Disusun oleh:
Annisa Agung Suciati 1910104201
Yoahan Afrila Cindy 1910104205
Dea Sebina 1910104207
Lisa Agnes 1910104213
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya kami telah berhasil menyelesaikan tugas makalah tentang “Kebidanan Dalam Islam
(Khitan pada laki laki )” ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga makalah ini
dapat memberikan informasi bagi para pembaca. Makalah ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangaan, kami menyadari bahwa
didalam penyusunan makalah ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Aamiin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………. 4
DAFTAR PUSTA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu,
khatnan yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan
berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Khitan bagi laki-laki adalah memotong
kulit yang menutupi hasyafah (kepala kemaluan), sehingga menjadi terbuka..
5
Kelima : Dengan khitan anak terhinar dari bahaya melakukan onani. Apabila qulfah
masih ada, maka lendir-lendir yang tertumpuk dalam gulfah, ini dapat merangsang
syaraf-syaraf kemaluan dan mengelitik ujung kemaluan yang merupakan daerah
sensitif terhadap rangsangan (stimulus). Maka dia akan sering menggaruknya. Bila
hal ini terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan semakin sering
mempermainkannya sehingga akhirnya kebiasaan itu meningkat pada onani.
Keenam : Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh pada
daya tahan sek. Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus
mengenai hal ini. Hasilnya menunjukan bahwa orang yang berkhitan mempunyai
kemampuan seks yang cukup lama dibandingkan orang yang tidak dikhitan. Falh
Gray juga menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang yang khitan memiliki
ketahanan lebih lama dibanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan
hubungan suami istri (al-Halwani :46) versi lengkap.
satunya adalah berkhitan. Dan berdasarkan hadits Rasulullah saw yakni, dari
Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Potonglah rambut kufur darimu dan
berkhitanlah” (HR Muslim)
2. Mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, khitan bagi laki-laki hukumnya
wajib dan khitan memuliakan bagi perempuan. Hal ini sebagaimana hadits
Rasulullah saw, “Khitan itu sunah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita”
(Ahmad dan Baihaqi).
3. Mazhab Maliki dan Hanafi. Menurut kedua mazhab ini hukum khitan adalah
sunnah muakkad bagi laki-laki dan perempuan, dalilnya: Dari Anas Ibn Malik
R.a, bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah,
tukang khitan perempuan di Madinah: “Sentuhlah sedikit saja dan jangan
berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan
suami.” (HR Abu Dawud)
6
Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan
khitan hukumnya wajib antara lain:
1. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda bahwa nabi Ibrahim
melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan
menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya
ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun.
Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan.
2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak
dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya
sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu
yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib.
3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah saw berkata kepada
Kulaib: “Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah”. Perintah Rasulullah
saw menunjukkan kewajiban.
4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat
sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak
diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat
hukumnya.
5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa
sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong
tangan bagi pencuri.
walimah dalam khitan. Beliau juga menyebutkan bahwa riwayat dari ‘Utsman bin
Abil ‘Ash z yang menyatakan:
“Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah n dan tidak
pernah diadakan undangan padanya.”
Mungkin masih tersisa pertanyaan di benak ayah dan ibu, manakala
mengingat buah hatinya menanggung rasa sakit, bolehkah memberikan hiburan
kepadanya. Dikisahkan oleh Ummu ‘Alqamah:
“Anak-anak perempuan saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka ditanyakan
kepada ‘Aisyah, ‘Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat menghibur
mereka?’ ‘Aisyah mengatakan, ‘Ya, boleh.’ Maka aku mengutus seseorang untuk
memanggil ‘Uda, lalu dia pun mendatangi anak-anak perempuan itu. Kemudian
lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihatnya sedang bernyanyi sambil
menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia mempunyai rambut yang lebat.
‘Aisyah pun berkata, ‘Cih, setan! Keluarkan dia, keluarkan dia!’.” (Dihasankan
oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 945 dan dalam ash-
Shahihah no. 722)
Atsar dari Ummul Mukminin ‘Aisyah kali ini menunjukkan disyariatkannya
memberikan hiburan kepada anak yang dikhitan agar dia melupakan sakit yang
8
dirasakannya. Bahkan ini termasuk kesempurnaan perhatian ayah dan ibu kepada
sang anak. Akan tetapi, tentu saja hiburan tersebut tidak boleh berlebih-lebihan
sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang, seperti menggelar nyanyian, menabuh
alat-alat musik, dan selainnya yang tidak ditetapkan oleh syariat. (Ahkamul
Maulud, 113—114)
Semua ini tentu tak kan luput dari perhatian ayah dan ibu yang ingin
membesarkan buah hatinya di atas ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya n.
Mereka berdua tak akan membiarkan sekejap pun dari perjalanan hidup mutiara
hati mereka, kecuali dalam bimbingan agamanya.
jumhur itu mewakili sebagian Hanbilah, sebagian Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn
Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimiin.
Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak
sama antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi. Dalil-dalil yang mereka pakai
untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai berikut.
a. Dalil dari Al’Quran
a) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124).
Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian
ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).
b) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim
seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah,
9
101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti sehingga ada
dalil yang menyatakan sebaliknya.
b. Dalil Hadith
a) Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang
menemui RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka
Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan
berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani].
Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.
b) Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka
berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan
hadith di atas dalam Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat
dijadikan penguat dalil.
c. Atsar Salaf
a) Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan
tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar
“Tidak diterima syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”.
Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan
khitan itu wajib.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu,
khatnan yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan
berbeda untuk laki-laki dan perempuan.
Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup
(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan
apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk mengambil seluruh kulit di
ujung zakar tersebut.
Hukum melakukan khitan berbeda-beda, ada sebagian ulama mengatakan
wajib dan ada yang mengatakan sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi
kaum wanita. Menurut Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak
diterima solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah).
3.2 Saran
1. Bagi yang telah mampu dan mengetahui manfaat khitan, namun belum siap
untuk di khitan, maka persiapkan diri terlebih dahulu.
2. Bagi yang telah mampu, namun belum siap dan belum mengetahui manfaat
khitan, maka terlebih dahulu mencari informasi tentang manfaat khitan
11
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Achmad Ma’ruf, Ismail, Suheri, Faizin, Khoirul. 1998. Berkhitan, Akikah,
Kurban. Surabaya : Penerbit Al Miftah.
Hindi, Maryam Ibrahim, Dr. 2008. Misteri di Balik Khitan Wanita. Solo : Penerbit
Zamzam.
12
12
ii