Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH MUBALLIGH DAN RETORIKA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tabligh

Dosen Pengampu :

Dr. Ahmad Ridho, D.E.S.A

Disusun Oleh :

Anisah Afifah (11200340000036)

Abi Prabowo (11200340000027)

Muhammad Amin Husaini (11200340000031)

Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang .................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Tabligh ............................................................. 4


b. Syarat Seorang Muballigh .................................................. 4
c. Perbedaan Tabligh dan Dakwah ......................................... 5
d. Tujuan Serta Fungsi ........................................................... 7
e. Hubungan Muballigh Dengan Jama’ah ............................... 8
f. Kontribusi Retorika dalam berdakwah ............................... 9
g. Metode Dakwah ................................................................. 9

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan ..................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirraahiim
Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh

Dengan mengucap puji syukur alhamdulilah kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah kami dengan judul “Kebutuhan Manusia terhadap Agama” ini dalam keadaan
sehat wal’afiat tanpa kurang suatu apapun.

Tujuan utama penulis membuat makalah ini agar pembaca dapat mengetahui
akan kebutuhan manusia terhadap agama dan untuk memenuhi Mata Kuliah Metode
Studi Islam tahun pelajaran 2019/2020.

Selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan pihak-pihak lain, oleh karena
itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:

1. Dr. Ahmad Ridho, D.E.S.A selaku pembimbing mata kuliah Tabligh

2. Orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi kami dalam setiap langkah.

3. Serta rekan-rekan semua, khususnya kelompok 2 Tabligh

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.

Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa dan UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA pada umumnya.
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring perkembangan dan kemajuan perdaban, permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam
semakin kompleks dan meluas hingga masalah aqidah, ibadah, sosial, politik, ekonomi,
kemanusiaan, lingkungan, pemberdayaan, dan sebagainya. Permasalah tersebut menjadi tantangan
para subjek dan pelaku atau aktor-aktor tabligh Islam ke depan. Pelaku dakwah dan tabligh tidak
bisa lagi melakukan tabligh secara normatif dan bersifat linier verbalistik, namun perlu solusi
manifestasi dakwah tabligh Islam yang lebih komprehensif, totalitas dan menyeluruh yang
langsung berhubungan dengan permasalahan mendasar dalam berbagai dimensinya. Perlu
dilakukan reposisi tabligh dari normatif verbalistik dan formalistik menuju tabligh yang memiliki
posisi sebagai îagent of changeï, yakni sebagai upaya dan alternative produktif dan inovatif ke
arah tatanan yang lebih baik dan memberdayakan.

Suatu fakta yang tidak dapat disangsikan lagi oleh orang yang ingin mengetahui dan
menyadari tanggung jawab dalam upaya perbaikan hidup manusia di bidang mental spiritual
khususnya, yakni bahwa manusia senantiasa berada diantara dua daya tarik yang
mempengaruhinya, dari satu pihak harus berhadapan dengan seruan untuk mengikuti pola hidup
yang mengarah kepada kondisi kehidupan nâr yang dilakukan syaitan dan para pengikutnya dan di
pihak lain, seseorang harus berhadapan dengan seruan untuk mengikuti pola hidup yang mengarah
pada kondisi kehidupan jannah yang dilakukan oleh para utusan Allah dan para pengikutnya.
Dengan potensi ikhtiar yang terdapat dalam dirinya berhak untuk menentukan pilihannya.
Keadaan yang demikian itu diisyaratkan dalam Al-Quran, antara lain QS. Al-Baqarah ayat 221:

Artinya: “ mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran”

Oleh karena itu, para Rasul dan para pengikutnya diwajibkan untuk mendakwahi manusia
agar menjalani tatanan hidup yang datang dari Allah SWT, yang pola operasionalnya menurut
contoh sunah Rasul agar memperoleh jannah. Kehidupan Jannah hanya dapat diperoleh dengan
cara memenuhi panggilan dakwah Allah dan sebaliknya, Nâr sebagai akibat dari tidak memenuhi
panggilan-Nya.
BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Tabligh

Mubaligh adalah juru dakwah yang memiliki peran khusus dalam pelaksanaan dakwah
Islamiyah. Tanpa mubaligh atau juru dakwah, dakwah tidak akan terlaksana, karena fungsi
utamanya adalah menyampaikan pesan. Untuk lebih jelasnya tentang mubaligh, penulis akan
mengungkapkan pengertian mubaligh dari beberapa segi, yaitu Bahasa, istilah dan menurut
pendapat ahli.

1. Menurut Bahasa

Kata mubaligh berasal dari kata balagha, yuballighu, bulughan yang artinya “yang
menyampaikan” (Yunus, 1981: 71). Jadi mubaligh adalah yang menyampaikan, yang biasa disebut
mubaligh.

Kata mubaligh berasal dari kalimat balagha,. Artinya: “sampai, yang biasa disebut mubaligh. Jadi
mubaligh maksudnya adalah orang yang menyampaikan, merupakan isim fa’il dari kata ballagha-
yuballighu tablighan, dengan pengertian orang yang melakukan tabligh atau penyampaian.

2. Menurut Istilah
Pengertian mubaligh ditinjau dari istilah, menurut pendapat beberapa para ahli, di antaranya:
Mubaligh jamaknya mubalighun adalah orang yang menyampaikan seruan (dakwah), sebagai
perwujudan amar ma’ruf nahi munkar.
syarat-syarat tertentu yang dapat melaksanakan dakwah dengan baik. Mubaligh adalah pelaksanaan
dakwah, juru dakwah, dengan perkataan lain biasanya disebut dengan Da’i (orang yang
berdakwah), (Ya’cub, 1981: 36).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mubaligh adalah seorang muslim dan
muslimat yang secara individu dan kelompok bertugas menyampaikan, menyebarkan, dan
mengembangkan ajaran Islam dan mampu memperlihatkan perilaku yang baik secara tulus sesuai
dengan profesinya sebagai mubaligh apakah sebelum berdakwah, sedang berdakwah dan sesudah
berdakwah. Secara teoritis, mubaligh memiliki fungsi sosial yang sangat menentukan dalam
pengembangan dakwah Islamiyah. Fungsi sosial tersebut ialah sebagai menyambung risalah dan
mengembangkan amanah amar ma’ruf nahi munkar dalam menyebarkan agama Islam di tengah
tengah masyarakat serta menarik umat ke jalan yang benar dan mengeluarkan dari lembah kehinaan
kepada akhlak yang mulia dan usaha mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat hendaknya
mengetahui fungsi sebagai mubaligh.

b. Syarat Seorang Mubaligh


Sebuah syarat untuk menjadi mubaligh yang professional adalah “memiliki sikap ihlas,
berbekal ilmu agama, lemah lembut dan sabar dalam berdakwah” dari beberapa aspek tersebut
maka apabila telah dimiliki oleh setiap mubaligh maka suah patut dikatakan bahwa aktivitas
keagamaan dalam masyarakat akan baik hal tersebut dapat ditandai dengan lingkungan
masyarakat yang religious.

Untuk lebih jelasnya mengenai syarat untuk menjadi mubaligh yang professional maka
bisa diuraikaan sebagai berikut:

1. Ikhlas dan Urgensinya

Seorang mubaligh tidak akan berhasil dalam da’wahnya kecuali ihlas kepada Allah, baik
dalam ucapan, perbuatan, maupun keinginanya serta kemauanya. Sebab, berda’wah kepada
Allah adalah suatu ibadah, dan suatu ibadah itu baru benar jika syaratnya terpenuhi, yaitu ikhlas
dan ittiba’ kepada Nabi.

2. Berbekal ilmu Agama

Setelah mengetahui pentingnya ikhlas dalam berda’wah, hal lain juga tidak kalah
pentingnya adalah berbekal ilmu agama yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Ilmu
tersebut adalah buah dari keikhlasan. Dengan ilmu seorang mubaligh mengetahui arah tujuan yang
benar, sedangkan tanpa ilmu, seorang mubaligh akan mendatangkan bahaya besar bagi agama dan
umat. Apabila seorang mubaligh tidak memiliki ilmu agama sedikitpun apa yang akan
dida’wahkan, Penyebab seorang mubaligh salah dalam berdakwah dan jauh dari cahaya Ilahi
adalah kebodohan. Dakwah Ilallah memerlukan ilmu dan kecakapan. Sebab syarat yang harus
dimiliki mubaligh adalah memiliki ilmu.

3. Lemah Lembut dan Sabar Dalam berdakwah

Sabar termasuk sifat yang mulia yang Allah berikan kepada hambanya yang bertaqwa di
bawah pimpinan rasul dan rasul Allah.Sifat ini juga sifat yang dimiliki penduduk surga. Sabar
merupakan suatu kewajiban berdasarkan kesepakatan ulama dalam menjalankan segala yang
diwajibkan dan meninggalkan segala nyang dilarang, termasuk dalam hal ini sabar dalam hal
menerima musibah dengan tidak mengeluh. Sabar meninggalkan ajakan jelek hawa nafsunya .
Sabar adealah bagian yang terpenting yang harus dimiliki mubaligh yang menginginkan
keberhasilan dalam dakwahnya. Karena dalam menerima dakwah, manusia itu sendiri berbeda
pemahaman ditambah lagi banyaknya subhat mereka banyak yang bisa mempengaruhi dalam
menerima dakwah itu, dibutuhkan kesabaran, tinggi bagi seorang mubaligh. Sabar memiliki
pengaruh yang besar bagi jiwa manusia

c. Perbedaan Tabligh dengan Dakwah

Pada dasarnya, dakwah merupakan segala aktifitas yang dilakukan oleh mukmin sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya, yang bertujuan menjadikan seluruh umat manusia beragama
Islam dengan baik disertai disertai akhlak yang mulia agar mereka memperoleh sa’adah masa kini
dan masa dating. Namun ada beberapa istilah yang menjadi perdebatan dan kesimpangsiuran
pemahaman baik di kalangan da’i maupun dikalangan jamaahnya sendiri, antara lain:

a. Ta’lim, mempelajari agama melalui sekolah atau kursus

b. Irsyad, memberi petunjuk ke jalan yang benar dengan system yang menarik dan
menimbulkan perbuatan

c. Wa’dh, peringatan dan nasehat yang baik dengan system yang simpatik

d. Tabligh, penyampaian penerangan agama Islam

E. Pidato, melahirkan isi hati atau mengutarakan buah pikiran kepada orang dengan menggunakan
kata-kata.

Dalam presentasi ini kami hanya menjelaskan perbedaan antara dakwah dengan tabligh saja,
sesuai dengan pembahasan yang penulis utarakan sebelumnya. Hal ini dapat kita lihat dalam
pengertian dan aspek-aspek keduanya, sebagai berikut:

1. Pengertian tabligh:

Secara Bahasa, terdapat sejumlah pendapat mengenai pengertian tabligh yang dikemukakan
para ahli, di antaranya adalah pendapat Hamka, tabligh berarti penyampaian, seruan, (Hamka, 1984:
1). Sedangkan Asmuni Syukir berpendapat bahwa tabligh mengandung pengertian menyampaikan,
penyampaian, (Syukir, 1983: 21)

Secara istilah, tabligh dipahami pula dengan: menyampaikan, penyampaian, yakni


menyampaikan ajaran Allah dan Rasul kepada orang lain. Orang yang menyampaikan ajaran
tersebut atau yang bertabligh dinamakan muballigh, (Syukir, 1983: 21)

Hukum tabligh terdapat dalam firman

Allah di antaranya terdapat dalam surat Al-


Maidah ayat 67
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…

Surat Al-Ahzab ayat 39;


(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan

68

mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai
Pembuat perhitungan.

2. Dakwah dan Aspek-Aspeknya

Secara Bahasa dakwah berasal dari Bahasa Arab, yakni da’a, yad’u, da’watan, yang berarti
menyeru, memanggil, mengajak. Sedangkan secara istilah (terminology) dakwah ialah tugas para
mubaligh untuk meneruskan risalah sesudah Rasulullah SAW. tegasnya, tugas risalah para Rasul
dan tugas dakwah para mubaligh. Risalah dan dakwah yang dimaksud di sini adalah amanah amar
ma’ruf nahi munkar yang mesti diemban oleh para ulama (da’i) sebagai pewaris Nabi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah usaha-usaha yang ditempuh
mubaligh atau da’i untuk meneruskan risalah yang diemban para Nabi, yakni amanah amar ma’ruf
nahi munkar, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.

Merujuk pada definisi terminologis tabligh, Hadi dalam Bandaro, berpendapat yakni
menyampaikan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah kepada umat manusia
melalui lisan dan tulisan, maka kalua dibandingkan dengan pengertian dakwah tidak terdapat
perbedaan yang mendasar. Hanya saja dakwah lebih bersifat umum dan luas cakupan pengertiannya
dari tabligh, (Bandaro, 1996: 101).

Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa keterangan di antaranya:

1. Setiap tabligh itu dakwah dan setiap dakwah belum tentu tabligh. Dikatakan setiap tabligh itu
dakwah oleh karena tabligh itu merupakan bagian dari dakwah. Dan disebut setiap dakwah itu
belum tentu tabligh oleh karena dakwah itu medianya banyak dan cakupannya luas, sebab apa
saja bentuk aktifitas yang berisikan amar ma’ruf nahi munkar sudah disebut dakwah

2. Tabligh lebih mashur dan banyak terpakai, hal ini oleh karena subjek tabligh
(mubaligh) memiliki karakter dan wibawa tersendiri di tengah masyarakat. Umpamanya
tabligh bil lisan seperti berpidato tidak segampang menilainya dan tabligh bil kitabah tidak
semudah membacanya. Karena itu mubaligh mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk
tampak aktif, kreatif, dan terampil di tengah-tengah masyarakat melalui media lisan dan
tulisan. Kendatipun tabligh itu dakwah dan mubaligh itu juga juru dakwah.

Jadi tabligh pada dasarnya bagian dari sejumlah mekanisme aplikasi dakwah ke tengah
masyarakat. Tabligh lebih khusus dengan batasan lisan dan tulisan. Dengan pengertian lain, bahwa
bahwa teknik mengoperasikan tabligh dapat dirumuskan dalam bentuk yang lebih sistematis.

d. Tujuan serta fungsi

Dari proses penyampaian pesan tabligh, factor yang paling penting dan sentral adalah ketika
merumuskan atau menentukan tujuan apa yang hendak dicapai dari tabligh tersebut. Pada tujuan
itulah dilandaskan segenap tindakan dalam rangkaian usaha kerjasama tabligh. Alasannya ialah
apabila mubaligh tidak memahami tujuan yang akan dicapainya, ia tidak tentu kesulitan mengambil
langkah yang benqar bagi proses tabligh.

Tujuan utama tabligh juga merealisasikan ajaran Islam dalam kenyatan hidup sehari-hari, baik
kehidupan individu maupun social masyarakat atau ummat secara keseluruhan, dalam rangka
mencapai kebahagiaan dan keseimbangan hidup, kesejahteraan dan ketenteraman, kesenangan dan
ketenangan.

Sedangkan fungsi dari mubaligh agama adalah :

a) Fungsi Informatif dan Edukatif.


Mubaligh memposisikan dirinya yang berkewajiban mendakwahkan Islam,
menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

b) Fungsi Konsultatif

Mubaligh menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-


persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan-persoalan pribadi, keluarga atau persoalan
masyarakat secara umum.

c) Fungsi Advokatif
Mubaligh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan
kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman, gangguan,
hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan merusak akhlak.

Menurut Hamzah Ya’cub, Di antara fungsi mubaligh adalah:


a. Meluruskan i’tikad
b. Mendorong dan meransang untuk beramal
c. Mencegah kemungkaran
d. Membersihkan jiwa
e. Mengokohkan pribadi
f. Membina persatuan dan kesatuan
g. Menolak kebudayaan yang merusak.

e. Hubungan Mubaligh dengan Jamaah dalam Bertabligh

Dalam mengkomunikasikan tabligh ke tengah jamaah, hal yang tak kalah pentingnya adalah
bagaimana seorang mubaligh menjalin interaksi dengan jamaah. Kesan tabligh yang mendalam
dapat distimulasi dengan adanya hubungan yang baik antara mubaligh dengan jamaah. Hubungan
tersebut biasa berupa hubungan emosi atau batin yang mengikat karena adanya usaha yang intens
dari mubaligh dalam menjalin hubungan tersebut. Tujuannya paling tidak adalah untuk
menimbulkan keyakinan yang mantap bagi jamaah terhadap materi tabligh yang disampaikan oleh
mubaligh.

Ada dua hal yang terkait dengan strategi menciptakan hubungan antara mubaligh dan jamaah
tersebut. Pertama, mubaligh mempengaruhi dalam arti praktis, yaitu menghasilkan sesuatu dalam
waktu yang tertentu. Maksudnya, dalam jangka waktu tertentu mubaligh harus dapat mengubah
kondisi jamaah menjadi lebih baik. Kedua, kondisi mubaligh harus berpengaruh. Ini dianggap
sebagai salah satu kekuasaan secara tidak langsung dan tidak terprogramkan. Seorang mubaligh
dituntut mampu menimbulkan pengaruh secara tidak langsung terhadap jamaah untuk lebih
mentaati dan memenuhi apa yang ditablighkan tanpa harus diperintahkan atau dilarang melakukan
sesuatu.

Di samping harus senantiasa menjaga hubungan batin atau kontak pikiran dengan jamaah,
seorang mubaligh harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Mengenal objek lapangan


Sebelum bertabligh, mubaligh harus mengetahui sifat tabligh tersebut, apakah tabligh tersebut
untuk orang-orang umum atau khusus, ceranmah agama, khusus atau umum, yang hadir pria atau
wanita, pemuda atau orang dewasa, di tempat terbuka atau di masjid atau di gedung, tabligh dalam
mencari dana atau pengajian agama untuk pemantapan, ceramah agama dalam hari besar Islam atau
ceramah dalam perkawinan, dalam takziyah kematian dan lain-lain?

b. Persiapan
Seorang mubaligh harus mencatat apa-apa yang akan dibicarakan. Poin-poin atau garis besar
yang akan ditablighkan harus dicatat supaya tidak ada yang ketinggalan. Bagi orang yang sudah ahli
benar tidak memakai catatan, karena itu telah terbiasa dan tidak kuatir kehilangan bahan. Walaupun
demikian ia harus mempunyai persiapan dalam otak pemikirannya.

c. Kontak Spirit
Yang dimaksud dengan kontak spirit di sini adalah adanya kontak jiwa atau batin antara pemberi
ceramah dengan jamaah yang hadir.

d. Bahasa dalam bertabligh


Dalam al-Quran terdapat sejumlah istilah Bahasa ungkap yang secara eksplisit menjadi acuan bagi
seorang mubaligh dalam menentukan Bahasa yang dipakainya.

e. Waktu bertabligh
Waktu berbicara harus diukur, berapa lama dipakai untuk berbicara ketika itu, dan melihat keadaan
serta suasana, misalnya kalau pembicara lain masih ada, sedangkan waktu sudah sempit, maka
tabligh diringkas saja

f. Suara waktu bertabligh


Suara tabligh mempunyai irama tersendiri, kadang-kadang suara itu menaik, kadang-kadang
menurun dan kadang-kadang datar. Kadang-kadang suara itu keras dan kadang-kadang
lunak, kadang-kadang lemah lembut, dan sebagainya. Itu semua tergantung pada isi dan
makna tabligh yang disampaikan.

f. Kontribusi Retorika dalam komunikasi

Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal ajaran islam. Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-
Qaradhawi dalam bukunya, “ Retorika Islam “ menyebutkan prinsip-prinsip retorika islam sebagai
berikut :
a. Dakwah islam adalah kewajiban setiap muslim.
b. Dakwah Rabbaniyah ke jalan Allah.
c. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik,
d. Cara hikmah artinya berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya, ramah
memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan bertahap.

Secara ideal, masih menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhwi, karakteristik retorika islam adalah
sebagai berikut :
a. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material
b. Memikat dengan idealism dan memperdulikan realita
c. Mengajak pada keseriusan dan konsistensi, dan tidak meluppakan istirahat dan
berhibur.
d. Berorientasi futuristic dan tidak mengukir masa lalu.
e. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah.
f. Menolak aksi terror yang terlarang dan mendukung jihad yang di syariatkan.
g. Metode Dakwah

Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan bahwa ada beberapa metode
dakwah yaitu :

a. Dakwah Bil Hikmah


b. Dakwah Bil Mau’izatul Hasanah
c. Dakwah Bil Mujadalah
d. Dakwah Bil Hal
e. Dakwah Bil Qalb

 Dakwah Bil Hikmah

Kata “ hikmah “ dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 20 kali dalam bentuk nakiroh maupun
ma’rifah, bentuk masdarnya “ hukman “ yang diartikan secara makna aslinya adalah
mencegah, jika dikitkan dengan hokum berarti mencegah dari kezholiman, jika dikaitkan
dengan dakwah maka berartinmenghindari hal-hal yang kurang relevan dalammelaksanakan
tugas dakwah Dalam Konteks Ushul Fiqh istilah hikmah dibahas ketika ulama ushul
membicarakan sifat-sifat yang dijadikan ilat hokum. Dan pada kalangan thariqat hikmah
diartikan pengetahuan tentang rahasia Allah SWT. Kata hikmah juga berarti bekal seorang
da’i menuju sukses. Karunia yang diberikan kepada orang yang mendapatkan hikmah
insyaallah akan berimbas kepada mad’unnya, sehingga mereka termotivasi untuk mengubah
diri dan mengamalkan apa yang disampaikan da’i kepada mereka.
Kata Hikmah disini mengandung 3 unsur pokok :
a. Unsur Ilmu, yaitu ilmu yang shalih yang dapat memisahkan antara hak dan
yang bathil.
b. Unsur Jiwa, yaitu menyatukan ilmu tersebut ke dalam jiwa sang ahli
hikmah, sehingga mendarah daginglah ia dengan sendirinya.
c. Unsur Amal Perbuatan, yaitu ilmu pengetahuan yang menyatu ke dalam
jiwanya itu mampu memotivasi dirinya untuk berbuat kebajikan.

 Dakwah Bil Mau’izatul Hasanah

Kalimat atau ucapan yang diucapakan oleh seorang da’i atau muballig, disampaikan dengan
cara yang baik, berisikan petunjuk-petunjuk kearah kebajikan, diterangkan dengan gaya
bahasa yang sederhana, supaya yang disampaikan itu dapat dicerna, dihayati dan pada
tahapan selanjutnya dapat diamalkan. Bahasanya yang lembut sangat enak didengar,
berkenaan dihati, dan menyentuh sanubari, dan ia menghindri segala bentuk kekerasan dan
caci-maki sehingga mad’u yang didakwah tersebut memperoleh kebaikan dan menerima
dengan senang hati, sehingga merasakan kesungguhan seorang da’i dalam menyelamatkan
mereka dari suatu kemudharata.

 Dakwah Bil Mujadalah

Dari Segi Etimologi ( bahasa ) lafadz mujadalah terambil dari kata “ jadalah “ yang
bermakna “ meneliti “ dan apabila ditambah dengan alif pada huruf jim yang wazan fa’ala “
jaadalah “ dapat bermakna berdebat, dan “ mujadaah “ perdebatan.
Kata “ jadalah “ dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu,
orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawan dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan. Metode ini untuk
mengajak manusia kepad ALLAH SWT, memang sangat banyak dan beragam.

 Dakwah Bil Hal

Dakwah bil hal adalah yang diberikan oleh seseorang melalui amal perbuatan yang nyata.
Akan tetapi, sebagian umat islam justru kurang memperhatikan efektivitas “ dakwah bil hal
“ ini, sehingga mereka lebih bisa ber-dakwah bil lisan. Padahal hasil yang dicapai dengan
metode bil lisan tersebut bisa dikatakan kurang maksimal, bahkan terkesan sangat lamban.
Berbeda dengan dakwah bil hal yang menghasilkan karya nyata yang mampu menjawab
hajat hidup manusia, contohnya dakwah bil hal ini dapat dilakukan semisal dengan
membayarkan SPP anak-anak kurang mampu, memberikan pelayanan kesehatan atau
pengobatan secara gratis, membagi-bagikan sembako, membantu saudara-saudara kita yang
tertimpa musibah atau bencana alam, turut serta dalam pembngunan masjid, mushallah,
surau, madrasah, dan berbagai amalan sholeh lainnya.

 Dakwah Bil Qalb

Sesungguhnya dakwah itu tidak cukup dengan melakukan metode sebagaimana telah
diuraikan diatas, yaitu: Dakwah Bil Hikmah, Bil Mau’izatul Hasanah, Bil Mujadalah, Bil
Hal, Bil Mal. Akan tetapi, adapula dakwah bil Qalb ( dakwah dengan hati ) dan yang
terakhir inilah yang sebenarnya memegang kunci keberhasilan.

Semua metode ini memang sangat penting untuk diterapkan, namun yang lebih signifikan adalah
berdakwah dengan hati. Pasalnya, hatilah yang mampu mengerakkan perubahan diri seorang ketika
lisan dan prilaku tidak mampu, maka dakwah dengan pendekatan hati ini sangat diperlukan.
BAB III

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa Dakwah Islam sebagai usaha kegiatan orang beriman dalam
mewujudkan ajaran Islam dengan menggunakan sistem dan cara tertentu dalam kenyataan hidup
perorangan (fardiyyah), keluarga (usrah), kelompok (thâifah), masyarakat (mujtamâï) dan negara
(dawlah) merupakan kegiatan yang menghendaki terbentuknya komunitas dan masyarakat muslim
serta peradabannya. Tanpa adanya dakwah maka masyarakat muslim tidak dimungkinkan
keberadaannya. Dengan demikian, dakwah merupakan pergerakan yang berfungsi
menstransformasikan Islam sebagai ajaran (doktrin) menjadi kenyataan tata masyarakat dan
peradabannya yang mendasarkan pada pandangan dunia Islam merupakan faktor dinamis dalam
mewujudkan masyarakat yang berkualitas khayra ummah dan dawlah thayyibah.

Selain itu Tujuan retorika dalam kaitannya dengan Ilmu komunikasi dakwah yang paling
urgen adalah : “Mempengaruhi Audiens”. Ini karena dalam berdakwah itu sendiri dibutuhkan
teknik-teknik yang mampu memberikan pengaruh efektif kepada khalayak masyarakat sebagai
objek dakwah (al-mad’uu). Yang diantaranya dengan menggunakan retorika-retorika ampuh untuk
mempengaruhi orang lain agar mengiyakan apa yang dikatakannya dan mengikuti apa yang
diserunya. Sebagaimana dakwah adalah sarana komunikasi menghubungkan, memberikan dan
menyerahkan segala gagasan, cita cita dan rencana kepada orang lain dengan motif menyebarkan
kebenaran sejati.
Daftar Pustaka

https://media.neliti.com/media/publications/157731-ID-persepsi-mubaligh-dan-mubalighah-terhada.pdf

https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/komunikasi/article/download/433/458

http://digilib.uinsgd.ac.id/5710/4/4_bab1.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/7328/3/BAB%20II.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/1032/3/BAB_II_SKRIPSI_SARWINDA.pdf

Anda mungkin juga menyukai