Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJEMEN DAKWAH

(Ruang Lingkup Dakwah, Dasar Hukum Dan Kewajiban


Berdakwah Bagi Umat Islam)

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Dakwah

Dosen Pengampu:

Abdul Ghaffar, M.Pd

Disusun oleh:

Himmatul Millah (16110015)


Wardahlia Firdaus (16110084)

Kelas F

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul
“Ruang Lingkup Dakwah, Dasar Hukum Dan Kewajiban Berdakwah Bagi Umat
Islam” ini dapat terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Bapak Abdul Gahffar, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah


Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
2. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan
semangat agar makalah ini dapat diselesaikan.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan kita mengenai Manajemen Dakwah. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Malang, 21 Februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembahasan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ruang Lingkup Dakwah........................................................................... 3
2.2 Dasar Hukum Dakwah............................................................................. 5
2.3 Kewajiban Berdakwah Bagi Umat Islam................................................. 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nabi Muhammad sebagai pengemban risalah mulai menjalankan
fungsinya sebagai Rasul ketika beliau menerima perintah untuk menyampaikan
ajarann yang diberikan oleh Allah kepada kaumnya. Perintah ini tedapat di dalam
surat al-muddatstsir ayat 1-7: “Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu
berilah peringatan. Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah.
Dan perbuatan dosa tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah”.
Dengan berbekal perintah ini Rasulullah mulai menjalankan dakwahnya.
Diawali dengan cara sembunyi-sembunyi yang berlangsung selama tiga tahun.
Kemudian beliau menerima perintah untuk menjalankan dakwahnya secara
terang-terangan: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala
apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
musyrik.” (QS. al-Hijr: 94). Perintah ini selanjutnya diemban oleh Rasulullah
selama dua tahun. Berbagai cobaan dan rintangan senantiasa hadir ditengah-
tengah perjalanan dalam menegakkan dakwah Islam. Meskipun pada akhir
hayatnyaRasulullah telah berhasil menancapkan misnya secara gemilang.
Setelah Rasulullah wafat, orang yang melanjutkan dakwah Islam adalah
pengikutnya yang setia kepada ajaran Islam. Sebagaimana dalam QS. An-Yusuf
ayat 108: “Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik”. Juga dalam ayat
lain: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang
baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” (QS. an-Nahl: 125).
Perintah ini merupakan doktrin Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat
Islam. Persoalan yang muncul kemudian dengan doktrin tersebut: apakah

1
kewajiban ini merupakan kewajiban yang bersifat individual ataukah bersifat
kolektif?1

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja ruang lingkup dakwah?
1.2.2 Bagaimana dasar hukum dakwah?
1.2.3 Bagaimana hukum kewajiban berdakwah bagi umat Islam?

1.3 Tujuan Pembahasan


1.3.1 Untuk mengetahui ruang lingkup dakwah
1.3.2 Untuk mengetahui dasar hukum dakwah
1.3.3 Untuk mengetahui hukum kewajiban berdakwah bagi umat Islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ruang Lingkup Dakwah

Dakwah menyentuh berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh


manusia. Bila dalam kehidupan ril dakwah belum menyentuh sampai kearah sana ,
itu harus dimaknai sebagai suatu proses sejarah muslim. Namun, bisa jadi karena
terdistorsi oleh berbagai makna yang bersinggungan, bahkan berbenturan, dan

1
Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006, hlm 33-34

2
itu akan disempurnakan oleh generasi berikutnya. Dakwah meliputi upaya
bagaimana menciptakan kehidupan yang sejahtera, anman dan damai dengan
mengembangkan potensi berpikir atau kereativitas individu atau masyarakat.
Dengan kata lain dakwah pada hakikatnya adalah proses pemberdayaan. 2

2.1.1 Ruang Lingkup Ilmu Dakwah

Ilmu Dakwah merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana


berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah
(masyarakat) dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran dapat
direalisasikan dalam realitas kehidupan, dengan tujuan agar dapat Ridha Allah
SWT, agar tercapai kebahagiyaan hidup di dunia dan akhirat.3

Ilmu dakwah dapat dikategorikan sebagai disiplin ilmu yang mandiri,


karena sudah mencakup beberapa hal yang sangat urgen sebagai sebuah ilmu,
diantarannya:

1. Memiliki akar sejarah yang jelas.

2. Ada tokoh-tokoh ahli Ilmu Dakwah yang dikenal yang dengan


tekun mengembangkannya.

3. Ada masyarakat akademis yang senantiasa mempelajari dan


mengembangkan Ilmu Dakwah.

4. Diakui oleh lembaga-lembaa yang mengkaji tentang berbagai ilmu.


Dalam hal ini Lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) telah
mengakui Dakwah aalah bagian dari ilmu-ilmu ke islam.

5. Ada penelitian yang cukup intens dan mengembangkan teori-teori


dan metode baru dalam Ilmu Dakwah.

Melalui beberapa kali penelitian dan survey tentang literaur-literatur Ilmu


Dakwah dan melihat perkembangan Ilmu Dakwah dan lembaga-lembaga yang
menaunginya, maka sudah tampak dengan jelas hal-hal yang urgen yang harus
2
Ma’arif Bambang, Komunikasi Dakwah Paradikma Untuk Aksi, (Bandung: Simbiosa Rakatama
Media, 2010), hlm.31.
3
Saputra Wahidin, Pengantar Ilmu Dkwah, (Jakarta:PT.RajaGafindo Persada,2011), hlm.6.

3
dimiliki oleh sebuah disiplin ilmu, telah dimiliki oleh ilmu dakwah, walaupun
mungkin masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan.

Ilmu Dakwah melingkupi pembahasan tentang:

1. Materi Dakwah (maadah al-Dakwah): yang meliputi bidang


akidah, akidah, dan syariah (ibadah dan mu’amalah) dan Akhlak. Kesemua materi
dakwah ini bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah Rasulullah SAW, hasil ijtihad
para ulama’, sejarah peradaban islam.4

2. Subjek Dakwah (Da’i): orang yang aktif melaksanakan dakwah


kepada masyarakat. Da’i ini ada yang melaksanakan dakwahnya secara individu
ada juga yang berdakwah secara kolektif melalui organisasi.

3. Objek Dakwah (Mad’u) adalah masyarakat atau orang yang


didakwai, yakni diajak kejalan Allah agar selamat dunia dan akhirat. Masyaraat
sebagai objek dakwah sangat heterogen, misalnya ada masyarakat yang berprofesi
sebagai petani, nelayan, pedagang, pegawai, buruh, artis, anggota legeslatif,
eksekutif, karyawan, dan lainnya. Gila kita melihat aspek geografis, masyarakat
itu ada yang tinggal di kota, desa, pegunungan, pesisir, bahkan ada juga yang
tinggal dipedalaman. Bila dilihat dari aspek agama maka mad’u ada yang
muslim/mukmin, kafir, munafik, musyrik, dan lain sebagainya.

4. Metode Dakwah (Thariqah al-Dakwah): yaitu cara atau setrategi


yang harus dimiliki oleg da’I, dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya. Metode
Dakwah ini secara umum ada tiga berdasarkan Al-Qur’an surat An-Nahl:125,
yaitu: Metode Bil Hikmah, Metode Mauidzoh Hasanah dan Metode Mujadalah.

5. Media Dakwah (Wasilah al-Dakwah): adalah media atau


instrument yang digunakan sebagai alat untuk mempermudah sampainya pesan
dakwah kepada mad’u. Media ini bisa memanfaatka oleh da’I untuk
menyampaikan dakwahnya baik yang dalam bentuk lisa dan tulisan. Diantara
media dakwah yang masih banyak digunakan olehpara da’I saat ini adalah: TV,
Radio, Surat Kabar, Majalah, Buku, Internet, Handphone, Buletin.

4
Ibid, hlm.8.

4
6. Tujuan Dakwah (Maqasid Al-Dakwah): adalah tujuan yang hendak
dicapai oleh klegiatan dakwah. Adapun tujuan dakwah itu dibagi duayaitu tujuan
jangka pendek yang dimaksud adalah agar manusia mematihi ajaran Allah dan
Rasul-Nya dalam kehidupan keeharian, sehingga tercapai manusia yang berakhlak
mulia, dan tercapai individu yang baik (khoiru al-fardhiya), keluarga yang
sakinah/harmonis (khoiru al-usrah), komunitas yang tangguh (khoiru al-jama’ah),
masyarakat madani/civil society (khoiru al-ummah) dan pada akhirnya akan
membentuk bangsa yang sejahtera dan maju (khoiru al-baldah) atau dalam istilah
yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu: Baldatun Thoyyibatun wa robbun ghofur.5

2.1.2 Ruang Lingkup Sejarah Dakwah

Sejarah dakwah dapat diartikan sebagai peristiwa masa lampau umat


Islam dalam upaya mereka menyeru, memanggil dan mengajak manusia pada
islam serta bagaimana reaksi umat yang diseur dan perubahan-perubahan apa
yang terjadi setelah Dakwah digulirksn, baik langsung maupun tidak langsung.
Sejarah dakwah islam juga memotret bagaimana perjuangan menegakkan agama
dalam rentang masa yang begitu panjang yang mengalami proses surut. Akan
tetapi, sejarah dakwah itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah
dakwah itu sendiri.

Disebutkan bahwa ada dua pendapat besar yang mengungkap kapan


sebenarnya permulaan dakwah itu:

a. Peneliti yang menjadikan permulaan dakwah adalah pada masa


Rasulullah SAW. Pendapat inimerujuk pada terminology khusus dari dakwah
islamiyah, bahwa islam adalah agaa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

b. Peneliti lain berpendapat bahwa permulaan dakwah adalah sejak


diutusnya para nabi dan rasul. Pendapat ini merujuk kepada terminology umum
bai dakwah Islamiyah, bahwa dakwah para nabi hakikatnya adalah satu. Seluruh
rasul telah menyampaikan Islam dalam arti yang luas.6

5
Ibid,hlm.9.
6
Ilahi Wahyu, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.66.

5
Peneliti yang berpendapat bahwa sejarah dakwah Islam dimulai sejak
adanya Rasul, maka mereka memulai kajiannya dari Dakwah Nabi dan Nuh a.s.
alasannya adalah karena Nuh merupakan rasul pertama yang diceritakan dalam
Al-Qur’an tentang aktivitas dakwahnya. Sedangkan Adam a.s. tidak diutus kepada
seseorang. Adam diturunkan ke bumi untuk memulai sejarah panjang kehidupan
anak manusia dan menjadi khalifah di muka bumi. Tidak ada atsar yang
menjelaskan tentang kenabian Adam a.s yang ada hanyalah cerita dalam Al-
Qur’an tentang anaknya Qobil dan Habil yang melakukan kurban.

Akan tetapi, ada juga pendapat bahwa dakwah ini dimulai sejak Nabi
Adam a.s. menerima wahyu dan mengajarkan kepada umat manusia. Hal ini
berangkat dari asumsi bahwa kalu berbicara dakwah sebagaimana berbicara
mengenai manusia itu sendiri, kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi pertama
dan bapak manusia itu dilanjutkan sampai Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad
SAW.

Sedangkan perkembangan Dakwah dalam buku Sejarah Dakwah dapat


dispestifikasikn dan ditelusuri pada perjalanan dakwah:

a. Dakwah sebelum Islam, berisi tentang dakwah yang dilakukan oleh


para nabi sebelum nabi Muhammad SAW, dengan mengkomodasi twntang
dakwah islam yang dimulai pada zaman Nabi Nuh a.s. Kemudian dilanjutkan
dengan dakwah Nabi Hud a.s., dakwah Nabi Saleh a.s.,dakwah Nabi Ibrahim
a.s.,dakwah Nabi Luth a.s.,dakwah Nabi Yusuf a.s., dakwah Nabi Syu’ib a.s.,
dakwah Nabi Musa a.s., dakwah Nabi Daud a.s., dakwah Nabi Sulaiman a.s., dan
dakwah Nabi Isaa.s.

b. Dakwah pada masa Rasulullah SAW. Mengambarkan tentang


keadaan masyarakat sebelum Nabi Muhammad diutus, serba-serbi dakwah
Rasulullah di Mekkah, serta dakwah setelah kaum Muslim hijrah (dakwah
Madinah).

c. Dakwah pada masa Khulafaurrosyidin, berisi tentang gerakan


dakwah yang terjadi pada masa Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,
dan Ali bin Abi Thalib.

6
d. Dakwah pada masa Dinasti Umayyah.

e. Dakwah pada masa Dinasti Abbasiyah.

f. Dakwah pada masa Dinasti Umayyah

g. Dakwah Kontemporer, berisi tentang perkembangan serta pola


Dakwah Islam diseluruh belahan dunia, mulai dari Benua Asia, Afrika, Amerika,
Benua Eropa, dan Austeralia dan dilengkapi terkait dengan trend an metode yang
berkembang saat ini.

2.1 Dasar Hukum Dakwah

Keberadaan dakwah merupakan hal yang sangat penting dalam Islam.


Antara dakwah dan Isalm tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana diketahui, dakwah merupakan suatu usaha untuk
mengajak,menyeru, dan mempengaruhi manusia agara selalu berpegang pada
ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hal ini berdasarkan firman Allah:

‫ك إبٱِحلإححككمإة كوٱحلكمحوإعظكإة ٱحلكحكسنكإة ِ كوجكجإدحلنهمُ إبٱِلبَإتى إهكى أكححكسببنن ُ إإبَن كرببَبب ك‬


‫ك‬ ‫ع إإلكجى كسإبيِإل كربب ك‬
‫ٱحد ن‬
‫ضبَل كعن كسإبيِلإإهۦِ ِ كوهنكو أكحعلكنمُ إبٱِحلنمحهتكإديِكن‬
‫هنكو أكحعلكنمُ بإكمن ك‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”

Kata ud’u yang diterjemahkan dengan seruan dan ajakan adalah


fi’il amr yang menurut kaidah ushul fiqh setiap fi’il amr adalah perintah dan setiap
perintah adalah wajib dan harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang
memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi,
melaksanakan dakwah hukumnya wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang

7
memalingkannya dari kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama.
Hanya saja terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang status kewajiban itu
apakah fardhu’ain atau fardhu kifayah.7

2.2 Kewajiban Berdakwah Bagi Umat Islam


Perintah mengenai dakwah, banyak ditemukan dalam Al-Qur’an, pada al-
Sunnah serta Ijma’ (ijm’a al-Umah). Bahkan dalam menetapkan dakwah para
ulama bersepakat, bahwa hukum melakukan dakwah adalah wajib. Akan tetapi
terdapat perbedaan pendapat dalam penetapan kewajibannya.8
Pendapat pertama, mengatakan bahwa berdakwah itu hukumnya tidak
fardhu’ain melainkan fardu kifayah. Artinya apabila dakwah sudah disampaikan
sekelompok atau sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari
kewajiban seluruh kaum muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun
oleh sebagian orang.9
Pendapat kedua, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu’ain
maksudnya setiap orang orang Islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-
bodoh, semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah.10
Perdebatan di kalangan ulama tentang kewajiban berdakwah dalam Islam
bertitik tolak dari perbedaan interpretasi terhadap ayat Al-Qur’an surat Ali ‘Imran
ayat 104, yaitu:
‫ف كويِكحنهكحوكن كعإن احلنمحنككإر ُ كونأو جلكئإ ك‬
‫ك‬ ‫كوحلتكنكحن إمحننكحمُ أنبَمةة يِكحدنعوكن إإكلى احلكخحيِإر كويِكأحنمنروكن إباِحلكمحعنرو إ‬
‫هننمُ احلنمحفلإنحوكن‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu seglongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”
Berdasarkan ayat di atas menurut Ibn Katsir, ada dua pendapat
yang berbeda. Sebagian menyatakan kewajiban kelompok (kifayah) dan sebagian
lain menyatakan kewajiban indvidual (’ain).11 Perbedaan dimunculkan dari
7
Samsul Munir, Ilmu Dakwah, Jakarta : Amzah, 2009, hlm 50-51
8
Enjang, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah (Pendekatan Filosofis dan Praktis), Bandung: Widya
Padjajaran, 2009, hlm 40
9
Samsul Munir, Op. Cit. hlm 51
10
Aminuddin Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, Diktat Kuliah, Semarang: Fakultas Dakwah, IAIN
Walisongo, 1992, hlm 34
11
Abu Fida Ismail Ibn Katsir al-Dimasqy, Tafsir al-qur’an al-‘azhim. Juz I, Beirut: Dar Ihya al-
Turats al’Araby, 1969, hlm 390

8
penafsiran terhadap kata min (‫)من‬. Golongan pertama yang banyak diikuti oleh
ulama menyatakan bahwa kata min dalam ayat tersebut berarti liiab’idh ( ‫) للتبعيِض‬,
artinya sebagian. Jadi dakwah merupakan kewajiban yang bersifat kolektif
(kifayah). Alasannya karena kegiatan dakwah memerlukan ilmu dan tidak setiap
individu mampu melaksanakannya. Pendapat ini diperkuat dengan ayat Al-Qur’an
surat at-Taubah ayat 122: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.12
Golongan kedua menafsirkan kata min berarti lilbayan (‫)للبيِبباِن‬,
yakni sebagai penjelas. Dengan demikian, dakwah menjadi kewajiban setiap
individu (‘ain). Hal ini diperkuat al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 110:

‫س تكأحنمنروكن إباِحلكمحعنرو إ‬
‫ف كوتكحنهكحوكن كعإن احلنمحنككإر كوتنحؤإمننوكن إباِبَلإ ِهَّل‬ ‫نكحنتنحمُ كخحيِكر أنبَمةة أنحخإركج ح‬
‫ت إللبَناِ إ‬
‫ب لكككاِكن كخحيِررا لكهنحمُ ُ إمحنهننمُ احلنمحؤإمننوكن كوأكحكثكنرهننمُ احلكفاِإسنقوكن‬
‫كولكحو آكمكن أكحهنل احلإككتاِ إ‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” (QS. Ali ‘Imran: 110).
Dimana kata kuntum ( ُ‫ ) كنتببم‬menunjuk pada setiap individu.
Demikian juga di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (ُ‫من راى منكم‬

‫منكرا‬... ) dimana kata man berarti setiap individu Muslim.13


Tugas dakwah pada asalnya adalah tugas yang dibebankan kepada Rasul
oleh Allah Swt., dan da’i yang pertama adala Rasulullah Saw. hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Dr. Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Ushul Ad’Da;wah, anatar
lain: “Da’i yang pertama mengajak kepada jalan Allah sejak agama Islam
diturunkan ialah Rasulullah Saw. dan umat Islam termasuk para pemimpinnya
adalah pembantu Rasulullah dalam melaksanakan dakwahnya”.14

12
Muhammad Abu al-fath al-Bayanuni, al-Madkhal ila ‘Ilm al-da’wah, Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1991, hlm 32
13
Ibid

9
Hal ini mengandung mengandung arti bahwa beban berdakwah itu bukan
hanya kepada Rasulullah saja tetapi juga kepada umat Islam tanpa kecuali. Dalam
Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110, dijelaskan bahwa Rasulullah Saw, sendiri
sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan Allah
telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan dakwah.
Sabda Rasulullah,
‫كمحن كركأى إمحننكحمُ نمحنككررا فكحليِنكغيِبحرهن بإيِكإدإه فكإ إحن لكحمُ يِكحستكإطحع فكبإلإكساِنإإه فكإ إحن لكحمُ يِكحسببتكإطحع فكبإقكحلبإببإه كوكذلإبب ك‬
‫ك‬
ُ‫) وراه صحيِح مسلم‬.‫ف ا ح إليِكماِإن‬ ‫ضكع ن‬ ‫أك ح‬
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan
tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum
bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah
pertanda selemah-lemah iman”
Hadis diatas menunjukkan perintah kepada umat Islam untuk
mengadakan dakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Apabila seorang
muslim mempunyai suatu kekuasaan tertentu maka dengan kekuasannya itu ia
diperintah untuk mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya
maka dengan lisan itu ia diperintahkan untuk mengadakan seruan dakwah, bahkan
sampai diperintahkan untuk berdakwah dengan hati, seandainya dengan lisan pun
ternyata tidak mampu.
Keterangan yang dapat diambil dari pengertian ayat Al-Qur’an dan hadis
Nabi diatas adalah bahwa kewajiban berdakwah itu merupakan tanggung jawab
dan tugas setiap musllim di mana pun dan kapan pun ia berada. Tugas dakwah ini
wajib dilaksanakan bagi laki-laki dan wanita Islam yang baligh dan berakal.
Kewajiban dakwah ini bukan hanya keajiban para ulama, tetapi merupakan
kewajiban setiap insan muslim dan muslimat tanpa kecuali. Hanya kemampuan
dan bidangnya saja yang berbeda, sesuai dengan ukuran kemampuan masing-
masing.15
Perbedaan-perbedaan yang muncul, seperti diuraikan diatas,
seharusnya tidak menjadi perdebatan panjang yang pada akhirnya akan
melemahkan strategi dan kiat kita dalam mengembangkan dakwah Islam. Oleh
14
Abdul Karim Zaidan, Ushul Ad-Da’wah, Terjemahan H.M. Aswadi Syukur, Lc, Dasar-Dasar
Ilmu Da’wah, Jakarta: Media Dakwah, 1980
15
Samsul Munir, Op, Cit. hlm 52

10
karena itu perlu diupayakan untuk mengkompromikan perbedaan-perbedaan
tersebut. Menurut penulis dan sejalan dengan pendapat M. Quraish Shihab16
bahwa betul dakwah merupakan kewajiban individu, tetapi harus ada kelompok
khusus yang menangani dakwah secara profesional. Kewajiban dakwah secara
individual berlaku pada tingkatan wa tawashaw bil al-haq wa tawashaw bi al-
ashr. Sementara secara kolektif, kewajiban dakwah membutuhkan organisasi,
manajemen dan jaringan sosial yang kuat.
Dalam menghadapi berbagai masalah yang semakin berat dan
kompleks, sebagai akibat tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
globalisasi, dan tuntutan kebutuhan hidup, maka kiranya tidaklah memadai lagi
kegiatan dakwah yang hanya dilakukan secara fardhi’ perorangan, merencanakan
dan mengerjakan sendiri kegiatannya. Akan tetapi hendaknya dilakukan secara
jama’i, melalui sebuah kelembagaan yang ditata dengan baik dan dengan
menghimpun berbagai keahlian yang diperlukan. Persoalan pendanaan yang selalu
menjadi masalah, kiranya bisa dipecahkan melalui kelembagaan ini bahkan
apabila diperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an ( Al-Anfal: 73, at-Taubah: 71; ash-Shaff:
4), dakwah yang dilakukan dengan secara berjamaah dalam sebuah barisan yang
koko dan rapi, dan teratur, merupakan suatu keharusan. Orang-orang kafir, di
dalam menghadapi kaum muslimin, selalu bersama-sama dalam menghimpun
berbagai kekuatannya, bahkan kebijakan politiknya. Seperti contoh persoalan
Aljazair yang pemilunya dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan secara jujur
dan terhormat, ternyata telah dibatalkan secara keji oleh kaum kuffar, baik kaum
kuffar dalam negerinya sendiri ataupun dari luar negerinya, secara bersama-sama.
Apabila da negara yang dianggap membawa aspirasi Islam melakukan kesalahan
(menurut anggapan mereka yang kuffur dan biadab itu), secara bersama-sama
mereka berusaha menghancurkannya. Tujuan mereka hanya satu, menghancurkan
kaum Muslimin dengan agama Islamnya, sampai sehancur-hancurnya. Yahudi dan
Nasrani boleh berbeda pendapat dan pendirian diantara sesama mereka, tetapi
begitu menghadapi umat Islam, mereka akan segera bahu-membahu saling bantu
membantu. Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 73, mengingatkan kita kaum Muslimin

16
Abdul Basit, Op. Cit, hlm 37-38

11
bahwa apabila kekuatan kafir itu tidak dihadapi secara berjamaah dan bersama-
sama, maka yang akan terjadi adalah fitnah dan kehancuran.17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

17
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm 78-79

12

Anda mungkin juga menyukai