Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TAFSIR Q.S AL MAIDAH AYAT 6

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pendidikan Agama”

Dosen : Amir Rabbani, S.Ag

Disusuan oleh kelompok II:

Nia Rahmadani 2301116


Dwiki Arfa R 2301120
Naufal Nugroho 2301018
Maya Meilinda 2301152
Nelli Lutfiyani 2301148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MAJENANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
taufik, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “Tafsir Q.S Al Maidah ayat 6” ini dengan baik meskipun dengan
menggunakan buku penunjang yang terbatas. Adapun makalah ini kami buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama yang dibimbing oleh
bapak Amir Rabbani, S.Ag. Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu kami menyampaikan ucapan
terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa pada makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan kami.
Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi kami. Akhir kata kami
berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
sebagai penulis pada khususnya.

Atas segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.

Salem, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 2

C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

A. Asbabun Nuzul...................................................................................... 3

B. Kandungan Ayat................................................................................... 4

C. Hikmah yang Terkandung dalam Surah Al-Maidah Ayat 6................. 6

D. Tata Cara Berwudhu............................................................................. 7

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran merupakan pedoman yang mencakup seluruh aspek kehidupan


manusia. Allah Subhanahu wata’ala telah menjelaskan hukum-hukum mengenai
aqidah, fiqh, dan sebagainya. Salah satu penerapan dari hukum fiqh di dalam al-
Qur’an terdapat dalam Surah Al-Maidah ayat 6 yang membahas mengenai
hukum-hukum thaharah seperti berwudhu’, mandi, dan tayammum.
Surah Al-Maidah ayat 6 menjelaskan tentang Thaharah yang merupakan salah
satu syarat sah nya shalat. Thaharah berkaitan erat dengan rutinitas ibadah
terutama shalat. Shalat adalah salah satu ibadah yang paling sering dilaksanakan
terutama shalat wajib lima waktu, namun pada pelaksanaannya tersebut tidak sah
kecuali sebelumnya seluruh keadaan, pakaian, badan, tempat dan sebagainya
dalam keadaan bersih dan suci, baik suci dari hadas besar, maupun hadas kecil
dan najis.
Ibadah seorang muslim dimulai dengan bersuci yang diutamakan berwudhu
namun jika tidak ditemukan air, maka Allah Subhanahu wata’ala telah
memberikan rukhsah atau keringanan dalam menjalaninya. Tayammum
merupakan cara bersuci yang wajib dengan menggunakan tanah atau debu sebagai
pengganti dari wudhu dan mandi, bagi orang yang memang tidak memperoleh air
atau sedang dalam kondisi berbahaya bila menggunakan air. Keringanan atas
kebolehan tayammum telah disebutkan dalam surah Al-Maidah ayat 6 dengan
cara yang telah dijelaskan.
Berbagai keringanan yang Allah berikan merupakan salah satu solusi bagi
manusia. Dapat pula dipahami bahwa thaharah mempunyai kedudukan yang
sangat penting bagi kehidupan seorang muslim karena thaharah merupakan syarat
sahnya shalat, dan salat merupakan tiang agama. Tanpa thaharah yang benar,
maka shalat seseorang tidak mungkin sempurna. Oleh karena itu, dikatakan
pendahuluan dalam shalat ialah thaharah.
Dengan kaitan inilah, peranan thaharah dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat diragukan lagi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada makalah ini
penyusun akan memaparkan hal-hal yang terkait dengan Surah Al-Maidah ayat 6,
baik dari asbabun nuzul, kandungan ayat, dan hikmah pensyari'atan thaharah.

1
B. Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan di atas, maka penyusun akan menarik suatu
rumusan pokok masalah. Pokok masalah dari makalah ini adalah sebagaiberikut:
1. Bagaimana asbabun nuzul surah Al-Maaidah ayat 6?
2. Apa kandungan ayat yang terdapat surah Al-Maidah ayat 6?
3. Apa hikmah yang terdapat dalam surah Al-Maidah ayat 6?
4. Bagaimana tata cara berwudhu?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di
atas, maka maksud dari tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui asbabun nuzul surah Al-Maidah ayat 6
2. Mengetahui kandungan ayat yang terdapat dalam surah Al-Maidah ayat 6
3. Mengetahui hikmah yang terdapat dalam surah Al-Maidah ayat 6
4. Mengetahui tata cara berwudhu?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asbabun Nuzul

Kata Asbabun Nuzul terdiri dari kata Asbab dan Nuzul. Secara etimolgi, Asbab
merupakan bentuk jamak dari sabab dan dapat berarti sesuatu yang menyampaikan
kepada sesuatu yang lain. Adapun Nuzul berarti turunnya benda dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah. Adapun secara terminologi, Az- Zarqaniy menyebutkan bahwa
sababun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat Al-
Qur'an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat terjadinya sebuah peristiwa.
Fungsi sababun nuzul dalam penafsiran al-Qur'an salah satunya untuk
mengetahui hikmah dari penetapan hukum dalam al-Qur'an (Qadafy ; 2015). Sababun
nuzul juga merupakan salah satu perangkat penting dalam menafsirkan sebuah ayat. Al-
Wahidi (As-suyuti ; 2008) berkata “Tidak mungkin seseorang bisa mengetahui
penafsiran suatu ayat al-Quran tanpa bersandarkan kepada kisah dan penjelasan sebab
turunnya.” Allah Subhanahu wata'ala berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 6,
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُوُجْو َهُك ْم َو َاْيِدَيُك ْم ِاَلى اْلَم َر اِفِق َو اْمَس ُحْو ا‬
‫ِبُرُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَكْع َبْيِۗن َو ِاْن ُكْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا َو ِاْن ُكْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد‬
‫ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغ ۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا َفاْمَس ُحْو ا ِبُوُجْو ِهُك ْم َو َاْيِد ْيُك ْم ِّم ْنُهۗ َم ا‬
‫ُيِر ْيُد ُهّٰللا ِلَيْج َعَل َع َلْيُك ْم ِّم ْن َح َر ٍج َّو ٰل ِكْن ُّيِرْيُد ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتٗه َع َلْيُك ْم َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah.
Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”
Sababun nuzul dari ayat di atas telah disebutkan dalam beberapa riwayat, salah
satunya adalah Al-Bukhari. Al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Amru bin Harits dari
Abdrrahman bin Qasim dari bapaknya, yang bersumber dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha.
Diriwayatkan bahwa kalung Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha jatuh di padang pasir
saat kami masuk ke Madinah. Lantas Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam
menderumkan untanya dan beliau pun turun lalu merebahkan kepalanya di pangkuanku
dalam keadaan tidur. Tiba-tiba Abu Bakar radhiyallahu 'anhu datang lalu memukulku
dengan pukulan keras dengan berkata, ''Akibat kalungmu, orang-orang menjadi
terhambat (masuk Madinah)”.

3
Selanjutnya, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam terjaga dan tibalah
waktu Shubuh. Beliau pun mencari air namun tidak ditemukan, sehingga turunlah ayat,
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak melaksanakan salat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku serta usaplah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub,
mandilah. Jika kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air
(kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan
debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak
ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur.” Setelah turunnya ayat
tersebut, Usaid bin Hudhair berkata, “Wahai keluarga Abu Bakar, Allah Subhanahu
wata'ala telah memberikan keberkahan kepada manusia melalui kalian.”
Imam Thabrani juga meriwayatkan dari jalur Ubaid bin Abdillah bin Zubair dari
Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa suatu ketika terjadi peristiwa hilangnya kalung Aisyah
radhiyallahu 'anha dalam suatu peristiwa peperangan yang disertai Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam. Dalam perjalanan menuju Madinah kali ini, kalung 'Aisyah
radhiyallahu 'anha jatuh lagi sebingga orang- orang terhalang pulang karena harus
mencari kalung yang hilang itu. Kemudian Abu Bakar berkata kepada 'Aisyah
radhiyallahu 'anha, “Wahai anakku, tiap-tiap perjalanan kamu selalu menjadi menjadi
beban dan ujian kepada orang-orang.” Setelah itu Allah Subhanahu wata'ala menurunkan
ayat adanya keringanan untuk tayammum. Abu Bakar pun berujar, “Sesungguhnya
engkau adalah putri yang membawa berkah.”
B. Kandungan Ayat

Surah Al-Ma'idah berarti hidangan. Surah ini merupakan surah ke-5 dalam al-
Qur'an. Surah ini terdiri dari 120 ayat dan termasuk golongan surah Madaniyah.
Sekalipun ada ayat-ayatnya yang turun di Mekkah, tetapi ayat ini diturunkan sesudah
Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Surah ini dinamakan Al-Ma'idah (hidangan) karena
kata tersebut terdapat pada ayat 112 yang memuat kisah para pengikut setia nabi Isa yang
meminta kepada nabi Isa agar Allah Subhanahu wata'ala menurunkan untuk mereka Al-
Ma'idah (hidangan makanan) dari langit.
Penyebutan lain dari surah Al-Ma'idah adalah Al-Uqud (perjanjian), yang kata itu
terdapat pada ayat pertama surah ini, dimana Allah memerintahkan agar hamba-
hambaNya untuk memenuhi janji terhadap Allah Subhanahu wata'ala maupun perjanjian-
perjanjian yang mereka buat terhadap sesamanya. Dinamakan juga Al-Munqidz (yang
menyelamatkan) sebab pada akhir surah ini memuat kesaksian Isa Al-Masih terhadap
kaum pengikutnya. Secara singkat, kandungan surah Al-Maidah ayat 6 adalah sebagai
berikut;

4
Pertama, bersuci dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan untuk
berwudhu. Hal ini dilakukan ketika seseorang dalam keadaan ber- hadats kecil. Allah
Subhanahu wata’ala menjelaskan secara lengkap cara bersuci dari hadats kecil dalam
firman-Nya pada surah Al-Ma`idah ayat 6:
‫َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا ُقْم ُتْم ِاَلى الَّص ٰل وِة َفاْغ ِس ُلْو ا ُو ُج ْو َهُك ْم َو َاْيِدَيُك ْم ِاَلى اْلَم َر اِفِق َو اْم َسُح ْو ا‬
‫ِبُرُءْو ِس ُك ْم َو َاْر ُج َلُك ْم ِاَلى اْلَك ْعَبْيِۗن‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.
Kedua, bersuci dengan air untuk mandi karena adanya hadats besar. Sebagaimana
dalam lanjutan firman Allah Subhanahu wata’ala pada ayat Al-Ma`idah di atas:

‫َو ِاْن ُك ْنُتْم ُج ُنًبا َفاَّطَّهُرْو ۗا‬

“dan jika kamu junub maka mandilah”

Ketiga, bersuci dengan debu untuk mengganti wudhu dan mandi ketika tidak ada
air atau tidak bisa menggunakan air.
‫َوِاْن ُك ْنُتْم َّم ْر ٰٓض ى َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َاْو َج ۤا َء َاَح ٌد ِّم ْنُك ْم ِّم َن اْلَغۤا ِٕىِط َاْو ٰل َم ْس ُتُم الِّنَس ۤا َء َفَلْم َتِج ُد ْو ا َم ۤا ًء‬
‫َفَتَيَّمُم ْو ا َص ِع ْيًدا َطِّيًبا‬
“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih).”

Dalam Islam, bersuci setelah buang air besar maupun kecil hukumnya wajib.
Selain menggunakan air, bersuci dari buang air bisa dilakukan dengan benda-benda yang
bersih, seperti batu dan sejenisnya, dengan syarat minimal tiga buah dan bukan benda
yang dilarang digunakan untuk bersuci, seperti: kotoran binatang yang kering dan tulang.
Seluruh ulama sepakat atas bolehnya bersuci dengan batu walaupun ada air. Rasulullah
SAW bersabda, "Bangsiapa yang bersuci dengan batu (istijmar) maka hendaklah dengan
jumlah ganjil. Barangsiapa yang melakukannya maka ia telah berbuat yang lebih baik,
namun barangsiapa yang tidak melakukannya maka dia tidak berdosa." (HR Abu
Dawud).
Adapun secara terperinci, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
rahimahullah menyebutkan bahwa faedah dari ayat wudhu dan tayammum ini adalah
sebagai berikut;
1. Bersuci dari hadats besar dan kecil merupakan syarat sah shalat. Karena Allah
Subhanahu wata'ala berfirman,
‫ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّص اَل ِة َفاْغ ِس ُلوا‬
5
“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah ...”
2. Bersuci tersebut berlaku untuk shalat secara umum baik shalat fardhu maupun shalat
sunnah.
3. Dibutuhkan niat kala bersuci karena Allah Ta’ala berfirman,
‫ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى الَّص اَل ِة َفاْغ ِس ُلوا ُوُجوَهُك ْم‬
“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa niat bersucinya adalah karena ingin melaksanakan
shalat. Bisa jadi orang yang bersuci berniat untuk menghilangkan hadats atau bersuci
dengan niatan untuk melaksanakan shalat atau punya niatan kedua-duanya.
4. Ketika berwudhu untuk mensucikan hadats kecil, maka batasan wajah adalah dari
bagian yang nampak di samping telinga kanan ke kiri dan dari tumbuhnya rambut
kepala (yang normal) sampai dagu tempat tumbuhnya jenggot.
Adapun tangan yang dibasuh adalah hingga siku (siku terkena basuhan) sedangkan
kaki hingga mata kaki (mata kaki terkena basuhan). Sedangkan kepala diusap
seluruhnya karena perintah inilah yang ada dalam ayat. Dan yang dimaksud adalah
mengusap seluruh kepala bukan sebagiannya.
5. Berurutan dalam membasuh dan mengusap yaitu dari membasuh wajah, membasuh
tangan hingga siku, mengusap kepala dan mencuci kaki hingga mata kaki, keempat
anggota wudhu ini mesti berurutan, itu syarat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫َأْبَد ُأ ِبَم ا َبَد َأ ُهَّللا ِبِه‬
“Mulailah dengan apa yang Allah dahulukan.” (HR. Muslim).
C. Hikmah Yang Terkandung Dalam Surah Al-Maidah Ayat 6

1. Menunjukkan fitrah Islam sebagai agama yang suci. Hal ini terbukti dari bagaimana
Islam mengatur segala ketentuan yang harus dilakukan seorang muslim saat akan
melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wata'ala.
2. Menjaga kehormatan dan kewibawaan seorang Islam. Pada dasarnya, manusia itu
cenderung menyukai sesuatu yang bersih dan menjauhi hal-hal kotor, serta senang
berkumpul dengan orang-orang bersih.
3. Menjaga kesehatan. Kebersihan dapat melindungi diri dari kotoran yang di dalamnya
terdapat kuman serta bakteri yang mengundang penyakit. Oleh karenanya, perintah
bersuci yang menjadi tuntunan Islam dapat memberikan hikmah agar orang Islam
terhindar dari penyakit. Caranya dengan membersihkan badan, wajah, tangan, dan
kaki, sebab anggota- anggota tubuh tersebut merupakan tempat berdiamnya kotoran
yang membawa penyakit.
4. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Islam yang merupakan
agama suci tentu pemiliknya adalah Allah yang Maha Suci. Maka, untuk

6
mendekatkan diri kepada-Nya, seorang hamba harus mensucikan diri terlebih dahulu
baik secara lahir maupun batin sebagaimana firman Allah Subahanahu wata'ala
surah Al-Baqarah ayat 222,
‫ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّو اِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْيَن‬

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.”

D. Tata Cara Berwudhu

Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Dan wudhu merupakan satu di

antara bentuk bersuci yang disyariatkan dalam Islam.

Diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dalam hadits Bukhari, Rasulullah

shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah tidaklah menerima sholat salah seorang

di antara kalian ketika ia berhadats sampai ia berwudhu."

Adapun cara-cara berwudhu berserta do'anya adalah sebagai berikut :

1) Niat Wudhu
‫َنَو ْيُت اْلُو ُضوَء ِلَر ْفِع اْلَح َد ِث اَأْلْص َغ ِر َفْر ًضا ِهَّلِل َتَع اَلى‬
Artinya : "Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu karena
Allah".
2) Membasuh Telapak Tangan
Dilakukan sebanyak 3 kali hingga ke sela-sela jari, dan berdoa:
‫الَّلُهَّم اْح َفْظ َيِد ي ِم ْن َم َع اِص ْيَك ُك َّلَها‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma ihfadh yadi min ma'âshîka kullahâ
Artinya : "Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari semua perbuatan maksiat."
3) Berkumur
Berkumur sebanyak 3 kali, doa :

‫الَّلُهَّم َأِع ِّني َع َلى ِذ ْك ِر َك َو ُشْك ِر َك الَّلُهَّم اْس ِقِني ِم ْن َح ْو ِض َنِبَّيَك َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك ْأًسا اَل َأْظَم ا َبْع َد ُه‬
‫َأَبًدا‬
Lafal Arab-Latin :Allâhumma a'inni 'alâ dzikrika wa syukrika, Allâhumma asqini
min haudli nabiyyika shallallahu 'alaihi wa sallam ka'san lâ adzma'a ba'dahu Abadan
Artinya:"Ya Allah, tolonglah aku (untuk selalu) mengingat dan bersyukur pada-Mu.
Ya Allah beri aku minuman dari telaga Kautsar Nabi Muhammad, yang begitu
menyegarkan hingga aku tidak merasa haus selamanya."
4) Membersihkan Lubang Hidung
Tata cara wudhu berikutnya adalah membersihkan lubang hidung 3 kali. Pada saat
menghirup air, lalu mengeluarkannya dengan memencet hidung, dalam hati berdoa:
‫الَّلُهَّم َأِر ْح ِني َر اِئَح َة اْلَج َّنِة الَّلُهَّم اَل َتْح ِر ْمِني َر اِئَح َة ِنَعِم َك َو َج َّناِتَك‬

7
Lafal Arab-Latin :Allâhumma Arihni Raaihatal jannah. Allâhumma lâ tahrimni
râihata ni'amika wa jannatika
Artinya:"Ya Allah (izinkan) aku mencium wewangian surga. Ya Allah, jangan
halangi aku mencium wanginya nikmat-nikmatmu dan wanginya surga."
5) Membasuh Wajah
Dilakukan mulai dari ujung kepala tumbuhnya rambut hingga bawah dagu.
Membaca doa:
‫الَّلُهَّم َبْيُض َو ْج ِهَي َيْو َم َتْبَيُض ُو ُجوٌه َو َتْس َو ُد ُو ُجوٌه‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma bayyidl wajhi yauma tabyadldlu wujûhun wa
taswaddu wujûh
Artinya: "Ya Allah, putihkanlah wajahku di hari ketika wajah-wajah"
6) Membasuh Tangan
Basuh kedua belah tangan hingga siku, dahulukan anggota tubuh bagian kanan.
Doa membasuh tangan kanan :
‫الَّلُهَّم َأْع ِط ِني ِكَتاِبي ِبَيِم يِني َو َح اِس ْبِني ِحَس اًبا َيِس يًرا‬
Lafal Arab-Latin :Allâhumma a'thinî kitâbi biyamîni, wa hâsibnî hisâban yasîran
Artinya: "Ya Allah, berikanlah kitab amalku (kelak di akhirat) pada tangan
kananku, dan hisablah aku dengan hisab yang ringan."
Doa membasuh tangan kiri:
‫الَّلُهَّم اَل ُتْع ِط ِني ِكَتاِبي ِبِش َم اِلي َو اَل ِم ْن َو َر اِء َظْهِري‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma laa tu'thini bi syimaali, wa laa min waraa`i dzahri
Artinya : "Ya Allah, jangan kau berikan kitab amalku (kelak di akhirat) pada tangan
kiriku, dan janganlah pula diberikan dari balik punggungku."
7) Mengusap Kepala
Mengusap sebagian kepala sebanyak 3 kali, doa:
‫الَّلُهَّم َح ْر َم َشْع ِري َو َبَش ِر ي َع َلى الَّناِر َو َأِظ ْلِني َتْح َت َع ْر ِش َك َيْو َم اَل ِظ َّل ِإاَّل ظلك‬
Lafal Arab-Latin: llâhumma harrim sya'ri wa basyari 'ala an-nâri wa adzilni tahta
'arsyika yauma lâ dzilla illa dzilluka.
Artinya: "Ya Allah, halangi rambut dan kulitku dari sentuhan api neraka, dan
naungi aku dengan naungan singgasana-Mu, pada hari ketika tak ada naungan
selain naungan dari-Mu."
8) Mengusap Telinga
Mengusap kedua telinga secara bersamaan, doa:
‫الَّلُهَّم اْج َع ْلِني ِم َن اَّلِذ يَن َيْسَتِم ُعوَن اْلَقْو َل َفَيَّتِبُعوَن َأْح َس َنُه‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma ij'alni minalladzîna yastami'ûnal qaula fayattabi'ûna
ahsanahu.

8
Artinya : "Ya Allah, jadikanlah aku orang-orang yang mampu mendengar ucapan
dan mampu mengikuti apa yang baik dari ucapan tersebut."

9) Membasuh Kaki
Membasuh kedua kaki hingga di atas mata kaki, dan dilakukan sebanyak 3 kali,
dimulai dari kanan terlebih dahulu.
Doa kaki kanan :
‫اللهم اْج َع ْلُه َسَع ًيا َم ْشُك وًرا َو َذْنًبا َم ْغُفوًرا َو َع َم اًل ُم َتَقَّباًل الَّلُهَّم َثَّبْت َقَد ِم ي َع َلى الِّص َر اِط َيْو َم َتِز ُّل ِفيِه‬
‫اَأْلْقَداُم‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma ij'alhu sa'yan masykûran wa dzamban maghfûran wa
'amalan mutaqabbalan. Allâhumma tsabbit qadami 'ala shirâthi yauma tazila fihi al-
aqdâm.
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah (segenap langkahku) sebagai usaha yang disyukuri,
sebagai penyebab terampuninya dosa dan sebagai amal yang diterima. Ya Allah,
mantapkanlah telapak kakiku saat melintasi jembatan shirathal mustaqim, kelak di
hari ketika banyak telapak kaki yang tergelincir."
Doa kaki kiri:
‫الَّلُهَّم ِإِّني َأُعوُذ ِبَك َأْن َتْنِز َل َقَد ِم ي َع ِن الِّص َر اِط َيْو َم َتْنِز ُل ِفيِه َأْقَداُم اْلُم َناِفِقين‬
Lafal Arab-Latin: Allâhumma innî a'ûdzu bika an tanzila qadamî 'anish-shirâthi
yauma tanzilu fihi aqdâmul munafiqîn
Artinya: "Ya Allah, aku berlindung pada-Mu, dari tergelincir saat melintasi
jembatan shirathal mustaqim, kelak di hari ketika banyak telapak kaki orang
munafik yang tergelincir."
10) Doa Setelah Wudhu
‫أشهد أن ال ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه َال َش ِر يَك َلُه َو َأْش َهُد َأَّن ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسوُلُه الَّلُهَّم اْج َع ْلِني ِم َن الَّتَّو اِبيَن‬
‫َو اْج َع ْلِني ِم َن اْلُم َتَطِّهِر يَن‬
Lafal Arab-Latin: Asyhadu allâ ilâha illallâhu wahdahû lâ syarîka lahu wa asyhadu
anna muhammadan 'abduhû wa rasûluhû, allâhummaj'alnî minat tawwâbîna waj'alnii
minal mutathahhirîna.
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan
utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang
bertobat dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci
(shalih)."
Itulah tata cara wudhu yang baik beserta doanya. Disunahkan mendahulukan
anggota tubuh bagian kanan, serta dilakukan dengan tertib dan teratur.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Thaharah merupakan hal terpenting sebelum seseorang melaksanakan shalat dan ibadah-
ibadah lainnya. Thaharah dapat dilakukan dengan berwudhu dan mandi, atau jika tidak
ditemukan air maka Allah Subhanahu wata’ala memberikan keringanan pada umat-Nya
untuk ber-tayammum. Thaharah dengan cara berwudhu dapat dilakukan jika seseorang
ingin menghilangkan hadats kecil dari dirinya. Adapun thaharah dengan mandi dapat
dilakukan jika seseorang ingin menghilangkan hadats besar dari dirinya.
Hikmah yang dapat diambil dari surah al-Ma’idah ayat 6 yaitu menunjukkan bahwa
Islam merupakan agama yang suci, untuk menjaga kehormatan seorang muslim, untuk
menjaga kesehatan dan sebagai perantara untuk ber-taqarrub kepada Allah Subahanhu
wata’ala.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Utsaimin, Muhammad Bin Shalih, 2016, Tuntunan Shalat dan Thaharah, Terj. Maktum
Assalamy, Jakarta: Yayasan Al-Shofwa

As-Suyuthi, Imam, 2017, Asbabun Nuzul, Jakarta: Qisthi Press

As-Suyuthi, Jalaluddin, 2008, Studi Al-Qur’an Komprehensif, Solo: Indiva Pustaka

Qadafy, Mu'ammar Zayn, 2015, Buku Pintar Sababun Nuzul, Yogyakarta: IN Azna Books

https://rumaysho.com/9524-pelajaran-dari-ayat-wudhu-dan-tayammum-1.html

11

Anda mungkin juga menyukai