Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEORI MANDI
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih
Dosen Pengampu : Nur Hafifah, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Desti Oktavia 2111100032
Arum Novita Sari 2111100148

KELAS F SEMESTER 3
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur tiada hentinya penulis haturkan ke hadirat Allah SWT
yang Maha Pemberi Petunjuk, Anugrah dan Nikmat yang diberikan-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”Teori Mandi”.

Sholawat dan salam Penulis panjatkan kepada Nabiyullah sebagai pemberi


syafa‟at, penuntun jalan kebajikan, penerang di muka bumi ini, seorang manusia
pilihan dan teladan kita, Rasullulah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan
pengikut Beliau hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik menyangkut isi maupun penulisan. Penulis telah
berusaha untuk menjadikan makalah ini, sebuah karya yang bermanfaat bagi
penulis dan bagi pembaca. Namun dibalik semua itu, kesempurnaan hanya milik
Allah yang Maha Sempurna dan tidak dimiliki manusia. Untuk itu, saran dan
kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis kembalikan semua kepada Allah, semoga keikhlasan


dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis memperoleh balasan yang
berlipat ganda dari Allah. Semoga kita semua senantiasa mendapat rahmat dan
hidayah-Nya, Aamiin.

Bandar Lampung, 3 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3
2.1 Ketentuan Syariat Tentang Mandi......................................... 3
2.2 Hal Yang Mewajibkan Mandi ............................................... 3
2.3 Hal Yang Difardhukan Saat Mandi ....................................... 6
2.4 Hal Yang Dishunnahkan Saat Mandi .................................... 7
2.5 Hal Yang Dimakruhkan Saat Mandi ..................................... 8
2.6 Tata Cara Mandi .................................................................... 11
2.7 Hal Yang Dilarang Saat Jinabah ........................................... 13
BAB III PENUTUP .......................................................................... 14
A. Kesimpulan ............................................................................ 14
B. Saran....................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkara thaharah (kesucian) adalah bagian dari agama yang sangat
penting, mengingat perkara ini tidak bisa diwakilkan kepada orang lain,
dimana pelaksanaannya menjadi kewajiban individu (fardhu „ain).
Thaharah ini juga menjadi syarat diterimanya sebagian ibadah
lainnya, sebut saja misalnya shalat, maka sah dan tidak sahnya shalat ini
yang pertama sekali dilihat dari apakah pelakunya dalam keadaan suci atau
tidak, sehingga kita bisa memastikan bahwa jika thaharahnya bermasalah
(tidak sah) maka shalatnya pun pasti bermasalah (tidak sah).
Mandi janabah atau mandi wajib dalam lisan orang kita adalah
bagian yang terpenting untuk diketahui secara dini, mengingat perkara ini
sudah harus dilakukan pada hari pertama seorang muslim ketika ia sampai
umur (baligh), jangan sampai anakanak sudah bujang-gadis tapi tidak
faham bagaimana cara mandi wajib, atau bahkan ada sebagian yang sudah
mempunyai anak, tapi masih belum faham ritual mandi janabah.
Berdasarkan hal ini, maka penulis tertarik untuk membahas
makalah tentang Teori Mandi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja Ketentuan Syariat Tentang Mandi ?
2. Apa saja Hal Yang Mewajibkan Mandi ?
3. Apa saja Hal Yang Difardhukan Saat Mandi ?
4. Apa saja Hal Yang Dishunnahkan Saat Mandi ?
5. Apa saja Hal Yang Dimakruhkan Saat Mandi ?
6. Bagaimana Tata Cara Mandi ?
7. Apa saja Hal Yang Dilarang Saat Jinabah ?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Ketentuan Syariat Tentang Mandi
2. Untuk mengetahui Hal Yang Mewajibkan Mandi
3. Untuk mengetahui Hal Yang Difardhukan Saat Mandi
4. Untuk mengetahui Hal Yang Dishunnahkan Saat Mandi
5. Untuk mengetahui Hal Yang Dimakruhkan Saat Mandi
6. Untuk mengetahui Tata Cara Mandi
7. Untuk mengetahui Hal Yang Dilarang Saat Jinabah

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ketentuan Syariat Tentang Mandi
Secara bahasa, Ibnu Faris dalam kamus Maqayis Al-Lughah
menjelaskan bahwa janabah itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat.
Disebut jauh karena seseorang yang sedang berstatus janabah dia sedang
dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal
shalat, membaca AlQuran serta berdiam diri di masjid.
Lebih lanjut istilah janabah digunakan untuk menunjukkan kondisi
seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan hubungan
suami istri, ataupun sebab-sebab lainnya, janabah dan hadats besar itu
adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama. Jika ada seseorang
yang berkata: Saya sedang dalam kondisi janabah, itu berarti dia sedang
dalam keadaan berhadats besar.
Mereka yang sedang dalam kondisi janabah ini hukumnya wajib
mandi terlebih dahulu agar bisa menjadi suci kembali sehingga bisa
melaksanakan ritual ibadah lainnya, semisal shalat, membaca AlQuran,
berdiam diri di masjid.
Karena hukum wajib inilah akhirnya orang-orang kita lebih sering
menyebutnya dengan istilah mandi wajib sebagai lawan dari mandi yang
tidak wajib, dan menurut penulis penggunaan istilah mandi wajib ini juga
mempunyai nilai posistif, setidaknya untuk lebih menguatkan bahwa
memang dalam kondisi janabah (berhadats besar) seseorang wajib mandi
agar bisa suci kembali.1

2.2 Hal Yang Mewajibkan Mandi


Para ulama umumnya sepakat bahwa sebab yang mewajibkan
seorang muslim untuk melakukan mandi janabah, atau yang
menyebabkannya menjadi junub ada 5 hal.

1
Abdal-Rahman al-Jaziry,Kitabal-Fiqh„Ala Madzahib al-Arba‟ah, Jilid. 1 (Beirut:
Maktabah al Tijariyah, t.t.), 133.

3
Berikut sebab – sebab yang mengharuskan seseorang mandi wajib :
1. Keluarnya Mani
Mani itu adalah benda cair yang keluar dari kemaluan
dengan aroma yang khas, agak amis, sedikit kental dan mudah
mengering seperti telur bila telah mengering. Dan biasanya
keluarnya disertai dengan rasa nikmat dengan cara memancar.
Bagaimanapun cara keluarnya, disengaja (mastur basi) atau
mimpi, atau dengan cara hubungan suami istri, semua wajib
mandi. Pun begitu dengan perempuan, perkara mani bukan
hanya bersumber dari laki-laki, dari perempuan juga ada, dan
bagi perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani
keluar dari mereka.
Dari Abi Said al-Khudhri RA berkata :
‫اِنَّما َ ْالما َ ُء ِمنَ ْالما َ ِء‬
Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air
(keluarnya mani). (HR. Bukhari Muslim).
2. Bertemunya Dua Kelamin
Ini adalah bahasa lain dari hubungan intim sepasang suami
istri (bukan hanya sebatas menempel), baik disertai keluarnya
mani atau tidak, yang jelas sebatas bertemunya dua kemaluan,
maka kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi.
Dalil yang mewajibkan mandi janabah atas sebab ini,
sebagaimana berikut :
Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian
bersungguh-sungguh (menyetubuhi) maka wajib atasnya
mandi. (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat Muslim
ditambahkan: “Meski pun tidak keluar mani.”

4
3. Keluarnya Haid
Haid adalah darah yang kelur dari seorang perempuan, ini
bertanda bahwa mereka sudah sampai umur, umumnya
keluarnya diusia remaja, tapi tidak sedikit walaupun masih
umur setingkat kelas empat Sekolah Dasar sebagaian dari
mereka sudah mendapati darah haidh.
Darah ini agak berbeda dari jenis darah pada umumnya, ia
agak kehitam-hitaman, dan pastinya seorang perempuan
mengerti hal ini, untuk itu lagi lagi sangat penting kiranya
pendampingan dari orang tua khsusunya ibu dalam hal ini, dan
tidak ketinggalan ilmu thaharah juga wajib diajarkan segera
agar ilmu ini hadir sebelum darah haidh hadir.
Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah SWT :
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu..” (QS. Al-
Baqarah: 222)
4. Keluarnya Nifas
Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi
juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini
mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan
dalam keadaan meninggal dunia.
Yang jelas setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah
untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang
selama ini tertinggal. Kewajiban mandi ini didasarkan kepada
ijma‟ (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan oleh Ibnul
Mundzir.

5
5. Meninggal
Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib
mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk
mandi sendri, maka kewajiban memandikan berada dipundak
mereka yang masih hidup, tentunya dengan adab-adabnya yang
mungkin nanti dibahas pada tulisan yang berbeda.
Rasulullah saw berkata saat salah satu putri beliau
meninggal dunia :
“Mandikanlah ia tiga kali atau lima kali atau lebih bebih
dari sana” (HR. Bukhari dan Muslim).2

2.3 Hal Yang Difardhukan Saat Mandi


Ada dua hal saja yang penting untuk diketahui dan tentunya wajib
untuk dilakukan sehingga aktivitas mandi wajib dinilai sah adalah :
1. Niat Mandi Wajib
Memang semua ulama sepakat bahwa niat itu letaknya di hati,
sebagai tekad dan azam utuk melaksanakan suatu ibadah , namun
sebagian ulama lainnya membolehkan bahkan menyarankan jika
memang niat itu diawali atau disertai dengan lafazh niat.
Lafazh niat sebagai berikut :
Aku berniat untuk mandi dalam rangka mengangkat janabah
Aku berniat untuk mandi untuk mengangkat hadats besar
2. Membasuh Seluruh Anggota Badan
Meratakan yang dimaksud adalah memastikan bahwa air mandi itu
sampai ke seluruh tubuh, membasuh semua anggota badan termasuk
kulit atau rambut dengan air serta meratakan air pada rambut hingga ke
pangkalnya. Selain itu wajib juga membasuh dengan air ke seluruh

2
Al-Shan`ani, Muhammad bin Isma`il. Subul al-Salam Syarh Bulug al-Maram, juz I
(Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, 1379 H/1960 M

6
badan termasuk rambut-rambut, bulu yang ada pada seluruh anggota
badan, telinga, kemaluan bagian belakang ataupun depan.3

2.4 Hal Yang Dishunnahkan Saat Mandi


Namun karena aktivitas mandi ini adalah termasuk dalam ranah
ibadah, Dengan berlandaskan hadits Rasulullah SAW riwayat Aisyah dan
Maimunah yang dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, juga
hadits dari Jubair bin Muth‟im yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Imam
As-Syairozi mulai menjelaskan yang kemudian di jalaskan oleh imam An-
Nawawi bahwa teknis mandi wajib tersebut sebagai berikut :4
a. Membaca Basmalah. Karena setiap sesuatu memang lebih baik diawali
dengan membaca basmalah dan membaca basmalahnya di dalam hati,
menimbang posisinya sedang berada di dalam kamar mandi.
b. Mencuci kedua telapan tangan sebanyak tiga kali.
c. Mencuci kemaluan, untuk menghilangkan najis baik depan maupun
belakang. Karena mungkin saja masih ada bekas mani disekitar
kemaluan depan, atau mungkin sebelum mandi melakukan aktivitas
BAB terlebih dahulu sehingga harus dipastikan bahwa setelah BAB
dicuci dengan bersih.
Terlebih bagi perempuan yang mandi setelah haidh atau nifas, maka
sangat dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa najis tersebut dengan
sesutau yang harum, baik sabun mandi, minyak, dan seterusnya.
d. Berwudu seperti wudu shalat. Hanya saja ada sedikit perbedaan
diantara para ulama, apakah membasuh kakinya didahulukan atau
diakhirkan setelah selesai mandi. Namun pilihan mana saja yang
dipilih semuanya dibenarkan, karena itu masih disebut dengan wudu,
dan wudunya tetap sah.
e. Mengambil air lalu meggosokkan jari-jari kesela-sela rambut hingga
mengenai kulit kepala dan jenggot (bagi yang ada). Untuk memastikan

3
Al-Tahhan, Mahmud. Taysir Mushthalah al-Hadis. Kairo: Dar al-Turas al-Arabiy, 1981.
4
Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, Fiqih (Semarang: Karya Toha Putra, 2004), 41.

7
bahwa tidak ada bagian tubuh yang tidak terkena air. Terlebih rambut
perempuan yang panjang dan tebal, atau jenggot laki-laki yang kadang
lebih tebal dan panjang dari rambutnya juga harus lebih diperhatikan
lagi.
f. Kemudian membasuh kepala tiga kali, agar dipastikan bahwa semua
rambut dan kulit kepala terkena air.
g. Lalu meratakan air keseluruh tubuh sambil menggosokkan tangan
kesemua badan, dan dimulai dari bagian badan sebelah kanan, tiga
kali.
h. Pindah dari tempat berdiri, lalau kemudian membasuh kedua kaki.
Karena dikhawatirkan bagian dalam telapak kaki tidak terkena air.5

2.5 Hal Yang Dimakruhkan Saat Mandi


Diantara hal yang dianggap makruh ketika mandi wajib adalah :
a. Berlebihan dalam menggunakan air dan dilarang juga air yang dipakai
bersuci oleh istri, sebab Rasulullah SAW melarang bersuci dengan air
lebihan dari air yang dipakai oleh istri sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
b. Mandi di tempat yang bernajis sebab dikhawatirkan akan terkena najis.
c. Mandi tanpa penutup. yakni tanpa berupa dinding atau benda yang
lainnya.6

2.6 Tata Cara Mandi


Adab-adabnya diantaranya yaitu :
a. Niat
Para ulama sepakat bahwa niat adalah urusan hati bukan lisan. Niat
adalah apa yang ditekadkan di dalam hati seseorang tatkala memulai
mengerjakan suatu ibadah.

5
Al-Syahrazuriy,Amr Usman ibn Abd al-Rahman ibn al-Salah. Ulum al-Hadis (al-
Madinah al-Munawwarah: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1972
6
Salih, Muhammad Adib. Lamahat fi Ushul al-Hadis (Beirut: al-Maktabah al-Islami,
1399H), h. 80-81

8
b. Membaca Basmallah
Para ulama sepakat bahwa disyariatkan untuk membaca basmalah atau
disebut dengan tasmiyyah sebelum mandi janabah.
c. Mencuci Kedua Telapak Tangan Hingga Pergelangan
Para ulama sepakat bahwa mencuci tangan hingga pergelangan
sebelum mandi hukumnya adalah sunnah. Mencuci kedua tangan ini
bisa dengan tanah atau sabun lalu dibilas sebelum dimasukkan ke
wadah air.
d. Menghilangkan Najis dan Kotoran
Para ulama umumnya sepakat bahwa disyariatkan untuk
menghilangkan najis atau kotoran dari badan seperti mazi dan mani,
sebelum membasuh seluruh badan, dan secara khusus di wilayah
kemaluan dan dalam hal ini, mazhab Syafi‟i menilai hukumnya adalah
wajib, bilama mazhab lainnya menilainya sekedar sunnah. Adapun
cara melakukannya adalah dengan menumpahkan air dari tangan kanan
ke tangan kiri. Dan dengan tangan kiri itulah kemaluan dan dubur
dicuci dan dibersihkan.
e. Wudhu
Para ulama sepakat bahwa setelah semua suci dan bersih dari najis
maka disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.
Dan disunnahkan pula untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.
Maksudnya ketika wudhu tidak membasuh kedua kaki, namun
membasuhnya setelah usai mandi janabah.
Namun perlu juga diperhatiakan, walaupun tanpa berwudhu sekalipun,
sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat hadats besar dan
kecil sekaligus. Jadi seandainya setelah mandi janabah itu tidak
berwudhu lagi, itu sudah cukup. Asalkan selama mandi tidak
melakukan hal-hal yang sekiranya akan membatalkan wudhu, seperti
menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam, kencing,
kentut, dll.

9
f. Meratakan Air ke Seluruh Tubuh
Para ulama sepakat bahwa membasuh seluruh tubuh dengan air secara
merata, baik kulit maupun rambut dan bulu, baik akarnya atau pun
yang terjuntai, adalah rukun dari mandi janabah. Bahkan disyaratkan
untuk melepaskan atau menghapus setiap benda yang menempel pada
tubuh dan menghalangi teralirinya air ke tubuh saat mandi, seperti cat,
lem, pewarna kuku atau pewarna rambut.
Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato yang tidak bersifat
menghalangi sampainya air ke kulit, tidak harus dihilangkan, sehingga
tetap sah mandinya, terlepas dari masalah haramnya membuat tato.
Termasuk yang dianggap tidak menghalangi air terkena kulit adalah
tinta pemilu, dengan syarat tinta itu tidak menutup atau melapisi kulit,
dalam arti tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.
g. Menyela-nyela Rambut
Para ulama juga sepakat akan kesunnahan memasukan jari-jari tangan
yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit
kepalanya telah menjadi basah.
h. Awali Basuhan Dengan Siraman di Kepala
Para ulama juga sepakat bahwa disunnahkan untuk menyiram kepala
dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua anggota badan.
i. Mendahulukan Anggota Badan yang Kanan
Para ulama sepakat bahwa ketika membasuh tubuh dengan air,
hendaknya memulai dari anggota tubuh yang kanan.
j. Membasuh Tiga Kali
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan menyiram kepala tiga kali
siraman. Sedangkan untuk anggota tubuh yang lainnya, menurut
jumhur ulama juga hukumnya adalah sunnah, diqiyaskan kepada
kepala. Kecuali menurut riwayat dari Malik yang diikuti oleh ad-Dirdir
yang berpendapat bahwa sunnahnya hanya pada kepala. Sedangkan
untuk selain kepala, jika disiram sebanyak tiga kali hukumnya adalah
makruh.

10
k. Berdo‟a
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan pula setelah selesai dari mandi
janabah untuk membaca doa sebagaimana doa setelah wudhu.
Meskipun doa itu secara zhahir hadits, untuk wudhu, para ulama juga
menjelaskan bahwa disunnahkan pula setelah mandi janabah
berdasarkan dalil qiyas - pembahasan detail tentang persoalan doa
setelah bersuci, akan dibahas pada bab wudhu.7

2.7 Hal Yang Dilarang Saat Jinabah


Junub merupakan keadaan di mana seseorang sedang tidak dalam
keadaan suci karena keluarnya air mani atau hubungan suami istri.
Menurut najaf.org, karena Anda sedang dalam keadaan yang tidak suci,
maka Anda dilarang melakukan hal-hal berikut ini.
Oleh sebab itu, ketika seseorang masih dalam keadaan junub maka
ia dilarang melakukan ibadah-ibadah tertentu :
a. Mengerjakan Sholat
Baik salat fardhu maupun sunah, haram dikerjakan seseorang yang
belum suci dari hadas besar. Allah Swt berfirman dalam Surah An-
Nisa ayat 43 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu salat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan. (Jangan pula hampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja,
hingga kamu mandi." Sementara dalam hadis dari Ibnu Umar ra, beliau
berkata, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
'Tidak diterima salat yang tanpa bersuci dan (tidak diterima) sedekah
dari hasil korupsi." (HR. Muslim)
b. Berdiam atau duduk di dalam masjid (I‟tikaf)
Memasuki masjid untuk kegiatan apapun sekalipun hanya duduk-
duduk saja dilarang dilakukan oleh seseorang yang sedang dalam
keadaan junub sampai ia mensucikan dirinya dengan mandi besar

7
Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu‟ Syarah alMuhazzab, hlm. 2/159

11
c. Thawaf
Pada dasarnya syarat sahnya tawaf (mengelilingi Kakbah) sama
dengan salat. Oleh sebab itu, seseorang yang sedang dalam kondisi
junub maka ia dilarang melaksanakan tawaf baik tawaf wajib maupun
sunah. Rasulullah saw bersabda, "Tawaf di Baitullah itu layaknya
salat, kecuali sungguh Allah menghalalkan bagi kalian berbicara di
dalamnya (tawaf). Siapa yang berbicara, maka hanya boleh berbicara
kebaikan." (HR. Al-Hakim)
d. Membaca Al-Qur'an
Dalam suatu hadis Rasulullah saw bersabda, "Perempuan haid, dan
junub tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Qur‟an."(HR. At-
Tirmidzi) Akan tetapi jika seseorang membaca ayat suci Al-Qur'an
cukup di dalam hati saja tanpa dilafalkan, maka diperbolehkan
sebagaimana seseorang memandang Al-Qur‟an meski sedang junub.
Begitu pula ketika seseorang melafalkan ayat dari Al-Qur‟an tetapi
dengan niat zikir atau berdoa maka diperbolehkan.
e. Menyentuh, memegang dan membawa Al-Qur‟an
Tulisan di dalam Al Quran, tulisan nama-nama Allah SWT, tulisan
nama-nama Nabi Muhammad SAW, tulisan nama-nama para Imam
serta Fatimah (putri Rasulullah SAW) dilarang disentuh oleh siapapun
yang sedang dalam keadaan junub.8

8
Salih, Muhammad Adib. Lamahat fi Ushul al-Hadis (Beirut: al-Maktabah al-Islami,
1399H), h. 80-81

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika sudah mandi wajib asalkan tidak diakhiri dengan buang air kecil
maupun besar, menurut pendapat madzhab Syafi‟i hal itu sudah sah, dan
boleh melaksanakan sholat setelahnya. Jika diawal mandi sudah dimulai
dengan wudu dan tidak diakhiri dengan buang air kecil maupun besar
maka mandinya sudah sah, dan setelahnya juga boleh mengerjakan shalat.
Jika khawatir bahwa biasanya diakhir mandi masih ada buang
airnya, lalu kemudian wudunya dilakukan diakhir saja, itu pun juga sah.
Dan jika wudunya diwal lalu kemudian setelah akhir mandi wudu lagi, itu
pun juga sah. Dan harus diingat kembali bahwa wudu dalam mandi wajib
bukanlah perkara yang wajib, yang wajib itu hanya ada tiga; niat,
menghilangkan najis dan meratakan air ke seluruh tubuh.
Mandi wajib tidaklah seperti mandi yang biasa kita lakukan dalam
keseharian kita. Namun mandi untuk menghilangkan hadats besar yang
ada pada diri kita dan dalam sebuah moment yang khusus pula.
B. Saran.
Demikianlah bahasan makalah ini yang dapat saya paparkan, besar
harapan saya makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak.
Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, saya menyadari makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar penyusunan makalah selanjutnya bisa
lebih baik dari ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdal-Rahman al-Jaziry,Kitabal-Fiqh„Ala Madzahib al-Arba‟ah, Jilid. 1
(Beirut: Maktabah al Tijariyah, t.t.), 133.
Al-Shan`ani, Muhammad bin Isma`il. Subul al-Salam Syarh Bulug al-
Maram, juz I (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, 1379 H/1960 M
Al-Tahhan, Mahmud. Taysir Mushthalah al-Hadis. Kairo: Dar al-Turas al-
Arabiy, 1981
Amir Abyan dan Zainal Muttaqin, Fiqih (Semarang: Karya Toha Putra,
2004), 41.
Al-Syahrazuriy,Amr Usman ibn Abd al-Rahman ibn al-Salah. Ulum al-
Hadis (al-Madinah al-Munawwarah: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1972
Salih, Muhammad Adib. Lamahat fi Ushul al-Hadis (Beirut: al-Maktabah
al-Islami, 1399H), h. 80-81
Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu‟ Syarah alMuhazzab, hlm. 2/159
Salih, Muhammad Adib. Lamahat fi Ushul al-Hadis (Beirut: al-Maktabah
al-Islami, 1399H), h. 80-81

14

Anda mungkin juga menyukai