MANAJEMEN DAKWAH
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Kelas F
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul
“Ruang Lingkup Dakwah, Dasar Hukum Dan Kewajiban Berdakwah Bagi Umat
Islam” ini dapat terselesaikan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada:
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan Pembahasan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ruang Lingkup Dakwah........................................................................... 3
2.2 Dasar Hukum Dakwah............................................................................. 5
2.3 Kewajiban Berdakwah Bagi Umat Islam................................................. 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kewajiban ini merupakan kewajiban yang bersifat individual ataukah bersifat
kolektif?1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2006, hlm 33-34
2
itu akan disempurnakan oleh generasi berikutnya. Dakwah meliputi upaya
bagaimana menciptakan kehidupan yang sejahtera, anman dan damai dengan
mengembangkan potensi berpikir atau kereativitas individu atau masyarakat.
Dengan kata lain dakwah pada hakikatnya adalah proses pemberdayaan. 2
3
dimiliki oleh sebuah disiplin ilmu, telah dimiliki oleh ilmu dakwah, walaupun
mungkin masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu disempurnakan.
4
Ibid, hlm.8.
4
6. Tujuan Dakwah (Maqasid Al-Dakwah): adalah tujuan yang hendak
dicapai oleh klegiatan dakwah. Adapun tujuan dakwah itu dibagi duayaitu tujuan
jangka pendek yang dimaksud adalah agar manusia mematihi ajaran Allah dan
Rasul-Nya dalam kehidupan keeharian, sehingga tercapai manusia yang berakhlak
mulia, dan tercapai individu yang baik (khoiru al-fardhiya), keluarga yang
sakinah/harmonis (khoiru al-usrah), komunitas yang tangguh (khoiru al-jama’ah),
masyarakat madani/civil society (khoiru al-ummah) dan pada akhirnya akan
membentuk bangsa yang sejahtera dan maju (khoiru al-baldah) atau dalam istilah
yang disebut dalam Al-Qur’an yaitu: Baldatun Thoyyibatun wa robbun ghofur.5
5
Ibid,hlm.9.
6
Ilahi Wahyu, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm.66.
5
Peneliti yang berpendapat bahwa sejarah dakwah Islam dimulai sejak
adanya Rasul, maka mereka memulai kajiannya dari Dakwah Nabi dan Nuh a.s.
alasannya adalah karena Nuh merupakan rasul pertama yang diceritakan dalam
Al-Qur’an tentang aktivitas dakwahnya. Sedangkan Adam a.s. tidak diutus kepada
seseorang. Adam diturunkan ke bumi untuk memulai sejarah panjang kehidupan
anak manusia dan menjadi khalifah di muka bumi. Tidak ada atsar yang
menjelaskan tentang kenabian Adam a.s yang ada hanyalah cerita dalam Al-
Qur’an tentang anaknya Qobil dan Habil yang melakukan kurban.
Akan tetapi, ada juga pendapat bahwa dakwah ini dimulai sejak Nabi
Adam a.s. menerima wahyu dan mengajarkan kepada umat manusia. Hal ini
berangkat dari asumsi bahwa kalu berbicara dakwah sebagaimana berbicara
mengenai manusia itu sendiri, kegiatan dakwah yang dilakukan oleh Nabi pertama
dan bapak manusia itu dilanjutkan sampai Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad
SAW.
6
d. Dakwah pada masa Dinasti Umayyah.
7
memalingkannya dari kewajiban itu, dan hal ini disepakati oleh para ulama.
Hanya saja terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang status kewajiban itu
apakah fardhu’ain atau fardhu kifayah.7
8
penafsiran terhadap kata min ()من. Golongan pertama yang banyak diikuti oleh
ulama menyatakan bahwa kata min dalam ayat tersebut berarti liiab’idh ( ) للتبعيِض,
artinya sebagian. Jadi dakwah merupakan kewajiban yang bersifat kolektif
(kifayah). Alasannya karena kegiatan dakwah memerlukan ilmu dan tidak setiap
individu mampu melaksanakannya. Pendapat ini diperkuat dengan ayat Al-Qur’an
surat at-Taubah ayat 122: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.12
Golongan kedua menafsirkan kata min berarti lilbayan ()للبيِبباِن,
yakni sebagai penjelas. Dengan demikian, dakwah menjadi kewajiban setiap
individu (‘ain). Hal ini diperkuat al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 110:
س تكأحنمنروكن إباِحلكمحعنرو إ
ف كوتكحنهكحوكن كعإن احلنمحنككإر كوتنحؤإمننوكن إباِبَلإ ِهَّل نكحنتنحمُ كخحيِكر أنبَمةة أنحخإركج ح
ت إللبَناِ إ
ب لكككاِكن كخحيِررا لكهنحمُ ُ إمحنهننمُ احلنمحؤإمننوكن كوأكحكثكنرهننمُ احلكفاِإسنقوكن
كولكحو آكمكن أكحهنل احلإككتاِ إ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” (QS. Ali ‘Imran: 110).
Dimana kata kuntum ( ُ ) كنتببمmenunjuk pada setiap individu.
Demikian juga di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (ُمن راى منكم
12
Muhammad Abu al-fath al-Bayanuni, al-Madkhal ila ‘Ilm al-da’wah, Beirut: Muassasah al-
Risalah, 1991, hlm 32
13
Ibid
9
Hal ini mengandung mengandung arti bahwa beban berdakwah itu bukan
hanya kepada Rasulullah saja tetapi juga kepada umat Islam tanpa kecuali. Dalam
Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110, dijelaskan bahwa Rasulullah Saw, sendiri
sebagai pembawa risalah dan hamba Allah yang ditunjuk sebagai utusan Allah
telah bersabda kepada umatnya untuk berusaha dalam menegakkan dakwah.
Sabda Rasulullah,
كمحن كركأى إمحننكحمُ نمحنككررا فكحليِنكغيِبحرهن بإيِكإدإه فكإ إحن لكحمُ يِكحستكإطحع فكبإلإكساِنإإه فكإ إحن لكحمُ يِكحسببتكإطحع فكبإقكحلبإببإه كوكذلإبب ك
ك
ُ) وراه صحيِح مسلم.ف ا ح إليِكماِإن ضكع ن أك ح
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan
tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum
bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah
pertanda selemah-lemah iman”
Hadis diatas menunjukkan perintah kepada umat Islam untuk
mengadakan dakwah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Apabila seorang
muslim mempunyai suatu kekuasaan tertentu maka dengan kekuasannya itu ia
diperintah untuk mengadakan dakwah. Jika ia hanya mampu dengan lisannya
maka dengan lisan itu ia diperintahkan untuk mengadakan seruan dakwah, bahkan
sampai diperintahkan untuk berdakwah dengan hati, seandainya dengan lisan pun
ternyata tidak mampu.
Keterangan yang dapat diambil dari pengertian ayat Al-Qur’an dan hadis
Nabi diatas adalah bahwa kewajiban berdakwah itu merupakan tanggung jawab
dan tugas setiap musllim di mana pun dan kapan pun ia berada. Tugas dakwah ini
wajib dilaksanakan bagi laki-laki dan wanita Islam yang baligh dan berakal.
Kewajiban dakwah ini bukan hanya keajiban para ulama, tetapi merupakan
kewajiban setiap insan muslim dan muslimat tanpa kecuali. Hanya kemampuan
dan bidangnya saja yang berbeda, sesuai dengan ukuran kemampuan masing-
masing.15
Perbedaan-perbedaan yang muncul, seperti diuraikan diatas,
seharusnya tidak menjadi perdebatan panjang yang pada akhirnya akan
melemahkan strategi dan kiat kita dalam mengembangkan dakwah Islam. Oleh
14
Abdul Karim Zaidan, Ushul Ad-Da’wah, Terjemahan H.M. Aswadi Syukur, Lc, Dasar-Dasar
Ilmu Da’wah, Jakarta: Media Dakwah, 1980
15
Samsul Munir, Op, Cit. hlm 52
10
karena itu perlu diupayakan untuk mengkompromikan perbedaan-perbedaan
tersebut. Menurut penulis dan sejalan dengan pendapat M. Quraish Shihab16
bahwa betul dakwah merupakan kewajiban individu, tetapi harus ada kelompok
khusus yang menangani dakwah secara profesional. Kewajiban dakwah secara
individual berlaku pada tingkatan wa tawashaw bil al-haq wa tawashaw bi al-
ashr. Sementara secara kolektif, kewajiban dakwah membutuhkan organisasi,
manajemen dan jaringan sosial yang kuat.
Dalam menghadapi berbagai masalah yang semakin berat dan
kompleks, sebagai akibat tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
globalisasi, dan tuntutan kebutuhan hidup, maka kiranya tidaklah memadai lagi
kegiatan dakwah yang hanya dilakukan secara fardhi’ perorangan, merencanakan
dan mengerjakan sendiri kegiatannya. Akan tetapi hendaknya dilakukan secara
jama’i, melalui sebuah kelembagaan yang ditata dengan baik dan dengan
menghimpun berbagai keahlian yang diperlukan. Persoalan pendanaan yang selalu
menjadi masalah, kiranya bisa dipecahkan melalui kelembagaan ini bahkan
apabila diperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an ( Al-Anfal: 73, at-Taubah: 71; ash-Shaff:
4), dakwah yang dilakukan dengan secara berjamaah dalam sebuah barisan yang
koko dan rapi, dan teratur, merupakan suatu keharusan. Orang-orang kafir, di
dalam menghadapi kaum muslimin, selalu bersama-sama dalam menghimpun
berbagai kekuatannya, bahkan kebijakan politiknya. Seperti contoh persoalan
Aljazair yang pemilunya dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan secara jujur
dan terhormat, ternyata telah dibatalkan secara keji oleh kaum kuffar, baik kaum
kuffar dalam negerinya sendiri ataupun dari luar negerinya, secara bersama-sama.
Apabila da negara yang dianggap membawa aspirasi Islam melakukan kesalahan
(menurut anggapan mereka yang kuffur dan biadab itu), secara bersama-sama
mereka berusaha menghancurkannya. Tujuan mereka hanya satu, menghancurkan
kaum Muslimin dengan agama Islamnya, sampai sehancur-hancurnya. Yahudi dan
Nasrani boleh berbeda pendapat dan pendirian diantara sesama mereka, tetapi
begitu menghadapi umat Islam, mereka akan segera bahu-membahu saling bantu
membantu. Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 73, mengingatkan kita kaum Muslimin
16
Abdul Basit, Op. Cit, hlm 37-38
11
bahwa apabila kekuatan kafir itu tidak dihadapi secara berjamaah dan bersama-
sama, maka yang akan terjadi adalah fitnah dan kehancuran.17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
17
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998, hlm 78-79
12