeikhlasan, kejujuran ketekunan,
kesabaran serta keteladanan. Sedangkan kompetensi spritualnya, seorang
pendakwah hendaknya orang yang teguh iman dan tekun ibadah. Kompetensi
tersebut dapat mengangkat derajat dan kewibawaan seorang da’i di hadapan
masyarakat dan dakwahnya akan diterima dan disukai.304
Kompetensi pendakwah dibedakan antara kompetensi spritual,
intelektual, moral dan pisik material.
1. Kompetensi spritual (ruhaniyyah)31
Seorang pendakwah hendaknya memiliki sifat-sifat: Iman dan takwa, ahli
taubat dan ibadah. shiddiq dan amanah, bersyukur, ikhlas, ramah dan penuh
pengertian, tawadlu, sederhana dan jujur, tidak egois, tegas, tanggung jawab,
sabar dan tawakkal, terbuka (demokratis) dan lemah lembut. Rasul-rasul
adalah adalah para pendakwah pilihan Allah swt., mereka penuh iman dan
takwa serta keteladanan. Kompetensi spritual ini disebut juga kompetensi

30
Kuntowijoyo. h. 87.
31
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: kencana, 2012). h. 20.

14
personal.
2. Kompetensi intelektual (aqliyah) atau kompetensi professional.
Ilmu pengetahuan dan keterampilan pendakwah hendaknya mencakup
penguasaan tentang:325
a. Ilmu-ilmu Islam yang mendalam tentang pesan-pesan dakwah, yaitu:
1) Ilmu Tauhid, yaitu ilmu yang membahas masalah keyakinan
kepada Allah swt. Ilmu ini disebut juga dengan akidah Islam,
Ushuluddin atau Ilmu Kalam.
2) Ilmu Fikih terdiri dari fikih ibadah, fikih mu’amalah, fikih
munakahat, fikih mawaris dan fikih siyasah.
3) Akhlak (tasauf) adalah ilmu yang berhubungan dengan
pembentukan karakter muslim berdasarkan kesucian rohani
manusia.
4) Sejarah peradaban umat Islam terdiri dari Sirah Nabawiyah, Rijal
Dakwah dan Sejarah Peradaban Umat Islam.

b. Ilmu-ilmu Sosial yang dapat membantu pendakwah dalam pengenalan


mad’u. Diantaranya ialah ilmu komunikasi, psikologi, sosiologi,
antropologi, ilmu hukum, politik, ekonomi. Kompetensi ini dapat
membentuk kemampuan dai dalam:
1) Komunikasi yang baik (qawlan ma’rufa) Q.S. al-Baqarah ayat 26,
yaitu komunikasi efektif.
2) Komunikasi lemah lembut (qawlan layyina). Pendakwah dari
kalangan rakyat kepada mad’u seorang raja menggunakan
komunikasi layyina sebagaimana dakwah nabi Musa as. kepada
Fir’aun. Q.S. Thaha ayat 48.
3) Komunikasi yang tepat dan benar (qawlan sadida), yaitu
komunikasi yang tidak mengandung kesalahan dan kebohongan.
4) Komunikasi yang mulia (qawlan karima), yaitu komunikasi anak
ketika berdakwah kepada orang tuanya.
c. Ilmu Media yang menjadi sarana penyampaian pesan-pesan dakwah
yang argumentatif dan logis. Ilmu media mencakup, metode dakwah,

32
Muhammad Abu Al-Fath Al-Bayanuniy, Al-Madkhal Ila ’Ilm Al-Da’wah, 1997. h. 19

15
bahasa, logika, retorika, balaghah dan metodologi, sehingga
pendakwah dapat menjadi orator dan ahli debat, menjadi top manejer
(pimpinan) dalam organisasi dan sebagai pengembang masyarakat
dalam program pembangunan. Manajemen dakwah membantu da’i
menyusun program perencanaan dakwah, pemilihan metode,
penyesuaian pesan, penggunaan waktu dan pengelolaan lokasi
pertemuan (majelis).
d. Kompetensi Moral (Khulqiyah). Para nabi selalu bersifat shiddiq,
amanah, tabligh dan fathonah, bersyukur, ikhlas, ramah dan penuh
pengertian, tawadlu’, sederhana dan jujur, tidak egois, tegas, tanggung
jawab, sabar dan tawakkal, terbuka (demokratis) dan lemah lembut.
Seorang dai harus mempunyai nilai lebih yaitu, mempunyai adab dan
akhlak yang terpuji. Karena, adab itu lahirnya dari perilaku dan
akhlak adalah lahir dari agama yang diajarkan. Dan untuk sifat-sifat
pendakwah dapat dilihat dalam surat az-Zumar ayat 11, fushshilat ayat
30, ash-Shaf ayat 2-3, surat Ali Imran ayat 159, surat al-Furqan ayat
165, surat Luqman ayat 17-19, surat al- Hujrat ayat 11-12.

e. Kompetensi fisik material (Jasmaniyah). Pendakwah hendaknya adalah


orang yang sehat jasmani, memiliki kecukupan materi serta berasal dari
etnik kaum sendiri. Kesehatan dan kekuatan pisik dibutuhkan dalam
menegakkan Jihad fi sabilillah, demikian juga hartayang cukup. Para
nabi dan rasul diutus Tuhan adalah dari etnis masyarakat sendiri. (Q.S.
Ibrahim ayat 4). Kesamaan budaya dan etnis menimulkan kedekatan
hubungan antara pendakwah dan mad’u, sebagaimana nabi Hud as.
menjadi pendakwah bagi kaum ‘Ad (Q.S.Hud ayat 50). Demikian juga
kepada kaum Tsamud Allah swt. mengutus saudara mereka nabi Shaleh
as. (Q.S. Hud ayat 61).
Memiliki akhlak dakwah professional tidaklah mudah dalam
menjalankannya perlu optimisme, ikhlas, kerjakeras dan istiqomah dalam
menjalankannya seperti di antaranya:336
1. Disiplin. Displin disini bukan hanya soal waktu, tapi disiplin diri mampu
menempatkan posisi di mana saat ada kepentingan pribadi dan pada saat
diposisi kepentingan di depan jemaahnya.

33
Nawawi. h. 55.
16
2. Menghargai waktu. Seorang da’i professional mampu menghargai waktu
agar tidak ada yang merasa dirugikan atas keterlambatan da’i atau
sebaliknya seorang da’i yang mengisi materi yang terlalu lama melebihi
waktu yang telah ditentukan sehingga audiens merasa jenuh.
3. Tidak menunda-nunda pekerjaan. Seorang da’i bila menerima pekerjaan
atau tugas harus langsung dikerjakan agar terhindar dari sifat lalai dan
lupa.
4. Istiqamah. Menjadi da’i adalah pekerjaan yang mulia, yakinlah bila kita
menjalaninya secara berkelanjutan dengan ikhlas maka Allah swt akan
memudahkan dalam setiap langkahnya.
5. Membuat jadwal agenda pribadi. Seorang da’i professional harus bisa
mengatur dan mempunyai jadwal yang terperinci agar mempermudah
dalam beraktivitas dan disiplin dalam menyesuaikan materi dalam setiap
acara.

6. Mengerti prioritas (yang lebih diutamakan dan dibutuhkan). Tingkat


kecerdasan seorang pendakwah professional bukan hanya terlihat dalam
menyampaikan dakwah tapi juga harus piawai dalam memilah yang
menjadi prioritas yang utamakan atau prioritas yang dibutuhkan.
7. Harus berani dalam mengambil kebijakan. Kebijakan di sini adalah
bagaimana seorang da’i mampu beradapatasi melihat situasi dan kodisi
pada saat seorang pendakwah menyampaikan dakwahnya.
8. Yakin bahwa akan sukses (dunia dan akhirat). Pada saat seseorang terjun
kedua dakwah, maka harus dimengerti segala konsekwensi dan resiko
yang dihadapi, maka dari itu sekalipun seorang mendapatkan halangan dan
rintangan pada saat berdakwah, yakinlah bahwa semuanya itu akan
bernilai pahala di mata Allah swt.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Professional adalah berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan


keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya,
mengharuskannya adanya pembayaran untuk melakukannya. Dalam Bahasa
popular, kata professional dikontraskan dengan kata amatir. Seseorang yang amatir
dianggap belum mampu bekerja secara terampil, cekatan dan baru pada taraf
belajar.
Setiap muslim adalah da’i dalam arti luas, karena setiap muslim memiliki
kewajiban menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia. Namun
demikian, Al-Quran juga mengisyaratkan bahwa dakwah bisa dilakukan oleh
muslim yang memiliki kemampuan di bidang dakwah (professional di bidang
dakwah). Profesional disini berarti para ahli yang berada dalam bidangnya yang
telah memperoleh pendidikan dan juga pelatihan yang sesuai dengan pekerjaannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bayanuniy, Muhammad Abu Al-Fath, Al-Madkhal Ila ’Ilm Al-Da’wah, 1997


Al-Mawdudi, Abu Al-A’la, Petunjuk Untuk Juru Dakwah, Terj. Aswadi Syukur
(Jakarta: Media Dakwah, 1984)
Aminuddin, ‘Media Dakwah’, Al-Mu, 9.2 (2016), 344–63
Ariyanto, Budi -, ‘Pengorganisasian Pesan Dakwah Da’i Selebriti Ustad Al Habsy’,
Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19.1 (2019), 1–16
<https://doi.org/10.15575/anida.v19i1.5040>
Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah Edisi Revisi (Jakarta: kencana, 2012)
Basyir, Damanhuri, Ilmu Tasawuf (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005)
Fajri, EM Zul, and Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Aneka
Ilmu bekerjasama Diva Publisher, 2008)
Hasibuan, Abdurrozzaq, Etika Profesi - Profesionalisme Kerja (Medan: UISU
Press, 2018)
Husna, Nihayatul, ‘Metode Dakwah Islam Dalam Perspektif Al- Qur’an’,
SELASAR KPI : Referensi Media Komunikasi Dan Dakwah, 1.1 (2021), 97–
105
Ilaihi, Wahyu, Manajemen Dakwah (Jakarta: kencana, 2006)
Ismatulloh, A M, ‘METODE DAKWAH DALAM AL-QUR’AN (Studi Penafsiran
Hamka Terhadap QS. An-Nahl: 125)’, Lentera, 17.2 (2015), 155–69
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21093/lj.v17i2.438>
Jafar, Iftitah, ‘Tujuan Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an’, Miqot: Jurnal Ilmu-
Ilmu Keislaman, Vol. 34,.2 (2010), 291–98
Jawwas, Fahmi Ahmad, ‘Metode Dakwah Imam Shafi’i Dalam Istinbat Hukum
Islam’, Al-Mishbah, 10.1 (2014), 89–108
Kamaludin, Kamaludin, ‘Kompetensi Da’i Profesional’, HIKMAH: Jurnal Ilmu
Dakwah Dan Komunikasi Islam, 2.1 (2015), 104–24
Kuntowijoyo, Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu; Epistemologi, Metodologi, Dan
Etika (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006)
Mastori, Mastori, ‘Metode Dakwah Kepada Penguasa (Studi Analisis Pendekatan
Etika Dakwah)’, Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman, 17.2 (2019), 324
<https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6410>
Nata, Abidin, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di
Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2003)
Nawawi, Moh Abdul Azis, Jurus Jitu Da’i Profesional (Kediri: Lirboyo Press,
2015)
Nazih, Abdullah Ghulam, ‘Metode Pembinaan Ummi Yusdiana Dalam Menghafal
Al-QURAN Di Kalangan Ibu-Ibu’ (Universitas Islam As-Syafi’iyah, 2022)
Sari, Safa Yusrika, ‘Manajemen Dakwah Dan Profesionalisme Dai’ (Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara, 2021)

19
Shaleh, Rosyad, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977) Sitepu,
Abdi Zulkarnain, and Nur Anisa, ‘Metode Dakwah Rumah Tahfidz Nurul
Fikri Kota Bengkulu Dalam Meningkatkan Hafalan Al- Qur’an’, JOISCOM
(Journal of Islamic Communications)COM, 1.1 (2020), 1–13
Soediyarto, Soediyarto, Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993)
Sumardi, Sumardi, ‘Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Serta
Pengaruh Profesionalisme Terhadap Kinerja Dan Kepuasan Kerja’
(Universitas Diponegoro, 2001)
Supriyanto, Supriyanto, ‘Konsep Dakwah Efektif’, Dakwah Dan Pengembangan
Sosial Kemanusiaan, 9.2 (2018), 239–62
Syahputra, Afrizal El Adzim, ‘Metode Dakwah Nabi Sulaiman Dalam Perspektif
Al-Qur’an’, MIYAH: Jurnal Studi Islam, 15.1 (2019), 81–100
Tafsir, Dr. Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000)
Umar, Toha Yahya, Ilmu Dakwah, Cet. IV (Jakarta: Widjaya, 1985)
UPI, Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan
Bagian III (Bandung: PT Imperial Bhakti, 2007)
Yani, Ahmad, Bekal Menjadi Khatib Dan Muballigh (Jakarta: Al-Qalam, 2005)

20

Anda mungkin juga menyukai