MATA KULIAH
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
BANJARMASIN
2020
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan sebuah penyuluhan agama tidak ada yang boleh
dilakukan sembarangan. Hal ini dikarenakan jika penyuluhan dilakukan
sembarangan maka untuk mencapai tujuan kepenyuluhan akan sulit untuk
didapatkan. Pelaksanaan yang dilakukan sembarangan hanya akan membuang-
buang waktu, materi, dan tenaga. Pelaksanaan yang sembarangan akan
menimbulkan masalah, baik masalah yang nampak atau tidak. Oleh karena hal itu
maka perlulah bagi seorang penyuluh untuk mengetahui cara atau langkah-
langkah penyuluhan yang baik dan benar.
Mengetahui langkah-langkah dalam penyuluhan ini adalah hal penting
bagi seorang penyuluh. Dengan mengetahui langkah-langkah dalam
melaksanakan penyuluhan maka seorang penyuluh akan lebih mudah untuk
mencapai tujuan kepenyuluahnnya. Langkah-langkah penyuluhan ini akan
memudahkan penyuluh dalam menyampaikan penyuluhannya. Dengan
penyuluhan yang bagus dan teratur maka juga akan sangat berpengaruh bagi para
peserta penyuluhan. Oleh karenanya kualitas langkah kepenyuluhan yang diambil
juga akan berpengaruh bagi dampak yang ditimbulkan bagi objek penyuluhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka terbentuklah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa makna langkah-langkah dalam pelaksanaan dalam kegiatan
penyuluhan agama?
2. Bagaimana langkah-langkah penyuluhan agama?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka diketahui tujuan pembahasan
sebagai berikut:
1. Mengetahui makna langkah-langkah dalam pelaksanaan dalam
kegiatan penyuluhan agama.
2. Mengetahui langkah-langkah penyuluhan agama.
1
PEMBAHASAN
1
Dendy Sugono, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 810.
2
Enjang AS, “Dasar-dasar Penyuluhan Islam”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 4, No. 14, Juli-
Desember 2009, h. 731.
2
yang dianjurkan akan membawa ke arah perbaikan dari hal-hal yang dikerjakan
atau dilakukan sebelumnya.
3
Enjang AS, “Dasar-dasar Penyuluhan Islam”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 4, No. 14, Juli-
Desember 2009, h. 756.
3
a) Masyarakat yang awam agama (level 1) ini tidak bisa
dilakukan metode lain selain informatif, karena agama selain
sumber informasi juga sebagai sumber nilai yang tidak bisa
dipelajari sendiri, melainkan harus diajarkan oleh mereka yang
sudah menguasai ilmu-ilmu agama. Para dai adalah sumber
informasi agama sehingga harus menerangkan ajaran agama
bagi mereka yang belum memahami agama.
b) Selanjutnya bagi masyarakat yang sudah mengalami kemajuan
dalam pemahaman agama (level 2), artinya sudah mampu
merasakan manfaat dasar-dasar agama (afektif) bagi kehidupan
spiritualnya harus terus didorong untuk mengamalkannya
(psikomotorik) dalam kehidupan sehari-hari dan sosialnya,
maka metode yang tepat untuk mencapai hal ini adalah metode
edukatif yang lebih menekankan pada melaksanakan apa yang
sudah diketahui. Meskipun begitu, metode informatif tetap
dipertahankan karena informasi ajaran agama masih banyak
yang harus disampaikan.
c) Untuk level 3 atau masyarakat yang maju dalam pemahaman
agama, dalam penyuluhan agama disamping merupakan target
yang ingin dicapai, juga merupakan imdikator suksesnya
penyuluhan agama. Dengan semakin majunya pemahaman
agama masyarakat, maka diharapkan semakin meningkatnya
tingkat pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari,
meskipun tidak ada korelasi positif antara keduanya.
Mengingat tidak adanya korelasi, maka pada level 3 ini,
masyarakat didorong pada upaya membangun kesadaran
dengan kehendak sendiri (persuasi) untuk terus meningkatkan
4
kualitas ibadah wajib maupun sosial sebagai upaya menjadi
masyarakat yang religius.4
4
Amri Syarif Hidayat, Syamsul Hadi, dan Subejo, “Metode dan Media Komunikasi
dalam Penyuluhan Agama: Studi Kasus Penyuluhan Agama Islam di Kabupaten Sukoharjo”, Acta
Diurna, Vol. 15, No.2, 2019, h. 27-28.
5
Syamsul Azman, “Metode Penyuluhan Agama Dinas Syariat Islam dalam Pencegahan
Perilaku Menyimpang pada Remaja di Kabupaten Aceh Selatan”,Skripsi, (Medan: Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017), h. 20.
5
4. Penyuluhan Agama secara Teknis
Langkah-langkah penyuluhan agama secara teknis terdiri dari 4
langkah.
a) Perencanaan
6
situasi yang baik dan terkoordinasi secara efektif, efisien, utuh dan
menyeluruh terhadap suatu usaha atau kegiatan penyuluhan.
Dengan konsep seperti ini, maka langkah metodologi penyuluhan
adalah sistem pengelolaan penyuluhan secara berproses untuk
mencapai tujuan penyuluhan yang mencakup seluruh kehidupan.
Langkah-langkah perencanaan:
1) Observasi.
2) Penyiapan bahan penyuluhan.
3) Penentuan jadwal penyuluhan.
b) Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam kegiatan penyuluhan adalah hal
yang sangat penting dalam kaitannya dengan proses kerjasama bagi
semua penyuluh agama. Dengan pengorganisasian itu, penyuluh
dapat merancang suatu upaya dakwah yang efektif sesuai dengan
daya dan sumber dana yang dimiliki. Bila hal ini terwujud maka
pelaksanaan penyuluhan sebagai bagian dari kegiatan dakwah
terwujud dengan baik pula. Untuk tujuan itu, diperlukan upaya
pengembangan sumber daya penyuluh yang meliputi pembinaan
dan pengembangaan komponen-komponen kepenyuluhan.
Pembinaan penyuluh, bisa dilakukan melakukan training-training
atau pendidikan kader dai yang bertujuan untuk peningkatan
wawasan intelektual dan kreativitas dai dalam keilmuan dan
keterampilan yang relevan. Juga peningkatan wawasan tentang
ajaran agama secara kaffah dan integral.
Pengorganisasian kegiatan penyuluhan di lapangan
sebagaimana yang dikemukakan H. Muh. Said adalah dengan cara
kerjasama yang baik antara penyuluh dengan masyarakat. Penyuluh
turun langsung di lokasi dan memeriksa laporan yang telah dibuat
apakah sesuai dengan data yang diinput dari masyarakat. Di sisi
lain sebagaimana yang dikemukakan Paharuddin dan Syahribulan
7
bahwa, pengorganisasian penyuluhan adalah dengan cara
membentuk kelompok-kelompok penyuluhan di tingkat kecamatan
dan desa, membetuk forum lembaga dakwah, membentuk dan
mengaktifkan majelis taklim dan kelompok remaja rohis. Hal
serupa dikemukakan oleh Muh. Basri bahwa dalam mengorganisir
kegiatan penyuluhan adalah mengaktifkan pengurus Majelis
Taklim atau kelompok pengajian, kemudian menyampaikan
informasi tentang pelaksanaan penyuluhan, dan melibatkan tokoh-
tokoh masyarakat sebagai panutan dalam kegiatan penyuluhan.
Muhammad Imran menyatakan bahwa untuk efektifitas
pengorganisasian tersebut, maka dalam kegiatan penyuluhan
ditunjuk seorang ketua, sekretaris dan bendahara di dalam majelis
taklim dan pengajian untuk mengumpulkan masyarakat di suatu
tempat dalam rangka kegiatan penyuluhan.
c) Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan sesuai program kerja masing-
masing penyuluh yang telah diberikan. Dalam melaksanakannya
itu, para penyuluh diharapkan konsisten untuk pencapaian tujuan.
Ini sangat peting diperhatikan bagi penyuluh sebagai ujung tombak
penyampai dakwah (mubalig), dilakukan dengan sebaik-baiknya,
baik melalui dakwah bil hal maupun bil lisan sesuai dengan
amanah yang disepakati bersama. Pemberian tugas ini dilakukan
secara tertulis melalui SK dan tugas lain secara lisan.
Dakwah bi al-ḥal implementasinya berupa pemberian
contoh baik kepada masyarakat, uswatun hasanah, suri tauladan.
Sedangkan untuk dakwah bi al-lisān dengan menyampaikan
ceramah dengan tema pokok sebagaimana yang dilakukan pada
dakwah bi al-hal. Ini berarti ada kesesuaian antara perbuatan dan
perkataan ada pada diri masing-masing penyuluh.
Kengiatan penyuluhan melalui dakwah bi al-ḥāl adalah
dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini
8
dimaksudkan agar si penerima dakwah mengikuti jejak dan hal
ikhwal si da'i (juru dakwah) dalam hal ini mengikuti apa yang
dicontohkan penyuluh agama yang diyakini mempunyai pengaruh
yang besar pada diri masyarakat. Kegiatan penyuluhan melalui
dakwah bi al-hāl, dilakukan dengan berbagai perbuatan dan
kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat.
d) Pengawasan
Kegiatan pengawasan untuk penyuluhan agama bertujuan
untuk menciptakan situasi penyuluhan yang baik dan terkoordinasi
secara efektif, efisien, utuh dan menyeluruh dalam upaya
peningkatan kesadaran ibadah bagi masyarakat.
Pengawasan terhadap pelaksanaan penyuluhan diperlukan
untuk dapat mengetahui tugas-tugas penyuluh yang dilaksanakan
oleh para pelaksana dakwah, tentang bagaimana tugas itu
dilaksanakan, sejauhmana pelaksanaannya, atau mungkin ada
penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan penyuluhan sehingga
diperlukan pengawasan. Oleh karena itu, dengan pengawasan
terhadap kegiatan penyuluhan dapat diambil tindakan pencegahan
terhadap kemungkinan adanya penyelewengan.
Penyusunan laporan merupakan bagian integral dari
kegiatan penyuluhan agama sebagai bentuk pengawasan.
Penyusunan laporan merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap penyuluh. Gunanya adalah untuk melihat
sejauh mana kinerja dan tingkat keberhasilan seorang penyuluh
dalam melakukan penyuluhan di tengah-tengah masyarakat. Ada
beberapa tujuan dasar dari dibuatnya laporan.
1) Untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada
setiap penyuluh oleh Kementerian Agama.
2) Sebagai bahan evaluasi kenerja penyuluh.
9
3) Sebagai barometer prorgres yang telah dicapai
penyuluh dalam melakukan penyuluhan agama dan
pembangunan ditengah-tengah masyarakat
4) Untuk menghitung angka kredit bagi tiap-tiap penyuluh
sebagai syarat untuk kenaikan golongan.
10
bermanfaat, serta berguna dalam upaya pencapaian tujuan yang
diinginkan. Dengan demikian, kegiatan pengawasan penting dalam
rangka melihat sejauh mana peranan penyuluh agama.6
6
Maqbul, dkk, “Proses Pelaksanaan Strategi Penyuluhan Agama Islam di Kabupaten
Barru”, Jurnal Diskursus Islam, Vol. 7, No. 3, Desember 2019, h. 433-449.
11
PENUTUP
Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
AS, Enjang, “Dasar-dasar Penyuluhan Islam”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 4, No.
14, Juli-Desember 2009.
Hidayat, Amri Syarif, Syamsul Hadi, dan Subejo, “Metode dan Media
Komunikasi dalam Penyuluhan Agama: Studi Kasus Penyuluhan Agama
Islam di Kabupaten Sukoharjo”, Acta Diurna, Vol. 15, No.2, 2019.
Sugono, Dendy, dkk, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.