Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KHITAN PEREMPUAN
Makalah ini Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepesantrenan
Dosen Pengampu : Siti Babur Rahmah, SST

Disusun Oleh :
Uvi Ayu Rinjani (2076620012)
Ika Lailatul Lutfia (2076620013)
Mei Rina Putri (2076620004)

PRODI D3 KEBIDANAN
STIKES BHAKTI AL-QODIRI JEMBER
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Makalah ini disusun sebagai syarat penilaian dalam mata kuliah mutu pelayanan
kebidanan.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Penulis. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 3 Desember 2022


DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan umum .................................................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................... 4
BAB 11 ........................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
2.1 Pengertian dan Waktu Khitan ............................................................................................... 5
2.2 Dasar hukum Khitan.............................................................................................................. 7
2.3 Manfaat Khitan ...................................................................................................................... 9
2.4 Khitan Perempuan dalam sudut pandang Kesehatan .......................................................... 10
BAB III ......................................................................................................................................... 13
PENUTUP..................................................................................................................................... 13
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................................... 13
3.2 PENUTUP ........................................................................................................................... 13
3.3 SARAN ............................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ajaran islam yang berkaitan dengan kebersihan dan pemeliharaan kesehatan antara
lain meliputi thaharah, khitan, penyelenggaraan jenazah, hygiene dalam hidup
berkelamin, kehamilan, pemeliharaan anak, pengaturan makan, memotong kuku,
membersihkan (merapikan) bulu di sekitar tubuh, merapikan kumis, dan
sebagainya.Khitan, yang sering disebut dengan sunat merupakan amalan atau praktek
yang sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat dan diakui oleh agama-agama di
dunia. Khitan tidak hanya diberlakukan terhadap anak laki-laki, tetapi juga terhadap
anak perempuan. Dalam berbagai kebudayaan, peristiwa khitan seringkali dipandang
sebagai peristiwa sacral, seperti halnya peristiwa perkawinan. Fenomena kesakralan
hanya terlihat pada khitan laki-laki, sedangkan khitan perempuan jarang terlihat adanya
masa sakral tersebut.
Khitan merupakan salah satu fitrah yang berkaiatan erat dengan masalah
kebersihan. Dalam islam sendiri, khitan sangat dianjurkan bagi laki-laki maupun
perempuan. Dalam makalah ini, akan dijelaskan babakan mengenai khitan khususnya
khitan perempuan sebagai berikut.

1.2 Rumusan masalah


A. Apa definisi dari khitan?
B. Bagaimana dasar hukum mengenai khitan perempuan?
C. Bagaimana pandangan para ulama megenai khitan perempuan?
D. Bagaimana posisi khitan perempuan dilihat dari sudut pandang kesehatan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami khitan
perempuan dalam pandangan islam
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan :
1. Mampu memahami dan mengenal khitan perempuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Waktu Khitan


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
‫“ خوس هي الفطرة االسثحداد واندثاى وقص الشارب وىثف االبط وثقليو االظفار‬Ada
lima hal merupakan fitrah (yang berhubungan dengan kebersihan badan) yaitu
mencukur bulu kemaluan, khitan, merapikan kumis, mencabut bulu ketiak, dan
memotong kuku”. (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Menurut bahasa, khitan berasal dari kata khatana,yang berarti “khitan bagi
laki-laki”, sedang bagi perempuan adalah khafd. Arti dari bahasa tersebut adalah
bagian kemaluan laki-laki atau perempuan yang dipotong. Khitan (bagi laki-laki)
merupakan bagian dari ajaran Islam yang bertujuan untuk menjaga kesucian dan
kesehatan.Khitan bagi anak laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi
kepala penis hingga terbuka.
Sementara bagi anak perempuan khitan dilakukan dengan cara memotong
bagian dari kulit yang ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit (clitoris) yang
terdapat pada bagian atas farji, yaitu diatas pembuka liang vagina. Bentuknya
seperti biji dan menyerupai jengger ayam jantan (klitoris).Dalam sumber lain
mengatakan bahwa khitan adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan
untuk menjaga agar disana tidak terkumpul kotoran, juga agar dapat menahan
kencing dan supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam bersenggama. Khitan
tersebut terhadap laki-laki, Adapun terhadap perempuan maka yang dipotong itu
adalah bagian atas dari kemaluan, yakni dilihat dari kemaluan itu.
Pada dasarnya, hadits-hadits yang memerintahkan mengkhitan bagi
perempuan, semuanya dhaif, tidak ada satu pun yang sah.Al-mawardi mengatakan,
khitan bagi perempuan adalah memotong bagian kulit yang berada di permukaan
kemaluan, yang menjadi tempat masuknya zakar.Yang diwajibkan ialah memotong
kulit yang menonjol saja dan tidak sampai pangkalnya.Adapun mengenai waktu
khitan, Ibnu Habib meriwayatkan dari Malik, bahwa khitan itu dilaksanankan
antara umur 7-0 tahun dan makruh dilakukan pada hari kelahiran. Kemudian
apabila seseorang telah dewasa, tetapi belum khitan juga, kalau mungkin dia
berkhitan sendiri, dan kalau tidak, maka kewajiban khitan itu pun gugur, dan
gugurnya kewajiban khitan itu lebih-lebih lagi bagi wanita yang telah dewasa.
Lain halnya para ulama Hanbali yang mengatakan :”Khitan itu mustahab
setelah anak mencapai umur 7 tahun sampai tamyiz. Adapun sebelum umur 7 tahun,
khitan itu makruh hukumnya. Dan kalau sudah dewasa hukumnya wajib kalau tidak
khawatir bahaya atas dirinya.”Sedang Abu Hanifah sendiri mengatakan:”Saya tak
tahu kapan waktunya khitan itu”. Oleh sebab itulah maka dalam madzhab Hanafi,
mengenai waktu khitan tidak ada kesatuan pendapat. Ada yang mengattakan nnti
kalau umur anak sudah 7 tahun. Ada pula yang mengatakan 9,0,2 tahun atau
bahkan nanti kalau sudah dewasa.
Adapun yang benar menurut Asy-Syafi’I bahwa khitan itu boleh saja
dilaksanakan ketika anak masih kecil. Bahkan menurut satu riwayat lain dari beliau,
bahwa seorang wali berkewajiban mengkhitankan anak perempuan sebelum
dewasa dan diatas segala-galanya yang benar memang mustahab agar anak itu
dikhitankan pada hari ke-7 sejak ia lahir. Karena menurut hadits riwayat Jabir ra.:
‫نسبع اٌاو‬ ‫اى انىبً صهى هلال عليه وعهى اله وسهن ذثى انحسى والحسيى‬
“Bahwa Nabi saw. Mengkhitankan Hasan dan Husein pada umur 7 hari.” (HR. Abu
Asy-Syaikh dan Al-Baihaqi)
Maka dari keterangan diatas jelaslah bagi kita, bahwa setidaknya khitan
bagi wanita itu merupakan kebaikan (makramah), disamping demi terwujudnya
kebersihan dan kesucian, karena memang banyak kegunaannya. Maka wajiblah
bagi para orang tua untuk mengkhitankan anak-anak perempuan mereka
sebagaimana anak-anak lelaki. Jangan pedulikan keraguan orang mengenai sunnah
ini, bahwa ia betul-betul dianjurkan dalam hadits. Sedangkan bagi kalangan tertentu
cukup beralasan untuk mengatakan,”Wanita muslimat modern memang dituntut
untuk khitan”.
Namun demikian, perlu juga untuk diingat, bahwa untuk mengkhitankan
anak perempuantak perlu diadakan walimah, lain halnya untuk anak lelaki. Dan
bagi siapapun yang mendapat undangan walimah khitan anak perempuan, wajib
tidak datang. Bahkan dalam kitab “Al-Mudkhil”, Ibnu Al-Haj mengatakan
:”Sunnah yang sudah berlaku ialah bahwa khitannya anak lelaki diumumkan,
sedang khitannya anak perempuan dirahasiakan”.

2.2 Dasar hukum Khitan


Terkait hukum khitan, kalangan ulama madzhab Syafi’i dan kebanyakan
ulama berpendapat bahwa khitan hukumnya wajib bagi kaum laki-laki maupun
perempuan. Namun, menurut Imam Ahmad, khitan merupakan kemuliaan
(makramah) bagi perempuan. Sedangkan menurut ulama-ulama dari kalangan
madzhab Hanafi dan Imam Malik, khitan sama-sama sunnah, baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Masing-masing pendapat memiliki dalil dan argumentasi,
namun yang rajih –menurut penulis- tidak ada dalil berstatus shahih yang
mengindikasikan kewajiban berkhitan baik bagi laki-laki maupun perempuan, dan
dalil yang meyakinkan (al-mutayaqqin) adalah yang menyatakannya sunnah,
sebagaimana yang dilansir dalam hadits “Ada lima hal yang termasuk fitrah”, dan
khitan adalah salah satunya. Kalangan yang mewajibkan khitan secara mutlak
berpegang pada hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,”Barangsiapa
yang masuk islam hendaklah ia berkhitan.” Dalil ini dibantah oleh Ibnu Mundzir
bahwa dalam bab khitan tidak adasatu hadits pun yang bisa dirujuk atau sunnah
yang dapat diikuti.
Khitan bagi laki-laki juga disyariatkan untuk dimeriahkan dengan resepsi
dan undangannya wajib dihadiri, berbeda halnya dengan khitan perempuan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sunnah hukumnya meramaikan prosesi khitan
laki-laki dan menyembunyikan khitan perempuan.
Ibnu Hajar mengatakan bahwa untuk khitan perempuan, dalam madzhab
syafi’I sekalipun pada praktiknya ada perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan
bahwa khitan wajib untuk seluruh perempuan, namun ada juga yang mengatakan ia
hanya wajib bagi perempuan yang ujung klentitnya cukup menonjol, seperti pada
perempuan daerah timur. Bahkan, ada sebagian ulama madzhab Syafi’I
mengatakan bahwa khitan perempuan tidak wajib.
Ada seseorang yang bertanya tentang bagaimana hukumnya wanita
berkhitan, dijawab bahwa khitan laki-laki hukumnya jelas, yakni sunnah menurut
Imam Maliki dan Imam Hanafi. Namun untuk wanita bagi madzhab keduanya
mengatakan tidak sunnah bagi wanita, melainkan berstatus kehormatan dan
kemuliaan, maksudnya bagi wanita tidak sunnah juga tidak dilarang, melainkan
dianya memperoleh kemuliaan moralitas yang baginya hanya dianjurkan. Hanya
Imam Syafi’i yang mengatakan bahwa khitan hukumnya wajib baik laki-laki
maupun perempuan. Namun madzhab ini tidak berlaku banyak dalam masyarakat,
karena yang terjadi di masyarakat , karena yang terjadi di masyarakat khitan hanya
ditekankan pada laki-laki, sementara pada wanita hanya diperbolehkan tidak
dianjurkan dan tidak dilarang.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan. Akan tetapi mereka
sepakat bahwa khitan telah disyariatkan, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Menurut madzhab Hanafi, khitan bagi laki-laki hukumnya adalah sunnah. Para
pengikut Imam Malik juga memandang bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya
adalah sunnah. Bahkan dalam kitab At-Talqin memperkuat bahwa hukum khitan
sunnah, bukan wajib. Menurut ulama dari madzhab Maliki, bagi wanita khitan
hanyalah disunnahkan saja. Pendapatnya ini berdasarkan hadits riwayat Syaddad
bin Aus, bahwa Nabi SAW. Bersabda:
‫الخثاى سىت للرجال مكرهج نمىساء‬
“Khitan adalah sunnah bagi kaum lelaki dan merupakan kebaikan bagi kaum
wanita”. (H.R. Ath-Thabrani)
Sebagian besar ulama fiqih pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa
khitan bagi laki-laki hukumnya adalah wajib. Untuk memperkuat pendapat ini, Ibnu
Al-Qayyim, salah satu ulama madzhab Syafi’i berkata, Asy-Sya’bi, Rabi’ah, Al-
auza’i, dan Yahya bin Said al-anshari berpendapat bahwa hukum khitan adalah
wajib. Terakhir, para ulama Hanbali juga berpendapat bahwa khitan adalah wajib.
Imam Atha seorang ulama salaf berkata :”Apabila seorang dewasa masuk islam,
belum dianggap sempurna Islamnya sebelum dikhitan.”
Adapun khitan bagi perempuan, atau biasa disebut khifadh, yakni
memotong sebagian kecil dari kulit kemaluan yang menonjol diatas lubang kecil
(klitoris). Namun, dalam hal ini Rasulullah mengingatkan bahwa dalam
memotongnya tidak boleh berlebihan.

2.3 Manfaat Khitan


Menurut medis, khitan diindikasikan sebagai upaya untuk pencegahan penyakit
atau penanggulangan kelainan yang berkaitan dengan adanya prepusium, antara lain
sebagai berikut.
1. Fimosis
Yaitu prepusium (kulit dan mukosa yang menutup glans penis) tidak dapat ditarik
kebelakang melewati glans penis. Prepusium yang tidak dapat ditarik ke belakang
ini dapat mengakibatkan peradangan dan fribosis. Peradangan dan fribosis yang
berulang dapat mengakibatkan lubang prepusium yang makin menyempit sehingga
dapat menyebabkan obstruksi air seni. Sekarang diketahui bahwa peradangan kronis
pada prepusium merupakan predisposisi karsinoma gland penis.
2. Parafimosis
Yaitu keadaan prepusium yang dapat ditarik ke belakang melewati glans penis
dengan sedikit tekanan, tetapi sulit untuk dikembalikanke depan seperti semula.
3. Pencegahan tumor ganas
Walaupun masih ada pertentangan akan manfaat khitan terhadap pencegahan
tumor ganas, tetapi ada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah
terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan terjadinya tumor
ganas penis. Jenis tumor ganas terbanyak adalah squmous cell cardinoma. Menurut
hasil statistik didapatkan pada penduduk yang tidak dikhitan dibanding dengan
mereka yang dikhitan.
4. Condyloma accuminata
Adalah suatu kelainan kulit berupa vegetasi oleh human papiloma virus (HPV) tipe
tertentu yang bertangkai dengan permukaan yang berjonjot. Khitan diperlukan
untuk membuang kelainan kulit prepusium tersebut.
Khitan bagi orang islam mempunyai makna sebagai berikut.
a. Menjadi bukti dan tanda telah masuk Islam
b. Dengan hilangnya kulub kepala zakar (Circum cisio glans penis) akan mengurangi
rangsangan sehingga dalam coitus (jimak), suami dapat mengendalikan syahwatnya
untuk mencapai orgasme serempak (retaradatio ejaculatio seminis). Hal ini juga
berkaitan dengan kesehatan batin, terutama bagi isteri.
c. Terbukanya kepala zakar mencegah terkumpulnya smegma dan mencegah
tertinggalnya zat-zat di dalam saccus praeputalis. Yang bermakna mencegah
penyakit kelamin (penyakit venerik).
d. Dengan terbukanya glans penis maka ia selalu bersinggungan denagn pakaian.Hal
ini menyebabkan lapisan ephitelium penutup glans penis yang tips dan lembut (yang
mudah kena erosio dan radang) menjadi lebih tebal, keras dan kuat. Lapisan
ephitelium penutup glans penis dan sulcus coronarius yang sudahkering dan mengulit
itu akan menjadi perisai yang kuat dan awet terhadap tiap-tiap infeksi lokal.
e. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, orang-orang yang tidak berkhitan
cenderung lebih mudah terserang penyakit kelamin.
2.1 Khitan Perempuan dalam sudut pandang Kesehatan
Jika ditinjau dari kacamata kesehatan, sebenarnya khitan perempuan dinilai
membahayakan dan kurang bermanfaat bagi kesehatan. Seperti diketahui, khitan
perempuan merupakan suatu tradisi bagi umat islam. Di Indonesia sendiri, khitan
perempuan sudah turun temurun dilakukan yaitu dengan memotng dan mengiris
klitoris. WHO mengelompokkan khitan perempuan menjadi 4 tipe, yaitu:
Tipe 1: memotong seluruh klitoris
Tipe 2: memotong hanya pada sebagian klitoris
Tipe 3: menyempitkan atau dengan menjahit mulut vagina
Tipe 4: memasukkan sesuatu, menggores atau menindik vagina agar terjadi
pendarahan dengan maksud mempersempit atau mengencangkan vagina.

WHO memperbolehkan khitan perempuan dibatasi hanya pada tipe 4. WHOjuga


membedakan khitan perempuan sebagai tindakan Female Genital Mutilation (FGM),
tindakan yang jauh berbeda jika dibandingkan sunat pada kaum pria (Male
Circumcision).
Menurut Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes, dari Lembaga gender dan Studi
Kependudukan Universitas YARSI, Jakarta, pemotongan klitoris pada khitan
perempuan tidak boleh dilakukan. Penghilangan klitoris sama aja dengan menurunkan
rangsangan seksual pada perempuan dan menghilangkan kenikmatan seksual
perempuan. Sangat penting untuk tidak mengubah bentuk klitoris karena klitoris
dikelilingi syaraf yang membuatnya peka secara seksual. Klitori juga berfungsi
mengeluarkan zat pelumas agar saat berhubungan intim organ kewanitaan tidak
merasakan sakit. Untuk mengaasi hal tersebut, dapat dilakukan khitan secara simbolis,
yaitu tidak memotong atau membuang klitoris namun hanya dengan menggores sedikit
atau hanya menempelkan gunting pada bagian labia minora.
Di Indonesia sendiri praktek khitan perempuan dilakukan secara simbolis
berdasarkan data dari Population Council dari tahun 200-2003. Banyak Negara yang
melarang keras akan adanya praktek khitan perempuan yang dilakukan secara ekstrim
karena akan praktek terebut dapat melanggar UU kekerasan perempuan.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari praktek khitan perempuan ini,
diantaranya:
- Dampak jangka pendek:
1. Menyebabkan sakit kepala
2. Menyebabkan retensi urine
3. Menyebabkan pendarahan
4. Infeksi pada organ panggul
5. Menyebabkan tetanus
- Dampak jangka panjang
1. Menyebabkan kista dermoid, abses dan keloid
2. Infeksi saluran kemih
3. Sakit berkepanjangan saat berhubungan intim
4. Tidak mencapai orgasme
5. Disfungsi Haid
6. Tidak dapat menahan kencing
Dalam fatwa MUI, wanita muslim dianjurkan untuk berkhitan. MUI
beranggapan khitan sudah sesuai dengan syariah, namun bukan untuk melukai
atau memotong klitoris melainkan menghilangkan selaput praeputium yang
menutup klitoris.
Walaupun masih menjadi pro dan kontra, istilah khitan perempuan dalam
dunia medis tidak dikenal. Selain tidak bermanfaat, khitan pada perempuan
beresiko menyebabkan kematian. Sangat berbeda dengan khitan pada laki-laki
yang bermanfaat mencegah kanker dan infeksi. Maka dari itu, khitan perempuan
jangan disamakan dengan khitan laki-laki tetapi cukup dilakukan dengan cara
simbolis saja.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Khitan bagi anak perempuan adalah dengan cara memotong bagian dari kulit
yang ada di atas vagina (labia minora) atau kelentit (clitoris) yang terdapat pada
bagian atas farji. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan bagi wanita.
Khitan bagi laki-laki merupakan kewajiban, sedangkan bagi perempuan merupakan
suatu kemuliaan. Khitan dapat mencegah berbagai penyakit, seperti fimosis,
parafimosis, pencegahan tumor ganas, dan candylocoma accuminata.
Namun, pada praktek khitan pada perempuan banyak kalangan medis yang
memandang negative karena adanya dampak negative yang ditimbulkan dari khitan
ini bagi perempuan. Oleh karena itu, banyak kalangan yang menganjurkan khitan ini
dilakukan secara simbolis saja, karena pada dasarnya khitan antara laki-laki dan
perempuan itu berbeda.

3.2 Saran
Saran yang dapat penyusun berikan dalam makalah tentang Tradisi Khitan
Perempuan sebagai berikut:
1. Tokoh Masyarakat agar tetap mempertahankan tradisi yang ada di masyarakat,
khususnya Tradisi Khitan Perempuan agar tetap di warisi oleh generasi berikutnya.
2. Pada Paraji yang mengkhitan perempuan harus berhati-hati sehingga tidak
memotong atau menyayat terlalu besar, sehingga akan membawa akibat yang buruk
bagi yang di khitan.
3. Bagi mahasiswa agar tetap memperluas wawasan pengetahuan tentang Khitan
Perempuan.
DAFTAR PUSTAKA

Abul Yasin, Fatihudin. Kita bertanya Islam menjawab. (Surabaya: Terbit Terang)

Al-Hafidz, Ahsin W. 2007. Fikih Kesehatan. (Jakarta: AMZAH)

Aziz, Abdul M.A., dkk. 2009. Fiqh Ibadah. (Jakarta: AMZAH)

Fuad, Muhammad. 2007. Fiqih Wanita Lengkap. ( : Lintas Media)

Ibrahim shalih, Su’ad. 20. Fiqh Ibadah Wanita. (Jakarta: AMZAH)

M. Ayyub, Hasan. 2007. Panduan Ibadah Khusus Pria. (Jakarta: Almahira)

Muhammad, Husein. 200. Fiqh Perempuan: Refleksi Kyai atas wacana Agama dan Gender.
(Yoyakarta: LKiS)

Sabiq, Sayyid. 973. Fikih Sunnah . (Bandung: PT Alma’arif)

Anda mungkin juga menyukai