Anda di halaman 1dari 18

“Etika Berwirausaha Dan Etika Kewirausahaan Dalam Perspektif Syariah”

MATA KULIAH

KEWIRAUSAHAAN

Dosen Pengampu :

Mulyani, M.A

Di susun Oleh :

Kana Karina 180103010055

Novita Sari 180103010193

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

STUDI AGAMA-AGAMA

BANJARMASIN

2021
PENDAHULUAN

Etika wirausaha adalah ilmu mengenai bagaimana tata cara seorang pengusaha
dalam berperilaku di dalam suatu usahanya. Banyak para pengusaha yang mengabaikan
betapa pentingnya etika di dalam mendirikan suatu bisnis. Padahal tanpa adanya etika
yang dimiliki seorang wirausaha sangat berpengaruh terhadap usaha yang dijalani
tersebut. Etika wirausaha mencakup hubungan antara perusahaan dengan orang yang
menginvestasi uangnya dalam perusahaan, dengan konsumen, saingan, dan lain
sebagainya.

Menjaga etika adalah suatu hal yang sangat penting untuk melindungi reputasi
perusahaan. Masalah etika ini selalu dihadapi oleh para manajer dalam keseharian
kegiatan wirausaha. Etika didalam wirausaha sudah tentu harus disepakati oleh orang-
orang yang berbeda dalam kelompok wirausaha serta kelompok yang terkait lainnya.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Berwirausaha


Secara sederhana, wirausaha (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani
mengambil resiko dalam membuka usaha di berbagai kesempatan. Berjiwa berani
dan mengambil resiko artinya, bermental mandiri dan berani memulai usaha tanpa
diliputi rasa takut, cemas, sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti. Peter F. Drucker
menjelaskan bahwa kewirausahaan adalah suatu kemampuan dalam menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda. Artinya, seorang wirausahawan adalah orang yang
memiliki kemampuan untuk menciptakan suatu yang baru atau menciptakan sesuatu
yang berbeda dengan yang sebelumnya. 1
Menurut Bertens, kata etika sendiri berasal dari bahasa Yunani, “ethos”. Dalam
bentuk tunggal ethos bermakna tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, perasaan dan cara berpikir. Dalam bentuk jamaknya (ta
etha) yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau karakter baik terhadap seseorang, dan
2
masyarakat. Etika juga berasal dari bahasa Prancis, yaitu “etiquette” yang artinya
kartu undangan. Karena pada saat itu, raja-raja Prancis sering mengundang para
tamu dengan menggunakan kartu undangan, dimana dalam kartu undangan tersebut
tercantum persyaratan atau ketentuan untuk menghadiri acara.
Etika pada dasarnya merupakan suatu komitmen untuk melakukan apa yang
benar dan menghindari apa yang tidak benar. Etika wirausaha sangat penting untuk
mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan
memecahkan persoalan. Etika wirausaha dapat diartikan sebagai adat sopan santun,
adat kebiasaan dan aturan-aturan yang berlaku dilingkungan kewirausahaan. Oleh
karena itu, seorang wirausaha harus memiliki : 1) Budi pekerti yang baik. 2) Rasa
sopan santun di dalam segi kegiataan kewirausahaan. 3) Tata karma di dalam segala

1
M. Ilham Abdullah, Helmarini, “Nilai-Nilai Ajaran Islam Dan Etika Wirausaha Dalam
Pendidikan Kewirausahaan” Jurnal Economic , h. 84-85
2
Saban Echdar, dan Maryadi, Business Ethics and Entrepreneurship : Etika Bisnis dan
Kewirausahaan (Yogyakarta : CV Budi Utama, 2019), h. 1

2
tindakan dan perbuatan waktu berwirausaha. 4) Memiliki tanggung jawab pada
usahanya. 5) Bersikap jujur dan benar sesuai dengan profesi usahanya.
Salah satu aspek yang sangat populer dan perlu mendapat perhatian dalam
dunia bisnis adalah norma dan etika wirausaha. Menurut Zimmerer, ada tiga
tingkatan norma etika berwirausaha, yaitu :
1) Sikap dan perilaku seorang pengusaha harus mengikuti norma yang berlaku
dalam Negara dan masyarakat.
2) Penampilan yang ditunjukkan seorang pengusaha harus selalu apik, sopan,
terutama dalam menghadapi situasi atau acara-acara tertentu.
3) Cara berpakaian seorang wirausaha juga harus sopan dan sesuai dengan tempat
dan waktu yang berlaku.
4) Cara bicara seorang wirausaha juga mencerminkan usahanya, sopan, dan penuh
tata karma.
5) Tidak menyinggung atau mencela orang lain.
6) Gerak-gerik seorang wirausaha juga dapat menyenangkan orang lain, dan
hindari gerak-gerik yang cenderung mencurigakan. 3
Etika berwirausaha atau istilah populernya dikenal dengan etika bisnis
merupakan kode etik perilaku pengusaha berdasarkan pada nilai-nilai moral dan
norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan
4
persoalan yang dihadapi. Menurut Zimmerer dan Ricky M. Griffin etika bisnis
adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika
seseorang manajer atau karyawan suatu organisasi.
Kelompok pemilik kepentingan yang mempengaruhi keputusan bisnis adalah
para pengusaha dan mitra usaha, petani dan perusahaan pemasok bahan baku,
organisasi pekerja, pemerintah, bank, investor, masyarakat umum, dan pelanggan.
Setiap perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap semua pihak yang

3
M. Ilham Abdullah, Helmarini, “Nilai-Nilai Ajaran Islam Dan Etika Wirausaha Dalam
Pendidikan Kewirausahaan, … h. 85-86
4
Edward Zebua, Buku Ajar Dan Perangkat Pembelajaran Kewirausahaan (Sumatera
Barat : Institut Seni Indonesia PadangPanjang, 2017), h. 105-106

3
bersangkutan dengan perusahaannya, seperti tanggung jawab terhadap lingkungan,
karyawan, investor, pelanggan, dan masyarakat. 5

B. Unsur-Unsur Pokok Dalam Etika Wirausaha


Unsur-unsur pokok dalam etika wirausaha, yaitu sebagai berikut :
1. Kebebasan
Kebebasan merupakan unsur penting dalam tatanan norma moral. Kebebasan
memberikan pilihan bagi seseorang untuk bersikap dan berperilaku. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kebebasan adalah unsur hakiki dalam etika
wirausaha.
2. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai kesedian dalam melaksanakan apa yang
menjadi kewajiban. Tanggung jawab adalah kemampuan manusia atau individu
yang menyadari bahwa seluruh tindakannya memiliki konsekuensi. Artinya,
seseorang harus memiliki kemampuan dalam menjawab segala pertanyaan yang
akan timbul dari tindakan-tindakan yang akan diperbuatnya.
3. Hati Nurani
Hati nurani atau istilah lainnya adalah suara hati. Hati nurani adalah
pengetahuan intuitif berdasarkan pada prinsip moral dari seseorang. Hati nurani
merupakan penghayatan tentang nilai baik atau buruk suatu perbuatan yang
dihasilkan oleh manusia. Hati nurani lah yang kemudian akan memerintahkan
atau melarang suatu tindakan baik atau buruk berdasarkan pada situasi, waktu,
dan kondisi tertentu. Oleh sebab itu, hati nurani sangat berkaitan dengan
kesadaran. 6

5
Muhammad Anwar, Pengantar Kewirausahaan, … h. 89-90
6
Anang Firmansyah dan Anita Roosmawarni, Kewirausahaan : Dasar dan Konsep (Jawa
Timur : Qiara Media, 2020), h. 185-186

4
C. Prinsip-Prinsip Etika Wirausaha
1. Perilaku yang Dapat Menguntungkan Dalam Kewirausahaan
Menurut Michael Josephson yang dikutip oleh Zimmerer, secara universal ada
10 prinsip etika, yaitu :
a) Kejujuran (honesty), yaitu kepercayaan penuh, bersifat jujur, sungguh-
sungguh, dan terus terang.
b) Integritas (Integriry), yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang
terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan.
c) Memelihara janji (promise keeping), yaitu selalu menepati janji.
d) Kesetiaan (fidelity), yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, karyawan, dan
Negara.
e) Keadilan (fairness), yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia dalam
mengakui kesalahan dan memperlihatkan komitmen keadilan.
f) Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati.
g) Hormat kepada orang lain, menghormati martabat manusia, menghormati
kebebasan.
h) Kewarganegaraan yang bertanggung jawab, yaitu selalu menaati
hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, menghormati proses demokrasi
dalam mengambil keputusan
i) Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal baik
dalam pertemuan personal maupun pertanggung jawaban professional,
tekun, dapat dipercaya/diandalkan, dan rajin.
j) Dapat dipertanggung-jawabkan, yaitu memiliki tanggung jawab, menerima
tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya, dan selalu memberi
contoh. 7
2. Prinsip Etika dan Norma Kewirausahaan
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam etika berwirausaha, yaitu :
a) Prinsip otonomi
Prinsip otonomi berkaitan dengan sikap dan kemampuan seorang individu
dalam mengambil keputusan dan tindakan yang benar. Dengan kata lain,

7
Edward Zebua, Buku Ajar Dan Perangkat Pembelajaran Kewirausahaan, … h. 114-116

5
pelaku wirausaha harus bisa membuat keputusan yang baik dan benar. Selain
itu, seorang wirausaha juga harus berhati-hati dalam memperhitungkan
keputusan.
b) Prinsip keadilan
Prinsip keadilan merujuk kepada semua pihak yang terlibat dalam dunia
wirausaha yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan prinsip etika wirausahawan ini
maka semua pihak harus berkontribusi pada keberhasilan suatu usaha yang
dilakukan. Prinsip keadilan mendorong semua pihak agar terlibat dalam
wirausaha, baik dalam hubungan internal maupun eksternal.
c) Prinsip saling menguntungkan
Prinsip saling menguntungkan artinya bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan
harus dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Prinsip saling
menguntungkan ini memerlukan hak untuk manfaat dari kegiatan wirausaha,
seperti mengakomodasi sifat atau tujuan bisnis.
d) Prinsip kesetiaan
Prinsip kesetiaan selalu berkaitan dengan proses menjalankan sebuah usaha
yang dilakukan wirausahawan, baik dari manajemen, atasan atau bawahan.
Prinsip kesetiaan dapat diterapkan dengan cara bekerja dengan serius dalam
menjalankan kegiatan berwirausaha yang sesuai dengan visi dan misi
usahanya.
e) Prinsip integritas moral
Prinsip integritas moral yang diterapkan dengan baik akan berdampak pada
penjagaan nama baik suatu usaha. Seorang wirausahawan harus mengelola
dan menjalankan bisnis dengan baik agar kepercayaan konsumen tetap
terjaga. Dengan istilah lain, seseorang pelaku bisnis harus memberikan
dorongan terhadap diri sendiri dalam berbisnis sehingga memunculkan rasa
bangga.
f) Prinsip kejujuran
Bagi wirausahawan, kejujuran berkaitan dengan kualitas dan harga barang
yang ditawarkan kepada konsumen. Kejujuran memiliki dampak besar pada

6
proses menjalankan suatu usaha karena ketika wirausahawan tidak jujur,
maka akan menjadi awal kemunduran dan kehancuran suatu bisnis. 8

D. Langkah-Langkah Dalam Menciptakan Etika Wirausaha


Dalam menciptakan etika berwirausaha, Dalimunthe menjelaskan beberapa hal,
yaitu :
1. Pengendalian diri ; wirausahawan harus mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing
2. Pengembangan tanggung jawab sosial ; wirausahawan di tuntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat. Tanggung jawab sosial dapat diartikan sebagai
bentuk keperdulian terhadap masyarakat di sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri ; mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk
terlalu terbawa arus oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat : persaingan dalam dunia bisnis perlu
adanya untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut
tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat
antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada
kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan” : dunia bisnis seharusnya
tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas
pelaku bisnis dituntut tidak meng-ekspoitasi lingkungan dan keadaan saat
sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan
keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.

8
Anang Firmansyah dan Anita Roosmawarni, Kewirausahaan : Dasar dan Konsep…h.
191-195

7
6. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha; untuk
menciptakan kondisi bisnis yang ―kondusif‖ harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah,
sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha
lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya
ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam
dunia bisnis.
7. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama; semua konsep etika
bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang
tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada ―oknum, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
“kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
gugur satu demi satu.
8. Memelihara Kesepakatan; memelihara kesepakatan atau menumbuh
kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki
oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan
dalam berbisnis.

Ahli pemberdayaan kepribadian menjelaskan bahwa mempraktikkan bisnis


dengan etika berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun
sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Dengan kata
lain, etika bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa
saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi
dan perusahaan. Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan

8
aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut
moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. 9

E. Etika Kewirausahaan Dalam Perspektif Syariah


1. Kewirausahaan Perspektif Syari’ah
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua
hal yang bertentangan, sebab bisnis yang merupakan simbol dari urusan duniawi
juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akhirat.
Artinya, jika orientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai
ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan
sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan
keimanan kepada akhirat.
Dalam makna yang lebih tegas etika merupakan studi yang lebih sistematis
tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya.
Secara terminologis, arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah al-
Qur’an “al-Khuluq” atau akhlak, akhlak mengandung beberapa arti, diantaranya:
a. Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki
dan tanpa diupayakan,
b. Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yaitu
berdasarkan keinginannya, dan
c. Watak, yaitu cakupannya menjadi hal-hal yang menjadi tabiat dan hal yang
diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga berarti kesopanan atau
agama.

Etika diartikan sebagai aturan-aturan mengenai perilaku baik dan buruk,


karena itu aturan-aturan tersebut tidak boleh dilanggar. Kata bisnis dalam al-
Qur’an biasanya yang digunakan adalah al-Tijarah, al-Bai’, Tadayantum, dan
Isytara. Tetapi yang sering digunakan adalah al-Tijarah, dimana dalam bahasa
Arab, berasal dari kata tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau

9
Ana Sumaryati, Etika Bisnis Pada Entrepreneurship Dalam Konteks Filsafat, Jurnal
Media Ekonomi & Teknologi Informasi, Vol. 22 No. 1 Maret 2014, h. 10-12

9
berniaga. Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat Fi Gharib al-
Qur’an, At-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari
keuntungan.

Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis (produksi, distribusi


maupun konsumsi) dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
kepemilikan hartanya (barang dan jasa) termasuk keuntungannya, tetapi dibatasi
dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya. Bisnis Islami juga dapat
diartikan sebagai upaya pengembangan modal untuk kebutuhan hidup yang
dilakukan dengan mengindahkan etika Islam. Selain menetapkan etika, Islam
juga mendorong umat manusia untuk mengembangkan bisnis. 10

Kewirausahaan dapat memainkan peran dalam pemanfaatan sumber daya


yang adil untuk mencegah eksploitasi terhadap pemegang saham tertentu.11
Proses kewirausahaan akan bertindak sebagai mekanisme yang menjamin
sebuah sistem yang adil dan efisien agar dapat memanfaatkan kembali sumber
daya pemegang saham yang di korbankan sebagai pengguna, dimana nilai
ditawarkan dan diterima menjadi seimbang. Oleh karena itu, sekalipun bukti
sejumlah penggunaan proses kewirausahaan untuk memanfaatkan pihak lain
demi keuntungan, perlu dipahami bahwa proses kewirausahaan dapat menjadi
sebuah cara yang penting untuk membantu pemegang saham yang dieksploitasi.

Dalam perspektif Islam, etika sering dikaitkan dengan istilah akhlak yang
kurang lebih juga bermakna sama dengan etika, yakni pedoman mengenai apa
yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.12 Meskipun keduanya memiliki
definisi yang hampir sama, etika dan akhlak memiliki sumber yang berbeda.
Etika bersumber pada kebiasaan atau adat istiadat yang dianggap baik,
sedangkan akhlak bersumber pada al-Qur’an dan Hadist. Dengan demikian yang

10
Abdul Aziz, Konsep Etika Bisnis Islam Dalam Wirausaha, Pdf File, diakses di
https://digilib.uinsby.ac.id, pada 06 April 2021
11
Robert D.Hisrich, Entrepreneurship Kewirausahaan, Terj. Chriswan dan Diana
Angelica, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat, 2008), hlm.23
12
Galuh Anggraeny, Juli-Desember 2017, Pembelajaran dan Implementasi Etika Bisnis
Islam, Vol. 1, No. 2 https://www.journal.iainsurakarta.ac.id, diakses tanggal 3 April 2021, hlm.233

10
dimaksud etika wirausaha syari’ah ialah hal-hal yang menjadi aturan dalam
berwirausaha sesuai dengan syari’at Islam.

Etika berwirausaha dalam Islam terkait pada dua aspek yaitu kejujuran
dan keadilan. Kejujuran akan melahirkan sikap yang terpuji yakni tidak
menutupi barang yang cacat, tidak melakukan penipuan terhadap pembeli, dan
semua sikap yang merugikan pembeli. Serta keadilan akan melahirkan
keseimbangan dan tanggung jawab.

2. Nilai Dasar Etika Wirausaha Syari’ah


Etika dalam bisnis adalah sesuatu yang menjadi bagian penting di masa
kini. Kesadaran akan etika bisnis ini disebbakan oleh begitu banyaknya bisnis
yang dijalankan pada waktu lampau yang tidak mementingkan hal ini. Sehingga
bisnis-bisnis tersebut membawa dampak yang buruk bagi lingkungan di
sekitarnya dalam waktu cepat atau lambat. Sadar atau tidak, kita seringkali
mendengar banyak kasus-kasus buruk yang terjadi dalam dunia bisnis, yang
berkaitan dengan etika bisnis yang terabaikan. Contohnya seperti penipuan,
perusakan lingkungan, mempekerjakan anak di bawah umur, dan lain
sebagainya.
Kegiatan usaha dalam kaca mata Islam memiliki etika yang senantiasa
memelihara kejernihan aturan agama (syariat) yang jauh dari keserakahan dan
egoisme. Ketika etika-etika ini diimplikasikan secara baik dalam tiap kegiatan
usaha (bisnis) maka usaha-usaha yang dijalankan tersebut menjadi jalan yang
membentuk sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dan memang itulah
maksud Allah menurunkan agama Islam ini kepada manusia, yaitu sebagai
rahmat semesta alam.
Dasar dari semua ini adalah sesuatu yang harus senantiasa dipegang oleh
setiap pengusaha muslim yaitu keyakinan bahwa harta adalah milik Allah dan
manusia hanyalah bertugas untuk mengelolanya. Orang yang bertugas dalam
mengelola sudah pasti harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh
pemiliknya dan tidak boleh melanggarnya, dalam hal ini pemiliknya adalah

11
Allah. Dia memberikan pedoman-pedoman kepada kita melalui al Quran dan
sunnah Rasulullah SAW.
Etika yang paling pertama dalam Islam adalah niat yang tulus. Dengan
niat yang tulus, semua bentuk aktivitas keduniaan seperti bisnis berubah menjadi
ibadah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “sesungguhnya amal perbuatan itu
tergantung dengan niat, dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan
balasan dari perbuatannya sesuai dengan niatnya”. Yang dimaksud dengan niat
dalam sabda Rasul tersebut adalah adanya keinginan baik terhadap diri sendiri
dan orang lain. Keinginan baik untuk diri sendiri adalah menjaga diri sendiri dari
harta yang haram dan bathil, memelihara diri dari kehinaan meminta-minta,
menjaga kehormatan, dll. Sementara keinginan yang baik terhadap orang lain
contohnya adalah ikut andil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, memberi
kesempatan kerja kepada orang lain, membebaskan umat dari belenggu
kebodohan dan kemiskinan, dan hal-hal lain yang banyak sekali caranya.
Etika yang kedua adalah budi pekerti yang luhur. Budi pekerti ini
diartikan juga sebagai akhlak yang baik. Di antara budi pekerti yang
dimaksudkan dalam dunia bisnis adalah kejujuran, sikap amanah dan legowo,
menunaikan janji, bersikap konsekuen dalam membayar hutang, bertoleransi
dalam menagih hutang pada orang yang kesulitan, memahami kekurangan orang
lain, memenuhi hak-hak orang lain, tidak menahan hak orang lain, dan
sebagainya. Seorang pebisnis muslim sudah selayaknya menghiasi dirinya
dengan akhlak yang baik. Sikap itu tidak hanya muncul dari sisi kepentingan
komersial saja, namun sikap itu harus dimunculkan dari keyakinan yang kokoh.
Porosnya adalah ketaatan kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah serta
mendapatkan pahala. Kalaupun dengan akhlak yang baik tersebut mereka
mendapatkan keuntungan dalam bisnisnya, hal itu terjadi sebagai hasil tujuan
samping, bukan tujuan utama.
Etika yang ketiga adalah usaha yang halal. Seorang pebisnis muslim
diwajibkan untuk selalu berada dalam bingkai aturan ini. Tidak layak bagi
seorang muslim tergelincir dalam usaha yang haram dan maksiat hanya untuk
mengejar keuntungan yang berlimpah. Padahal Allah menghalalkan yang baik-

12
baik kepada manusia dan mengharamkan yang buruk-buruk kepada manusia.
Jadi apa yang didapatkan dari usaha yang halal adalah berkah dan kebaikan,
sedangkan yang didapatkan dari usaha haram adalah keburukan.
Etika yang keempat adalah menunaikan hak. Seorang pebisnis muslim
akan menyegerakan untuk menunaikan hak orang lain, baik itu berupa upah
pekerjaan (gaji) ataupun hutang terhadap pihak tertentu. Rasulullah SAW
bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering” dan
Nabi juga bersabda, “Sikap orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang
adalah kezhaliman”. Dari kedua hadits tersebut maka sebagai pebisnis muslim
dalam membuat suatu usaha diharuskan untuk menciptakan sebuah sistem yang
berorientasi dalam menyegerakan penunaian hak-hak pegawainya dan sistem
pembayaran hutang yang tepat waktu tanpa adanya penundaan-penundaan. Dan
tidak lupa, hak yang paling utama yang harus ditunaikan adalah hak Allah
terhadap hambaNya yang mampu yaitu zakat, kemudian sedekah serta infak.
Semua pengeluaran itu akan menyucikan harta-harta kita dari segala kotoran
syubhat dan menyucikan hati kita dari penyakit hati seperti kikir dan egois.
Etika kelima yang tak kalah penting adalah menghindari riba dan segala
sarana riba seperti transaksi-transaksi yang kotor. Pebisnis muslim harus
bersungguh-sungguh dalam memegang aturan ini karena telah kita ketahui
bersama bahwasanya riba termasuk satu dari tujuh perbuatan yang
membinasakan. Banyak sekali dalil-dalil dari al Quran dan as Sunnah yang
menunjukkan beratnya dosa akibat memakan harta riba, bahkan sampai-sampai
laknat ditujukan kepada mereka yang melakukan dosa riba.
Etika yang keenam adalah menghindari mengambil harta orang lain
dengan cara yang batil. Tidak halal harta seorang muslim untuk diambil kecuali
dengan kerelaan hatinya. Contoh-contoh memakan harta orang lain dengan cara
yang batil adalah uang suap, penipuan, manipulasi, perjudian, kamuflase harga,
menimbun barang, dan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain terhadap
barang-barang yang kita jual selaku pedagang. Hadits yang berkaitan dengan
larangan menipu dalam berdagang termaktub dalam shahih Muslim dalam
kitaabul Imaan.

13
Allah berfirman dalam An Nisaa : 29, “Hai orang-orang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”. Ayat ini
menjadi pedoman yang penting bagi para pebisnis muslim dalam menjalankan
usahanya. Sehingga pebisnis muslim senantiasa menjauhi cara-cara yang batil
dalam usahanya.
Etika bisnis nomor tujuh dalam Islam adalah tidak memudaratkan
(membahayakan) orang lain. Seorang pebisnis muslim harus menjadi kompetitor
yang baik dan terhormat yang menganut kaidah “tidak melakukan mudarat dan
tidak membalas orang lain dengan kemudaratan”. Kaidah ini sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW, “Tidak boleh memudaratkan dan tidak pula membalas
dengan memudaratkan orang lain”. Jadi pebisnis muslim tidak melakukan hal-
hal seperti memainkan harga barang, melakukan jual beli dengan memaksa
pembelinya, dan lain sebagainya.
Etika bisnis yang ke delapan, yang menjadi penutup dari etika-etika bisnis
dalam Islam adalah mempelajari hukum-hukum muamalah Islam. Hal ini sudah
pasti menjadi penting karena merupakan pedoman yang akan menuntun
pebisnis-pebisnis muslim ke jalan yang telah Allah syariatkan. Tidak mungkin
seorang pebisnis muslim dapat melaksanakan etika-etika bisnis yang telah
disebutkan terlebih dahulu tanpa mempelajari hukum-hukum muamalah. 13

F. Tujuan dan Manfaat Etika Wirausaha


Salah satu tujuan etika berwirausaha adalah memberikan kesadaran akan
moral dan memberikan batasan kepada para pelaku bisnis agar dalam menjalankan
bisnisnya dengan bersikap baik, sehingga tidak berperilaku yang dapat merugikan
banyak pihak yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Berikut ini beberapa tujuan
etika yang selalu ingin dicapai dalam berwirausaha, yaitu:

13
Kasimir, Kewirausahaan, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2012)

14
1) Untuk persahabatan dan pergaulan
2) Menyenangkan orang lain
3) Membujuk pelanggan
4) Mempertahankan pelanggan
5) Membina dan menjaga hubungan 14

Adapun manfaat etika dalam dunia wirausaha yaitu, sebagai berikut :


1) Memiliki citra baik dimata konsumen
2) Perusahaan menjadi tepercaya
3) Memaksimalkan keuntungan
4) Memperhatikan kepentingan bersama
5) Menjunjung nilai moral 15

14
M. Ilham Abdullah, Helmarini, “Nilai-Nilai Ajaran Islam Dan Etika Wirausaha Dalam
Pendidikan Kewirausahaan, … h. 87
15
“Manfaat Etika Bisnis Dalam Perusahaan”, diakses di https://www.jurnal.id, pada 06
April 2021

15
PENUTUP
Kesimpulan
Etika berwirausaha atau istilah populernya dikenal dengan etika bisnis merupakan
kode etik perilaku pengusaha berdasarkan pada nilai-nilai moral dan norma yang
dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan yang
dihadapi. Dalam perspektif Islam, etika sering dikaitkan dengan istilah akhlak yang
kurang lebih juga bermakna sama dengan etika, yakni pedoman mengenai apa yang
boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

16
DAFTAR PUSTAKA

“Manfaat Etika Bisnis Dalam Perusahaan”. diakses di https://www.jurnal.id. pada 06


April 2021
Aziz, Abdul. 06 April 2021. Konsep Etika Bisnis Islam Dalam Wirausaha. Pdf File.
diakses di https://digilib.uinsby.ac.id.
Sumaryati, Ana. 2014. Etika Bisnis Pada Entrepreneurship Dalam Konteks Filsafat.
Jurnal Media Ekonomi & Teknologi Informasi. Vol. 22 No. 1

Firmansyah, Anang dan Anita Roosmawarni. 2020. Kewirausahaan : Dasar dan


Konsep. Jawa Timur : Qiara Media

Zebua, Edward. 2017. Buku Ajar Dan Perangkat Pembelajaran Kewirausahaan.


Sumatera Barat : Institut Seni Indonesia PadangPanjang

Anggraeny, Galuh. 2017. Pembelajaran dan Implementasi Etika Bisnis Islam. Vol. 1,
No. 2 https://www.journal.iainsurakarta.ac.id

Kasimir. 2012. Kewirausahaan. Jakarta: PT RajaGrafindo


Abdullah, Ilham M. dan Helmarini. “Nilai-Nilai Ajaran Islam Dan Etika Wirausaha
Dalam Pendidikan Kewirausahaan”. Jurnal Economic
D.Hisrich, Robert. 2008. Entrepreneurship Kewirausahaan, Terj. Chriswan dan Diana
Angelica. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat
Echdar, Saban. dan Maryadi. 2019. Business Ethics and Entrepreneurship : Etika Bisnis
dan Kewirausahaan. Yogyakarta : CV Budi Utama

17

Anda mungkin juga menyukai