Anda di halaman 1dari 57

PERSUASI DAN EFEK DAKWAH

Oleh :
Silky Sabella M. (B91219128)
Sisca Dwi A. (B91219129)
Tiara Nauralita R. (B91219130)

Kelas A4
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag

Asisten Dosen 1 :
Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I
Asisten Dosen II :
Baiti Rahmawati, M.Sos
8
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT, yang telah


memberi nikmat, kesempatan untuk mengerjakan tugas
ini, salawat dan salam kami panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini memfokuskan pembahasan tentang


Persuasi dan Efek Dakwah, dengan sistematika sebagai
berikut yaitu: Bab I yang berisi: Persuasi Dakwah
kemudian Bab II tentang: Efek Dakwah dan terakhir Bab
III berupa Penutup. Kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Moh.
Ali Aziz, M.Ag dan Ibu Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I
serta Ibu Baiti Rahmawati, M.Sos yang telah
membimbing dan memberikan kepercayaan kepada
penulis untuk mengerjakan tugas ini. Ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sama juga kami sampaikan
kepada teman-teman terkhusus Oktafiana Dwi Putri atas
bantuannya dalam mencari sumber referensi untuk
makalah ini.

i
Makalah ini masih jauh dari sempurna, mohon
kritikan, saran dan masukan. Kami berharap buku ini
bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi
perkembangan dakwah islam di masa mendatang.

Surabaya, 2 Februari 2020

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I : PERSUASI DAKWAH


A. Pengertian Persuasi Dakwah
B. Metode Persuasi
C. Faktor Keberhasilan Persuasi

BAB II : EFEK DAKWAH


A. Pengertian Efek Dakwah
B. Tahap-tahap Perubahan Perilaku
C. Evaluasi Efek Dakwah
D. Hambatan-hambatan Dakwah

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PERSUASI DAKWAH

A. Pengertian Persuasi Dakwah

Usaha untuk memengaruhi pendapat, pandangan,


sikap, ataupun mengubah tingkah laku seseorang, dapat
di tempuh dengan cara koersif, yaitu dengan cara paksa,
bila perlu disertai dengan terror-teror yang dapat
menekan batin dan menimbulkan ketakutan. Selain itu,
ada acara persuasif, yaitu dengan memengaruhi jiwa
seseorang, sehingga dapat membangkitkan kesadarannya
untuk menerima dan melakukan suatu tindakan.

Dakwah bersifat persuasive artinya berusaha


mempengaruhi manusia untuk menjalankan agama
sesuai dengan kesadaran dan kemauannya sendiri
bukannya dengan jalan koersif. Sebab pemaksaan adalah
perampasan hak asasi manusia.

Istilah persuasi atau dalam bahasa Inggris


persuasion berasal dari kata Latin persuasio, yang secara
1
harfiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau hal
meyakinkan (Efendy 1991:103).

Ada beragam definisi mengenai persuasi1. Richard


M. Perloff menghimpun pendapat dari berbagai ahli
mengenai persuasi :

“A Communication process in which the communicator


seeks to elicit a desired response from his receivers.”
(Andersen, 1971)

[Sebuah proses komunikasi di mana komunikator


berusaha untuk mendapatkan respon yang diinginkan
dari penerimanya]

“A symbolic activity whose pupose is to effect the


internalization or voluntary acceptance of new cognitive
states or pattern of overt behavior through the exchange
of message.” (Smith, 1982)

1
Inadia Aristyavani, Persuasi Komunikasi dan Kebijakan Publik,
Cet 1 (Yogyakarta:Calpulis,2017), h.5

2
[Kegiatan simbolik dengan tujuan
memengaruhiinternalisasi atau penerimaan secara
sukarela pandangan baru atau pola perilaku melalui
pertukaran pesan.]

Sementara Purnawan EA (2002:15)


mendefinisikan persuasi sebagai berikut: Persuasi adalah
influence yang dibatasi dengan hanya komunikasi, baik
komunikasi verbal (dengan menggunakan kata-kata),
maupun komunikasi non-verbal (dengan menggunakan
gerakan atau bahasa tubuh).

Sementara Perloff sendiri mendefinisikan


persuasi sebagai “A symbolic process in which
communication try to convince other people to change
their attitude or behaviors regarding an issue through
the transmission of a message in a atmosphere of free
choice.” [Sebuah proses simbolik di mana komunikator
mencoba untuk meyakinkan orang lain untuk mengubah
sikap atau perilaku mereka atas suatu isu melalui
pengiriman pesan dalam situasi pilihan bebas.]

3
Dari definisi yang diberikan oleh Perloff dan ahli
lain tersebut bias diidentifikasi lima karakteristik utama
persuasi. Pertama, persuasi merupakan sebuah proses
simbolik. Kedua, persuasi adalah tindakan yang
disengaja untuk memengaruhi orang lain. Ketiga,
persuasi dilakukan lewat pengiriman transmisi pesan.
Keempat, perubahan yang dituju adalah mengubah sikap
atau perilaku. Kelima, persuasi membutuhkan pilihan
yang bebas.

Persuasi adalah aktivitas yang disengaja (intensi)


untuk mengubah sikap atau perilaku. Dalam upaya untuk
mengubah sikap atau perilaku tersebut, persuasi tidak
melakukan paksaan (koersi). Pilihan diserahkan kepada
penerima (khalayak). Ini tantangan bagi persuader.
Bagaimana upaya yang dilakukan agar khalayak bias
mengikuti pesan persuasi secara sukarela, tanpa dipaksa.
Jika seandainya tidak ada perubahan sikap atau perilaku,
kesalahan terletak pada pesan persuasi, misalnya tidak
bias menyentuk perasaan atau logika penerima.

4
Persuasi menggunakan paradigma lama jamannya Aris-
toteles, menekankan pada diri sumber (persuader)
sebagai factor utama efektivitas persuasi.

Persuasi berbeda dengan koersi. Tujuan koersi


sama dengan persuasi, yakni perubahan sikap dan
perilaku. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut bias
dilakukan dengan berbagai cara.

Persuasi juga berbeda dengan propaganda.


Meskipun propaganda dan manipulasi merupakan bagian
dari persuasi, namun tetap memiliki perbedaan.
Propaganda biasanya digunakan untuk memengaruhi
secara massal dengan menggunakan media massa,
sedangkan persuasi juga melibatkan penggunaan media,
tetapi bias juga melibatkankonteks interpersonal dan
organisasi.

Dakwah persuasi memerlukan prinsip yang


sungguh-sungguh, sebab persuasi mendasarkan usahanya
pada segi-segi psikologis dan yang ingin diraih adalah
kesadaran seseorang melaksanakan sesuatu. Oleh sebab

5
itu, dakwah persuasi harus dilakukan oleh orang-orang
yang memang memiliki pengetahuan dan keahlian.

B. Metode Persuasi

Dakwah lebih dimaksimalkan jika menghadapi


mitra dakwah yang keras kepala. Jika dakwah persuasive
dengan metode ceramah, pembicara dapat menggunakan
alat-alat psikologi, agar menghasilkan kesan yang
mendalam (Suwito Kusumowidagdo dalam T.A. Lathief
Rousydy, 1989: 286-290), yaitu :

1. Docere, yaitu meyakinkan audiensi dengan


menerangkan, menjelaskan dan membuktikan
kebenaran isi pesan dakwah, serta menunjukkan
tidak benarnya pendapat lain yang bertentangan.
Dalam menerangkan dan menjelaskan tersebut,
pembicara harus menggunakan dukungan
sejumlah bukti. Artinya dari hal yang sudah
diketahui meningkat kepada hal-hal baru yang
belum diketahui. Dari hal yang pasti bagi
pendengar meningkat kepada hal yang akan

6
diyakinkan kepastiannya. Jadi, pembicara harus
tahu apa yang telah dikenal oleh pendengar
sebagai hal yang sudah pasti dan ini dipakai
sebagai loncatan.
2. Permovere, yaitu cara menggerakan perasaan dan
kemauan audiensi dengan jalan directe pathetiek,
yakni dengan kekuatan perasaan dan
keyakinannya, pembicara melahirkan kata
hatinya dengan penuh semangat yang menyala-
nyala. Di samping itu, juga dengan jalan in
directe pathetiek, yaitu dengan tidak
mengemukakan perasaan dan keyakinannya,
pembicara menggunakan kata-kata yang tegas
dan kuat untuk menggambarkan apa yang
dimaksud bersandar pada imajinasi pendengar.
3. Conciliare, yaitu cara menarik perhatian
pendengar terhadap isi ceramah dengan jalan :

a. Menunjukkan pentingnya masalah.


b. Menunjukkan bahwa pendengar
mempunyai kepentingan langsung dengan
masalah tersebut.

7
c. Menggunakan sopan santun ceramah,
berbicara dengan tenang tetapi pasti,
dengan mengingat apa yang pantas dan
yang tidak pantas untuk disampaikan
kepada audiensi dengan aneka latar
belakang.
d. Memperhatikan cara-cara bicaranya
e. Menghias pokok pembicaraan yang
mestinya tidak begitu baik, tetapi perlu
dikemukakan, dengan kata-kata
sedemikian rupa hingga tidak
menyinggung perasaan halus audiensi.

4. Frapper Toujur, Teknik persuasi yang artinya


“Pukul Terus” ini merupakan cara yang
telahteruji untuk menanamkan suatu pengertian
atau paham hingga mendalam. Maksud cara ini
adalah dengan berulang-ulang dan tegas
pengertian atau paham itu dikemukakan, dipuji,
supaya mendengar hafal, mengetahui betul-betul,
dan hingga timbul kepercayaan kepadanya.

8
5. Simbolik, yaitu cara memberi gambaran tentang
apa yang dimaksudkan dalam pesan ceramah
dengan Bahasa lambing. Pembicara harus berfikir
dan pembicara dengan gambaran lambang-
lambang yang telah dikenal oleh pendengar.

6. Sensasi, yaitu sesuatu yang dapat memaksa


pendengar menaruh perhatian kepada pembicara.
Memaksa pendengar untuk mendengarkan
tersebut dilakikan dengan mengemukakan :

a. Apa saja yang serba hebat, serba besar, serba


lain dari biasa

b. Apa saja yang serba baru yang belum pernah


dialami

c. Apa saja yang tidak terduga atau tersangka

d. Apa saja yang serba melebihi harapan dan


sebagainya di dalam cara menyampaikan
undangan, menyusun acara, dalam mencari kata-

9
kata. Sensasi tentu saja harus digunakan dalam
batas-batas etika retorika.

7. Sugesti, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan


keyakinan tanpa berpikir lebih lanjut. Sesuai
dengan sugesti haruslah bekerja bersama,
keduanya tidak dapat dipisahkan. Keduanya
dapat memberikan kepastian batin kepada
audiensi. Dengan sugesti, pembicara berusaha
mendorong pendengar untuk menerima
pendapatnya.
8. Prestise, yaitu suatu kekuatan dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang lain segera
membuka jiwanya untuk menerima dan
mempercayai ucapannya. Pembicara yang
memiliki prestise yang tinggi lebih mudah diikiti
isi pesannya oleh audiensi . Menurut kaidah
umum bahwa jika suatu usaha untuk mencapai
tujuan tertentu menggunakan pendekatan yang
tepat, 2maka tujuan akan tercapai. Demikian pula

2
Hasan Bisri, Ilmu Dakwah Pengembangan Masyarakat, (Surabaya:
UIN Sunan Ampel Pers, 2014) , h. 140

10
dakwah, obyeknya akan segera mengikuti seruan
dakwah jika telah dilaksanakan dengan
pendekatan dan metode yang tepat. Dengan
demikian, seorang pembicara tidak cukup
memiliki kemahiran dan teknik berceramah saja,
tetapi ia harus memiliki prestise. Sebab, pada
akhirnya yang menentukan berhasil atau tidaknya
ceramah ditentukan oleh percaya atau tidaknya
audiensi kepada pembicara. Kepercayaan
audiensi inilah yang menjadi dasar seluruh teknik
ceramah.

Severin dan Tankard (2005: 182) memberikan


teknik persuasi lain untuk mengubah sikap.
Pendakwah sebagai komunikator harus
memperhatikan tiga teknik tersebut, yaitu :

1. Pesan Satu Sisi dan Dua Sisi. Suatu pesan


komunikasi harus disertai argument yang
menguatkannya.
2. Kredibilitas Sumber. Perubahan sikap
seseorang dipengaruhi juga oleh sejauh mana

11
kredibilitas komunikator. Kredibilitas
tersebut menyangkut kejujuran,
profesionalisme atau kompetensi,
dinamisme, dan objektivitas.
3. Seruan Rasa Takut. Memengaruhi sikap juga
bisa dilakukan dengan membangkitkan rasa
takut.

Ada ayat Al-Qur’an yang erat kaitannya dengan ketiga


teknik tersebut, yaitu : (Al-Anbiya ayat 22)

ِ ْ‫لَوْ َكانَ فِي ِه َما آلِهَةٌ ِإاَّل هَّللا ُ لَفَ َس َدتَا ۚ فَ ُسب َْحانَ هَّللا ِ َربِّ ْال َعر‬
‫ش َع َّما‬

َ‫صفُون‬
ِ َ‫ي‬

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain


Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka
Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa
yang mereka sifatkan.”

12
C. Faktor Keberhasilan Persuasi

Purnawan EA (2002:22-50) menjelaskan agar


persuasi dapat berlangsung sukses harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

a. Availability dan relevance, bila kedua hal


tersebut ada, secara konsisten dapat diramalkan
bahwa perilaku seseorang didorong oleh
sikapnya.
b. Memahami kondisi berfikir sasaran atau
menentukan strategi pendekatan. Ada dua macam
proses berfikir, heuristic dan systematic. Karena
ada dua macam proses berfikir, persuasi yang
digunakan juga harus disesuaikan.
c. Memahami naluri dan reaksi spontan sasaran,
pada umumnya orang selalu dalam keadaan
heuristic dan mudah dibujuk.
d. Attribution dan sequential request, taktik
pendekatan untuk memperoleh “ya !”

13
e. Menggali kebutuhan terdalam sasaran dengan
bahasa hypnosis.

Keberhasilan persuasi ditentukan oleh persuader, tak


hanya dicetuskan oleh Aristoteles, namun juga oleh
Cicero, Quintilian dan banyak lagi. Konsepnya nyaris
sama, persuader haruslah orang yang bermoral baik, etis,
espert dan rasional.

14
BAB II
EFEK DAKWAH

A. Pengertian Efek Dakwah


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap
aktivitas dakwah akan menuai reaksi baik positif
maupun negatif. Artinya adalah setiap dakwah akan
memiliki efek (atsar) pada objek dakwah. Atsar itu
sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Arab yang berarti
bekasan/sisa, atau tanda. Istilah ini selanjutnya
digunakan untuk menunjukkan suatu ucapan atau
perbuatan yang berasal dari sahabat atau tabi'in yang
pada perkembangan selanjutnya dianggap sebagai hadits,
karena memiliki ciri-ciri sebagai hadits (Abuddin Nata,
1998: 363).

15
Efek (atsar) suatu dakwah, bukan hanya sekedar
umpan balik dan reaksi individu-individu sebagai
khalayak terhadap pesan yang dilontarkan oleh da’I atau
mubalig melalui media massa atau pidato. Akan tetapi
efek itu merupakan paduan sejumlah kekuatan yang
bekerja dalam masyarakat, dimana dai atau mubalig
sebagai komunikator dakwah hanya dapat menguasai
beberapa kekuatan saja, yaitu pesan atau isi, metode dan
media yang digunakan. Dai atau mubalig tidak mampu
mengontrol kekuatan lain yang berpengaruh pada diri
individu, seperti filter konseptual individu, kelompok
rujukan, pemimpin pendapat, dan pesan lain yang
bertentangan dengan dakwah.

Kemampuan menganalisa efek dakwah sangat


penting dalam menetukan langkah-langkah dan strategi
dakwah selanjutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah
kemungkinan kesalahan strategi dakwah yang bisa
merugikan tujuan dakwah dapat terulang kembali.

Dampak komunikasi dakwah dalam perspektif


komunikasi terkait dengan sikap komunikan yang

16
dipengaruhi yang terdiri dari tiga komponen: Pertama,
apek kogintif (pengetahuan). Mad’u harus sampai pada
tingkat tahu dan paham tentang pesan dakwah yang
disampaikan. Kedua, aspek afektif (kesukaan). Tidak
sekadar tahu dan paham, mad’u juga menyukai pesan
dakwah yang diketahi atau diterimanya. Ketiga, aspek
konatif (perilaku). Setelah tahu dan suka, mad’u
mengamalkannya. gamalkannya. Banyak faktor yang
menentukan berdampak-tidaknya sebuah komunikasi
dakwah, antara lain kredibilitas sumber (credibility),
dalam hal ini kredibilitas da’i yang dipengaruhi sejumlah
faktor seperti pengetahuan atau pemahaman tentang
agama, latar belakang pendidikan, dan perilaku (akhlak)
serta rasionalitas dan ketepatan pesan dakwah yang
disampaikan.

Secara umum, dampak komunikasi dakwah


adalah terjadinya perubahan dari tidak beriman menjadi
mukmin, non-Muslim menjadi Muslim, pengingkaran
menjadi kepatuhan, kemaksiatan menjadi kebaikan,
kemunkaran jadi kebaikan, pelaku maksiat menjadi rajin
beribadah, ringkasnya dari kehidupan tidak Islami

17
menjadi Islami. Dampak tersebut terkait dengan tujuan
dakwah. Para ulama merumuskan tujuan dakwah secara
berbeda-beda, namun intinya sama, yakni terwujudnya
individu, kelompok, atau masyakarat yang menjadikan
Islam sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya,
sebagaimana ayat ”serulah manusia ke jalan Tuhanmu”
(QS. An-Nahl:125).

Efek merupakan pusat kajian komunikasi atau


dakwah dalam perspektif atau paradigma mekanitis.
3
Namun paradigma psikologi, paradigma interaksional,
dan paradigma pragmatis, juga sangat penting dalam
proses terjadinya efek seacara komprehensif. Semua
Paradigma atau perspektif itu telah dijelaskan pada bab 2
dan implementasinya akan dipaparkan secara khusus
dalam proses terjadinya efek (atsar) dalam bab ini.

Dalam proses komunikasi atau dakwah, efek


(atsar) merupakan unsur terakhir, sebagai perwujudan
dari kerjasama seluruh unsur lain. Justru itu efek (atsar)

3
Prof. Dr. Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer, Cet 1
(Yogyakarta:Graha Ilmu,2011), h.177

18
merupakan ujung dari proses dakwah dalam paradigma
mekanitis. Sedang proses komunikasi atau dakwah
adalah hubungan rohaniah pesan dari saat mulai
dilontarkan hingga saat pesan itu diterima oleh
komunikan (mad’u). Efek (atsar) terjadi pada diri
komunikan atau khalayak (mad’u) dengan seluruh
aspeknya.

Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi.


4
Demikian jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’I
dengan materi dakwah tertentu maka akan timbul respon
dan efek (atsar) pada penerima dakwah. Atsar itu sendiri
sebenarnya berasal dari Bahasa Arab yang berarti
bekasan, sisa atau tanda.

Atsar (efek) sering disebut dengan feed back


(umpan balik) dari proses dakwah ini sering kali
dilupakan atau tidak banyak menjadi perhatian para da’i.
Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah
disampaikan maka selesailah dakwah. Padahal, efek
sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah
4
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet 6 (Jakarta:Kencana,2017), h.395

19
dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah
maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat
merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang
kembali. Sebaliknya dengan menganalisis atsar dakwah
secara cermat dan tepat, maka kesalahan strategi dakwah
akan segera diketahui untuk diadakan penyempurnaan
pada langkah-langkah berikutnya. Dengan demikian
strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-
unsur dakwah yang dianggap dapat ditingkatkan.

Nilai penting dari efek dakwah terletak dalam


kemampuan mengevaluasi dan koreksi terhadap metode
dakwah. Hal tersebut harus dilakukan dengan
komprehensif dan radikal, artinya tidak persial,
menyeluruh, tidak setengah-setengah. Seluruh unsur-
unsur dakwah harus dievaluasi secara total guna
efektifitas yang menunjang keberhasilan tujuan dakwah.

Ada pula dalil tentang hikmah dalam berdakwah:

20
ۗ ‫ي ُْؤتِي ْال ِح ْك َمةَ َم ْن يَ َشا ُء ۚ َو َم ْن ي ُْؤتَ ْال ِح ْك َمةَ فَقَ ْد أُوتِ َي خَ ْيرًا َكثِيرًا‬
ِ ‫ۗ يَ َّذ َّك ُر ِإاَّل أُولُو اأْل َ ْلبَا‬
‫ب َو َما‬

Allah memberikan hikmah kepada siapa yang


dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah,
sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada
yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang
yang berakal. [al-Baqarah :269]

Evaluasi dan koreksi terhadap atsar dakwah


harus dilaksanakan secara komprehensif, artinya tidak
secara parsial. Seluruh komponen system dakwah harus
dievaluasi secara menyeluruh. Jika proses evaluasi ini
telah menghasilkan beberapa konklusi dan keputusan,
maka harus segera diikuti degan tindakan korektif. Jika
proses ini dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah
suatu mekanisme perjuangan dalam bidang dakwah.

B. Tahap – Tahap Perubahan Perilaku

21
Efek (atsar) suatu dakwah, bukan hanya sekedar
umpan balik dan reaksi individu-individu sebagai
khalayak (mad’u) terhadap pesan yang dilontarkan oleh
dai atau mubalig melalui media massa atau pidato. Akan
tetapi efek itu merupakan paduan sejumlah kekuatan
yang bekerja dalam masyarakat, dimana dai atau
mubalig sebagai komunikator dakwah hanya dapat
menguasai beberapa kekuatan saja, yaitu pesan atau isi,
metode dan media yang digunakan.

Setiap perubahan perilaku mengalami tiga tahap,


yaitu akal berupa keyakinan tentang suatu tindakan, hati
berupa suara atau bisikan yang menyenangkan, dan
hawa nafsu yang di wujudkan oleh anggota tubuh dalam
bentuk tindakan nyata.

Akal, berupa keyakinan tentang suatu tindakan. Jika


tidak manusiawi bersumber dari perasaan yang berpusat
pada hatinya, maka yang mengerankan perasaan itu
adalah pikiran. Karena pikiran adalah pinjakan pertama
untuk bertindakan sejauh mana keyakinan akal terhadap
sesuatu, berarti sejauh itu pula pengaruhnya pada persan.

22
Hati, berupa suara atau bisikan yang menyenangkan.
Meskipun pemikiran berfungsi sebagai pijakan inti
perbuatan, ia selalu diperoleh dari hati dengan rasa
senang dan reaksi positifnya. Artinya perbuatan terwujud
saat akal telah seakat dengan suatu pemikiran, lalu
mengalir ke hati.

Hawa Nafsu, yang diujutkan oleh anggota tubuh dalam


bentuk tindakan nyata. Allah menciptakan hawa nafsu
dalam diri setiap manusia agar memiliki kecenderungan
pada kesenangan inilah yang membuat seseorang
bersantai-santai , bersenang-senang dan bersikap rakus.

Terdapat juga tiga proses perubahan perilaku


menurut Jalaludin Rahmat (1982: 269), 5yaitu Efek
Kognitif, yaitu yang berkaitan dengan perubahan pada
apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak.
Efek Afektif, yaitu timbul apabila terdapat perubahan
pada apa yang berhubungan dengan dirasakan,
disenangi, atau dibenci khalayak. Efek Behavioal, yaitu

5
Jalaludin Rahmat, Retorika Modern: Sebuah Kerangka Teori dan
Praktek Berpidato, (Bandung: Akademika, 1982), hal. 269

23
yang merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati,
yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau
kebiasaan berperilaku.

a. Efek Kognitif, yaitu akibat yang timbul pada diri


komunikasi yang sifatnya informatif bagi dirinya.
Setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah
akan menyerap isi dakwah tersebut melalui
proses berpikir. Efek ini bisa terjadi apabila ada
perubahan pada apa yang diketahui,dipahami dan
dimengerti oleh mad’u tentang isi pesan yang
diterimanya. Pemahaman tersebut didahului
kegiatan berpikir tentang pesan dakwah. Respon-
respon kognitif adalah pikiran yang dimiliki
individu sebagai reaksi terhadap sebuah pesan
persuasive. Efek kognitif juga berkaitan dengan
pembentukan dan perubahan citra. 6Citra adalah
gambaran tentang realitas atau dapat dikatakan
sebagai dunia menurut persepsi kita.Karena
media massa melaporkan dunia nyata secara

6
Jalaluddin Rahmat, Komunikasi, Bandung ,PT Remaja
Rosdakarya,2003 , hlm. 220-221

24
selektif sehingga media massa sangat
mempengarui pembentukan citra tentang
lingkungan sosial yang timpang,bias,dan tidak
cermat.

Wilbur Schramm (1997:13) mendifinisan


informasi sebagai segala sesuatu “ yang
mengurangi ketidakpastian atau mengurangi
jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi .
Greenwald menegaskan bahwa perubahan sikap
adalah fungsi berfikir. Respons-respons kognitif
adalah pikiran yang dimiliki individu sebagai
reaksi terhadap sebuah pesan persuasif. Efek
kognitif dapat tercapai apabila pesan yang
disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u.

Jika dengan menerima pesan melalui kegiatan


dakwah diharapkan akan dapat mengubah cara
berpikir seseorang tentang ajaran agama sesuai
dengan pemahaman yang sebenarnya. Seseorang
dapat paham atau mengerti setelah melalui proses
berpikir. Dalam berpikir seseroang mengolah,

25
mengorganisasikan bagian-bagian dari
pengetahuan yang diperolehnya, dengan harapan
pengetahuan dan pengalaman yang tidak teratur
dapat tersusun rapi dan merupakan kebulatan
yang dapat dikuasai dan dipahami.

Adapun berpikir itu melalui proses sebagai


berikut:

1. Timbulnya masalah atau kesulitan yang


harus dipecahkan

2. Mencari dan mengumpulkan fakta-fakta


yang dianggap memiliki sangkut paut
dengan pemecahan masalah.

3. Pada taraf penemuan atau pemahaman,


menemukan cara dalam memecahkan
masalah.

26
4. Yang dilanjutkan melalui
menyempurnakan, dan mencocokkan
hasil pemecahan.

b. Efek Afektif, yaitu Efek ini kadarnya lebih tinggi


daripada efek kognitif .Tujuan dari komunikasi
massa bukan sekadar memberi tahu khalayak
diharapkan dapat turut merasakan perasaan
iba,terharu ,sedih ,gembira,marah dan
sebagainya. Merupakan pengaruh dakwah berupa
perubahan sikap mitra dakwah setelah menerima
pesan dakwah. Sikap adalah sama dengan proses
belajar dengan tiga variable sebagai
penunjangnya, yaitu perhatian, pengertian dan
penerimaan. Dalam Komunikasi persuasif, efek
Afektif dapat diketahui melalui sikap yang
diberikan mad’u terhadap pesan yang
disampaikan oleh da’i. Pada tahap atau aspek ini
pula penerima dakwah dengan pengertian dan
pemikirannya terhadap pesan dakwah yang telah
diterimanya akan membuat keputusan untuk
menerima atau menolak pesan dakwah.107

27
Dalam komunikasi persuasif, Efek afektif dapat
diketahui melalui sikap yang diberikan mad’u
terhadap pesan yang disampaikan oleh da’i.

Para peneliti telah berhasil menemukan faktor-


faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan
emosional pessan media massa. Faktor-faktor
tersebut antara lain,suasana emosional ,skema
kognitif ,suasana terpaan,predisposisi individual
adn identivikasi khalayak dengan tokoh dalam
media. Sebagai contoh ketika suatu media
informasi memberi kabar bahwa seorang artis
papan atas terjerat kasus narkoba, berbagai
tanggapan muncul dari para masyarakat, ada
yang marah, mencaci, bahkan ada yang
mendukung. Beberapa sikap diatas lah yang
dinamakan efek afektif, menunjukan melalui
perbuatan.

c. Efek Behavioral, Behavioral adalah efek yang


timbul setelah timbulnya dua efek sebelumnya,
bisa berupa tindakan atau tingkahlaku yang

28
merealisasikan pesan yang di sampaikan sang
pendakwah. merupakan akibat yang timbul pada
diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan
atau kegiatan. Merupakan juga suatu bentuk efek
dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah
laku mitra dakwah dalam merealisasikan pesan
dakwah yang telah diterima dalam kehidupan
sehari-hari.7 Dakwah tidak akan pernah sia-sia
jika di sampaikan dengan baik dan cara yang
benar. Tanpa kekerasan dan pemaksaan. Jiwa
yang tenang dan terarah akan membawa
perubahan yang signifikan terhadap pola pikir
yang sebelumnya salah menjadi benar. Jika
dakwah telah menyentuh aspek behavioral, yaitu
telah dapat mendorong manusia melakukan
secara nyata ajaran-ajaran islam sesuai pesan
dakwah, maka dakwah dapat dikatakan berjalan
dengan baik, dan inilah merupakan tujuan final
dari dakwah itu. Keberhasilan Efek Behavioral
ini dapat diketahui ketika tindakan yang
dilakukan mad’u sesuai dengan pesan yang
7
Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet 6 (Jakarta:Kencana,2017), h.391

29
disampaikan oleh seorang da’i. Rahmat
Natawijaya mengungkapkan bahwa : “Tingkah
laku itu dipengaruhi oleh kognitif yaitu factor-
faktor yang dipahami oleh individual melalui
pengamatan adanya tanggapan, efektif yaitu
yang dirasakan oleh individual melalui
tanggapan dan pengamatan dan dari perasaan
itulah timbul keinginan-keinginan dalam yang
bersangkutan.” Dari pendapat tersebut dapat
diambil pemahaman bahwa seseorang akan
bertindak dan bertingkah laku setelah orang itu
mengerti dan memahami apa yang telah diketahui
itu kemudian masuk dalam perasaannya dan
kemudian timbullah keinginan untuk bertindak
atau bertingkah laku. Jadi, perbuatan atau
perilaku seseorang itu pada hakikatnya, adalah
perwujudan dari perasaan dan pikirannya.
Adapun dalam hal ini perilaku yang diharapkan
adalah perilaku positif seusai dengan ajaran islam
baik bagi individu maupun masyarakat.

30
Efek dakwah yang diharapkan kepada manusia
dan kehidupannya meliputi semua jenis efek dalam
komunikasi manusi, yaitu efek kognitif yaitu
pengertian dan pemahaman tentang islam sebagai
agama atau peraturan hidup yang berasal dari Tuhan
yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW,
Efek afektif yaitu beriman dengan sikap penyerahan
diri secara mutlak kepadanya atau islam, dan efek
behavioral yaitu beramal shaleh. Dengan ketiga jenis
efek yang ditimbulkan oleh dakwah itu, akan
terwujud kualitas manusia sutuhnya dan manusia
mencapai martabat yang tinggi, serta memiliki
kehidupan yang islami damai, selamat, bahagia dan
sejahtera.

Effendi (1983: 304) mengatakan, para ahli


komunikasi sama-sama berpendapat bahwa untuk
hasil komunikasi yang maksimal sebaiknya
meggunakan pendekatan A-A Procedure (from
Attention to Action Prosedure). Pendekatan ini
adalah penyerdehanaan dari suatu proses yang
disingkat AIDDA yaitu :

31
A : Attention (perhatian)

I : Interest (minat)

D : Desire (hasrat)

D : Decision (keputusan)

A : Action (kegiatan)

Komunikasi hendaknya dimuali dengan


membangkitkan perhatian. Komunikator harus
menimbulkan daya Tarik. Oleh karenanya, ia memiliki
daya Tarik sebagai komunikator. Seorang komunikator
akan mempunyai kemampuan untuk melakukan
perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikan
melalui mekanisme daya Tarik jika pihak komunikan
merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya, atau
merasa adanya kesamaan antara komunikator
dengannya. Dengan demikian, komunikan bersedia
untuk taat pada pesan yang di komunikasikan oleh
komunikator.

32
Menurut Severin dan Tankard Jr. (2005:177)
bahwa sikap yang diharapkan dari proses persuasi pada
dasarnya merupakan tendensi kita terhadap suatu objek
atau rasa suka atau tidak suka kepada objek tersebut.
Sikap itu memiliki tiga komponen, yaitu Komponen
Afektif (kesukaan atau perasaan terhadap suatu objek),
Komponen Kognitif (Keyakinan terhadap suatu objek)
dan Komponen Perilaku (tindakan) terhadap objek.

Menurut Anwar Arifin (1984:41) mengatakan


bahwa suatu ide diterima atau ditolak melalui tiga
proses, yaitu mengerti (proses kognitif), menyetujui
(proses objektif), dan berubah (proses sensomotorik).
Dijelaskan pula proses perubahan tersebut adalah :

1. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan


(knowledge).
2. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak
menyetujui (attitude)
3. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice)

33
Dalam ilmu komunikasi, efek (atsar) juga dipahami
sebagai akibat atau dampak dari suatu pesan kepada
penerima. Efek (atsar) komunikasi antarpersonal dalam
bentuk percakapan atau dialog yang bersifat tatap muka
(face to face communication) dapat langsung diketahui
ataua diprediksi. Sedangkan efek (atsar) komunikasi
massa terutama yang melalui media massa , sukar
diketahui karena efek (atsar) yang terjadi pada diri
khalayak akan merupakan resultante dari semua
kekuatan pengaruh yang bekerja pada diri khalayak.
Meskipun demikian efek (atsar) dalam bentuk Opini
Publik dapat diukur dari waktu ke waktu.

Efek (atsar) sangat penting sekali artinya dalam


proses komunikasi, terutama bagi dakwah yang berisi
ajakan atau panggilan untuk berbuat baik, melakukan
kebajikan dan mencegah kemunkaran (al-khayr, amr
maruf dan nahi munkar) berdasarkan ajaran islam. Efek
(atsar) akan merupakan suatu ukuran tentang
keberhasilan atau kegagalan suatu proses komunikasi
atau proses dakwah.

34
Ketiga efek (atsar) tersebut merupakan juga efek
(atsar) dakwah yang terwujud pada diri individu-individu
khalayak dakwah yang menjadi sasaran (mad’u), yaitu
kualitas beriman, berilmu, dan beramal shaleh.

Dalam ilmu komunikasi, dijelaskan bahwa suatu


dakwah yang efektif, jika pesan dakwah diterima oleh
individu, dilaksanakan dan dianjurkan kepada individu
lain. Artinya individu itu menrima dan melaksanakan isi
dakwah : al-khayr, amr ma’ruf dan nahi munkar, serta
mengajak atau menyerukan juga kepada individu lain
melakukan al-khayr, amr ma’ruf dan nahi munkar yang
disebut sebagai amal shaleh. Tingkat efektif yang lebih
rendah dari itu, ialah jika individu-individu khalayak
hanya menerima pesan dakwah dan melaksanakannya,
tetapi tidak menganjurkan atau mengajak individu-
individu lain.

Selain itu, dalam ilmu komunikasi, dijelaskan pula


bahwa salah satu efek kognitif dan afektif yang penting
dalam mencapai efektivitas adalah aspek citra dan opini
public. Dengan demikian dakwah yang dilakukan

35
melalui berbagai jenis komunikasi terutama melalui
pidato dan media massa akan membentuk citra dan opini
public pada diri khalayak tentang dakwah dan islam.

C. Evaluasi Efek Dakwah

Dakwah adalah kegiatan untuk meningkatkan


iman seseorang atau kelompok. Sehingga ketika dakwah
dilakukan oleh pendakwah dengan melakukan
pendekatan, strategi, metode, pesan, dan media yang
digunakan, maka akan timbul beberapa respon dari orang
yang menerima dakwahnya. Setiap aksi dakwah akan
menimbulkan reaksi. Demikian juga dakwah sebagai
kegiatan peningkatan iman seseorang atau kelompok.
Ketika dakwah telah dilakukan oleh seseorang
pendakwah dengan pendekatan, strategi, metode, pesan
dan menggunakan media tertentu, maka pasti akan
timbul respon dan efek pada mitra dakwah yang
menerimanya.

Evaluasi efek dakwah harus dilaksanakan secara


radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial

36
atau setengah-setengah. Seluruh komponen system
(unsur-unsur) dakwah harus dievaluasi secara
komprehensif. Bahkan, evaluasi akan lebih baik jika
melibatkan beberapa pendakwah lain, para tokoh
masyarakat dan para ahli. Pendakwah harus inklusif
(memakai sudut pandang orang lain) disamping
pekerjaannya dengan menggunakan ilmu. Jika evaluasi
tersebut telah menghasilkan keputusan, maka segera
diikuti tindakan korektif (teliti).

Kalau evaluasi dapat terlaksana dengan baik,


maka terciptalah suatu perjuangan di dakwah tersebut.
Dalam agama, kegiatan tersebut
termasuk ihtiar insani,  yaitu usaha maksimal untuk
suatu tujuan sebelum berserah diri  tawakkal) akan hasil
usahanya kepada Allah.

Suatu komunikasi dakwah selalu bertujuan


menerangkan, menyakinkan, menimbulkan inspirasi dan
terakhir adalah menggerakan audiensi untuk
melaksanakan isi pesan keagamaan yang telah

37
disampaikan. Rousydy (1989 : 335-337) menetapkan hal
– hal yang harus dievaluasi sebagai berikut :

1. Penyajian pesan komunikasi. Merupakan tahap


pertama dalam proses persuasi.Walaupun
dakwah bukan satu-satunya faktor yang
menentukan, tetapi tahap ini sangat penting. Oleh
sebab itu seorang pendakwah harus memahami
masyarakat yang akan menerima dakwahnya.
2. Perhatian. Setelah pesan dakwah disajikan
kepada mitra dakwah, yaitu audiensi ataupun
pembaca, pertanyaan kedua ialah apakah mereka
menaruh perhatian terhadap isi pesan tersebut.
Faktor dari luar secara psikologi biasa memiliki
sifat-sifat lebih menonjol, misalnya karna
pergerakan atau pengulangan.

a. Prinsip pergerakan

Secara psikologi, pergerakan dapat menarik


perhatian manusia. Benda kecil yang bergerak
lebih menarik dari pada benda besar yang diam,

38
maka dari itu pendakwah setidaknya menggerak-
gerakan tangannya dan kepalanya agar pendengar
tertuju kepadanya.

b. Prinsip pengulangan

Secara psikologi, perulangan mendengar,


perulangan perjumpaan dan pengulangan dapat
menarik perhatian.

3. Pemahaman. Setelah pendakwah dapat menarik


perhatian dan mendapatkan simpati dari audiensi,
maka pada tahap ketiga adalah apakah mereka
dapat memahami apa yang dikomunikasikan
dengan baik.
4. Tunduk pada pesan pembicara. Tahap keempat
pada proses persuasi adalah sejauh mana audiensi
dan patuh kepada isi pesan yang telah dipahami.
5. Penahanan dalam ingatan. Jika audiensi telah
menaruh minat dan tunduk pada pesan dakwah,
maka pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana
mereka menahan dalam ingatan mereka.

39
6. Tingkah Laku. Tahap terakhir dari proses ini
ialah mitra dakwah melaksanakan benar-benar
tingkah laku sesuai dengan harapan pendakwah.
Isi pesan yang disampaikan dapat berhasil atau
tidaknya ditentukan dengan penilaian:

1. Bahwa pendengar telah merasa dan berfikir


seperti apa yang dirasakan pembicara.

2. Bahwa pendengar dapat memahami isi pesan


dengan baik.

3. Bahwa pendengar sudah paham dan


sependapat dengan pembicara.

4. Bahwa pendengar sudah yakin seyakin-


yakinnya atas isi pesan yang disampaikan.

5. Bahwa pendengar sudah bertingkah laku


seperti yang dimaksud dan tujuan isi pesan

40
6. Bahwa pendengar rela berkorban untuk
membela kebenaran isi pesan.

Dalam komunikasi jika pendakwah tidak


mencapai tujuan yang direncanakan, pendengar tidak
bisa disalahkan. Pembicara harus intropeksi diri untuk
mengetahui kesalahan nya dan penyebabnya, sehingga
isi pesan tidak mencapai tujuan.8

D. Hambatan – Hambatan dan Contoh Dakwah

Banyak hal yang bisa menjadi factor kegagalan


dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi dakwah,
baik dilihat dari segi da’inya sebagai pelaku komunikasi,
maupun dari segi non manusia, misalnya pesan, media,
informasi dan lingkungan tempat komunikasi dakwah
berlangsung. Rintangan komunikasi dimaksudkan ialah
adanya hambatan yang membuat proses komunikasi
tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan
komunikator dan penerima.

8
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet 6 (Jakarta: Kencana, 2017), hh.
396-398

41
Sebagaimana hambatan-hambatan dalam
komunikasi, juga terjadi dalam hambatan-hambatan
dalam komunikasi dakwah itu meliputi :

1. Noice factor. Merupakan hambatan yang berupa


suara, baik disengaja ataupun tidak ketika
dakwah berlangsung.
2. Sematic Factor. Merupakan hambatan yang
berupa pemakaian kosa kata yang tidak dipahami
oleh mad’u.
3. Interest. Dakwah harus mampu menyodorkan
massage yang mampu membangkitkan interest
mad’u yang berbeda dan segara. Sebab pada
dasarnya setiap manusia memiliki interest yang
berbeda.
4. Motivasi. Motivasi ini terlihat dari sudut mad’u,
bukan dari da’i artinya motivasi dapat dikatakan
sebagai penghambat dalam komunikasi dakwah,
jika motivasi mad’u mendatangi aktivitas dakwah
bersifat negative maka hasil yang didapatkan
juga tidak akan baik.

42
5. Prasangka. Merupakan hambatan yang paling
berat terhadap kegiatan komunikasi dakwah.
Dalam prasangka emosi memaksa seseorang
untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka
tanpa menggunakan logika.

Selain hambatan-hambatan tersebut juga terdapat


beberapa factor penghambat komunikasi yang juga harus
diperhatikan, yaitu :

1. Hambatan Sosio- Antro- Psikologis. Konteks


komunikasi yang berlangsung dalam konteks
situasional.
2. Hambatan Sematis. Hambatan ini menyangkut
Bahasa yang digunakan komunikator sebagai
“alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaan-
nya pada komunikan.
3. Hambatan Mekanis. Hambatan yang dijumpa
pada media yang dipergunakan dalam
melancarkan komunikasi.

43
4. Hambatan Ekologis. Disebabkan oleh gangguan
lingkungan terhadap proses berlangsungnya
komunikasi jadi datangnya dari lingkungan.

Sementara itu, Elizabeth Tiemy mencatat bahwa


bentuk-bentuk hambatan dalam berkomunikasi itu bisa
berasal dari Ketidakjelasan, membuat pilihan yang
kurang baik, memilih dan memakai media yang salah,
menghilangkan pesan, menjauhkan diri dari audience.
Demikianlah hambatan-hambatan yang harus
diperhatikan oleh para komunikator dakwah untuk
menuju komunikasi yang efektif.

Menurut Mar’at (1982) hambatan ini disebabkan


oleh factor internal dan eksternal, factor internal berupa :
Presepsi Sosial, posisi social, dan proses belajar social.
Sedangkan factor eksternal dapat disebabkan oleh dalam
member penguatan kepada sasarannya.

Sebagai rujukan dampak dakwah adalah


terciptanya masyarakat Islami sebagai keberhasilan
dakwah Nabi Muhammad Saw. Dalam catatan sejarah

44
Islam, masyarakat Islami itu terwujud di kota Madinah
--Darul Islam pertama di muka bumi saat itu-- yang
kemudian berkembang ke wilayahwilayah sekitarnya.
Karakter masyarakat Islami pada masa Nabi Saw ini,
antara lain dilukiskan dalam al-Quran, yaitu keras/tegas
terhadap orang kafir, kasihmengasihi sesama Muslim,
dan taat beribadah mengharap ridha Allah; selalu
bertobat, beribadah, menegakkan amar ma'ruf nahyi
munkar dan memelihara hukum-hukum Allah; beriman
dan sebagian menjadi penolong bagi sebagian yang lain
(QS. Al-Fath:29, At-Taubah:71, 112). Munawir Sjadzali
dalam Islam dan Tata Negara (1990) ”merekam”
eksistensinya masyarakat Islami di Madinah itu tercipta
berkat fondasi kuat yang dibangun Nabi Saw. Batu-batu
dasarnya diletakkan oleh Piagam Madinah (Dustur
Madinah) sebagai landasan bagi kehidupan bernegara
untuk masyarakat majemuk:

1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari


banyak suku, tetapi merupakan satu komunitas.
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas
Islam dan antara anggota komunitas Islam

45
dengan anggota komunitas-komunitas lain,
didasarkan atas prinsip-prinsip: (a) bertetangga
baik; (b) saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama; (c) membela mereka yang
teraniaya; (d) saling menasihati; dan (e)
menghormati kebebasan beragama.

BAB III

46
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persuasif merupakan sifat mempengaruhi satu
orang kepada orang lain. Seorang da’I atau pendakwah
harus memiliki sifat tersebut. Karena, seorang da’I atau
pendakwah past menginginkan mad’u dapat merasakan
efek dari apa yang didakwahkan.
Secara umum, dampak komunikasi dakwah
adalah terjadinya perubahan dari tidak beriman menjadi
mukmin, non-Muslim menjadi Muslim, pengingkaran
menjadi kepatuhan, kemaksiatan menjadi kebaikan,
kemunkaran jadi kebaikan, pelaku maksiat menjadi rajin
beribadah, ringkasnya dari kehidupan tidak Islami
menjadi Islami. Dampak tersebut terkait dengan tujuan
dakwah.

B. Saran
Sebagai pendakwah hendaknya kita menguasai
dalam hal persuasi. Agar mad’u yang kita ajak dapat
mendapatkan efek positif dari dakwah tersebut. Seorang
pendakwah, harus melakukan sifat persuasive secara
sungguh-sunguh dan tdak boleh melenceng dari ajaran

47
pokok Islam. Agar atsar dari dakwah tersampaikan
dengan baik.

48
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Qadaruddin. Pengantar Ilmu


Dakwah. Di https://books.google.co.id / (Di
akses 13 Februari 2020)
Ali Aziz, Moh. Ilmu Dakwah. Jakarta. Prenada
Media Group, 2017.

Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer. Yogyakarta.


Graha Ilmu, 2011.

Aristyavani, Inadia. Persuasi Komunikasi dan


Kebijakan Publik. Yogyakarta. Calpulis, 2017.

Arbi. Armawati, Psikologi Komunikasi dan tabligh,


Jakarta, Amzah, 2012.

Budi, Rayudaswati. Pengantar Ilmu Komunikasi. Di


https://books.google.co.id / (Di akses 13 Februari
2020)

Eneng Purwanti, “Wilayah Penelitian Ilmu Dakwah.”


Jurnal Adzikra, vol. 03, no. 1, 2012, 2087-8605

Faizah, dkk. Psikologi Dakwah. di


https://books.google.co.id/ ( di akses 08 Februari
2020 )

49
Hariyanto, “Relasi Kredibilitas Da’I dan Kebutuhan
Mad’u dalam Mencapai Tujuan Dakwah.”
Tasamuh, vol. 16, no. 2, 2018, 2555-3667
Ilaihi. Wahyu dkk, Komunikasi Dakwah, Surabaya, IAIN
Sunan Ampel Press, 2013.

Maulana, Herdiyan. Psikologi Komunikasi Persuasi. Di


https://books.google.co.id / (Di akses 16 Februari
2020)
Masduki. Filosofi Dakwah Kontemporer. Di
https://books.google.co.id / (Di akses 16 Februari
2020)
Mahmud, Ali Abdul Halim. Dakwah Fardiyah. Di
https://books.google.co.id/ ( di akses 05 Februari
2020 )
Mubarak. Achmad, MA, Psikologi Agama, Malang,
Madani Press, 2014.

Rahkmat. Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT


Remaja Rosdakarya, 2003

Munir. Muhammad, Manajemen Dakwah, Jakarta,


Presnada Media, 2006

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat


Quraisy, Jakarta, Prenadamedia Group, 2013

Mubasyaroh, “Strategi Dakwah Persuasif dalam


Mengubah Perilaku Masyarakat” Ilmu Dakwah:

50
Academic Journal For Homiletic Studies, vol. 11,
no. 2, 2017, 1693-0843
Pirol, Abdul. Komunikasi Dan Dakwah Islam. Di
https://books.google.co.id/ ( di akses 05 Februari
2020)
Ridla, Rosyid dkk. Pengantar Ilmu Dakwah.
Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru. 2017.

Ridla, Rasyid dkk. Pengantar Ilmu Dakwah. Di


https://books.google.co.id/ (Di akses 10 Februari
2020)
Suciati. Psikologi Komunikasi. Di
http://books.google.co.id/ (di akses 10 Februari
2020)
Suhandang, Kustandi. Strategi Dakwah. Di
https://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/b
ooks/22378/ ( Di akses 10 Februari 2020)
Suhandang, Kustandi. Ilmu Dakwah : Perspektif
Komunikasi. Di
https://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publicatio
ns/books/22364/ ( Di akses 10 Februari 2020)
Syamsul, Asep. Komunikasi Dakwah. Di
https://books.google.co.id/ (Di akses 12 Februari
2020)
Taufik, Tata. Dakwah Era Digital. Di
https://books.google.co.id / (di akses 12 Februari
2020)

51
Tanthowi, Djawahir dkk. Manajemen Dakwah. Di
https://books.google.co.id / (Di akses 12 Februari
2020)
Usman Jasad Abdul Halik, “Bentuk Dakwah di
Facebook.” Jurnal Diskursus Islam, vol. 04, no.
1, 2016, 2338-5537
Wahid, Abdul. Gagasan Dakwah : Pendekatan
Komunikasi antarbudaya. Di
https://books.google.co.id / (Di akses 13 Februari
2020)
Yudi Perbawaningsih, “Komunikasi Efektif dan Faktor
Penentu Efektivitas Persuasi.” Jurnal
Kependidikan, vol.01, no. 1, 2003, 1267-0854

52

Anda mungkin juga menyukai