Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Khitan merupakan perintah Allah SWT sejak masa Nabi Ibrahim as sebagaimana
disebutkan dalam kitab taurat dan kitab injil, dan terlebih dalam Al-Qur’an sendiri,
sebagai kitab terakhir seluruh umat di dunia ini. Dan di dalam Al-Qur’an disebutkan
bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk mengikuti
ajaran Nabi Ibrahim as, dan diantara ajaran Nabi Ibrahim as adalah khitan
Meskipun dalam Al-Qur’an telah dijelaskan secara jelas, namun di zaman modern
ini banyak kalangan muslim sendiri yang melarang praktik pelaksanaan khitan, padahal
jelas bahwa Rasulullah SAW disuruh untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim as yang salah
satunya adalah khitan. Denagn demikian bukan berarti Islam adalah pengikut agama
tauhid, tetapi Islam adalah penyempurna seluruh agama yang diutus oleh Allah SWT di
muka bumi ini.
Berdasarkan permasalahan diatas maka kami akan membahas tentang materi
Khitan Bagi Laki-laki dan Perempuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari khitan?
2. Bagaimana dasar hukum dari khitan?
3. Kapan waktu pelaksanaan dari khitan?
4. Apa saja hikmah atau faidah dari khitan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khitan
Khitan berasal dari bahasa Arab, bentuk masdar dari kata Khatana, Yakhtinu,
Khatnan yang artinya memotong. Khitan telah menjadi Bahasa Indonesia dan sering juga
disebut dengan “sunat”. Khitan menurut bahasa artinya memotong. Sedangkan menurut
istilah artinya tindakan memotong kulit yang menutup hasyafahnya sampai hasyafah
terbuka sepenuhnya. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit
(selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari
bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang
vulva bagian atas kemaluan perempuan.
Sementara Abu Bakar Usman al-Bakri mendefinisikan khitan dengan memotong
bagian yang menutupi hasyafah sehingga kelihatan semuanya, apabila kulit yang
menutupi hasyafah tumbuh kembali maka tidak ada lagi kewajiban untuk memotongnya
kembali.1
Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti
ketundukan kita kepada ajaran agama. Menurut Imam al-Mawardi mendefinisikan khitan
sebagai berikut: “Khitan adalah pemotongan kulit yang menutupi kepala penis
(hasyafah), yang baik adalah mancakup memotong pangkal kulit dan pangkal kepala
penis (hasyafah), minimal tidak ada lagi kulit yang menutupinya”. Sedangkan menurut
Imam Haramain mendefinisikan khitan sebagai berikut: “khitan adalah memotong qulfah,
yaitu kulit yang menutupi kepala penis sehingga tidak ada kulit lagi yang menjulur”.
Dalam fiqh al-Sunnah, Sayiid Sabiq mendefinisikan khitan sebagai berikut:
“Khitan untuk laki-laki adalah pemotongan kulit kemaluan yang menutupi hasyafah agar
tidak menyimpan kotoran, mudah dibersihkan setelah membuang air kecil dan dapat
merasakan jima’ dengan tidak berkurang, sedangkan untuk perempuan adalah dengan
memotong bagian teratas dari faraj-nya. Menurutnya khitan merupakan tradisi kuno
(sunnah qadimah).”2
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam karangannya kitab Fathul
Muin disebutkan bahwa khitannya seorang laki-laki adalah memotong kulit yang
menutup hasyafahnya sampai hasyafah terbuka sepenuhnya. Sedangakan untuk khitan
perempuan adalah wajib memotong sedikit asal sudah bisa disebut khitan yaitu daging
yang berada di sebelah atas lubang kencing berbentuk seperti cengger ayam jantan, yang
disebut bizhir (kelentit).3
Bisa ditarik kesimpulan bahwa khitan bagi laki-laki adalah kegiatan memotong
kulit yang menutup hasyafah-nya sampai hasyafah terbuka sepenuhnya dan tidak ada
kulit yang menutupinya. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit
daging yang terletak di atas lubang kencing yang berbentuk seperti cengger ayam jantan
yang disebut kelentit.
B. Dasar Hukum Khitan
Dalam Islam, hukum khitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Para
ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk laki-laki maupun
perempuan, tetapi ada juga yang mengatakan sama bagi keduanya.
Menurut jumhur ulama’, hukum khitan bagi laki-laki adalah wajib. Para
pendukung pendapat ini adalah Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan sebagian pengikut Imam
Malik. Sedangkan hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama.
Sebagian mengatakan wajib, sebagian mengatakan sunnah dan sebagian mengatakan itu
suatu keutamaan saja. Imam Syafi’i dan para pengikutnya berpendapat bahwa hukum
khitan bagi perempuan adalah wajib, bahkan menurut Imam Nawawi pendapat ini shahih
dan masyhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik serta sebagian pengikut
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa khitan bagi perempuan hukumnya sunnah.
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam karangannya kitab Fathul
Muin disebutkan bahwa wajib melakukan khitan bagi perempuan maupun laki-laki yang
tidak dilahirkan dalam keadaan telah khitan, seperti firman Allah SWT dalam Q.S An-
Nahl ayat 123 “bahwa ikutilah agama Nabi Ibrahim”, dan diantara syariat agamanya
adalah khitan, Nabi Ibrahim melakukan khitan sedang ia berumur 80 tahun.4
Hadist yang paling populer tentang khitan perempuan adalah hadist Ummi Atiyah
r.a, Rasulullah bersabda: “wahai Ummi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan,
sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi
suaminya”. H.R Baihaqi dan Hakim dari Dhahhak bin Qais.
C. Waktu Pelaksanaan Khitan
Waktu pelaksanaan khitan untuk anak laki-laki terkait dengan kewajiban
melaksanakan shalat setelah dewasa. Ketika seseorang ingin mengerjakan shalat terlebih
dahulu harus suci fisiknya dari najis dan hadast, pakaiannya dan tempatnya harus suci
dari najis. Untuk itu maka kulit yang menutup penis harus dipotong. Jika tidak, najis air
seni setelah seseorang buang air kecil akan tertinggal dan bersembunyi di dalamnya dan
ini akan terbawa waktu shalat. Hal ini menyebabkan shalatnya tidak sah dan tidak
dibenarkan. Untuk itu wajib dihilangkan dengan cara dikhitan. Sedangkan khitan bagi
perempuan dilakukan sewaktu masih bayi atau kecil, sehingga yang bersangkutan tidak
mengetahuinya.
Ulama Fiqh madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa waktu seseorang
anak wajib dikhitan adalah setelah dewasa, sebab khitan dilakukan untuk kepentingan
kesucian. Menurut ulama Fiqh madzhab Syafi’I waktu khitan disunnahkan. Ada dua
pendapat, pendapat shahih yang difatwakan adalah pada saat umur 7 hari sejak kelahiran
anak. hal ini berdasarkan hadits yang artinya: “Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk
Hasan dan Husain dan menghitankannya pada hari ke tujuh”. (Al-Baihaqi)5
Dalam hadits yang lain disebutkan, dari Abu Ja’far berkata, “Fatimah
melaksanakan aqiqah anaknya pada hari ke tujuh. Beliau juga menghitan dan mencukur
rambutnya serta menshadaqahkan seberat rambutnya dengan perak.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah).6
Meskipun begitu, khitan boleh dilakukan sampai anak tumbuh dewasa,
sebagaimana telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa beliau pernah ditanya,
“seperti apakah engkau saat Rasulullah SAW meninggal dunia?” beliau menjawab, “Saat
itu saya barusan dikhitan. Dan saat itu para sahabat tak mneghitan kecuali sampai anak
itu bisa memahami sesuatu.” (HR. Bukhori, Ahmad, dan Thabrani).7
Imam Mawardi berkata, “khitan itu memiliki dua waktu, waktu wajib dan waktu
sunnah. Waktu wajib adalah masa baligh, sedangkan waktu sunnah adalah sebelumnya.
Yang paling bagus adalah hari ketujuh setelah kelahiran da disunnahkan agar tidak
menunda sampai waktu sunnah kecuali ada udzur.” Ulama Fiqh Hanafi, Maliki dan
Hanbali berpendapat makruh melakukan khitan pada hari ketujuh, karena hal itu
menyerupai orang-orang Yahudi.8
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam karangannya kitab Fathul
Muin disebutkan bahwa sunnah segera melakukan penghitanan pada anak baru umur 7
hari sebagai ittiba’ Nabi, lalu jika mengakhirkan setelah itu maka pada umur 40 hari,
kalau juga tidak maka pada umur 7 tahun, karena umur inilah waktunya diperintahkan
anak melakukan shalat.9
D. Manfaat Khitan
Diantara hikmah-hikmah khitan yang terkandung dari pelaksanaan khitan adalah:
1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at
2. Khitan merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan ad-Din yang
disyari’atkan Allah SWT lewat lisan Nabi Ibrahim a.s sebagaimana terdapat dalam
Q.S 16:123 yang artinya:
3. Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama lain
4. Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah SWT, ketaatan
melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya.10
Berikut ini adalah sedikit faedah-faedah khitan menurut al-Hawani:
1. Dengan memotong qulfah, ia akan terbebas dari endapan yang mengandung lemak,
dan lender-lendir yang sangat kotor. Ini dapat menekan serendah mungkin terjadinya
peradangan pada kemaluan, dan proses pembusukan yang diakibatkan oleh endapan
lendir-lendir tersebut
2. Dengan terpotongnya qulfah, batang kemaluan akan bebas dari kekangan semasa
terjadi ketegangan (ereksi)
3. Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit kanker sangat kecil. Realitas
menunjukkan penyakit kanker penis ternyata banyak diderita oleh orang yang tidak
dikhitan. Dan jarang sekali menimpa bangsa-bangsa yang syari’at agamanya
memerintahkan agar pemeluknya berkhitan
4. Bila secepatnya menghitan sang anak, berarti kita telah menghindarkan dari
kebiasaan ngompol di tempat tidur. Penyebab utama anak mengompol di tempat tidur
pada malam hari karena qulfahnya terasa gatal dan keruh (tergelitik)
5. Dengan khitan anak terhindar dari bahaya melakukan onani. Apabila qulfah masih
ada, maka lender-lendir yang tertumpuk dalam qulfah, ini dapat merangsang syaraf-
syaraf kemaluan dan mengelitik ujung kemaluan yang merupakan daerah sensitif
terhadap rangsangan (stimulus). Maka dia akan sering menggaruknya. Bila hal ini
terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan sering mempermainkannya sehingga
akhirnya kebiasaan itu meningkat pada onani
6. Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh pada daya tahan
seks. Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus mengenai hal ini.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang berkhitan mempunyai kemampuan seks
yang cukup lama dibandingkan orang yang tidak dikhitan. Falh Gray juga
menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang khitan memiliki ketahanan lebih lama
disbanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan hubungan suami istri.11

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
khitan bagi laki-laki adalah kegiatan memotong kulit yang menutup hasyafah-nya
sampai hasyafah terbuka sepenuhnya dan tidak ada kulit yang menutupinya. Sedangkan
khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit daging yang terletak di atas lubang
kencing yang berbentuk seperti cengger ayam jantan yang disebut kelentit.
Dalam Islam, hukum khitan dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Para
ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk laki-laki maupun
perempuan, tetapi ada juga yang mengatakan sama bagi keduanya.
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam karangannya kitab Fathul
Muin disebutkan bahwa sunnah segera melakukan penghitanan pada anak baru umur 7
hari sebagai ittiba’ Nabi, lalu jika mengakhirkan setelah itu maka pada umur 40 hari,
kalau juga tidak maka pada umur 7 tahun, karena umur inilah waktunya diperintahkan
anak melakukan shalat.
Diantara hikmah-hikmah khitan yang terkandung dari pelaksanaan khitan adalah:
Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at, Khitan merupakan salah satu
masalah yang membawa kesempurnaan ad-Din yang disyari’atkan Allah SWT lewat lisan
Nabi Ibrahim a.s, Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama lain,
Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah SWT, ketaatan melaksanakan
perintah, hukum dan kekuasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, Aliy. 1980. Terjemah Fathul Muin. Kudus: Menara Kudus
Usman, Abu Bakar Ibn Muhammad Dimyati al-Bakri. I’anatut Thalibin. (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, t.t) jilid 4
https://asmaulluddin-akbar.blogspot.com
https://media.neliti.com
https://www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai