Pengertian Khitan
Baca Cepat Buka
Berdasarkan arti bahasanya, khitan bermula dari bahasa arab yakni
khatnun artingya membelah bagian depan. Sementara menurut
umum, khitan ialah membelah kulup (kulit bagian depan gender
laki-laki) yang melingkupi kepala zakar biar gender laki-laki tidak
gembur tersentuh buangan sisa air seni yang menyangkut pada
kelamin dalam tersebut.
Sejarah Khitan
Mengenai masalah khitan yang diyakini sebagai ajaran agama Islam
masih menimbulkan perdebatan dikalangan ulama’, ilmuwan dan
peneliti, sebagian mereka mengatakan bahwa, khitan baik laki-laki
maupun perempuan merupakan ajaran Islam, sedangkan sebagian
yang lain mengatakan bahwa khitan bukan merupakan ajaran
Islam. Khitan sebetulnya adalah merupakan suatu ajaran yang
sudah semenjak Islam belum lahir, dalam kitab Mugni al-
Muhtaj dikatakan bahwa orang laki-laki yang pertama kali
melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as. Dan orang wanita yang
melakukan khitan pertama kali adalah Siti Hajar istri Nabi Ibrahim
as. Ajaran khitan atau sunat sudah sangat lama dikenal dan
dilakukan diberbagai bangsa diantaranya adalah bangsa Samit
Purba serta berbagai bangsa Amerika dan Afrika, Polinesia,
Australia dan Indonesia.
Hukum Khitan
Berikut ini adalah hukum khitan yaitu:
Dalil Khitan
Berikut ini terdapat 2 dalil khitan, yakni sebagai berikut:
Manfaat Khitan
Berikut ini ada beberapa manfaat dari khitan, yakni sebagai berikut:
"Hilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan berkhitanlah." (HR. Abu
Daud).
Dalam artikel kali ini kami akan menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana hukum
khitan bagi anak laki-laki dalam Islam yang dilansir dari rumaysho.com.
Tujuan Khitan
Khitan adalah proses pengangkatan kulit yang menutupi ujung penis. Dalam Islam,
hukum khitan bagi anak laki-laki adalah wajib. Tujuannya bukan hanya sekadar
mematuhi perintah agama, tapi juga untuk menjaga agar tidak terkumpul kotoran di
penis, memudahkan untuk kencing, dan agar tidak mengurangi kenikmatan saat
bersenggama (Fiqh Sunnah, 1/37).
Ternyata, berkhitan sudah dilakukan bahkan sebelum zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Hal ini diterangkan dalam hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di
mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan Al
Qodum." (HR. Bukhari).
Syaikh Sayid Sabiq mengatakan bahwa Al Qodum yang dimaksud dalam hadis di
sini adalah alat untuk memotong kayu (kampak) atau suatu nama daerah di Syam.
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, "Ibrahim -Al Kholil-
berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, dan beliau berkhitan dengan kampak."
(HR. Bukhari).
Hukum khitan bagi anak laki-laki adalah wajib ditunjukkan dalam hadis di atas, di
mana berkhitan adalah ajaran dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, dan kita juga
diperintahkan untuk mengikutinya.
Allah Ta’ala juga berfirman dalam salah satu ayatnya,
Karena khitan yang dijadikan sebagai pembeda inilah, maka dalam Islam hukum
khitan bagi anak laki-laki adalah wajib.
Ada berbagai pendapat yang menjelaskan hukum khitan bagi perempuan. Ada yang
berkata bahwa wajib hukumnya berkhitan bagi perempuan, dan ada yang berkata
bahwa hukum khitan bagi perempuan adalah sunnah, namun tetap dianjurkan.
Dalam hal ini, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam
kitabnya Asy Syarhul Mumthi’ berkata:
"Terdapat perbedaan hukum khitan antara laki-laki dan perempuan. Khitan pada
laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini akan berkaitan dengan
syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit pada kemaluan yang akan
dikhitan tersebut dibiarkan, kencing yang keluar dari lubang ujung kemaluan akan
ada yang tersisa dan berkumpul pada tempat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan
rasa sakit/pedih tatkala bergerak dan jika dipencet/ditekan sedikit akan
menyebabkan kencing tersebut keluar sehingga pakaian dapat menjadi najis.
Adapun untuk perempuan, tujuan khitan adalah untuk mengurangi syahwatnya. Dan
ini adalah suatu bentuk kesempurnaan dan bukanlah dalam rangka untuk
menghilangkan gangguan." (Shohih Fiqh Sunnah, I/99-100 dan Asy Syarhul
Mumthi’, I/110).
Oleh karena itu, pendapat yang benar tentang masalah ini adalah khitan itu wajib
bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan.
Dikutip dari mayoclinic.org, berikut adalah beberapa manfaat khitan bagi laki-laki:
Penurunan risiko infeksi saluran kemih. Pria mungkin memiliki risiko infeksi
saluran kemih yang rendah, namun infeksi ini lebih sering terjadi pada pria yang
tidak disunat.
Penurunan risiko infeksi seksual menular. Pria yang disunat dinilai memiliki
risiko lebih rendah terkena infeksi menular seksual tertentu.
Mencegah masalah penis. Terkadang, kulup pada penis yang tidak disunat bisa
sulit atau tidak bisa ditarik kembali (phimosis). Hal ini dapat menyebabkan
peradangan pada kulup atau kepala penis.
Penurunan risiko kanker penis. Meskipun kanker penis jarang terjadi, laki-laki
yang telah disunat lebih jarang mengalaminya. Selain itu, kanker serviks lebih
jarang terjadi pada pasangan seksual wanita dari laki-laki yang disunat.
8 Hal Penting untuk Mencetak Anak yang Shaleh
Berikut ini diantara tuntunan syar’i dalam pendidikan anak yang dibawakan oleh seorang
‘alim Syaikh Abu ishaq Al-Huwainy :
1.Anak kecil adalah manusia kecil yang selalu membutuhkan kelembutan, cinta yang dalam
dan kasih sayang yang murni.
Bermain dan bercanda dengan mereka merupakan bentuk kasih sayang dan menunjukkan
kepahaman seseorang terhadap dien ini. .
“Bahwa Nabi Shallahu’alaihi wasallam mencium Hasan bin Ali, dan disamping beliau ada
Aqro’ bin Habis at-Tamimy, maka berkatalah Aqro’: Sesungguhnya aku punya 10 orang anak
tetapi tidak seorangpun yang pernah kucium. Lalu Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam
melihat kepadanya seraya berkata : Barangsiapa yang tidak mau menyayangi maka ia tidak
akan disayangi”.
“Telah datang seorang badui kepada Nabi Shallahu’alaihi wasallam dan ia berkata: kalian
menciumi anak-anak kecil, tapi kami tidak pernah menciumi meraka. Berkatalah Nabi
Shallahu’alaihi wasallam: Aku tak kuasa (memberi kasih saying di hati kalian) jika Allah telah
mencabut kasih saying itu dari hati kalian.
Mencandai anak kecil tidak berarti meniadakan pendidikan dan pengajaran kebaikan kepada
mereka. Maka tidak ada kebaikan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang lebih baik
selain adab yang baik. Kebaikan yang pertama kali yang harus dipelajari adalah tentang
pelaksanaan sholat wajib.
“Perintahkanlah anak-anakmu shalat ketika mereka berumur 7 tahun, dan pukullah mereka
jika berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur” ( Hadits shahih dikeluarkan
Abu Daud, Tirmidzi, Ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Abu Syaibah, Ibnu Khuzaimah, Thahawy)
3. Hendaklah ditanamkan pada jiwa anak untuk cinta Allah dan Rasul-Nya dan hendaklah
pula ditanamkan sifat dan sikap untuk mengutamakan Allah dan Rasul-Nya daripada yang
selainNya.
“Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian hingga aku lebih dicintai dari orang tuanya,
anaknya dan seluruh manusia”. (Hadits Shahih dikeluarkan Bukhari, Muslim, Abu’Awanah,
Nasa’i, Ibnu Majah)
4. Hendaknya anak diajari Al-Qur’an dengan logat-logat Arab. Menjadikan anak hafal Al-
Qur’an serta mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka. Terdapat keutamaan yang banyak dan
tak terhitung.
“Barangsiapa membaca 1 huruf dari kitabullah maka ia mendapatkan satu kebaikan. Dan
satu kebaikan itu akan dilipatkan menjadi 10 kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim
itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (Hadits Shahih
dikeluarkan tirmidzi, Darimi, Abu Nu’aim dll)
Dan hendaknya sunnah tersebut dihiaskan pada diri anak sehingga sunnah tersebut
meresap ke dalam hatinya.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang diberi umur panjang diantara kalian, maka ia akan melihat perpecahan
yang banyak. Maka hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan Khulafa’ur rasyidun
yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi gerahammu”. (Hadits Shahih
dikeluarkan Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi,Ahmad, Ibnu Hibban)
6. Hendaklah anak dibuat tidak suka terhadap bid’ah dan segala perkara yang mengantarkan
kepada bid’ah.
Tidak akan berkumpul sunnah dan bid’ah di hati seorang mukmin selamanya!
Dan tidak ada yang dinamakan bid’ah hasanah (bid’ah yang baik).
Sabda Nabi Shallahu’alaihi wasallam dalam sebuah hadits shahih yang merupakan potongan
dari khutbatul hajah yang masyhur:
“Setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap
kesesatan di neraka”.
Juga diajarkan kepada anak tentang sabar ketika sedang mencarinya terlebih ilmu-ilmu
syar’i. Karena sesungguhnya itu merupakan ilmu yang mulia.
“Aku mendatangi Shofwan bin ‘Assal al-Murady, maka ia berkata: Apa yang mendorongmu
dating kemari? Aku menjawab: Karena untuk mencari ilmu. Ia berkata: Sesungguhnya para
malaikat meletakkan sayap-sayapnya kepada pencari ilmu syar’i karena ridha atas apa yang
sedang ia cari”.
Hal ini merupakan kewajiban bagi orang tua. Sedangkan membeda-bedakan sesama mereka
merupakan keberanian melawan batas-batas (hukum-hukum) Allah dan pelanggaran
kehormatan dienNya.
Bersabda Nabi Shallahu’alaihi wasallam:
Itulah diantara kiat-kiat syar’i yang harus diperhatikan pendidik untuk mencetak anak yang
shalih. Generasi terakhir ummat ini tidak mungkin menjadi baik kecuali dengan apa yang
telah menjadikan baik generasi awalnya. Wallahua’lam bishowab.