Dosen pengampu:
Disusun oleh:
Dwi Cahyadi(2141030028)
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sehingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbang baik materi
ujimaupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
A.LATAR BELAKANG...........................................................................................
B.RUMUSAN MASALAH .....................................................................................
C.TUJUAN ..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................
A.DA'I.......................................................................................................................
1.Pengertian Da’i ..................................................................................................
2.Tugas dan Tanggungjawab Da’i ........................................................................
3.Keutamaan Da’i .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Da’i dapat diibaratkan sebagai seorang pemandu (guide) terhadap orang-orang yang
ingin mendapat keselamatan hidup dunia dan akhirat. Dalam hal ini,da’i adalah seorang
petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami terlebih dahulu mana jalan yang boleh
dilalui dan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim sebelum ia memberi petunjuk jalan
kepada orang lain. Ini yang menyebabkan kedudukan seorang da’i di tengah masyarakat
menempati posisi penting, karena ia adalah seorang pemuka (pelopor) yang selalu diteladani
oleh masyarakat di sekitarnya.Segala perbuatan dan tingkah laku dari seorang da’i akan
dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya. Da’i akan berperan sebagai seorang pemimpin di
tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin.
Kemunculan da’i sebagai pemimpin adalah kemunculan atas pengakuan masyarakat yang
tumbuh secara bertahap.
Oleh karena itu, seorang da’i harus selalu sadar bahwa segala tingkah lakunya selalu
dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik.
Pada masa sekarang, ramai masyarakat muslim yang seharusnya merupakan da’i tidak
memiliki sifat-sifat dan kriteria sebagai seorang da’i seperti yang dikehendaki oleh agama
Islam. Hal ini menyebabkan dakwah yang disampaikan da’i itu tidak memberikan dampak
pada masyarakat yang didakwahkan dan agama Islam tidak tersebar dengan baik.Terdapat
permasalahan yang terlihat mengenai sifat dan kriteria seorang da’i, yaitu da’i tidak
menguasai,sepenuhnya pemahaman tentang materi yang ingin didakwahkan kepada
masyarakat sehingga apa yang disampaikan kepada masyarakat bukan dari materi yang
selayaknya diperlukan masyarakat. Hal ini juga menyebabkan persoalan dakwah yang
ditanyakan masyarakat tidak dapat dijawab dengan sempurna oleh da’i.
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN MASALAH
A.DA'I
1..PENGERTIAN DA'I
Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudżakar (laki-laki) yang berarti orang yang
mengajak, kalau muannats (perempuan) disebut da’iyah.Sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia, da’i adalah orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah. Melalui
kegiatan dakwah para da’i menyebarluaskan ajaran Islam.Dengan kata lain, da’i adalah orang
yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, melalui lisan,
tulisan,atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran
Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam Da'i adalah
orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik
secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Da’i sering disebut
kebanyakan orang dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam).
Kata da’i secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang
menyempurnakan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat
sempitkerana masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan
ajaran Islam melalui lisan seperti ceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan
sebagainya.Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para pakar dalam bidang
dakwah yaitu:
1. Hasyimi, juru dakwah adalah penasihat, para pemimpin dan pemberi ingat,yang
memberi nasihat dengan baik yang mengarah dan berkhotbah,yang memusatkan jiwa dan
raganya dalam wa‟at dan wa‟id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam membicarakan
tentang kampong akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang
dunia.
2. Nasaraddin Lathief mendefinsikan bahwa da’i itu ialah Muslim dan Muslimat yang
menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah ialah
wa‟ad, mubaligh mustamin (juru penerang) yang menyeru mengajak dan memberi
pengajaran dan pelajaran agama Islam.
Namun pada dasarnya semua peribadi Muslim itu berperan secara otomatis sebagai
mubaligh atau orang yang menyampaikan atau dalam bahasa komunikasi dikenal sebagai
komunikator. Untuk itu komunikasi dakwah berperan sebagai da’i atau mubaligh ialah Secara
umum adalah setiap Muslim atau Muslimat yang mukallaf (dewasa) dimana mereka
kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai
penganut Islam, sesuai dengan perintah; “sampaikanlah walaupun satu ayat.” Secara khusus
adalah mereka yang mengambil spesialisasi khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam
yang dikenal panggilan dengan ulama.
)46() َّودَا ِعيًا اِلَى هّٰللا ِ بِاِ ْذنِ ٖه َو ِس َراجًا ُّمنِ ْيرًا45(ك َشا ِهدًا َّو ُمبَ ِّشرًا َّونَ ِذ ْير ًۙا
َ ٰيٓاَيُّهَا النَّبِ ُّي اِنَّٓا اَرْ َس ْل ٰن
Artinya:Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan.Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan
izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.(QS.Al-ahzab ayat 45-46)
3.KEUTAMAAN DA'I
Melalui dakwah yang dilakukan oleh da’i untuk memperjuangkan agama ini,maka
dengan izin Allah umat akan berhasil menggapai kejayaan,keagungan,dan kepimpinan. Hal
itu hanya bisa dicapai dengan keikhlasan, keteguhan, kekuatan, keteladanan, dan kecerdasan
mereka. Dengan semua itu, Allah mengangkat panji kebenaran dan mewujudkan kebaikan
sehingga umat ini menjadi umat paling baik yang senantiasa memerintahkan kebajikan,
mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah.Allah swt berfirman:
M.Quraish Shihab menafsirkan ayat diatas ini merupakan pujian bagi mereka yang
beriman, konsisten, lagi berupaya membimbing pihak lain agar menjadi manusia-manusia
muslim yang taat dan patuh kepada Allah. Ia juga melukiskan sikap kaum beriman yang
benar-benar bertolak belakang dengan para pendurhaka yang melakukan aneka kegiatan
untuk menghalangi orang lain mendengar tutunan al-Quran.Dengan demikian ayat diatas
bukanlah lanjutan dari ucapan malaikat. Ayat di atas menyatakan, dan siapakah yang lebih
baik perkataannya daripada seorang yang menyeru kepada Allah agar Yang Maha Kuasa itu
selalu diesakan, disembah dan ditaati secara tulus,dan dia menyampaikan seruannya itu
dalam keadaan telah mengerjakan amal yang saleh sehingga seruannya semakin mantap dan
berkata kepada teman dan lawan, yang taat dan durhaka bahwa “sesungguhnya aku termasuk
kelompok orang-orang yang berserah diri? Pastilah tidak ada yang lebih baik dari orang ini.
Dialah yang terbaik, dan dengan demikian dia tidak sama dengan para pendurhaka dan
memang tidaklah sama kebaikan dan pelakunya dengan kejahatan dan pelakunya, dan tidak
sama juga kejahatan dan pelakunya dengan kebaikan dan pelakunya.Ayat tersebut merupakan
peringatan bagi para da’i, dan sekaligus sanjungan bahwa tidak ada seorang pun yang lebih
baik perkataannya daripada mereka, terutama para Rasul, kemudian pengikutnya, sesuai
dengan tingkatan mereka dalam dakwah, ilmu, dan keutamaan.Bukankah merupakan
kemuliaan bagimu jika kamu termasuk orang yang berdakwah kepada Allah dan beramal
saleh serta menyatakan bahwa kamu termasuk orang-orang muslim? Tidakkah itu cukup
bagimu sebagai suatu kebahagiaan dan kemuliaan yang kamu rasakan, karena kamu telah
berdakwah kepada ke jalan Rabb-mu? Sesungguhnya dakwah itu tidak dilakukan kecuali
dengan izin Allah swt.
َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ ٰۗذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِنْ ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون ِ ُاِ ْنفِ ُر ْوا ِخفَافًا َّوثِقَااًل َّو َجا ِهد ُْوا بِا َ ْم َوالِ ُك ْم َواَ ْنف
َ س ُك ْم فِ ْي
Terjemahan:
Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah
dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.(QS.At-taubah:41)
Dalam Tafsir Al-misbah karangan M.Quraish Shihab dijelaskan bahwa sesungguhnya
Setelah ayat yang lalu (QS.At-taubah:40) memerintahkan untuk keluar berperang bersama
Rasul saw. dan menegaskan bahwa hal tersebut pada hakikatnya tidak dibutuhkan Allah tidak
juga oleh Rasul saw. karena Allah telah membela dan mendukungnya ketika dia sendiri dan
berdua, setelah menjelaskan hal tersebut maka menjadi jelaslah bahwa perintah berjihad pada
hakikatnya adalah untuk kemaslahatan yang diperintah, dan karena itu ayat ini sekali lagi
memerintahkan Berangkatlah kamu semua menuju medan jihad dengan bergegas dan penuh
semangat baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, kaya atau miskin, kuat
atau lemah, masing-masing sesuai kemampuannya dan berjihadlah dengan harta dan diri
kamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu ditinjau dari berbagai
aspek duniawi dan ukhrawi sebagaimana dipahami dari bentuk nakirah/indifinit kata () خير
khair. Jika kamu mengetahui betapa banyaknya sisi kebajikan yang disiapkan Allah bagi yang
berjihad dan taat kepada-Nya, tentulah kamu akan melaksanakan perintah ini.Firman-Nya(
)خفافا وقاالkhifafan wa tsiqalan/ ringan atau berat dapat menampung aneka makna. Kata
khifafan adalah bentuk jamak dari ()خفيفkhafif yang berarti ringan, sedangkan lawannya,
kata tsiqalan adalah bentuk jamak dari ( )ثقلtsaqil.Kata ringan dalam konteks ayat ini dapat
juga berarti jumlah yang sedikit, yakni sedikit personil, atau perlengkapan atau tanggungan
berupa keluarga dan anak-anak, atau berarti “penuh semangat.” Jika makna-makna itu yang
dipilih maka kata tsiqal adalah lawan (antonim)nya. Kata tersebut dapat juga dalam arti
serangan-serangan yang berulang-ulang,karena yang melakukannya ringan geraknya
sehingga dapat mengulang-ulangi serangan. Adapun tsiqal, maka maknanya ketika itu adalah
kemampuan bertahan menghadapi musuh.Penggalan ayat ini menunjukkan bahwa jika
mobilisasi diumumkan, maka semua orang dalam masyarakat muslim harus terlibat dalam
mendukung jihad, tentu saja kecuali yang keadaannya tidak memungkinkan.Sebelum
turunnya ayat ini yakni pada QS. al-Fath [48]: 17 Allah telah
menegaskan bahwa:
ٰ هّٰللا
ْي ِمن ْ ت ت َْج ِرٍ ّس ْولَ ٗه يُد ِْخ ْلهُ َجن ِ ج َح َر ٌج َّواَل َعلَى ا ْل َم ِر ْي
ُ ض َح َر ٌج ۗ َو َمنْ يُّ ِط ِع َ َو َر ِ س َعلَى ااْل َعْمٰ ى َح َر ٌج َّواَل َعلَى ااْل َ ْع َر
َ لَ ْي
ࣖ ت َْحتِ َها ااْل َ ْن ٰه ُر ۚ َو َمنْ يَّتَ َو َّل يُ َع ِّذ ْبهُ َع َذابًا اَلِ ْي ًما
Artinya:
Tidak ada dosa atas orang-orang yang buta, atas orang-orang yang pincang, dan atas
orang-orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai; tetapi barangsiapa berpaling, Dia akan mengazabnya dengan azab yang
pedih(QS.AL-FATH:17)
Orang-orang yang buta dan atas orang-orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila
tidak ikut berperang). Dengan demikian ayat ini tidak perlu bahkan tidak mungkin dinilai
telah dibatalkan oleh ayat al-Fath.sebagaimana dugaan sementara ulama karena bukan saja
ayat al-Fath itu lebih dulu turun dari ayat at-Taubah ini, tetapi juga karena kedua ayat tersebut
dapat dikompromikan maknanya. Di sisi lain perlu dicatat bahwa walaupun seseorang tidak
mampu, namun dalam keadaan mobilisasi umum,ia dapat melakukan hal-hal dalam batas
kemampuannya. Dalam konteks ini Imam az-Zuhri meriwayatkan bahwa ulama besar Sa‘id
Ibnu al-Musayyib ikut berpartisipasi dalam peperangan walaupun salah satu matanya tidak
melihat lagi. Ketika ada yang berkata padanya “Bukankah engkau memiliki udzur untuk tidak
ikut?” beliau menjawab: “Allah memerintahkan untuk pergi berjihad bagi yang keadaannya
ringan dan berat, kalau aku tidak dapat ikut berperang, maka paling tidak, aku memperbanyak
jumlah pasukan dan aku pun dapat menjaga barang-barang dan perlengkapan.” Demikian
juga halnya dengan sahabat Nabi saw., Abu Thalhah ra. yang membaca ayat ini lalu berkata:
“Saya memahami bahwa Tuhanku meminta aku berjihad ketika muda dan tua.” Ia kemudian
memerintahkan anak-anaknya mempersiapkan alat-alat perangnya.
Mereka Berkata:“Sesungguhnya engkau telah berjihad pada masa Rasul saw. sampai beliau
wafat, demikian juga pada masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. hingga keduanya wafat, maka
kini tidak perlu lagi engkau pergi berperang, biarlah kami yang berperang.” Namun ia
bersikeras untuk pergi berjihad dan akhirnya ia gugur , jenazahnya baru dikuburkan setelah
lewat satu minggu tetapi badannya tetap utuh dan tidak berbau. Demikian diriwayatkan oleh
pakar hadits Abu Ya’la al-Mushili dengan sanad yang shahih melalui sahabat Nabi saw. Ana?
Ibnu Malik.Didahulukannya kata harta di sini atas jiwa (diri) untuk menekankan perlunya
menyumbangkan harta benda, apalagi dalam situasi Perang Tabuk di mana kaum muslimin
sangat membutuhkannya sampai-sampai perang tersebut dinamai sa ’at a l-‘U srah/masa
krisis, karena banyaknya musuh, jauhnya perjalanan lagi sulitnya situasi. Ini pula sebabnya
sehingga sementara kaum muslimin yang lemah imannya enggan ikut dalam perang .Dalam
peperangan ini Sayyidina Utsman ra. menyumbang untuk biaya perang sebanyak seribu
dirham, satu jumlah yang sangat banyak ketika itu, sampai-sampai Rasul saw. berdoa: “Ya
Allah ridhailah Utsman karena sesungguhnya aku telah ridha kepadanya.” Demikian Ibnu
Hisyam dalam Sirahnya. Riwayat lain menyatakan bahwa beliau menyumbangkan dua ratus
ekor unta dengan perlengkapannya serta sejumlah besar uang.
هّٰللا هّٰللا
ِ ۖ ض َوانًا
س ْي َما ُه ْم ْ ضاًل ِّمنَ ِ َو ِر ْ َس َّجدًا يَّ ْبتَ ُغ ْونَ فُ شد َّۤا ُء َعلَى ا ْل ُكفَّا ِر ُر َح َم ۤا ُء بَ ْينَ ُه ْم ت َٰرى ُه ْم ُر َّك ًعاِ َس ْو ُل ِ ۗ َوالَّ ِذيْنَ َم َع ٗ ٓه ا ُ ُم َح َّم ٌد َّر
ست َٰوى ع َٰلى ْ ستَ ْغلَظَ فَاْ ش ْطـ َٗٔه فَ ٰا َز َر ٗه فَا ٰ
َ ع اَ ْخ َر َج ٍ س ُج ْو ِد ۗذلِ َك َمثَلُ ُه ْم فِى الت َّْو ٰرى ِة ۖ َو َمثَلُ ُه ْم فِى ااْل ِ ْن ِج ْي ۚ ِل َكز َْر ُّ فِ ْي ُو ُج ْو ِه ِه ْم ِّمنْ اَثَ ِر ال
هّٰللا
ت ِم ْن ُه ْم َّم ْغفِ َرةً َّواَ ْج ًرا ع َِظ ْي ًما
ِ صلِ ٰح ّ ٰ الز َّرا َع لِيَ ِغ ْيظَ بِ ِه ُم ا ْل ُكفَّا َر ۗ َو َع َد ُ الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ال ُّ ب ُ س ْوقِ ٖه يُ ْع ِجُ
Artinya
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka
rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak
tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat
dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan
tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas
batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka,
ampunan dan pahala yang besar.(QS.Al-Fath ayat 29)
Dalam Tafsir Al-misbah karangan M.Quraish Shihab Ayat di atas — menurut Sayyid Quthub
adalah gambaran yang sangat indah dilukiskan oleh al-Qur’an dengan gaya yang unik.
Gambaran yang terdiri dari sekian banyak cuplikan dari keadaan dan sifat kelompok terpilih
itu. Keadaan lahiriah dan batiniah mereka, sekali menggambarkan keadaan mereka
menghadapi orang-orang kafir, di kali lain bersama diri mereka sendiri... “Keras terhadap
orang-orang kafir, (namun) berkasih sayang antar mereka.”Kemudian cuplikan yang
menggambarkan keadaan mereka dalam ibadah mereka: “Engkau melihat mereka ruku‘ dan
sujud. ’’ Lalu cuplikan yang menggambar isi hati mereka serta apa yang terlintas dalam
benak mereka “Mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”.ditunjuk oleh ayat di atas sebagai
matsal/perumpamaan atau sifat yang mengagumkan dari Nabi Muhammad saw dan umatnya
Surah ini ditutup dengan penegasan tentang perkembangan umat Islam, yang masyarakatnya
dilukiskan sebagai bersifat tegas terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang antar
mereka. Itu adalah masyarakat ideal dan itulah fath kemenangan yang diuraikan pada awal
surah ini dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
kemenangan, kemenangan yang nyata (ayat 1). Demikian bertemu awal surah dengan akhir
surah, dan Maha Benar Allah dalam segala firman-Nya.Surah al-Fath ini menurut al-Biqa'i
merupakan surah terakhir dari bagian al-Muthawwal. Bagian ini ditutup dengan dua surah
yang pada intinya berbicara tentang kemenangan Nabi Muhammad saw. menghadapi
orang-orang kafir, baik melalui kekuatan senjata melawan mereka yang mengangkat senjata
terhadap umat Islam, maupun dengan argumentasi yang akurat serta budi pekerti yang luhur.
Kelompok surah-surah al-Mufashshal pun yang merupakan bagian akhir al-Qur’an pada
beberapa surah sebelum penutupnya juga berbicara tentang persoalan yang sama yakni pada
surah al-Kafirun dan an-Nashr/kemenangan, lalu uraian tentang Allah dan perintah untuk
memohon perlindungan Allah, setelah sebelumnya mengajak orang-orang kafir untuk hidup
berdampingan masing-masing melaksanakan agama dan kepercayaan tanpa saling
mengganggu.
3.QS. AT-TAUBAH AYAT 73
َ ِٰيٓاَيُّ َها النَّبِ ُّي َجا ِه ِد ا ْل ُكفَّا َر َوا ْل ُم ٰنفِقِيْنَ َوا ْغلُ ْظ َعلَ ْي ِه ْم ۗ َو َمْأ ٰوى ُه ْم َج َهنَّ ُم َوب
ِ ْئس ا ْل َم
ص ْي ُر
Terjemahan:
Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan
bersikap keraslah terhadap mereka.Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali.
َس ِمنِّ ْۚي َو َمنْ لَّ ْم يَ ْط َع ْمهُ فَاِنَّ ٗه ِمنِّ ْٓي اِاَّل َم ِن ا ْغتَ َرف َ ب ِم ْنهُ فَلَ ْي َ ْص َل طَالُ ْوتُ بِا ْل ُجنُ ْو ِد قَا َل اِنَّ هّٰللا َ ُم ْبتَلِ ْي ُك ْم بِنَ َه ۚ ٍر فَ َمن
َ ش ِر َ َفَلَ َّما ف
ۙ
ش ِربُ ْوا ِم ْنهُ اِاَّل قَلِ ْياًل ِّم ْن ُه ْم ۗ فَلَ َّما َجا َوز َٗه ُه َو َوالَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َم َع ٗه قَالُ ْوا اَل طَاقَةَ لَنَا ا ْليَ ْو َم بِ َجالُ ْوتَ َو ُجنُ ْو ِد ٖه ۗ قَا َل َ َُغ ْرفَةً ۢبِيَ ِد ٖه ۚ ف
هّٰللا هّٰللا هّٰللا
ّ ٰ الَّ ِذيْنَ يَظُنُّ ْونَ اَنَّ ُه ْم ُّم ٰلقُوا ِ ۙ َك ْم ِّمنْ فَِئ ٍة قَلِ ْيلَ ٍة َغلَبَتْ فَِئةً َكثِ ْي َرةً ۢبِاِ ْذ ِن ِ ۗ َو ُ َم َع ال
َصبِ ِريْن
Terjemahan
Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata, “Allah akan menguji kamu dengan
sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan
barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk
dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika
dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka
berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil
mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar
(Q.S AL-BAQARAH AYAT 249)
Di Dalam tafsir Al-misbah dijelaskan bahwasanya Allah swt. menguji mereka sambil
menunjukkan kepada Thalut tingkat kedisiplinan tentaranya. Karena itu, setelah mereka
keluar bersama Thalut menuju medan perang, Thalut menyampaikan kepada setiap kelompok
bahwa, Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai.Maka siapa di antara
kamu yang meminum airnya, ia bukanlah pengikutku.Dan barang siapa tiada
meminumnya,maka dia adalah pengikut, kecuali menceduk seceduk tangan, maka itu tidak
menjadikannya keluar dari kelompokku.Ujian ini memang berat, apalagi konon ketika itu
mereka dalam perjalanan jauh di tengah terik panas matahari yang membakar kerongkongan.
Tetapi ujian ini penting, karena perang yang akan mereka hadapi sangat berat, sehingga yang
tidak siap sebaiknya tidak terlibat, karena ketidaksiapannya dapat mempengaruhi mental
orang yang siap.Sementara ulama memahami ujian ini dalam arti ujian menghadapi dunia dan
gemerlapnya. Mereka yang meminum air sungai itu untuk mendapatkan kepuasan penuh,
maka mereka adalah yang ingin meraih semua gemerlap dunia. Adapun yang tidak
meminumnya, dalam arti tidak terpengaruh oleh gemerlap dunia dalam berjuang, maka itulah
kelompok Thalut. Demikian juga mereka yang hanya mencicipi sedikit dari air sungai
itu.Dengan demikian, ayat ini membagi mereka ke dalam tiga kelompok, yang minum sampai
puas, yang tidak minum dan yang sekadar mencicipinya.Ayat di atas, sebagaimana
terjemahannya berbunyi, “Barang siapa tidak meminumnya, maka dia termasuk kelompokku,
kecuali yang menceduknya seceduktangannya.”Redaksinya yang demikian itu,
yaknipengecualiannya ditempatkan terakhir, bukan berbunyi sebagaimana gaya bahasa yang
biasa digunakan “Barang siapa tidak meminumnya kecuali yang menceduknya seceduk
tangannya, maka dia adalah pengikutku. ” Ayat ini tidak berbunyi demikian,karena yang
ingin ditekankan adalah tidak minum, dan bahwa inilah yang seharusnya terjadi. Setelah
menjelaskan dasar tersebut, barulah pengecualian itu disampaikan.Setelah mereka melampaui
sungai dan melihat kekuatan senjata dan personil musuh di bawah pimpinan Jalut, sebagian
mereka berkata, 'Tak ada kesanggupan kami hari ini menghadapi jalut dan tentaranya. ” Tidak
dijelaskan oleh ayat ini, apakah ucapan tersebut disampaikan kepada Thalut, atau ucapan
mereka satu sama lain, atau bisikan hati mereka yang diketahui Allah. Adapun orang-orang
yang menduga keras bahwa mereka akan menaati Allah Dan ganjaran-Nya di hari Kemudian,
maka dengan penuh semangat dan optimisme, mereka berkata, "Berapa banyak terjadi,
golongan yang sedikit mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. ” Dugaan
keras walau belum sampai pada tingkat keyakinan telah dapat menghasilkan keteguhan hati
menghadapi musuh. Ini karena optimisme mereka disertai oleh keyakinan, bahwa
kemenangan bukan ditentukan oleh kuantitas tetapi kualitas, dan bahkan kemenangan
bersumber dari Allah swt. dan atas izin-Nya.Dugaan keras itu juga lahir dari kesadaran
mereka tentang perlunya ketabahan dan kesabaran, karena Allah beserta orang-orang yang
sabar. Bukti kebenaran ucapan-ucapan orang-orang beriman itu ditemukan antara lain pada
sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw. dalam peperangan Badr. Ketika itu kaum muslimin
hanya berjumlah 313 orang dengan persenjataan dan perlengkapan yang amat kurang, namun
demikian Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslimin
هّٰللا
ْ ض ْوا ِمنْ َح ْولِ َك ۖ فَاعْفُ َع ْن ُه ْم َوا
ستَ ْغفِ ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْر ُه ْم فِى ااْل َ ْم ۚ ِر ِ فَبِ َما َر ْح َم ٍة ِّمنَ ِ لِ ْنتَ لَ ُه ْم ۚ َولَ ْو ُك ْنتَ فَظًّا َغلِ ْيظَ ا ْلقَ ْل
ُّ َب اَل ْنف
َفَاِ َذا َع َز ْمتَ فَتَ َو َّك ْل َعلَى هّٰللا ِ ۗ اِنَّ هّٰللا َ يُ ِح ُّب ا ْل ُمتَ َو ِّكلِيْن
Terjemahan
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal (QS.AL-IMRAN AYAT 159)
Ayat ini dijelaskan dalam tafsir Al-misbah bahwasannya Setelah dalam ayat-ayat
yang lalu Allah membimbing dan menuntun kaum muslimin secara umum, kini tuntunan
diarahkan kepada Nabi Muhammad saw.sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi
kepada bum muslimin khususnya mereka yang telah melakukan kesalahan dan pelanggaran
dalam perang Uhud. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat
mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang
menunjukkan kelemah lembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum
memutuskan berperang, beliau menerima usul mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang
berkenan; beliau tidak memaki dan mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan
markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain. Jika demikian, maka
disebabkan rahmat yang amat besar dari Allah, sebagaimana dipahami dari bentuk infinitif
(nakirah) dari kata rahmat, bukan oleh satu sebab yang lain sebagaimana dipahami dari huruf
( )ماyang digunakan di sini dalam konteks penetapan rahmat-Nya disebabkan karena rahmat
Allah itu engkau berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras,
buruk perangai, kasar kata lagi berhati kasar, tidak peka terhadap keadaan orang lain, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu disebabkan oleh antipati terhadapmu. Karena
perangaimu tidak seperti itu, maka maafkanlah kesalahan-kesalahan mereka yang kali ini
mereka lakukan, mohonkanlah ampun kepada Allah bagi mereka,atas dosa-dosa yang mereka
lakukan dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, yakni dalam urusan
peperangan dan urusan dunia, bukan urusan syariat atau agama. Kemudian apabila engkau
telah melakukan hal-hal di atas dan telah membulatkan tekad, melaksanakan hasil
musyawarah kamu,maka laksanakan sambil bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya, dan dengan demikian Dia akan
membantu dan membimbing mereka ke arah apa yang mereka harapkan.Firman-Nya: Maka
disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka, dapat menjadi salah
satu bukti bahwa Allah swt. sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi
Muhammad saw.sebagaimana sabda beliau: ‘Aku dididik oleh Tuhanku, maka sungguh
baikhasil pendidikan-Nya. ” Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan
yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu al-Qur’an, tetapi juga kalbu
beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.Redaksi di
atas, yang disusul dengan perintah memberi maaf, dan seterusnya seakan-akan ayat ini
berkata: Sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad, adalah perangai yang sangat luhur,
engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf, dan bersedia
mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan karena rahmat Allah kepadamu yang
telah mendidikmu, sehingga semua faktor yang dapat mempengaruhi kepribadianmu
disingkirkan-Nya. Ayahmu meninggal sebelum engkau lahir,engkau dibawa jauh dari ibumu
sejak kecil, engkau tidak pandai membaca dan menulis dan engkau hidup dilingkungan yang
belum disentuh oleh peradaban manusia yang telah terkena polusi.Memang, ayah, ibu, bacaan
dan lingkungan, merupakan empat faktor yang membentuk kepribadian manusia dan
keempatnya hampir dapat dikatakan tidak menyentuh Nabi Muhammad saw. Karena
perangaimu sedemikin luhur, maka maafkan, mohonkan ampun dan dengarkan saran serta
diskusikan bersama mereka persoalan-persoalan mereka.Firman-Nya: Sekiranya engkau her
sikap keras lagi berhati kasar..mengandung makna bahwa engkau wahai Muhammad
bukanlah seorang yang berhati keras. Ini dipahami dari kata ( )لوyang diterjemahkan
sekiranya. Kata ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat
tersebut tidak dapat wujud. Seperti jika seorang yang ayahnya telah meninggal kemudian
berkata “Sekiranya ayah saya hidup, maka saya akan menamatkan kuliah.” Karena ayahnya
telah wafat, maka kehidupan yang diandalkannya pada hakikatnya tidak ada, dan dengan
demikian tamat yang diharapkannya pun tidak mungkin wujud. Jika demikian, ketika ayat ini
menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, maka itu berarti sikap keras lagi berhati kasar, tidak ada wujudnya, dan
karena itu tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi.Memang, sahabat-sahabat Nabi saw, selalu berada
disekeliling beliau, senang bersama beliau, dan tidak jemu-jemu mendengar sabda-sabda
beliau. Semua merasa mendapat kehangatan beliau, dan walau semua merasa
mendapatkannya, tidak seorang pun merasa, bahkan kehangatan yang diperoleh orang lain
mengurangi kehangatan yang didambakannya. Persis seperti kehangatan matahari
kekurangannya.
Firman-Nya: Berlaku keras lagi berhati kasar, menggambarkan sisi dalam dan sisi
luar manusia, berlaku keras menunjukkan sisi luar manusia dan berhati kasar, menunjukkan
sisi dalamnya. Kedua hal itu dinafikan dari Rasul saw. Memang keduanya perlu dinafikan
secara bersamaan, karena boleh jadi ada yang berlaku keras tapi hatinya lembut, atau hatinya
lembut tapi tidak mengetahui sopan santun. Karena yang terbaik adalah yang menggabung
keindahan sisi luar dalam perilaku yang sopan, kata-kata yang indah, sekaligus hati yang
luhur, penuh kasih sayang. Salah satu yang menjadi penekanan pokok ayat ini adalah perintah
melakukan musyawarah. Ini penting, karena petaka yang terjadi di Uhud, didahului oleh
musyawarah, serta disetujui oleh mayoritas. Kendati demikian, hasilnya sebagaimana telah
diketahui, adalah kegagalan. Hasil ini boleh jadi mengantar seseorang untuk berkesimpulan
bahwa musyawarah tidak perlu diadakan.Apalagi bagi Rasul saw.Nah, karena itu ayat ini
dipahami sebagai pesan untuk melakukan musyawarah. Kesalahan yang dilakukan setelah
musyawarah tidak sebesar kesalahan yang dilakukan tanpa musyawarah, dan kebenaran yang
diraih sendirian, tidak sebaik kebenaran yang diraih bersama.
Kata musyawarah terambil dari akar kata ( )شورyang pada mulanya bermakna
mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup
segala sesuatu yang dapat diambil/ dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat).Kata
musyawarah, pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna
dasar di atas.Madu bukan saja manis, tetapi ia adalah obat bagi banyak penyakit,sekaligus
menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah yang dicari dimanapun dan siapapun yang
menemukannya. Madu dihasilkan oleh lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah bagaikan
lebah, makhluk yang sangat disiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari
kembang, hasilnya madu, di mana pun ia hinggap tidak pernah merusak, tidak mengganggu
kecuali diganggu, sengatannya pun obat. Itulah permusyawaratan dan demikian itu sifat yang
melakukannya. Tidak heran jika Nabi saw. menyamakan seorang mukmin dengan lebah.Pada
ayat ini, disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada
Nabi Muhammad saw. untuk beliau laksanakan sebelum bermusyawarah. Penyebutan ketiga
hal itu walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang
berkaitan dengan perang Uhud. Namun, dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah, ia
perlu menghiasi diri Nabi saw. dan setiap orang yang melakukan musyawarah. Setelah itu,
disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah dan bulatnya
tekad.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Kata da’i berasal dari bahasa Arab bentuk mudżakar (laki-laki) yang berarti orang yang
mengajak, kalau muannats (perempuan) disebut da’iyah.Sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia, da’i adalah orang yang pekerjaannya berdakwah, pendakwah. Melalui
kegiatan dakwah para da’i menyebarluaskan ajaran Islam.Dengan kata lain, da’i adalah orang
yang mengajak kepada orang lain baik secara langsung atau tidak langsung, melalui lisan,
tulisan,atau perbuatan untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran
Islam, melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam Da'i adalah
orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik
secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Da’i sering disebut
kebanyakan orang dengan sebutan mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam).
Kata da’i secara umum sering disebut dengan sebutan mubaligh (orang yang
menyempurnakan ajaran Islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit
karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran
Islam melalui lisan seperti ceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan
sebagainya.Namun pada dasarnya semua peribadi Muslim itu berperan secara otomatis
sebagai mubaligh atau orang yang menyampaikan atau dalam bahasa komunikasi dikenal
sebagai komunikator. Untuk itu komunikasi dakwah berperan sebagai da’i atau mubaligh
ialah Secara umum adalah setiap Muslim atau Muslimat yang mukallaf (dewasa) dimana
mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat tidak terpisahkan dari misinya
sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah; “sampaikanlah walaupun satu ayat.” Secara
khusus adalah mereka yang mengambil spesialisasi khusus (mutakhasis) dalam bidang agama
Islam yang dikenal panggilan dengan ulama.
B.SARAN
Sebagai manusia yang selalu lalai dan lupa, tentu selalu membutuhkan kritik dan saran
yang dapat memberikan motivasi untuk inovasi selanjutnya. Semoga makalah sederhana yang
merupakan bentuk kecil dari sejuta karya besar ini dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi mereka yang haus akan tambahan pengetahuan dan mereka yang menginginkan
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA